Ayat
Terjemahan Per Kata
ٱسۡتِكۡبَارٗا
karena kesombongan
فِي
pada/di
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
وَمَكۡرَ
dan rencana
ٱلسَّيِّيِٕۚ
jelek/jahat
وَلَا
dan tidak
يَحِيقُ
menimpa
ٱلۡمَكۡرُ
rencana
ٱلسَّيِّئُ
jelek/jahat
إِلَّا
kecuali
بِأَهۡلِهِۦۚ
kepada ahlinya/yang empunya
فَهَلۡ
maka tidakkah
يَنظُرُونَ
mereka menanti-nanti
إِلَّا
kecuali
سُنَّتَ
sunnah
ٱلۡأَوَّلِينَۚ
orang-orang terdahulu
فَلَن
maka tidaklah
تَجِدَ
kamu dapati
لِسُنَّتِ
bagi sunnah
ٱللَّهِ
Allah
تَبۡدِيلٗاۖ
berubah
وَلَن
dan tidaklah
تَجِدَ
kamu dapati
لِسُنَّتِ
bagi sunnah
ٱللَّهِ
Allah
تَحۡوِيلًا
menyimpang
ٱسۡتِكۡبَارٗا
karena kesombongan
فِي
pada/di
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
وَمَكۡرَ
dan rencana
ٱلسَّيِّيِٕۚ
jelek/jahat
وَلَا
dan tidak
يَحِيقُ
menimpa
ٱلۡمَكۡرُ
rencana
ٱلسَّيِّئُ
jelek/jahat
إِلَّا
kecuali
بِأَهۡلِهِۦۚ
kepada ahlinya/yang empunya
فَهَلۡ
maka tidakkah
يَنظُرُونَ
mereka menanti-nanti
إِلَّا
kecuali
سُنَّتَ
sunnah
ٱلۡأَوَّلِينَۚ
orang-orang terdahulu
فَلَن
maka tidaklah
تَجِدَ
kamu dapati
لِسُنَّتِ
bagi sunnah
ٱللَّهِ
Allah
تَبۡدِيلٗاۖ
berubah
وَلَن
dan tidaklah
تَجِدَ
kamu dapati
لِسُنَّتِ
bagi sunnah
ٱللَّهِ
Allah
تَحۡوِيلًا
menyimpang
Terjemahan
karena kesombongan (mereka) di bumi dan karena rencana jahat mereka. Akibat (buruk) dari rencana jahat itu hanya akan menimpa orang yang merencanakannya sendiri. Mereka hanya menunggu ketetapan (yang berlaku) kepada orang-orang yang terdahulu. Maka, kamu tidak akan mendapatkan perubahan atas ketetapan Allah dan tidak (pula) akan menemukan penyimpangan bagi ketetapan Allah itu.
Tafsir
(Karena kesombongan -mereka- di muka bumi) terhadap keimanan, mereka tidak mau beriman karena sombong. Lafal ayat ini menjadi Maf'ul Lah (dan karena rencana) pekerjaan mereka (yang jahat) berupa kemusyrikan dan lain-lainnya. (Dan tidaklah menimpa) tidak menggilas (rencana jahat itu selain orang yang merencanakannya sendiri) yaitu orang yang mengadakan makar itu sendiri. Lafal Al Makru diberi sifat As Sayyi-u adalah bentuk asal tetapi di-mudhaf-kan-nya lafal Al Makru kepada lafal As Sayyi-u, menurut suatu pendapat merupakan cara pemakaian yang lain tetapi dengan memperkirakan adanya Mudhaf yang lain supaya jangan langsung di-mudhaf-kan kepada sifat. (Tiadalah yang mereka nanti-nantikan) (melainkan, berlakunya, sunah, Allah yang telah berlaku, kepada orang-orang yang dahulu) yaitu diturunkannya azab atas mereka sebab mereka mendustakan rasul-rasul-Nya. (Maka sekali-kali kamu tidak akan menemui perubahan bagi sunah Allah dan sekali-kali tidak pula akan menemui penyimpangan bagi sunah Allah itu) azab itu tidak dapat diganti dengan yang lain dan tidak ditimpakan kepada orang-orang yang tidak berhak menerimanya.
Tafsir Surat Al-Fatir: 42-43
Dan mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sekuat-kuat sumpah; sesungguhnya jika datang kepada mereka seorang pemberi peringatan, niscaya mereka akan lebih mendapat petunjuk dari salah satu umat-umat (yang lain). Tatkala datang kepada mereka pemberi peringatan, maka kedatangannya itu tidak menambah kepada mereka, kecuali jauhnya mereka dari (kebenaran), karena kesombongan (mereka) di muka bumi dan karena rencana (mereka) yang jahat. Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri. Tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan (berlakunya) sunnah (Allah yang telah berlaku) kepada orang-orang yang terdahulu.
