Ayat
Terjemahan Per Kata
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
يُمۡسِكُ
(Dia) menahan
ٱلسَّمَٰوَٰتِ
langit(jamak)
وَٱلۡأَرۡضَ
dan bumi
أَن
bahwa
تَزُولَاۚ
tidak lenyap
وَلَئِن
dan jika
زَالَتَآ
keduanya lenyap
إِنۡ
jika
أَمۡسَكَهُمَا
menahan keduanya
مِنۡ
dari
أَحَدٖ
seseorang
مِّنۢ
dari
بَعۡدِهِۦٓۚ
sesudah-Nya/selain Dia
إِنَّهُۥ
sesungguhnya Dia
كَانَ
adalah
حَلِيمًا
Maha Penyantun
غَفُورٗا
Maha Pengampun
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
يُمۡسِكُ
(Dia) menahan
ٱلسَّمَٰوَٰتِ
langit(jamak)
وَٱلۡأَرۡضَ
dan bumi
أَن
bahwa
تَزُولَاۚ
tidak lenyap
وَلَئِن
dan jika
زَالَتَآ
keduanya lenyap
إِنۡ
jika
أَمۡسَكَهُمَا
menahan keduanya
مِنۡ
dari
أَحَدٖ
seseorang
مِّنۢ
dari
بَعۡدِهِۦٓۚ
sesudah-Nya/selain Dia
إِنَّهُۥ
sesungguhnya Dia
كَانَ
adalah
حَلِيمًا
Maha Penyantun
غَفُورٗا
Maha Pengampun
Terjemahan
Sesungguhnya Allah yang menahan langit dan bumi agar tidak lenyap. Jika keduanya akan lenyap, tidak ada seorang pun yang mampu menahannya selain-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.
Tafsir
(Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap) mencegah keduanya agar tidak lenyap (dan sungguh jika) huruf Lam di sini bermakna Qasam (keduanya akan lenyap tidak ada yang dapat menahan keduanya seorang pun selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun) oleh karenanya Dia menangguhkan azab-Nya atas orang-orang kafir.
Tafsir Surat Al-Fatir: 40-41
Katakanlah, "Terangkanlah kepada-Ku tentang sekutu-sekutumu yang kamu seru selain Allah. Perlihatkanlah kepada-Ku (bagian) manakah dari bumi ini yang telah mereka ciptakan ataukah mereka mempunyai saham dalam (penciptaan) langit atau adakah Kami memberi kepada mereka sebuah Kitab sehingga mereka mendapat keterangan-keterangan yang jelas darinya? Sebenarnya orang-orang yang zalim itu sebagian dari mereka tidak menjanjikan kepada sebagian yang lain, kecuali tipuan belaka. Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap; dan sungguh jadi keduanya akan lenyap, tidak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya selain Allah.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya agar mengatakan kepada orang-orang musyrik: Terangkanlah kepada-Ku tentang sekutu-sekutumu yang kamu seru selain Allah. (Fathir: 40) Maksudnya, berhala-berhala dan tandingan-tandingan yang kalian sembah-sembah selain Allah. Perlihatkanlah kepada-Ku (bagian) manakah dari bumi ini yang telah mereka ciptakan ataukah mereka mempunyai saham dalam (penciptaan) langit. (Fathir: 40) Artinya, mereka tidak memiliki andil dalam hal tersebut barang sekulit ari pun. Firman Allah ﷻ: atau adakah Kami memberi kepada mereka sebuah Kitab sehingga mereka mendapat keterangan-keterangan yang jelas darinya. (Fathir: 40) Yakni ataukah Kami telah menurunkan kepada mereka sebuah Kitab yang mendukung kemusyrikan dan kekufuran yang mereka katakan itu? Kenyataannya tidaklah demikian.
Sebenarnya orang-orang yang zalim itu sebagian dari mereka tidak menjanjikan kepada sebagian yang lain, kecuali tipuan belaka. (Fathir: 40) Yaitu sesungguhnya dalam hal tersebut mereka hanya semata-mata mengikuti hawa nafsu, angan-angan, dan pendapat mereka sendiri yang direkayasa oleh diri mereka sendiri, padahal kenyataanya adalah tipuan, kebatilan, dan kepalsuan belaka. Kemudian Allah ﷻ menyebutkan tentang kekuasaan-Nya Yang Mahabesar, yang dengan kekuasaan-Nya itulah langit dan bumi berdiri tegak dengan seizin-Nya, dan dengan kekuasaan-Nya itu pula Dia menjadikan pada bumi dan langit kekuatan yang menjaga kelestariannya.
