Ayat
Terjemahan Per Kata
هُوَ
Dia
ٱلَّذِي
yang
جَعَلَكُمۡ
menjadikan kamu
خَلَٰٓئِفَ
khalifah
فِي
pada
ٱلۡأَرۡضِۚ
bumi
فَمَن
maka barangsiapa
كَفَرَ
kafir
فَعَلَيۡهِ
maka atasnya/menimpa
كُفۡرُهُۥۖ
kekafirannya
وَلَا
dan tidak
يَزِيدُ
menambah
ٱلۡكَٰفِرِينَ
orang-orang yang kafir
كُفۡرُهُمۡ
kekafiran mereka
عِندَ
disisi
رَبِّهِمۡ
Tuhan mereka
إِلَّا
kecuali
مَقۡتٗاۖ
kemurkaan
وَلَا
dan tidak
يَزِيدُ
menambah
ٱلۡكَٰفِرِينَ
orang-orang yang kafir
كُفۡرُهُمۡ
kekafiran mereka
إِلَّا
kecuali
خَسَارٗا
kerugian
هُوَ
Dia
ٱلَّذِي
yang
جَعَلَكُمۡ
menjadikan kamu
خَلَٰٓئِفَ
khalifah
فِي
pada
ٱلۡأَرۡضِۚ
bumi
فَمَن
maka barangsiapa
كَفَرَ
kafir
فَعَلَيۡهِ
maka atasnya/menimpa
كُفۡرُهُۥۖ
kekafirannya
وَلَا
dan tidak
يَزِيدُ
menambah
ٱلۡكَٰفِرِينَ
orang-orang yang kafir
كُفۡرُهُمۡ
kekafiran mereka
عِندَ
disisi
رَبِّهِمۡ
Tuhan mereka
إِلَّا
kecuali
مَقۡتٗاۖ
kemurkaan
وَلَا
dan tidak
يَزِيدُ
menambah
ٱلۡكَٰفِرِينَ
orang-orang yang kafir
كُفۡرُهُمۡ
kekafiran mereka
إِلَّا
kecuali
خَسَارٗا
kerugian
Terjemahan
Dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi. Siapa yang kufur, (akibat) kekufurannya akan menimpa dirinya sendiri. Kekufuran orang-orang kafir itu hanya akan menambah kemurkaan di sisi Tuhan mereka. Kekufuran orang-orang kafir itu juga hanya akan menambah kerugian mereka.
Tafsir
(Dialah yang menjadikan kalian khalifah-khalifah di muka bumi) lafal Khalaa-if adalah bentuk jamak dari Khaliifah, yakni Dia mengganti sebagian di antara kalian dengan sebagian yang lain, yaitu generasi demi generasi. (Barang siapa yang kafir) di antara kalian (maka kekafirannya menimpa dirinya sendiri.) (Dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Rabbnya) Dia akan bertambah murka kepadanya (dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka) di akhirat kelak.
Tafsir Surat Al-Fatir: 38-39
Sesungguhnya Allah mengetahui yang tersembunyi di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati. Dialah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barang siapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. Dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya, dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka.
Allah ﷻ menyebutkan tentang pengetahuan-Nya yang meliputi semua yang gaib di langit dan yang di bumi, dan bahwa Dia mengetahui semua yang tersembunyi di balik rahasia-rahasia dan apa yang disembunyikan di dalam hati, dan kelak Dia akan membalas setiap orang sesuai dengan amal perbuatannya. Selanjutnya Allah ﷻ berfirman: Dialah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. (Fathir: 39) Yakni suatu kaum menggantikan kaum yang lain sebelum mereka dan suatu generasi datang menggantikan generasi yang sebelumnya. Sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya: dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi (An-Naml: 62) Adapun firman Allah ﷻ: Barang siapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. (Fathir: 39) Yakni sesungguhnya akibat dari perbuatan kafirnya itu akan memudaratkan dirinya sendiri, bukan orang lain.
Dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya. (Fathir: 39) Yakni selama mereka berada dalam kekufurannya, maka Allah terus-menerus murka terhadap mereka, dan selama mereka masih tetapi kafir, mereka merugikan dirinya sendiri dan keluarganya kelak di hari kiamat. Berbeda keadaannya dengan orang-orang mukmin, karena sesungguhnya manakala seseorang dari mereka diberi usia panjang dan beramal baik, maka derajatnya makin tinggi, begitu pula kedudukannya di dalam surga' Pahala yang diterimanya bertambah dan Tuhan yang menciptakannya makin mencintai dan menyukainya.