Maka sekali-kali kamu tidak akan menemui perubahan bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu. Allah ﷻ menceritakan perihal kaum Quraisy dan orang-orang Arab, bahwa mereka bersumpah dengan menyebut nama Allah dengan sumpah yang sekuat-kuatnya sebelum Rasul diutus kepada mereka; bahwa sesungguhnya jika rasul itu datang kepada mereka memberi peringatan, tentulah mereka akan menjadi salah satu umat yang paling mendapat petunjuk dibandingkan dengan umat-umat lainnya yang para utusan terdahulu pernah diutus kepada mereka.
Demikianlah menurut pendapat Ad-Dahhak. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: : (Kami turunkan Al-Qur'an itu) agar kamu (tidak) mengatakan bahwa kitab itu hanya diturunkan kepada dua golongan saja sebelum kami, dan sesungguhnya kami tidak memperhatikan apa yang mereka baca. Atau agar kamu (tidak) mengatakan, "Sesungguhnya jikalau kitab itu diturunkan kepada kami, tentulah kami lebih mendapat petunjuk daripada mereka. Sesungguhnya telah datang kepada kamu keterangan yang nyata dari Tuhanmu, petunjuk dan rahmat.
Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling darinya? (Al-An'am: 156-157) Sesungguhya mereka benar-benar akan berkata, "Kalau sekiranya di sisi kami ada sebuah kitab dari (kitab-kitab yang diturunkan) kepada orang-orang dahulu, benar-benar kami akan menjadi hamba Allah yang dibersihkan (dari dosa). Tetapi mereka mengingkarinya (Al-Qur'an); maka kelak mereka akan mengetahui (akibat keingkarannya itu). (As-Saffaat: 167-170) Adapun firman Allah ﷻ: Tatkala datang kepada mereka pemberi peringatan. (Fathir: 42) Yaitu Nabi Muhammad ﷺ dengan membawa Kitab yang mulia (Al-Qur'an) yang diturunkan kepadanya. maka kedatangannya itu tidak menambah kepada mereka, kecuali jauhnya mereka dari (kebenaran). (Fathir: 42) Maksudnya, tidak menambahkan kepada mereka selain kekafiran di samping kekafiran yang telah ada pada diri mereka. Kemudian dalam firman selanjutnya dijelaskan: karena kesombongan (mereka) di muka bumi. (Fathir: 43) Yakni mereka sombong tidak mau mengikuti ayat-ayat Allah.
dan karena rencana (mereka) yang jahat. (Fathir: 43) Yaitu mereka membuat makar terhadap orang lain dengan cara menghalang-halangi mereka dari mengikuti jalan Alah. Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri (Fathir: 43) Dengan kata lain, barang siapa yang menggali lubang, dia sendiri yang terjerumus ke dalamnya. Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa Ali ibnul Husain mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abu Zakaria Al-Kufi, dari seorang lelaki yang menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Janganlah kamu membuat makar yang jahat, karena sesungguhnya makar (rencana) yang jahat itu tidak menimpa kecuali orang yang merencakannya sendiri, dan mereka akan dituntut oleh Allah.
Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi pernah mengatakan bahwa ada tiga perkara yang barang siapa mengerjakannya tidak akan selamat kecuali bila meninggalkannya, yaitu rencana jahat, zalim, dan melanggar janji. Hal yang membenarkannya dari Kitabullah ialah firman Allah ﷻ: Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri. (Fathir: 43) sesungguhnya (bencana) kezalimanmu akan menimpa dirimu sendiri. (Yunus: 23) Dan firman Allah ﷻ: maka barang siapa yang melanggar janjinya, maka akibat pelanggaran janjinya itu akan menimpa dirinya sendiri. (Al-Fat-h: 10) Adapun firman Allah ﷻ: Tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan (berlakunya) sunnah (Allah yang telah berlaku) kepada orang-orang yang terdahulu. (Fathir: 43) Artinya, siksaan Allah yang akan menimpa diri mereka akibat mendustakan rasul-rasul-Nya dan menentang mereka yang membawa perintah Allah ﷻ Maka sekali-kali kamu tidak akan menemui perubahan bagi sunnah Allah. (Fathir: 43) Sunnah Allah tidak dapat diubah dan tidak dapat pula diganti, melainkan ia akan tetap berjalan seperti apa yang telah ditetapkan-Nya di tempat mana pun orang yang mendustakan Allah berada.
dan sekali-sekali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu. (Fathir: 43) Dengan kata lain, semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya. (Ar-Ra'd: 11) Yakni tiada yang dapat menghilangkannya atau mengalihkannya dari mereka selain Allah ﷻ Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui."