Untuk itu Allah ﷻ berfirman: Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap. (Fathir: 41) Yakni agar jangan bergeser dari tempatnya masing-masing, semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Dan Dia menahan (benda-benda) langit jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya. (Al-Hajj: 65) Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan iradat-Nya. (Ar-Rum: 25) Adapun firman Allah ﷻ: dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya selain Allah. (Fathir: 41) Artinya, tiada yang dapat mempertahankan kelestarian dan keutuhan keduanya selain Dia sendiri, dan Dia selain itu Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.
Dengan kata lain, Dia Maha Melihat tingkah laku hamba-hamba-Nya yang kafir dan durhaka kepada-Nya, namun Dia menyantuni mereka dan memberikan masa tangguh dan tempo bagi mereka untuk bertobat, dan Dia tidak segera mengazab mereka. Selain itu Dia memaafkan dan mengampuni sebagian yang lainnya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (Fathir: 41) Ibnu Abu Hatim sehubungan dengan ayat ini telah mengetengahkan sebuah hadis garib, bahkan munkar.
Untuk itu dia mengatakan: ". telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain ibnul Junaid, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepadaku Hisyam ibnu Yusuf, dari Umayyah ibnu Sahl, dari Al-Hakam ibnu Aban, dari Ikrimah, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda menceritakan perihal Nabi Musa a.s. yang saat itu Nabi ﷺ berada di atas mimbarnya: bahwa dalam hati Nabi Musa pernah terdetik suatu pertanyaan, apakah Allah ﷻ tidur? Maka Allah ﷻ mengirimkan malaikat kepada Musa untuk memberikan dua buah botol kaca, lalu membuatnya mengantuk; masing-masing tangan memegang sebuah botol. Lalu malaikat itu memerintahkan kepada Musa agar menjaga kedua botol itu jangan sampai pecah. Maka Musa pun tertidur dan hampir saja kedua botol yang dipegangnya itu beradu. Tetapi keburu ia terbangun, lalu ia menahan kedua botol itu agar tidak beradu.
Akan tetapi, tidak lama kemudian ia tertidur lagi dan kedua botol itu beradu hingga pecah. Allah ﷻ melakukan hal itu terhadap Musa sebagai tamsil, bahwa sesungguhnya bila Allah tidur, niscaya bumi dan langit ini tidak dapat ditahan. Makna lahiriah hadis ini menunjukkan bukan sebagai hadis yang marfu', bahkan termasuk salah satu dari kisah Israiliyat yang munkar. Karena sesungguhnya merupakan suatu hal yang mustahil bila Nabi Musa mempunyai prasangka bahwa Allah tidur.
Sesungguhnya Allah ﷻ telah berfirman di dalam kitab-Nya (Al-Qur'an) yang mulia: Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nyalah apa yang di langit dan di bumi. (Al-Baqarah: 255) Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan sebuah hadis melalui Abu Musa Al-Asy'ari r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: ". Sesungguhnya Allah ﷻ tidak tidur dan tidak layak bagi-Nya tidur; Dia merendahkan neraca dan meninggikannya; dilaporkan kepada-Nya amal pebuatan di malam hari sebelum siang hari, dan amal siang hari sebelum malam hari, tirai-Nya adalah nur atau api. Seandainya Dia membuka tirai-Nya, niscaya kesucian Zat-Nya dapat membakar habis semua makhluk yang terjangkau oleh penglihatan-Nya. Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Al-A'masy, dari Abu Wa'il yang menceritakan bahwa pernah ada seorang lelaki datang kepada Abdullah ibnu Mas'ud r.a. Maka Ibnu Mas'ud bertanya, "Darimanakah kamu tiba?" Ia menjawab, "Dari negeri Syam." Ibnu Mas'ud bertanya, "Siapa yang kamu jumpai di sana?" Ia menjawab, "Ka'b." Ibnu Mas'ud bertanya, "Apakah yang diceritakan olehnya kepadamu?" Ia menjawab, bahwa Ka'b mengatakan kepadanya, "Langit itu berputar di atas pundak seorang malaikat," Ibnu Mas'ud bertanya kepada lelaki itu, "Apakah kamu membenarkannya ataukah mendustakannya?" Lelaki itu menjawab, "Saya tidak mendustakannya dan tidak pula membenarkannya." Ibnu Mas'ud berkata, "Sekiranya saja engkau tebus perjalananmu itu kepada Ka'b dengan kendaraan dan bekalmu (yakni tidak pergi ke sana).