Di antara bukti kekuasaan-Nya adalah bahwa Dialah yang menjadikan kamu, wahai manusia, sebagai khalifah-khalifah, yakni penguasa-penguasa yang datang silih berganti dari generasi ke generasi untuk menebarkan kemakmuran di bumi. Barang siapa kafir kepada Allah, maka akibat kekafirannya akan menimpa dirinya sendiri dan tidak sedikit pun berpengaruh kepada kekuasaan dan kebesaran Allah. Dan kekafir-an orang-orang kafir itu, yakni tetap memilih kufur dan menolak per-ingatan Allah melalui Rasulullah, hanya akan menambah kemurkaan terhadap mereka di sisi Tuhan mereka. Dan kekafiran orang-orang kafir itu hanya akan menambah kerugian mereka belaka, baik di dunia maupun di akhirat. 40. Untuk menunjukkan bukti bagi kekuasaan-Nya, Allah meminta Nabi berdialog dengan orang-orang kafir yang meyakini Allah mempunyai sekutu. Katakanlah, wahai Nabi Muhammad, kepada orang-orang kafir itu, 'Terangkanlah olehmu tentang sekutu-sekutumu yang kamu seru dan sembah selain Allah!' Apa yang mendorong kamu menyembah dan minta pertolongan kepada mereka' Mampukan mereka menciptakan sesuatu' Perlihatkanlah kepada-Ku bagian manakah dari bumi ini yang telah mereka ciptakan; ataukah mereka mempunyai peran serta dalam penciptaan langit; atau adakah Kami memberikan kitab kepada mereka sehingga mereka mendapat keterangan-keterangan yang jelas darinya bahwa Allah mempunyai sekutu-sekutu yang mereka sembah itu' Pasti tidak ada! Sebenarnya orang-orang zalim itu, sebagian mereka hanya menjanjikan tipuan belaka kepada sebagian yang lain, antara lain dengan mengatakan bahwa sembahan selain Allah itu akan memberi syafaat kepada pe-nyembahnya. Janji-janji itu adalah kebohongan belaka.
Ayat ini menegaskan bahwa manusia dijadikan sebagai khalifah di bumi. Sebagai khalifah, yang dapat diartikan sebagai penguasa, manusia diberi kemampuan untuk memanfaatkan alam ini dengan sebaik-baiknya guna kesejahteraan hidup mereka. Sebagian ahli tafsir menerangkan maksud khala'if fi al-ardh ialah sebagian manusia menggantikan manusia yang lain, satu generasi menggantikan generasi lain agar mereka mengambil pelajaran karena Allah telah membinasakan umat terdahulu disebabkan dosa yang mereka lakukan.
Semuanya bertujuan agar mereka menyadari siapakah mereka itu sebenarnya. Rasa keinsafan demikian insya Allah akan mendorong untuk mensyukuri segala nikmat-Nya yang tidak terhingga, mengesakan-Nya dari segala perbuatan dan kepercayaan yang berbau syirik, serta menaati segala perintah-Nya. Semakin bertambah rasa kekafiran itu dalam lubuk hati mereka, makin bertambah pula kemarahan dan kemurkaan Allah. Akan tetapi, tidaklah berarti bahwa hal demikian akan mengurangi kebesaran dan keagungan Allah, sebab Dia tidak memerlukan puji dan syukur manusia untuk keagungan dan kemuliaan-Nya, seperti bunyi ayat:
Dan barang siapa bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa tidak bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah Mahakaya, Maha Terpuji. (Luqman/31: 12)
Sebaliknya, kerugian akan menimpa mereka di hari akhirat kelak karena tidak mau kembali ke jalan yang benar, dan tetap berada dalam kekafiran. Mereka kekal dalam siksaan api neraka Jahanam seperti diuraikan di atas. Sengaja kalimat, "tidaklah menambah kekafiran itu bagi orang-orang kafir" disebutkan dua kali karena mengandung maksud bahwa kufur yang menimbulkan kemarahan Allah dan kufur yang mendatangkan kerugian, keduanya terpisah dan mengandung makna sendiri-sendiri.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 38
“Sesungguhnya Allah Mengetahui kegaiban di semua langit dan bumi."