Menjauhnya mereka dari kebenaran adalah karena kesombongan me-reka di muka bumi dan karena rencana mereka yang jahat, yaitu menipu lawan bicaranya dengan sumpah palsu. Rencana yang jahat itu hanya akan menimpa orang yang merencanakannya sendiri, kalau tidak menimpa di dunia pasti akan menimpa di akhirat. Mereka hanyalah menunggu berlakunya ketentuan kepada orang-orang yang terdahulu, yakni turunnya azab kepada orang-orang yang mendustakan rasul. Maka kamu tidak akan mendapatkan perubahan bagi ketetapan-ketetapan Allah yang berlaku bagi umat manusia yaitu mengazab orang-orang yang durhaka dan memberi pahala kepada yang taat, dan tidak pula akan menemui penyimpangan bagi ketentuan Allah itu, yakni apa yang ditetapkan Allah bagi seseorang, maka tidak akan beralih kepada yang lain. 44. Allah telah menegaskan bahwa ketetapan-ketetapan-Nya (sunatullah) pasti berlaku bagi seluruh umat manusia. Pada ayat ini Allah menunjukkan bukti-bukti berlakunya sunatullah bagi umat-umat terdahulu. Dan tidakkah mereka, yakni kaum musyrik Mekah, bepergian di bumi lalu melihat bagaimana kesudahan yang buruk bagi orang-orang sebelum mereka yang mendustakan rasul, seperti kaum 'Ad, Samud, dan lainnya, padahal orang-orang itu lebih besar kekuatannya dari mereka, baik fisik maupun harta' Andaikata kaum musyrik Mekah merasa lebih kuat daripada umat-umat terdahulu itu, kekuatan tersebut tidak akan ada artinya di hadapan Allah, karena Allah Mahaperkasa, dan tidak ada sesuatu pun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi. Sungguh, Dia Maha Mengetahui perbuatan dan perkataan serta rencana jahat mereka, Mahakuasa mewujudkan apa yang Dia kehendaki.
Ayat ini masih menjelaskan sikap orang musyrik Mekah terhadap dakwah Nabi ﷺ Dengan segala daya dan pikiran, dengan harta dan kekayaan yang dimiliki, mereka menentang dakwah Nabi Muhammad, bahkan beliau diboikot dan dihalangi. Tetapi, segala rencana jahat guna mematahkan dakwah Islam itu pada akhirnya menjadi bumerang bagi mereka. Kegagalan kaum kafir Mekah mencegah tersiarnya dakwah Islam telah tertulis dengan tinta emas dalam sejarah Islam. Setiap usaha dan rencana jahat untuk memadamkan cahaya agama Allah di bumi ini, pasti akan gagal, sebab Allah selalu akan memelihara eksistensi agama-Nya di bumi ini, sampai akhir zaman, biarpun tidak disukai oleh orang-orang musyrik, sebagaimana disebutkan dalam ayat:
Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya. (ash-shaff/61: 8)
Dalam Aisar at-Tafasir disebutkan satu riwayat bahwa Ka'ab berkata kepada Ibnu 'Abbas, "Dalam Taurat diterangkan bahwa siapa yang menggali lubang untuk kawannya, dialah yang masuk ke dalamnya." Ibnu 'Abbas menjawab, "Hal itu aku temukan dalam Al-Qur'an." Ka'ab bertanya, "Di mana?" Ibnu 'Abbas menjawab, "Bacalah wa la yahiqul makrus-sayyi' illa bi ahlih (Rencana yang jahat itu hanya akan menimpa orang yang merencanakannya sendiri.)"
Seperti diuraikan di atas, kadang-kadang Allah menunda kedatangan siksa sebagai bukti kasih sayang-Nya kepada orang-orang kafir. Tetapi, jangan dikira bahwa Allah tidak akan menyiksa mereka bila mereka tidak tobat, sebab bila mereka di dunia belum merasakan siksaan, di akhirat kelak pasti akan mereka alami juga. Di akhirat nanti baru mereka yakini ke mana orang yang zalim itu ditempatkan Allah sesuai dengan ancaman Allah ketika mereka masih di dunia.
Dan orang-orang yang zalim kelak akan tahu ke tempat mana mereka akan kembali. (asy-Syu'ara'/26: 227)
Sekalipun azab itu sudah pasti datang, orang-orang yang tidak mengimaninya masih saja menentang kedatangannya dengan tidak menghentikan segala perbuatan jahatnya. Dalam ayat ini, Allah mengungkapkan nasib mereka kelak dengan mengatakan bahwa tidak ada yang mereka tunggu-tunggu itu melainkan siksaan seperti apa yang telah menimpa manusia dahulu kala disebabkan keingkaran mereka terhadap risalah para rasul. Tetapi, ujung ayat ini menegaskan bahwa sunah Allah menentukan bahwa setiap orang yang mendustakan ajaran-Nya pasti akan disiksa dengan azab yang tidak akan berubah dan tidak akan dipindahkan kepada orang lain. Allah tidak akan melimpahkan rahmat-Nya pada seseorang yang sudah tercatat sebagai pembangkang dan pendosa, serta tidak akan memikulkan dosanya kepada diri orang lain.
Dan seseorang tidak akan memikul beban dosa orang lain. (al-An'am/6: 164)
(44) Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad supaya memperingatkan kaum pendusta (musyrik), apakah mereka tidak pernah melakukan perjalanan untuk menyaksikan betapa dahsyatnya azab yang diturunkan pada bangsa-bangsa dahulu akibat keingkaran mereka pada kebenaran ajaran Allah.