Ka'b dusta, sesungguhnya Allah ﷻ telah berfirman: Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap; dan sungguh jika keduanya akan lenyap, tidak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya selain Allah. (Fathir: 41) Sanad asar ini sahih sampai kepada Ka'b dan juga Ibnu Mas'ud. Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Ibnu Humaid, dari Jarir, dari Mugirah, dari Ibrahim yang mengatakan bahwa Jundub Al-Bajali datang kepada Ka'b di Syam, lalu disebutkan asar yang semisal. Sesungguhnya saya pernah membaca hasil karya pena Al-Faqih Yahya ibnu Ibrahim ibnu Muzayyan At-Tulaitali yang diberi judul ASairul Fuqaha, diketengahkan asar tersebut dari Muhammad ibnu Isa ibnut Taba', dari Waki', dari A'masy dengan lafaz yang sama.
Kemudian disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Zaunan alias Abdul Malik ibnul Husain, dari Ibnu Wahb, dari Malik yang mengatakan bahwa langit itu tidak berputar, lalu ia memperkuat pendapatnya ini dengan dalil ayat ini dan sebuah hadis yang mengatakan: Sesungguhnya di ufuk barat terdapat pintu tobat yang masih tetap dalam keadaan terbuka, hingga matahari terbit dari arahnya. Menurut hemat saya hadis ini sahih, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui."
Setelah terbukti bahwa tidak ada siapa dan apa pun yang terlibat dalam penciptaan serta pengaturan langit dan bumi selain Allah, lalu ditegaskan bahwa sungguh, Allah-lah yang menahan langit dan bumi agar tidak lenyap dengan memelihara sistem peredarannya; dan jika kedua-nya akan lenyap akibat gangguan pada sistem peredarannya, maka tidak ada seorang pun yang mampu menahannya selain Allah. Sungguh, Dia Maha Penyantun, selalu berbelas kasih, tidak menyegerakan kehancuran alam raya, dan menunda siksa bagi pendurhaka untuk memberinya kesempatan bertobat; sungguh Allah Maha Pengampun kepada siapa pun yang bertobat. 42. Meski melihat banyak bukti kekuasaan Allah di alam raya, kaum kafir tetap ingkar. Mereka menuntut agar Allah mengutus seorang rasul kepada mereka. Dan sebelum Nabi Muhammad diutus, mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sungguh-sungguh bahwa jika datang kepada mereka seorang pemberi peringatan, niscaya mereka akan lebih mendapat petunjuk dari salah satu umat-umat yang lain, misalnya umat Yahudi atau Nasrani. Tetapi, ketika pemberi peringatan datang kepada mereka, mereka justru mengingkari sumpah mereka sendiri. Kedatang-an Rasulullah tidak menambah apa-apa kepada mereka, bahkan semakin jauh saja mereka dari kebenaran.
Allah melukiskan kebenaran dan keagungan kekuasaan-Nya. Dengan kekuasaan-Nya, langit tercipta tanpa tiang, dan gunung-gunung berdiri dengan kokoh. Allah menyebarkan makhluk melata (dabbah), manusia, dan hewan di atas bumi, seperti bunyi ayat:
Dia menciptakan langit tanpa tiang sebagaimana kamu melihatnya, dan Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi agar ia (bumi) tidak menggoyangkan kamu; dan memperkembangbiakkan segala macam jenis makhluk bergerak yang bernyawa di bumi. Dan Kami turunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik. (Luqman/31: 10)
Semuanya membuktikan kebesaran dan kekuasaan Allah Yang Mahaagung. Pengertian Allah menahan langit dan bumi ialah menahan langit itu dengan hukum gravitasi agar tidak guncang dan roboh, atau bergeser dari tempatnya. Allah memelihara dan mengawasi keduanya dengan pengawasan yang Dia sendirilah yang mengetahuinya. Semua benda-benda langit di jagat raya ini beredar menurut garis edarnya masing-masing. Para ahli ilmu astronomi dapat membuktikan bahwa tidak pernah terjadi benturan antara benda-benda angkasa itu satu dengan yang lain. Semuanya beredar menurut garis edarnya masing-masing. Keterangan lain yang menguatkan arti yang terkandung dalam ayat di atas yakni:
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan kehendak-Nya. Kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali panggil dari bumi, seketika itu kamu keluar (dari kubur). (ar-Rum/30: 25)