Insaflah kita bahwa dengan penglihatan mata kita yang sanga terbatas ini, lebih ba-nyaklah yang gaib, yang rahasia, tersembunyi bagi kita. Bagi Allah semuanya itu tidak ada yang gaib.
“Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui yang tersembunyi dalam dada."
Bahkan perasaan yang gaib, yang orang lain tidak mengetahuinya, terasa di dalam dada kita masing-masing Allah pun tahu. Apalah lagi angan-angan baik atau angan-angan buruk yang ada dalam dada kita masing-masing.
Ayat 39
“Dialah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di bumi."
Di dalam Al-Qur'an telah bertemu beberapa kali perkataan. Kata-kata Khalaa-if yang kita artikan khalifah-khalifah telah bertemu juga dalam surah Yuunus ayat 73, surah al-An'aam ayat 165, bertemu juga dalam surah Yuunus sekali lagi pada ayat 14. Bertemu pula kata jamak yang lain dengan sebutan Khulafaa', yang artinya hampir sama; bertemu dalam surah al-A'raaf ayat 69 dan 74.
Bertemu pula sekali kata-kata khaliifah, pada surah al-Baqarah ayat 30.
Asal arti khalifah ialah pengganti. Yang dalam ayat 30 surah al-Baqarah disebut men-jadi khalifah dari Allah. Niscaya tidak cocok kalau diartikan pengganti, karena tidak ada pengganti bagi Allah. Tentu maksudnya di sini ialah orang yang disuruh oleh Allah menjadi pelaksana di muka bumi.
Arti khalaaif yang kita maknakan khalifah-khalifah di sini, bukanlah jadi khalifah-khalifah dari Allah, melainkan penggantian tugas dari umat yang telah terdahulu. Dalam bahasa modern kita sebut generation yang telah dipinjam dan dijadikan bahasa Indonesia zaman modern, yaitu generasi. Maka orang yang datang kemudian adalah pengganti dari angkatan yang dahulu darinya, dan yang dahulu itu pun pengganti, penjawat pusaka dari yang dahulu darinya.
"Maka barangsiapa yang kafir, maka tanggungannya sendirilah kekafirannya itu." Menilik kepada peringatan Allah ﷻ ini jelas sekali bahwa yang datang di belakang tidak boleh menyia-nyiakan kepercayaan yang ditumpahkan oleh orang yang dahulu."Dan tidaklah akan bertambah atas orang-orang yang kafir itu tersebab kekafiran mereka di sisi Tuhan mereka, selain dari kemurkaan." Tegasnya kalau ada yang kafir, yang tidak mau menjalani bimbingan dan pimpinan yang diberikan Allah SWT, bahkan mereka terus-menerus tidak mau percaya, maka sekali-kali janganlah mereka menyangka bahwa dengan sebab kekufuran itu perbuatan mereka akan didiamkan saja oleh Allah ﷻ Bahkan kemurkaan Allah-lah yang akan menimpa diri mereka.
“Dan tidaklah akan bertambah atas orang-orang kafir sebab kekafiran mereka, selain kerugian."
Usahkan berlaba, bahkan rugilah yang akan menimpa. Yang rugi itu ialah diri mereka sendiri.
Ayat 40
“Katakanlah Hai Rasul Kami, “Adakah kamu lihat sekutu-sekutu kamu yang kamu setu selain Allah itu? Pertihatkanlah kepadaku, apakah yang telah diciptakan oleh mereka dari bumi?"
Di sini Nabi Muhammad ﷺ disuruh mengajak penyembah-penyembah berhala itu supaya melihat dan memerhatikan berhala-berhala yang telah mereka seru dan mereka puja selama ini. Apakah dia? Batukah atau semen atau kayu? Siapa yang membuatnya? Bukankah mereka yang menyembah itu sendiri yang membuatnya? Disuruh pula Nabi ﷺ meminta tunjukkan apa-apa sajakah yang telah pernah didptakan oleh berhala-berhala itu di muka bumi ini?"Atau adakah persekutuan mereka di segala langit?" Turutkah mereka, yaitu berhala buatan tangan manusia yang dipuja dan disembah itu turut berserikat bersekutu menciptakan sesuatu di langit?"Atau adakah Kami pernah mendatangkan kitab, lalu mereka mendapat keterangan yang jelas darinya?" Disuruh menanyakan seperti ini karena ada juga di kalangan yang menyembah berhala itu yang mengatakan bahwa mereka menyembah berhala itu adalah termasuk agama juga, atas perintah Allah ﷻ juga.