Semula ayat ini ditujukan kepada kaum musyrik Mekah, yang umumnya bermata pencaharian berdagang. Pada musim-musim tertentu, kafilah Quraisy berangkat menuju Syam (Syiria) dan Irak. Pada daerah-daerah gurun pasir yang mereka lewati, banyak terdapat bekas-bekas negeri yang pernah dihuni manusia di zaman kuno, akibat kedurhakaan penduduknya kepada rasul utusan Allah. Mereka disiksa, dan bumi tempat mereka berpijak dijungkirbalikkan sehingga hancur sama sekali. Allah memperingatkan kaum pedagang Quraisy, andaikata mereka juga mengikuti jejak bangsa yang mendustakan-Nya, maka kepada mereka pasti akan berlaku sunatullah. Mereka akan merasakan siksaan dan azab yang tidak sanggup mereka tolak.
Untuk meyakinkan mereka, ayat 44 ini lebih lanjut memberi penjelasan bahwa umat-umat yang telah merasakan balasan akibat sikap dan tindak-tanduk mereka yang menentang ajaran rasul itu adalah umat yang perkasa, berani, punya harta, dan anak keturunan yang banyak sekali. Namun demikian, keperkasaan, kekayaan, dan keturunan mereka yang besar itu ternyata tidak sanggup membela dan melindunginya dari azab Allah.
Maksud berjalan di muka bumi, menurut penafsiran Sayid Quthub dalam Tafsir fi ?ilal al-Qur'an, adalah berjalan dengan mata hati terbuka dan pikiran yang segar sambil merenungkan peristiwa-peristiwa yang pernah menimpa umat dahulu, betapa dan bagaimana keadaan mereka sewaktu ditimpa azab Allah. Perjalanan demikian, menurutnya, menambah perasaan takwa kepada Allah, membangunkan hati dari kelalaian dan kelengahan akan sunatullah yang pasti berlaku itu. Mereka diingatkan bahwa Allah Yang Mahakuasa itu tidak pernah kewalahan untuk melaksanakan keputusan-Nya, apabila Dia telah menginginkan. Sebab dengan tegas dikatakan tiada satu daya dan kekuatan yang sanggup melemahkan Allah, baik kekuatan itu terdapat di langit maupun di bumi. Bagaimana Allah itu lemah? Bukankah ilmu dan kekuasaan-Nya meliputi kerajaan langit dan bumi? Bagaimana mungkin makhluk ciptaan-Nya, Sekalipun seluruh manusia bersatu menandingi kekuasaan Allah, tidak akan sanggup menjatuhkan atau menandingi kekuasaan-Nya, sedang semuanya dijadikan dengan fisik yang lemah? Allah berfirman:
Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, karena manusia diciptakan (bersifat) lemah. (an-Nisa'/4: 28)
Perhatikanlah akhir ayat ini dengan penegasan bahwa Allah Maha Mengetahui dan Mahakuasa terhadap segala makhluk ciptaan-Nya. Dalam Tafsir al-Maragi dijelaskan bahwa Allah Maha Mengetahui dan Mahakuasa terhadap orang-orang yang harus mendapatkan siksaan dengan segera. Sebaliknya, orang yang tobat, dan ingin kembali kepada Tuhan dari kesesatannya, Dia memberi petunjuk kepadanya sehingga beriman sepenuhnya. Ketika orang-orang musyrik meminta kepada Nabi Muhammad agar azab yang dijanjikan itu segera diturunkan, maka diterangkan kepada mereka bahwa Allah menentukan peraturan-Nya bagi umat ini, yakni siksaan tidak segera diturunkan kepada mereka yang melakukan kedurhakaan atau keingkaran terhadap ajaran rasul. Sebab diharapkan sebagian di antara mereka mungkin masih ada yang insaf dan kembali kepada ajaran Tuhannya
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 38
“Sesungguhnya Allah Mengetahui kegaiban di semua langit dan bumi."
Insaflah kita bahwa dengan penglihatan mata kita yang sanga terbatas ini, lebih ba-nyaklah yang gaib, yang rahasia, tersembunyi bagi kita. Bagi Allah semuanya itu tidak ada yang gaib.
“Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui yang tersembunyi dalam dada."
Bahkan perasaan yang gaib, yang orang lain tidak mengetahuinya, terasa di dalam dada kita masing-masing Allah pun tahu. Apalah lagi angan-angan baik atau angan-angan buruk yang ada dalam dada kita masing-masing.
Ayat 39
“Dialah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di bumi."
Di dalam Al-Qur'an telah bertemu beberapa kali perkataan. Kata-kata Khalaa-if yang kita artikan khalifah-khalifah telah bertemu juga dalam surah Yuunus ayat 73, surah al-An'aam ayat 165, bertemu juga dalam surah Yuunus sekali lagi pada ayat 14. Bertemu pula kata jamak yang lain dengan sebutan Khulafaa', yang artinya hampir sama; bertemu dalam surah al-A'raaf ayat 69 dan 74.
Bertemu pula sekali kata-kata khaliifah, pada surah al-Baqarah ayat 30.