Kuatnya bangunan langit dan bumi itu sehingga tidak pernah mengalami kerusakan, keruntuhan, dan sebagainya adalah karena kekuasaan Allah juga. Jika Allah Yang Mahakuasa itu bermaksud menghancurkan bumi dan langit itu, tiada satu kekuatan pun dari makhluk yang sanggup mencegahnya. Demikianlah pula dijelaskan oleh ayat lain:
Tidakkah engkau memperhatikan bahwa Allah menundukkan bagimu (manusia) apa yang ada di bumi dan kapal yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya. Dan Dia menahan (benda-benda) langit agar tidak jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya? Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia. (al-hajj/22: 65)
Di samping sifat-Nya Yang Maha Perkasa itu, Allah juga mempunyai sifat rasa kasih sayang kepada hamba-Nya. Biarpun manusia di bumi ini kebanyakan kafir dan tidak mau tunduk pada pengajaran dan pedoman hidup menuju kesejahteraan dunia dan akhirat yang telah ditetapkan-Nya, namun azab dan murka Allah tiada segera diturunkan untuk menghukum kaum kafir dan pendurhaka. Kasih sayang Allah itu ialah selain menunda siksaan bagi orang kafir dan ingkar, juga sangat mudah memberi ampunan kepada siapa yang mau tobat dari segala kesalahannya, bagaimanapun besarnya perbuatan maksiat yang pernah dilakukannya. Allah Maha Perkasa, Maha Pengasih, dan Penyayang kepada seluruh hamba-Nya, baik terhadap orang mukmin maupun kafir.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 38
“Sesungguhnya Allah Mengetahui kegaiban di semua langit dan bumi."
Insaflah kita bahwa dengan penglihatan mata kita yang sanga terbatas ini, lebih ba-nyaklah yang gaib, yang rahasia, tersembunyi bagi kita. Bagi Allah semuanya itu tidak ada yang gaib.
“Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui yang tersembunyi dalam dada."
Bahkan perasaan yang gaib, yang orang lain tidak mengetahuinya, terasa di dalam dada kita masing-masing Allah pun tahu. Apalah lagi angan-angan baik atau angan-angan buruk yang ada dalam dada kita masing-masing.
Ayat 39
“Dialah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di bumi."
Di dalam Al-Qur'an telah bertemu beberapa kali perkataan. Kata-kata Khalaa-if yang kita artikan khalifah-khalifah telah bertemu juga dalam surah Yuunus ayat 73, surah al-An'aam ayat 165, bertemu juga dalam surah Yuunus sekali lagi pada ayat 14. Bertemu pula kata jamak yang lain dengan sebutan Khulafaa', yang artinya hampir sama; bertemu dalam surah al-A'raaf ayat 69 dan 74.
Bertemu pula sekali kata-kata khaliifah, pada surah al-Baqarah ayat 30.
Asal arti khalifah ialah pengganti. Yang dalam ayat 30 surah al-Baqarah disebut men-jadi khalifah dari Allah. Niscaya tidak cocok kalau diartikan pengganti, karena tidak ada pengganti bagi Allah. Tentu maksudnya di sini ialah orang yang disuruh oleh Allah menjadi pelaksana di muka bumi.
Arti khalaaif yang kita maknakan khalifah-khalifah di sini, bukanlah jadi khalifah-khalifah dari Allah, melainkan penggantian tugas dari umat yang telah terdahulu. Dalam bahasa modern kita sebut generation yang telah dipinjam dan dijadikan bahasa Indonesia zaman modern, yaitu generasi. Maka orang yang datang kemudian adalah pengganti dari angkatan yang dahulu darinya, dan yang dahulu itu pun pengganti, penjawat pusaka dari yang dahulu darinya.
"Maka barangsiapa yang kafir, maka tanggungannya sendirilah kekafirannya itu." Menilik kepada peringatan Allah ﷻ ini jelas sekali bahwa yang datang di belakang tidak boleh menyia-nyiakan kepercayaan yang ditumpahkan oleh orang yang dahulu."Dan tidaklah akan bertambah atas orang-orang yang kafir itu tersebab kekafiran mereka di sisi Tuhan mereka, selain dari kemurkaan." Tegasnya kalau ada yang kafir, yang tidak mau menjalani bimbingan dan pimpinan yang diberikan Allah SWT, bahkan mereka terus-menerus tidak mau percaya, maka sekali-kali janganlah mereka menyangka bahwa dengan sebab kekufuran itu perbuatan mereka akan didiamkan saja oleh Allah ﷻ Bahkan kemurkaan Allah-lah yang akan menimpa diri mereka.
“Dan tidaklah akan bertambah atas orang-orang kafir sebab kekafiran mereka, selain kerugian."