Maka kalau itu benar ada, mana kitab itu? Siapa Nabinya? Mana bukti-bukti dan pen-jelasannya?
Inilah dia hujjah Al-Qur'an dan beginilah ajaran Islam. Suatu ibadah hendaklah ada alasannya dan dalilnya.
Pertama, dalil dengan mempergunakan akal, “Adakah masuk akal bahwa berhala yang dibikin dengan tangan sendiri mempunyai kekuasaan seperti Allah ﷻ dan disembah seperti menyembah Allah. Alangkah jauhnya dari akal sehat, jika manusia membuat sesuatu dengan tangannya sendiri, lalu barang yang dibuatnya dengan tangan sendiri disembah-sembahnya, karena dipercayainya bahwa barang itulah yang memberikan perlindungan kepada dirinya.
Kedua, dalil bukti, yang disebut data dan fakta untuk mengetahui sumber dari keper-cayaan yang karut itu. Kalau itu dikatakan agama, tunjukkanlah mana kitabnya yang di-turunkan Allah, seumpama Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur'an.
Semuanya itu tidak ada. Ini cuma karut-marut pikiran. Sama saja dengan karut-marut, kacau-balau pikiran penganut ajaran Kebatinan, yang katanya mendapat wangsit, yaitu pesan dari yang gaib, malah ada yang mengatakan bahwa wangsit itu sama dengan wahyu yang diterima langsung dari Allah ﷻ Yang oleh ahli-ahli tasawuf dinamai ilmu-ladunni, padahal kemudian terbukti bahwa wangsit itu diterimanya dari setan.
Sebab itu tepat sekali apa yang difirmankan Allah ﷻ selanjutnya,
“Bahkan, tidaklah otang-orang yang zalim itu menjanjikan yang sebagian kepada yang sebagian kecuali tipu belaka."
Artinya, kalau si kafir dengan si kafir telah berjumpa, niscaya yang sebagian akan menipu yang lain dengan kata lemak manis, padahal hanya omong kosong, tipu daya. Yang ini mengatakan bahwa kerisnya bertuah, sehingga bila jejak seorang musuh ditikam dengan keris itu, si musuh akan mati di saat itu juga. Lalu yang lain mengatakan pula, bahwa burung perkutut yang dipeliharanya telah berbunyi tengah malam memberikan alamat, (dalam petah lidah Jawa disebut ngalamat). Yang lain mengatakan pula bahwa dia bermimpi bertemu dengan Sunan Kalijaga, yang lain bercerita bahwa gurunya kalau hari Jum'at tidak kelihatan shalat di masjid di negerinya, sebab dia shalat di Mekah.
Ayat 41
“Sesungguhnya Allah-lah yang menahan segala langit dan bumi jangan hilang."
Yakni Allah menahan langit ketujuh petalanya, demikian juga bumi bersama dengan segala bintang-bintang, bergerak dengan teratur dengan timbangan sempurna menurut qudrat iradat-Nya."Dan jika keduanya hilang tidaklah ada sesuatu pun yang akan menahannya sesudah Dia." Kalau umpamanya terjadi yang demikian, maka berhala-berhala itu pun akan turut runtuh, pecah atau patah atau terbenam masuk lumpur. Tidak ada selain Allah dapat memperbaikinya kembali."Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun." Karena Dia Maha Penyantun masih diberinya kesempatan bagi hamba-Nya memikirkan kesalahannya dan meminta tobat.
“Maha Pengampun."
Sehingga walaupun dosa telah bertumpuk-tumpuk, asal tobat dan memohon supaya diberi ampun, lalu memperbaiki iangkah hidup, sesat surut, terlangkah kembali, kufur tobat, khilaf mengisi, tentu akan diampuni.
Ayat 42
“Dan mereka bersumpah dengan nama Allah, dengan sepayah-payah bersumpah."