Asal arti khalifah ialah pengganti. Yang dalam ayat 30 surah al-Baqarah disebut men-jadi khalifah dari Allah. Niscaya tidak cocok kalau diartikan pengganti, karena tidak ada pengganti bagi Allah. Tentu maksudnya di sini ialah orang yang disuruh oleh Allah menjadi pelaksana di muka bumi.
Arti khalaaif yang kita maknakan khalifah-khalifah di sini, bukanlah jadi khalifah-khalifah dari Allah, melainkan penggantian tugas dari umat yang telah terdahulu. Dalam bahasa modern kita sebut generation yang telah dipinjam dan dijadikan bahasa Indonesia zaman modern, yaitu generasi. Maka orang yang datang kemudian adalah pengganti dari angkatan yang dahulu darinya, dan yang dahulu itu pun pengganti, penjawat pusaka dari yang dahulu darinya.
"Maka barangsiapa yang kafir, maka tanggungannya sendirilah kekafirannya itu." Menilik kepada peringatan Allah ﷻ ini jelas sekali bahwa yang datang di belakang tidak boleh menyia-nyiakan kepercayaan yang ditumpahkan oleh orang yang dahulu."Dan tidaklah akan bertambah atas orang-orang yang kafir itu tersebab kekafiran mereka di sisi Tuhan mereka, selain dari kemurkaan." Tegasnya kalau ada yang kafir, yang tidak mau menjalani bimbingan dan pimpinan yang diberikan Allah SWT, bahkan mereka terus-menerus tidak mau percaya, maka sekali-kali janganlah mereka menyangka bahwa dengan sebab kekufuran itu perbuatan mereka akan didiamkan saja oleh Allah ﷻ Bahkan kemurkaan Allah-lah yang akan menimpa diri mereka.
“Dan tidaklah akan bertambah atas orang-orang kafir sebab kekafiran mereka, selain kerugian."
Usahkan berlaba, bahkan rugilah yang akan menimpa. Yang rugi itu ialah diri mereka sendiri.
Ayat 40
“Katakanlah Hai Rasul Kami, “Adakah kamu lihat sekutu-sekutu kamu yang kamu setu selain Allah itu? Pertihatkanlah kepadaku, apakah yang telah diciptakan oleh mereka dari bumi?"
Di sini Nabi Muhammad ﷺ disuruh mengajak penyembah-penyembah berhala itu supaya melihat dan memerhatikan berhala-berhala yang telah mereka seru dan mereka puja selama ini. Apakah dia? Batukah atau semen atau kayu? Siapa yang membuatnya? Bukankah mereka yang menyembah itu sendiri yang membuatnya? Disuruh pula Nabi ﷺ meminta tunjukkan apa-apa sajakah yang telah pernah didptakan oleh berhala-berhala itu di muka bumi ini?"Atau adakah persekutuan mereka di segala langit?" Turutkah mereka, yaitu berhala buatan tangan manusia yang dipuja dan disembah itu turut berserikat bersekutu menciptakan sesuatu di langit?"Atau adakah Kami pernah mendatangkan kitab, lalu mereka mendapat keterangan yang jelas darinya?" Disuruh menanyakan seperti ini karena ada juga di kalangan yang menyembah berhala itu yang mengatakan bahwa mereka menyembah berhala itu adalah termasuk agama juga, atas perintah Allah ﷻ juga.
Maka kalau itu benar ada, mana kitab itu? Siapa Nabinya? Mana bukti-bukti dan pen-jelasannya?
Inilah dia hujjah Al-Qur'an dan beginilah ajaran Islam. Suatu ibadah hendaklah ada alasannya dan dalilnya.
Pertama, dalil dengan mempergunakan akal, “Adakah masuk akal bahwa berhala yang dibikin dengan tangan sendiri mempunyai kekuasaan seperti Allah ﷻ dan disembah seperti menyembah Allah. Alangkah jauhnya dari akal sehat, jika manusia membuat sesuatu dengan tangannya sendiri, lalu barang yang dibuatnya dengan tangan sendiri disembah-sembahnya, karena dipercayainya bahwa barang itulah yang memberikan perlindungan kepada dirinya.
Kedua, dalil bukti, yang disebut data dan fakta untuk mengetahui sumber dari keper-cayaan yang karut itu. Kalau itu dikatakan agama, tunjukkanlah mana kitabnya yang di-turunkan Allah, seumpama Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur'an.
Semuanya itu tidak ada. Ini cuma karut-marut pikiran. Sama saja dengan karut-marut, kacau-balau pikiran penganut ajaran Kebatinan, yang katanya mendapat wangsit, yaitu pesan dari yang gaib, malah ada yang mengatakan bahwa wangsit itu sama dengan wahyu yang diterima langsung dari Allah ﷻ Yang oleh ahli-ahli tasawuf dinamai ilmu-ladunni, padahal kemudian terbukti bahwa wangsit itu diterimanya dari setan.