Usahkan berlaba, bahkan rugilah yang akan menimpa. Yang rugi itu ialah diri mereka sendiri.
Ayat 40
“Katakanlah Hai Rasul Kami, “Adakah kamu lihat sekutu-sekutu kamu yang kamu setu selain Allah itu? Pertihatkanlah kepadaku, apakah yang telah diciptakan oleh mereka dari bumi?"
Di sini Nabi Muhammad ﷺ disuruh mengajak penyembah-penyembah berhala itu supaya melihat dan memerhatikan berhala-berhala yang telah mereka seru dan mereka puja selama ini. Apakah dia? Batukah atau semen atau kayu? Siapa yang membuatnya? Bukankah mereka yang menyembah itu sendiri yang membuatnya? Disuruh pula Nabi ﷺ meminta tunjukkan apa-apa sajakah yang telah pernah didptakan oleh berhala-berhala itu di muka bumi ini?"Atau adakah persekutuan mereka di segala langit?" Turutkah mereka, yaitu berhala buatan tangan manusia yang dipuja dan disembah itu turut berserikat bersekutu menciptakan sesuatu di langit?"Atau adakah Kami pernah mendatangkan kitab, lalu mereka mendapat keterangan yang jelas darinya?" Disuruh menanyakan seperti ini karena ada juga di kalangan yang menyembah berhala itu yang mengatakan bahwa mereka menyembah berhala itu adalah termasuk agama juga, atas perintah Allah ﷻ juga.
Maka kalau itu benar ada, mana kitab itu? Siapa Nabinya? Mana bukti-bukti dan pen-jelasannya?
Inilah dia hujjah Al-Qur'an dan beginilah ajaran Islam. Suatu ibadah hendaklah ada alasannya dan dalilnya.
Pertama, dalil dengan mempergunakan akal, “Adakah masuk akal bahwa berhala yang dibikin dengan tangan sendiri mempunyai kekuasaan seperti Allah ﷻ dan disembah seperti menyembah Allah. Alangkah jauhnya dari akal sehat, jika manusia membuat sesuatu dengan tangannya sendiri, lalu barang yang dibuatnya dengan tangan sendiri disembah-sembahnya, karena dipercayainya bahwa barang itulah yang memberikan perlindungan kepada dirinya.
Kedua, dalil bukti, yang disebut data dan fakta untuk mengetahui sumber dari keper-cayaan yang karut itu. Kalau itu dikatakan agama, tunjukkanlah mana kitabnya yang di-turunkan Allah, seumpama Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur'an.
Semuanya itu tidak ada. Ini cuma karut-marut pikiran. Sama saja dengan karut-marut, kacau-balau pikiran penganut ajaran Kebatinan, yang katanya mendapat wangsit, yaitu pesan dari yang gaib, malah ada yang mengatakan bahwa wangsit itu sama dengan wahyu yang diterima langsung dari Allah ﷻ Yang oleh ahli-ahli tasawuf dinamai ilmu-ladunni, padahal kemudian terbukti bahwa wangsit itu diterimanya dari setan.
Sebab itu tepat sekali apa yang difirmankan Allah ﷻ selanjutnya,
“Bahkan, tidaklah otang-orang yang zalim itu menjanjikan yang sebagian kepada yang sebagian kecuali tipu belaka."
Artinya, kalau si kafir dengan si kafir telah berjumpa, niscaya yang sebagian akan menipu yang lain dengan kata lemak manis, padahal hanya omong kosong, tipu daya. Yang ini mengatakan bahwa kerisnya bertuah, sehingga bila jejak seorang musuh ditikam dengan keris itu, si musuh akan mati di saat itu juga. Lalu yang lain mengatakan pula, bahwa burung perkutut yang dipeliharanya telah berbunyi tengah malam memberikan alamat, (dalam petah lidah Jawa disebut ngalamat). Yang lain mengatakan pula bahwa dia bermimpi bertemu dengan Sunan Kalijaga, yang lain bercerita bahwa gurunya kalau hari Jum'at tidak kelihatan shalat di masjid di negerinya, sebab dia shalat di Mekah.
Ayat 41
“Sesungguhnya Allah-lah yang menahan segala langit dan bumi jangan hilang."
Yakni Allah menahan langit ketujuh petalanya, demikian juga bumi bersama dengan segala bintang-bintang, bergerak dengan teratur dengan timbangan sempurna menurut qudrat iradat-Nya."Dan jika keduanya hilang tidaklah ada sesuatu pun yang akan menahannya sesudah Dia." Kalau umpamanya terjadi yang demikian, maka berhala-berhala itu pun akan turut runtuh, pecah atau patah atau terbenam masuk lumpur. Tidak ada selain Allah dapat memperbaikinya kembali."Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun." Karena Dia Maha Penyantun masih diberinya kesempatan bagi hamba-Nya memikirkan kesalahannya dan meminta tobat.