Disebutkan di sini bahwa mereka berani bersumpah, bahkan berjanji, dengan sepayah-payah bersumpah, artinya untuk membuktikan bahwa mereka berkata benar. Bertambah tidak benar apa yang akan mereka janjikan itu bertambah hebatlah sumpah mereka. Bunyi dan isi sumpah ialah, “Jika datang kepada mereka Pemberi ingat “Yaitu Rasul yang diutus Allah ﷻ membawa berita gembira bagi yang taat dan ancaman keras bagi yang kufur, “Sesungguhnya mereka akan lebih mendapat petunjuk dari salah satu umat pun." Kalau kami mendapat seorang rasul, seorang nabi yang akan membimbing kami, pastilah bahwa kami akan lebih cerdas, lebih terpimpin dan mengerti dari umat yang mana pun di dunia ini.
Ini hanya cakap mereka sebelum datang nabi itu. Namun setelah pemberi ingat itu datang, nabi atau rasul itu muncul, mereka menampak bahwa buat masuk jadi pengikut rasul itu tidaklah semudah apa yang mereka sangka bermula. Maka disebutkanlah di ujung ayat,
“Tetapi setelah datang kepada mereka, Pembeni ingat itu, tidaklah mereka bertambah melainkan jauh."
Atau dalam susunan bahasa Indonesia yang biasa kita pakai, “Tidaklah mereka ber-tambah dekat, melainkan bertambah jauh."
Pada ayat sesudahnya dijelaskan Allah ﷻ sebabnya maka mereka mungkir dari sumpah yang mereka ikrarkan dengan berpayah-payah itu.
Ayat 43
“Karena kesombongan di muka bumi dan rencana jahat."
Di sini dinyatakanlah sebab utama mengapa mereka mungkiri sumpah mereka. Pertama ialah karena kesombongan belaka. Merasa diri lebih pintar, lebih patut dihargai. Banyaklah kejadian orang-orang yang merasa dirinya sangat penting, di dalam hatinya mengakui bahwa seruan Rasul itu adalah benar. Tetapi mereka salahkan cara penyebarannya. Mengapa maka Rasul terlalu memberatkan perhatian kepada orang-orang yang tidak ada kedudukan dalam masyarakat.
Orang-orang seperti itu minta diperhatikan. Bukanlah inti ajaran itu yang penting, tetapi mereka yang lebih penting. Pemimpin-pemimpin dan pemuka Quraisy kebanyakan tidak mau menerima Islam ialah karena kesombongan ini. Sejak zaman Nabi Nuh orang-orang yang merasa dirinya penting itu menyesali, mengapa Nabi Nuh menerima orang-orang yang dipandang kelas rendah di masyarakat masa itu, orang-orang bodoh yang baadiar ra'yi, yang cara mereka berpikir masih kampungan. Di zaman Nabi Muhammad ﷺ pun demikian pula. Kadang-kadang Nabi Muhammad sendiri berpikir juga bahwa orang-orang seperti itu patut juga diajak bercakap bertukar pikiran, sehingga seorang buta (Ibnu Ummi Maktum) yang datang bertanya soal iman, beliau terima saja dengan muka masam dan beliau palingkan muka ke tempat lain, seakan-akan pertanyaan si buta tidak beliau dengar. Sikap beliau itu dikritik Allah SWT,
“Dan tidaklah akan menimpa suatu rencana yang jahat itu, kecuali kepada ahlinya sendiri." Siapa yang menggali lubang, dia sendirilah yang akan menimbuninya dengan dirinya sendiri. Karena kecurangan tidaklah akan bertahan lama di hadapan kejujuran dan cita-cita yang memang hidup dalam hati yang memperjuangkannya."Maka apakah yang mereka lihat selain dari sunnah yang berlaku pada orang-orang yang dulu-dulu." Dengan lanjutan ini mereka diberi kesadaran bahwa rencana jahat tidaklah pernah menang. Mungkin dia kelihatan seperti menang, sementara. Tetapi dari sehari ke sehari, api semangat mereka akan lindap, kemudian padam dengan sendirinya. Karena yang mereka pertahankan bukan-lah cita-cita yang murni, tetapi semata-mata karena tidak senang kena gangguan. Sudah menjadi Sunnah, artinya jalan sejarah yang telah dilalui sejak zaman purbakala, sampai sekarang kini bahwa rencana jahat itu akan gagal, cepat ataupun lambat.