Sebab itu tepat sekali apa yang difirmankan Allah ﷻ selanjutnya,
“Bahkan, tidaklah otang-orang yang zalim itu menjanjikan yang sebagian kepada yang sebagian kecuali tipu belaka."
Artinya, kalau si kafir dengan si kafir telah berjumpa, niscaya yang sebagian akan menipu yang lain dengan kata lemak manis, padahal hanya omong kosong, tipu daya. Yang ini mengatakan bahwa kerisnya bertuah, sehingga bila jejak seorang musuh ditikam dengan keris itu, si musuh akan mati di saat itu juga. Lalu yang lain mengatakan pula, bahwa burung perkutut yang dipeliharanya telah berbunyi tengah malam memberikan alamat, (dalam petah lidah Jawa disebut ngalamat). Yang lain mengatakan pula bahwa dia bermimpi bertemu dengan Sunan Kalijaga, yang lain bercerita bahwa gurunya kalau hari Jum'at tidak kelihatan shalat di masjid di negerinya, sebab dia shalat di Mekah.
Ayat 41
“Sesungguhnya Allah-lah yang menahan segala langit dan bumi jangan hilang."
Yakni Allah menahan langit ketujuh petalanya, demikian juga bumi bersama dengan segala bintang-bintang, bergerak dengan teratur dengan timbangan sempurna menurut qudrat iradat-Nya."Dan jika keduanya hilang tidaklah ada sesuatu pun yang akan menahannya sesudah Dia." Kalau umpamanya terjadi yang demikian, maka berhala-berhala itu pun akan turut runtuh, pecah atau patah atau terbenam masuk lumpur. Tidak ada selain Allah dapat memperbaikinya kembali."Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun." Karena Dia Maha Penyantun masih diberinya kesempatan bagi hamba-Nya memikirkan kesalahannya dan meminta tobat.
“Maha Pengampun."
Sehingga walaupun dosa telah bertumpuk-tumpuk, asal tobat dan memohon supaya diberi ampun, lalu memperbaiki iangkah hidup, sesat surut, terlangkah kembali, kufur tobat, khilaf mengisi, tentu akan diampuni.
Ayat 42
“Dan mereka bersumpah dengan nama Allah, dengan sepayah-payah bersumpah."
Disebutkan di sini bahwa mereka berani bersumpah, bahkan berjanji, dengan sepayah-payah bersumpah, artinya untuk membuktikan bahwa mereka berkata benar. Bertambah tidak benar apa yang akan mereka janjikan itu bertambah hebatlah sumpah mereka. Bunyi dan isi sumpah ialah, “Jika datang kepada mereka Pemberi ingat “Yaitu Rasul yang diutus Allah ﷻ membawa berita gembira bagi yang taat dan ancaman keras bagi yang kufur, “Sesungguhnya mereka akan lebih mendapat petunjuk dari salah satu umat pun." Kalau kami mendapat seorang rasul, seorang nabi yang akan membimbing kami, pastilah bahwa kami akan lebih cerdas, lebih terpimpin dan mengerti dari umat yang mana pun di dunia ini.
Ini hanya cakap mereka sebelum datang nabi itu. Namun setelah pemberi ingat itu datang, nabi atau rasul itu muncul, mereka menampak bahwa buat masuk jadi pengikut rasul itu tidaklah semudah apa yang mereka sangka bermula. Maka disebutkanlah di ujung ayat,
“Tetapi setelah datang kepada mereka, Pembeni ingat itu, tidaklah mereka bertambah melainkan jauh."
Atau dalam susunan bahasa Indonesia yang biasa kita pakai, “Tidaklah mereka ber-tambah dekat, melainkan bertambah jauh."
Pada ayat sesudahnya dijelaskan Allah ﷻ sebabnya maka mereka mungkir dari sumpah yang mereka ikrarkan dengan berpayah-payah itu.
Ayat 43
“Karena kesombongan di muka bumi dan rencana jahat."
Di sini dinyatakanlah sebab utama mengapa mereka mungkiri sumpah mereka. Pertama ialah karena kesombongan belaka. Merasa diri lebih pintar, lebih patut dihargai. Banyaklah kejadian orang-orang yang merasa dirinya sangat penting, di dalam hatinya mengakui bahwa seruan Rasul itu adalah benar. Tetapi mereka salahkan cara penyebarannya. Mengapa maka Rasul terlalu memberatkan perhatian kepada orang-orang yang tidak ada kedudukan dalam masyarakat.