“Maha Pengampun."
Sehingga walaupun dosa telah bertumpuk-tumpuk, asal tobat dan memohon supaya diberi ampun, lalu memperbaiki iangkah hidup, sesat surut, terlangkah kembali, kufur tobat, khilaf mengisi, tentu akan diampuni.
Ayat 42
“Dan mereka bersumpah dengan nama Allah, dengan sepayah-payah bersumpah."
Disebutkan di sini bahwa mereka berani bersumpah, bahkan berjanji, dengan sepayah-payah bersumpah, artinya untuk membuktikan bahwa mereka berkata benar. Bertambah tidak benar apa yang akan mereka janjikan itu bertambah hebatlah sumpah mereka. Bunyi dan isi sumpah ialah, “Jika datang kepada mereka Pemberi ingat “Yaitu Rasul yang diutus Allah ﷻ membawa berita gembira bagi yang taat dan ancaman keras bagi yang kufur, “Sesungguhnya mereka akan lebih mendapat petunjuk dari salah satu umat pun." Kalau kami mendapat seorang rasul, seorang nabi yang akan membimbing kami, pastilah bahwa kami akan lebih cerdas, lebih terpimpin dan mengerti dari umat yang mana pun di dunia ini.
Ini hanya cakap mereka sebelum datang nabi itu. Namun setelah pemberi ingat itu datang, nabi atau rasul itu muncul, mereka menampak bahwa buat masuk jadi pengikut rasul itu tidaklah semudah apa yang mereka sangka bermula. Maka disebutkanlah di ujung ayat,
“Tetapi setelah datang kepada mereka, Pembeni ingat itu, tidaklah mereka bertambah melainkan jauh."
Atau dalam susunan bahasa Indonesia yang biasa kita pakai, “Tidaklah mereka ber-tambah dekat, melainkan bertambah jauh."
Pada ayat sesudahnya dijelaskan Allah ﷻ sebabnya maka mereka mungkir dari sumpah yang mereka ikrarkan dengan berpayah-payah itu.
Ayat 43
“Karena kesombongan di muka bumi dan rencana jahat."
Di sini dinyatakanlah sebab utama mengapa mereka mungkiri sumpah mereka. Pertama ialah karena kesombongan belaka. Merasa diri lebih pintar, lebih patut dihargai. Banyaklah kejadian orang-orang yang merasa dirinya sangat penting, di dalam hatinya mengakui bahwa seruan Rasul itu adalah benar. Tetapi mereka salahkan cara penyebarannya. Mengapa maka Rasul terlalu memberatkan perhatian kepada orang-orang yang tidak ada kedudukan dalam masyarakat.
Orang-orang seperti itu minta diperhatikan. Bukanlah inti ajaran itu yang penting, tetapi mereka yang lebih penting. Pemimpin-pemimpin dan pemuka Quraisy kebanyakan tidak mau menerima Islam ialah karena kesombongan ini. Sejak zaman Nabi Nuh orang-orang yang merasa dirinya penting itu menyesali, mengapa Nabi Nuh menerima orang-orang yang dipandang kelas rendah di masyarakat masa itu, orang-orang bodoh yang baadiar ra'yi, yang cara mereka berpikir masih kampungan. Di zaman Nabi Muhammad ﷺ pun demikian pula. Kadang-kadang Nabi Muhammad sendiri berpikir juga bahwa orang-orang seperti itu patut juga diajak bercakap bertukar pikiran, sehingga seorang buta (Ibnu Ummi Maktum) yang datang bertanya soal iman, beliau terima saja dengan muka masam dan beliau palingkan muka ke tempat lain, seakan-akan pertanyaan si buta tidak beliau dengar. Sikap beliau itu dikritik Allah SWT,
“Dan tidaklah akan menimpa suatu rencana yang jahat itu, kecuali kepada ahlinya sendiri." Siapa yang menggali lubang, dia sendirilah yang akan menimbuninya dengan dirinya sendiri. Karena kecurangan tidaklah akan bertahan lama di hadapan kejujuran dan cita-cita yang memang hidup dalam hati yang memperjuangkannya."Maka apakah yang mereka lihat selain dari sunnah yang berlaku pada orang-orang yang dulu-dulu." Dengan lanjutan ini mereka diberi kesadaran bahwa rencana jahat tidaklah pernah menang. Mungkin dia kelihatan seperti menang, sementara. Tetapi dari sehari ke sehari, api semangat mereka akan lindap, kemudian padam dengan sendirinya. Karena yang mereka pertahankan bukan-lah cita-cita yang murni, tetapi semata-mata karena tidak senang kena gangguan. Sudah menjadi Sunnah, artinya jalan sejarah yang telah dilalui sejak zaman purbakala, sampai sekarang kini bahwa rencana jahat itu akan gagal, cepat ataupun lambat.