“Maka sekali-kali tidaklah akan kamu dapati pada Sunnatullah itu suatu penggantian." Sebab jalan yang ditempuhnya sudah tertentu sejak semula, tidak mungkin dia berganti begitu saja di tengah jalan.
“Dan sekali-kali tidaklah akan kamu dapati bagi Sunnatullah itu suatu pembelokan."
Memerhatikan Sunnatullah itu adalah amat penting dalam perjuangan menegakkan cita-cita. Kalau ada kekalahan yang tidak disangka, tidak lain sebabnya karena kurang perhatian dan pengetahuan kita terhadap Sunnatullah.
***
Ayat 44
Membaca suatu pengetahuan dengan mengadakan penyelidikan, melihat sendiri bekas itu, mendengar sendiri kalau dia ada bunyi, merenungkan daerah, tanah, wilayah dan manusianya, jauh lebih berkesan dalam jiwa dan ingatan dari hanya membaca di buku-buku saja.
Dalam hal ini kita melihat suatu ilmu yang diajarkan Allah ﷻ pada ayat 43 bahwa Sunnatullah tak dapat diganti, Sunnatullah tidak dapat dibelokkan. Itu adalah suatu ilmu yang telah tertulis dan boleh juga dikatakan suatu teori yang diterima dari Allah ﷻ sendiri.
Tetapi di ayat 44 kita disuruh mengembara di muka bumi menyaksikan sendiri akibat dari orang yang dahulu kala itu, sebelum zaman kita. Dengan melihat akibat itu pengetahuan kita tentang Sunnatullah yang baru teori, yang oleh karena dia adalah firman Allah ﷻ sendiri yang mustahil dustanya, dia pun telah menjadi ilmul yaqin. Maka dengan menjalani muka bumi itu ilmul yaqirt kita dapatlah meningkat jadi ‘ainulyaqin.
“Dan adalah mereka yang dahulu itu lebih kuat dari mereka." Yaitu mereka yang diseru dan diajak oleh Nabi Muhammad ﷺ
“Dan tiada sesuatu pun yang dapat me-lemahkan-Nya di semua langit dan tidak pula di bumi." Yakni, kalau sebelumnya dikatakan, bahwa umat yang dahulu itu lebih kuat dari-pada umat yang didatangi Nabi Muhammad ﷺ, namun betapa jua pun kuat mereka, tidaklah kekuatan mereka itu dapat melemahkan kekuatan qudrat dan iradat Allah Ta'aala sendiri."Sesungguhnya Dia adalah Mahatahu." Mahatahu itu pun adalah satu di antara ke-kuatan Allah. Sedang manusia tidaklah mempunyai pengetahuan untuk dapat melawan Allah,
“Lagi Mahakuasa."
Mahakuasa untuk menentukan nasib manusia dan makhluk yang lain. Napas manusia yang turun naik dalam dirinya, perjalanan darah di seluruh jasmaninya, kadar makanan yang akan dimakannya, Allah ﷻ semuanya yang menentukan.
Dapatlah kita renungkan jika Allah ﷻ berfirman, bahwa apa yang ada di langit yang tujuh tingkat itu, entah berjuta-juta malaikat ataupun makhluk lain yang kita belum tahu, karena tidak ada yang dapat mengetahui berapa banyaknya tentara-tentara Allah kecuali Dia sendiri, bahwa semuanya itu tidaklah akan sanggup melemahkan kekuasaan Allah SWT, betapa lagi makhluk yang ada di muka bumi ini. Tidak pula ada makhluk bernyawa di muka bumi ini, baik binatang melata, atau binatang buas di rimba belantara, atau burung yang terbang di udara, atau ikan-ikan yang hidup dalam lautan, sampai ikan paus yang begitu besarnya; tidaklah ada dalam kalangan segala makhluk bernyawa itu yang merencanakan hendak melemahkan Allah atau menentang Allah. Yang kerap kali berkeras kepala kepada Allah, yang kerap kali merasa diri kuat, hanyalah manusia juga. Tetapi adakah perlawanan manusia itu berhasil?