Orang-orang seperti itu minta diperhatikan. Bukanlah inti ajaran itu yang penting, tetapi mereka yang lebih penting. Pemimpin-pemimpin dan pemuka Quraisy kebanyakan tidak mau menerima Islam ialah karena kesombongan ini. Sejak zaman Nabi Nuh orang-orang yang merasa dirinya penting itu menyesali, mengapa Nabi Nuh menerima orang-orang yang dipandang kelas rendah di masyarakat masa itu, orang-orang bodoh yang baadiar ra'yi, yang cara mereka berpikir masih kampungan. Di zaman Nabi Muhammad ﷺ pun demikian pula. Kadang-kadang Nabi Muhammad sendiri berpikir juga bahwa orang-orang seperti itu patut juga diajak bercakap bertukar pikiran, sehingga seorang buta (Ibnu Ummi Maktum) yang datang bertanya soal iman, beliau terima saja dengan muka masam dan beliau palingkan muka ke tempat lain, seakan-akan pertanyaan si buta tidak beliau dengar. Sikap beliau itu dikritik Allah SWT,
“Dan tidaklah akan menimpa suatu rencana yang jahat itu, kecuali kepada ahlinya sendiri." Siapa yang menggali lubang, dia sendirilah yang akan menimbuninya dengan dirinya sendiri. Karena kecurangan tidaklah akan bertahan lama di hadapan kejujuran dan cita-cita yang memang hidup dalam hati yang memperjuangkannya."Maka apakah yang mereka lihat selain dari sunnah yang berlaku pada orang-orang yang dulu-dulu." Dengan lanjutan ini mereka diberi kesadaran bahwa rencana jahat tidaklah pernah menang. Mungkin dia kelihatan seperti menang, sementara. Tetapi dari sehari ke sehari, api semangat mereka akan lindap, kemudian padam dengan sendirinya. Karena yang mereka pertahankan bukan-lah cita-cita yang murni, tetapi semata-mata karena tidak senang kena gangguan. Sudah menjadi Sunnah, artinya jalan sejarah yang telah dilalui sejak zaman purbakala, sampai sekarang kini bahwa rencana jahat itu akan gagal, cepat ataupun lambat.
“Maka sekali-kali tidaklah akan kamu dapati pada Sunnatullah itu suatu penggantian." Sebab jalan yang ditempuhnya sudah tertentu sejak semula, tidak mungkin dia berganti begitu saja di tengah jalan.
“Dan sekali-kali tidaklah akan kamu dapati bagi Sunnatullah itu suatu pembelokan."
Memerhatikan Sunnatullah itu adalah amat penting dalam perjuangan menegakkan cita-cita. Kalau ada kekalahan yang tidak disangka, tidak lain sebabnya karena kurang perhatian dan pengetahuan kita terhadap Sunnatullah.
***
Ayat 44
Membaca suatu pengetahuan dengan mengadakan penyelidikan, melihat sendiri bekas itu, mendengar sendiri kalau dia ada bunyi, merenungkan daerah, tanah, wilayah dan manusianya, jauh lebih berkesan dalam jiwa dan ingatan dari hanya membaca di buku-buku saja.
Dalam hal ini kita melihat suatu ilmu yang diajarkan Allah ﷻ pada ayat 43 bahwa Sunnatullah tak dapat diganti, Sunnatullah tidak dapat dibelokkan. Itu adalah suatu ilmu yang telah tertulis dan boleh juga dikatakan suatu teori yang diterima dari Allah ﷻ sendiri.
Tetapi di ayat 44 kita disuruh mengembara di muka bumi menyaksikan sendiri akibat dari orang yang dahulu kala itu, sebelum zaman kita. Dengan melihat akibat itu pengetahuan kita tentang Sunnatullah yang baru teori, yang oleh karena dia adalah firman Allah ﷻ sendiri yang mustahil dustanya, dia pun telah menjadi ilmul yaqin. Maka dengan menjalani muka bumi itu ilmul yaqirt kita dapatlah meningkat jadi ‘ainulyaqin.
“Dan adalah mereka yang dahulu itu lebih kuat dari mereka." Yaitu mereka yang diseru dan diajak oleh Nabi Muhammad ﷺ
“Dan tiada sesuatu pun yang dapat me-lemahkan-Nya di semua langit dan tidak pula di bumi." Yakni, kalau sebelumnya dikatakan, bahwa umat yang dahulu itu lebih kuat dari-pada umat yang didatangi Nabi Muhammad ﷺ, namun betapa jua pun kuat mereka, tidaklah kekuatan mereka itu dapat melemahkan kekuatan qudrat dan iradat Allah Ta'aala sendiri."Sesungguhnya Dia adalah Mahatahu." Mahatahu itu pun adalah satu di antara ke-kuatan Allah. Sedang manusia tidaklah mempunyai pengetahuan untuk dapat melawan Allah,
“Lagi Mahakuasa."
Mahakuasa untuk menentukan nasib manusia dan makhluk yang lain. Napas manusia yang turun naik dalam dirinya, perjalanan darah di seluruh jasmaninya, kadar makanan yang akan dimakannya, Allah ﷻ semuanya yang menentukan.