“Maka sekali-kali tidaklah akan kamu dapati pada Sunnatullah itu suatu penggantian." Sebab jalan yang ditempuhnya sudah tertentu sejak semula, tidak mungkin dia berganti begitu saja di tengah jalan.
“Dan sekali-kali tidaklah akan kamu dapati bagi Sunnatullah itu suatu pembelokan."
Memerhatikan Sunnatullah itu adalah amat penting dalam perjuangan menegakkan cita-cita. Kalau ada kekalahan yang tidak disangka, tidak lain sebabnya karena kurang perhatian dan pengetahuan kita terhadap Sunnatullah.
***
Ayat 44
Membaca suatu pengetahuan dengan mengadakan penyelidikan, melihat sendiri bekas itu, mendengar sendiri kalau dia ada bunyi, merenungkan daerah, tanah, wilayah dan manusianya, jauh lebih berkesan dalam jiwa dan ingatan dari hanya membaca di buku-buku saja.
Dalam hal ini kita melihat suatu ilmu yang diajarkan Allah ﷻ pada ayat 43 bahwa Sunnatullah tak dapat diganti, Sunnatullah tidak dapat dibelokkan. Itu adalah suatu ilmu yang telah tertulis dan boleh juga dikatakan suatu teori yang diterima dari Allah ﷻ sendiri.
Tetapi di ayat 44 kita disuruh mengembara di muka bumi menyaksikan sendiri akibat dari orang yang dahulu kala itu, sebelum zaman kita. Dengan melihat akibat itu pengetahuan kita tentang Sunnatullah yang baru teori, yang oleh karena dia adalah firman Allah ﷻ sendiri yang mustahil dustanya, dia pun telah menjadi ilmul yaqin. Maka dengan menjalani muka bumi itu ilmul yaqirt kita dapatlah meningkat jadi ‘ainulyaqin.
“Dan adalah mereka yang dahulu itu lebih kuat dari mereka." Yaitu mereka yang diseru dan diajak oleh Nabi Muhammad ﷺ
“Dan tiada sesuatu pun yang dapat me-lemahkan-Nya di semua langit dan tidak pula di bumi." Yakni, kalau sebelumnya dikatakan, bahwa umat yang dahulu itu lebih kuat dari-pada umat yang didatangi Nabi Muhammad ﷺ, namun betapa jua pun kuat mereka, tidaklah kekuatan mereka itu dapat melemahkan kekuatan qudrat dan iradat Allah Ta'aala sendiri."Sesungguhnya Dia adalah Mahatahu." Mahatahu itu pun adalah satu di antara ke-kuatan Allah. Sedang manusia tidaklah mempunyai pengetahuan untuk dapat melawan Allah,
“Lagi Mahakuasa."
Mahakuasa untuk menentukan nasib manusia dan makhluk yang lain. Napas manusia yang turun naik dalam dirinya, perjalanan darah di seluruh jasmaninya, kadar makanan yang akan dimakannya, Allah ﷻ semuanya yang menentukan.
Dapatlah kita renungkan jika Allah ﷻ berfirman, bahwa apa yang ada di langit yang tujuh tingkat itu, entah berjuta-juta malaikat ataupun makhluk lain yang kita belum tahu, karena tidak ada yang dapat mengetahui berapa banyaknya tentara-tentara Allah kecuali Dia sendiri, bahwa semuanya itu tidaklah akan sanggup melemahkan kekuasaan Allah SWT, betapa lagi makhluk yang ada di muka bumi ini. Tidak pula ada makhluk bernyawa di muka bumi ini, baik binatang melata, atau binatang buas di rimba belantara, atau burung yang terbang di udara, atau ikan-ikan yang hidup dalam lautan, sampai ikan paus yang begitu besarnya; tidaklah ada dalam kalangan segala makhluk bernyawa itu yang merencanakan hendak melemahkan Allah atau menentang Allah. Yang kerap kali berkeras kepala kepada Allah, yang kerap kali merasa diri kuat, hanyalah manusia juga. Tetapi adakah perlawanan manusia itu berhasil?