Manusia itu kadang-kadang sombong dan lupa diri. Sedikit saja gangguan Allah ﷻ atas kebiasaan dirinya, manusia sudah lemah tidak berdaya lagi. Berhenti detik jantungnya dia sudah mati. Jangankan melawan Allah, sedangkan melawan serangan nyamuk saja dia tidak sanggup. Lebih banyak orang yang mati diserang nyamuk daripada yang mati diserang singa.
Maka datanglah ayat selanjutnya, sebagai penutup dari surah Faathir,
Ayat 45
“Dan kalau kiranya Allah hendak menyiksa manusia oleh karena usaha mereka, niscaya tidaklah Dia akan meninggalkan di atas permukaan bumi dari makhluk yang melata."
Memang terlalu banyak kejahatan yang diperbuat oleh manusia di permukaan bumi ini. Kadang-kadang peraturan Allah dengan sengaja mereka langgar buat memuaskan hawa nafsunya. Nikmat yang begitu banyak dianugerahkan oleh Allah ﷻ mereka lupakan. Mereka berbuat banyak kesia-siaan. Kadang-kadang cita-cita yang suci terkubur dalam timbunan nafsu kejahatan yang besar. Kadang-kadang sopan santun, budi pekerti, kasih sayang, hanya menjadi buah mulut belaka. Yang kuat menindas yang lemah, yang kaya mencekik yang miskin, yang berkuasa menyalahgunakan kekuasaannya. Penipuan, perampasan hak orang lain, korupsi menjadi-jadi. Munafik, hipokrit, dan banyak lagi per-buatan lalim, aniaya, melepaskan dendam, kebencian, dengki, dan sebagainya. Kadang-kadang orang seorang menganiaya orang seorang. Kadang-kadang sekumpulan bangsa memusnahkan bangsa yang lain. Dibuat perjanjian buat dilanggar. Pendeknya ngerilah!
Orang yang berhati sempit, orang yang suka kesal akan mengeluh dalam hatinya, mengapa Allah ﷻ tidak segera menghukum segala kesalahan ini?
Mengapa orang-orang yang suka berlaku curang banyakyang naik ke tempat yang mulia, sedang orang yang jujur terlempar ke tepi?
Maka ayat inilah yang memberikan jawaban. Yaitu kalau sekiranya Allah ﷻ langsung menyiksa manusia karena usahanya, atau karena segala perbuatannya yang curang, niscaya akan habislah makhluk yang melata dari seluruh muka bumi ini.
Apa sebab maka binatang-binatang yang melata di muka bumi pun bisa bersama mus-nah dengan manusia yang kena hukuman Allah SWT? Ialah karena kesalahan manusia itu terlalu banyak dan terlalu besar. Ke mana saja pun kita berjalan di muka bumi ini, baik ke bagian timur atau ke bagian barat, pasti saja kita akan bertemu dengan yang tidak beres, bekas kesalahan manusia.
Semuanya itu bagi Allah ﷻ adalah mudah saja."Akan tetapi Dia tangguhkan sampai kepada janji yang telah ditentukan."
Sama sekali Dia tangguhkan sampai kepada janji yang telah ditentukan.
Orang seorang ditangguhkan sampai kepada ukuran umur yang telah ditentukan. Sesampai umur dia pun mati, maka sampailah ajalnya.
“Maka apabila telah datang janji mereka, maka sesungguhnya Allah terhadap hamba-hamba-Nya Maha Melihat."
Tidaklah ada yang tersembunyi dari pandangan Allah ﷻ segala apa yang diusaha-kan dan diamalkan oleh manusia selama hidupnya. Dengan keadilan yang mutlak semuanya akan dipertimbangkan. Memang banyak kejahatan yang telah diperbuat oleh dunia ini, sehingga kalau dari sekarang Allah bertindak, binatang melata pun tidak akan dapat bertahan hidup karena adzab yang dijatuhkan kepada manusia. Tetapi adakah semata-mata yang jahat saja yang dikerjakan orang di dunia ini? Tidakkah ada perbuatan yang baik? Tidakkah ada manusia yang duduk tafakur memikirkan hubungannya dengan
Allah ﷻ dan harinya yang akhir? Tidakkah ada sedikit juga manusia yang bangun tengah malam, mengheningkan pikirannya dan bersujud berlutut di hadapan hadhrat Rububiyah melakukan shalat tahajud?
Semuanya dilihat oleh Allah ﷻ
Selesai Surah Faathir. Alhamdulillah