Dapatlah kita renungkan jika Allah ﷻ berfirman, bahwa apa yang ada di langit yang tujuh tingkat itu, entah berjuta-juta malaikat ataupun makhluk lain yang kita belum tahu, karena tidak ada yang dapat mengetahui berapa banyaknya tentara-tentara Allah kecuali Dia sendiri, bahwa semuanya itu tidaklah akan sanggup melemahkan kekuasaan Allah SWT, betapa lagi makhluk yang ada di muka bumi ini. Tidak pula ada makhluk bernyawa di muka bumi ini, baik binatang melata, atau binatang buas di rimba belantara, atau burung yang terbang di udara, atau ikan-ikan yang hidup dalam lautan, sampai ikan paus yang begitu besarnya; tidaklah ada dalam kalangan segala makhluk bernyawa itu yang merencanakan hendak melemahkan Allah atau menentang Allah. Yang kerap kali berkeras kepala kepada Allah, yang kerap kali merasa diri kuat, hanyalah manusia juga. Tetapi adakah perlawanan manusia itu berhasil?
Manusia itu kadang-kadang sombong dan lupa diri. Sedikit saja gangguan Allah ﷻ atas kebiasaan dirinya, manusia sudah lemah tidak berdaya lagi. Berhenti detik jantungnya dia sudah mati. Jangankan melawan Allah, sedangkan melawan serangan nyamuk saja dia tidak sanggup. Lebih banyak orang yang mati diserang nyamuk daripada yang mati diserang singa.
Maka datanglah ayat selanjutnya, sebagai penutup dari surah Faathir,
Ayat 45
“Dan kalau kiranya Allah hendak menyiksa manusia oleh karena usaha mereka, niscaya tidaklah Dia akan meninggalkan di atas permukaan bumi dari makhluk yang melata."
Memang terlalu banyak kejahatan yang diperbuat oleh manusia di permukaan bumi ini. Kadang-kadang peraturan Allah dengan sengaja mereka langgar buat memuaskan hawa nafsunya. Nikmat yang begitu banyak dianugerahkan oleh Allah ﷻ mereka lupakan. Mereka berbuat banyak kesia-siaan. Kadang-kadang cita-cita yang suci terkubur dalam timbunan nafsu kejahatan yang besar. Kadang-kadang sopan santun, budi pekerti, kasih sayang, hanya menjadi buah mulut belaka. Yang kuat menindas yang lemah, yang kaya mencekik yang miskin, yang berkuasa menyalahgunakan kekuasaannya. Penipuan, perampasan hak orang lain, korupsi menjadi-jadi. Munafik, hipokrit, dan banyak lagi per-buatan lalim, aniaya, melepaskan dendam, kebencian, dengki, dan sebagainya. Kadang-kadang orang seorang menganiaya orang seorang. Kadang-kadang sekumpulan bangsa memusnahkan bangsa yang lain. Dibuat perjanjian buat dilanggar. Pendeknya ngerilah!
Orang yang berhati sempit, orang yang suka kesal akan mengeluh dalam hatinya, mengapa Allah ﷻ tidak segera menghukum segala kesalahan ini?
Mengapa orang-orang yang suka berlaku curang banyakyang naik ke tempat yang mulia, sedang orang yang jujur terlempar ke tepi?
Maka ayat inilah yang memberikan jawaban. Yaitu kalau sekiranya Allah ﷻ langsung menyiksa manusia karena usahanya, atau karena segala perbuatannya yang curang, niscaya akan habislah makhluk yang melata dari seluruh muka bumi ini.
Apa sebab maka binatang-binatang yang melata di muka bumi pun bisa bersama mus-nah dengan manusia yang kena hukuman Allah SWT? Ialah karena kesalahan manusia itu terlalu banyak dan terlalu besar. Ke mana saja pun kita berjalan di muka bumi ini, baik ke bagian timur atau ke bagian barat, pasti saja kita akan bertemu dengan yang tidak beres, bekas kesalahan manusia.
Semuanya itu bagi Allah ﷻ adalah mudah saja."Akan tetapi Dia tangguhkan sampai kepada janji yang telah ditentukan."
Sama sekali Dia tangguhkan sampai kepada janji yang telah ditentukan.
Orang seorang ditangguhkan sampai kepada ukuran umur yang telah ditentukan. Sesampai umur dia pun mati, maka sampailah ajalnya.
“Maka apabila telah datang janji mereka, maka sesungguhnya Allah terhadap hamba-hamba-Nya Maha Melihat."
Tidaklah ada yang tersembunyi dari pandangan Allah ﷻ segala apa yang diusaha-kan dan diamalkan oleh manusia selama hidupnya. Dengan keadilan yang mutlak semuanya akan dipertimbangkan. Memang banyak kejahatan yang telah diperbuat oleh dunia ini, sehingga kalau dari sekarang Allah bertindak, binatang melata pun tidak akan dapat bertahan hidup karena adzab yang dijatuhkan kepada manusia. Tetapi adakah semata-mata yang jahat saja yang dikerjakan orang di dunia ini? Tidakkah ada perbuatan yang baik? Tidakkah ada manusia yang duduk tafakur memikirkan hubungannya dengan
Allah ﷻ dan harinya yang akhir? Tidakkah ada sedikit juga manusia yang bangun tengah malam, mengheningkan pikirannya dan bersujud berlutut di hadapan hadhrat Rububiyah melakukan shalat tahajud?
Semuanya dilihat oleh Allah ﷻ
Selesai Surah Faathir. Alhamdulillah