Manusia itu kadang-kadang sombong dan lupa diri. Sedikit saja gangguan Allah ﷻ atas kebiasaan dirinya, manusia sudah lemah tidak berdaya lagi. Berhenti detik jantungnya dia sudah mati. Jangankan melawan Allah, sedangkan melawan serangan nyamuk saja dia tidak sanggup. Lebih banyak orang yang mati diserang nyamuk daripada yang mati diserang singa.
Maka datanglah ayat selanjutnya, sebagai penutup dari surah Faathir,
Ayat 45
“Dan kalau kiranya Allah hendak menyiksa manusia oleh karena usaha mereka, niscaya tidaklah Dia akan meninggalkan di atas permukaan bumi dari makhluk yang melata."
Memang terlalu banyak kejahatan yang diperbuat oleh manusia di permukaan bumi ini. Kadang-kadang peraturan Allah dengan sengaja mereka langgar buat memuaskan hawa nafsunya. Nikmat yang begitu banyak dianugerahkan oleh Allah ﷻ mereka lupakan. Mereka berbuat banyak kesia-siaan. Kadang-kadang cita-cita yang suci terkubur dalam timbunan nafsu kejahatan yang besar. Kadang-kadang sopan santun, budi pekerti, kasih sayang, hanya menjadi buah mulut belaka. Yang kuat menindas yang lemah, yang kaya mencekik yang miskin, yang berkuasa menyalahgunakan kekuasaannya. Penipuan, perampasan hak orang lain, korupsi menjadi-jadi. Munafik, hipokrit, dan banyak lagi per-buatan lalim, aniaya, melepaskan dendam, kebencian, dengki, dan sebagainya. Kadang-kadang orang seorang menganiaya orang seorang. Kadang-kadang sekumpulan bangsa memusnahkan bangsa yang lain. Dibuat perjanjian buat dilanggar. Pendeknya ngerilah!
Orang yang berhati sempit, orang yang suka kesal akan mengeluh dalam hatinya, mengapa Allah ﷻ tidak segera menghukum segala kesalahan ini?
Mengapa orang-orang yang suka berlaku curang banyakyang naik ke tempat yang mulia, sedang orang yang jujur terlempar ke tepi?
Maka ayat inilah yang memberikan jawaban. Yaitu kalau sekiranya Allah ﷻ langsung menyiksa manusia karena usahanya, atau karena segala perbuatannya yang curang, niscaya akan habislah makhluk yang melata dari seluruh muka bumi ini.
Apa sebab maka binatang-binatang yang melata di muka bumi pun bisa bersama mus-nah dengan manusia yang kena hukuman Allah SWT? Ialah karena kesalahan manusia itu terlalu banyak dan terlalu besar. Ke mana saja pun kita berjalan di muka bumi ini, baik ke bagian timur atau ke bagian barat, pasti saja kita akan bertemu dengan yang tidak beres, bekas kesalahan manusia.
Semuanya itu bagi Allah ﷻ adalah mudah saja."Akan tetapi Dia tangguhkan sampai kepada janji yang telah ditentukan."
Sama sekali Dia tangguhkan sampai kepada janji yang telah ditentukan.
Orang seorang ditangguhkan sampai kepada ukuran umur yang telah ditentukan. Sesampai umur dia pun mati, maka sampailah ajalnya.
“Maka apabila telah datang janji mereka, maka sesungguhnya Allah terhadap hamba-hamba-Nya Maha Melihat."
Tidaklah ada yang tersembunyi dari pandangan Allah ﷻ segala apa yang diusaha-kan dan diamalkan oleh manusia selama hidupnya. Dengan keadilan yang mutlak semuanya akan dipertimbangkan. Memang banyak kejahatan yang telah diperbuat oleh dunia ini, sehingga kalau dari sekarang Allah bertindak, binatang melata pun tidak akan dapat bertahan hidup karena adzab yang dijatuhkan kepada manusia. Tetapi adakah semata-mata yang jahat saja yang dikerjakan orang di dunia ini? Tidakkah ada perbuatan yang baik? Tidakkah ada manusia yang duduk tafakur memikirkan hubungannya dengan
Allah ﷻ dan harinya yang akhir? Tidakkah ada sedikit juga manusia yang bangun tengah malam, mengheningkan pikirannya dan bersujud berlutut di hadapan hadhrat Rububiyah melakukan shalat tahajud?
Semuanya dilihat oleh Allah ﷻ
Selesai Surah Faathir. Alhamdulillah