Ayat
Terjemahan Per Kata
ثُمَّ
kemudian
أَوۡرَثۡنَا
Kami wariskan
ٱلۡكِتَٰبَ
Kitab
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ٱصۡطَفَيۡنَا
Kami pilih
مِنۡ
dari
عِبَادِنَاۖ
hamba-hamba Kami
فَمِنۡهُمۡ
maka diantara mereka
ظَالِمٞ
zalim/aniaya
لِّنَفۡسِهِۦ
pada dirinya sendiri
وَمِنۡهُم
dan diantara mereka
مُّقۡتَصِدٞ
pertengahan
وَمِنۡهُمۡ
dan diantara mereka
سَابِقُۢ
mendahului
بِٱلۡخَيۡرَٰتِ
dengan berbuat kebaikan
بِإِذۡنِ
dengan izin
ٱللَّهِۚ
Allah
ذَٰلِكَ
demikian itu
هُوَ
dia/adalah
ٱلۡفَضۡلُ
karunia
ٱلۡكَبِيرُ
yang besar
ثُمَّ
kemudian
أَوۡرَثۡنَا
Kami wariskan
ٱلۡكِتَٰبَ
Kitab
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ٱصۡطَفَيۡنَا
Kami pilih
مِنۡ
dari
عِبَادِنَاۖ
hamba-hamba Kami
فَمِنۡهُمۡ
maka diantara mereka
ظَالِمٞ
zalim/aniaya
لِّنَفۡسِهِۦ
pada dirinya sendiri
وَمِنۡهُم
dan diantara mereka
مُّقۡتَصِدٞ
pertengahan
وَمِنۡهُمۡ
dan diantara mereka
سَابِقُۢ
mendahului
بِٱلۡخَيۡرَٰتِ
dengan berbuat kebaikan
بِإِذۡنِ
dengan izin
ٱللَّهِۚ
Allah
ذَٰلِكَ
demikian itu
هُوَ
dia/adalah
ٱلۡفَضۡلُ
karunia
ٱلۡكَبِيرُ
yang besar
Terjemahan
Kemudian, Kitab Suci itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami. Lalu, di antara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan, dan ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Itulah (dianugerahkannya kitab suci adalah) karunia yang besar.
Tafsir
(Kemudian Kami wariskan) Kami berikan (Kitab itu) yakni Al-Qur'an (kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami) mereka adalah umatmu (lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri) karena sembrono di dalam mengamalkannya (dan di antara mereka ada yang pertengahan) dalam mengamalkannya (dan di antara mereka ada -pula- yang lebih cepat berbuat kebaikan) di samping mengamalkan Al-Qur'an, juga mempelajarinya, mengajarkannya dan membimbing orang lain untuk mengamalkannya (dengan izin Allah) dengan kehendak-Nya. (Yang demikian itu) yakni diwariskannya Al-Qur'an kepada mereka (adalah karunia yang amat besar.).
Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri, dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih cepat berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar. Allah ﷻ berfirman, "Kemudian Kami jadikan orang-orang yang mengamalkan Kitab yang Besar yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya adalah orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami," Mereka adalah umat Nabi Muhammad ﷺ Kemudian mereka terbagi menjadi tiga golongan, untuk itu Allah ﷻ berfirman: lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri. (Fathir: 32) Dia adalah orang yang melalaikan sebagian dari pekerjaan yang diwajibkan atasnya dan mengerjakan sebagian dari hal-hal yang diharamkan.
dan di antara mereka ada yang pertengahan. (Fathir: 32) Dia adalah orang yang menunaikan hal-hal yang diwajibkan atas dirinya dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan, tetapi adakalanya dia meninggalkan sebagian dari hal-hal yang disunatkan dan mengerjakan sebagian dari hal-hal yang dimakruhkan. dan di antara mereka ada (pula) yang lebih cepat berbuat kebaikan dengan izin Allah. (Fathir: 32) Dia adalah orang yang mengerjakan semua kewajiban dan hal-hal yang disunatkan, juga meninggalkan semua hal yang diharamkan, yang dimakruhkan, dan sebagian hal yang diperbolehkan.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami. (Fathir: 32) Bahwa mereka adalah umat Nabi Muhammad ﷺ Allah telah mewariskan kepada mereka semua Kitab yang telah Dia turunkan, maka orang yang aniaya dari kalangan mereka diampuni, dan orang-orang yang pertengahan dari mereka dihisab dengan hisab yang ringan, sedangkan orang-orang yang lebih cepat berbuat kebaikan dari mereka dimasukkan ke dalam surga tanpa hisab.
". Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Usman ibnu Saleh dan Abdur Rahman ibnu Mu'awiyah Al-Atabi. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abut Tahir ibnus Sarh, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Abdur Rahman As-San'ani, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, dari Ata, dari Ibnu Abbas, dari Rasulullah ﷺ yang bersabda di suatu hari: Syafaatku bagi orang-orang yang mempunyai dosa besar dari kalangan umatku. Ibnu Abbas mengatakan bahwa orang yang lebih cepat berbuat kebaikan akan masuk surga, tanpa hisab, dan orang yang pertengahan masuk surga berkat rahmat Allah, sedangkan orang yang aniaya terhadap dirinya sendiri serta orang-orang yang berada di perbatasan antara surga dan neraka dimasukkan ke dalam surga berkat syafaat Nabi Muhammad ﷺ Hal yang sama telah diriwayatkan dari bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf, bahwa orang yang aniaya terhadap dirinya sendiri dari kalangan umat ini termasuk orang-orang yang dipilih oleh Allah, sekalipun dalam dirinya terdapat penyimpangan dan kealpaan.
Ulama lainnya mengatakan bahwa bahkan orang yang aniaya terhadap dirinya sendiri bukanlah termasuk umat ini, bukan pula termasuk orang-orang yang dipilih oleh Allah untuk mewarisi Al-Kitab. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Hasyim ibnu Marzuq, telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Amr, dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan pengertian 'di antara mereka ada yang berbuat aniaya terhadap dirinya sendiri,' bahwa dia adalah orang kafir.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dan dikatakan pula oleh Ikrimah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid, sehubungan dengan firman-Nya: lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri. (Fathir: 32) Bahwa mereka adalah orang-orang yang menerima catatan amal perbuatannya dari arah kirinya. Malik telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam dan Al-Hasan serta Qatadah, bahwa yang dimaksud dengan orang yang menganiaya dirinya sendiri adalah orang munafik.
Barangkali Ibnu Abbas, Al-Hasan, dan Qatadah menganggap bahwa ketiga golongan orang ini sama dengan ketiga golongan yang disebutkan di dalam permulaan surat Al-Waqi'ah dan akhirnya. Pendapat yang benar mengatakan bahwa yang dimaksud dengan orang yang menganiaya dirinya sendiri dalam ayat ini adalah sebagian dari umat ini. Inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir, sebagaimana yang terbaca dari lahiriah ayat.
Dan sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis-hadis dari Rasulullah ﷺ yang diriwayatkan melalui berbagai jalur; yang sebagian jalurnya memperkuat sebagian yang lain. Berikut ini kami ketengahkan sebagian darinya. Hadis pertama, Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Al-Walid ibnul Aizar, bahwa ia pernah mendengar seorang lelaki dari Saqif menceritakan hadis berikut dari seorang lelaki dari kalangan Kinanah, dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a., dari Nabi ﷺ yang telah bersabda sehubungan dengan makna firman-Nya: Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri, dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih cepat berbuat kebaikan dengan izin Allah. (Fathir: 32) Sabda Nabi ﷺ mengatakan: Mereka semuanya berada di tempat yang sama, dan semuanya berada di dalam surga.
Bila ditinjau dari segi jalurnya hadis berpredikat garib karena di dalam sanadnya terdapat orang-orang yang tidak disebutkan namanya. Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui hadis Syu'bah dengan sanad dan lafaz yang semisal. Makna sabda Nabi ﷺ yang mengatakan, "Dan mereka berada di tempat yang sama," ialah bahwa mereka berasal dari umat ini dan bahwa mereka termasuk ahli surga, sekalipun di antara mereka terdapat perbedaan dalam hal kedudukannya di dalam surga.
Hadis kedua, [] Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Anas ibnu Iyad Al-Laisi Abu Hamzah, dari Musa ibnu Uqbah, dari Ali ibnu Abdullah Al-Azdi, dari Abu Darda r.a. yang mengatakan, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda sehubungan dengan makna ayat berikut: Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri, dan di antara mereka ada yang pertengahan, dan di antara mereka ada (pula) yang lebih cepat berbuat kebaikan dengan izin Allah. (Fathir: 32) Bahwa adapun orang-orang yang lebih cepat berbuat kebaikan, mereka adalah orang-orang yang dimasukkan ke dalam surga tanpa hisab; dan orang-orang yang pertengahan ialah mereka yang mengalami hisab, tetapi hisab yang ringan.
Adapun orang-orang yang menganiaya diri mereka sendiri adalah orang-orang yang ditahan di sepanjang Padang Mahsyar menunggu syafaat dariku, kemudian Allah memaafkan mereka dengan rahmat-Nya; mereka adalah orang-orang yang mengatakan seperti yang disitir oleh firman Allah ﷻ: "Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami. Sesungguhnya Tuhan kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.
Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal (surga) dari karunia-Nya; di dalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu. (Fathir: 34-35) Jalur lain, ". Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Usaid ibnu Asim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain ibnu Hafs, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Al-A'masy, dari seorang lelaki, dari Abu Sabit, dari Abu Darda r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ membaca firman-Nya: Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri. (Fathir: 32) Lalu Beliau ﷺ bersabda: Adapun orang yang menganiaya dirinya sendiri, maka ia ditahan sehingga mengalami kesusahan dan kesedihan, kemudian dimasukkan ke dalam surga.
Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui hadis Sufyan As-Sauri, dari Al-A'masy yang telah mengatakan bahwa Abu Sabit masuk ke dalam masjid, lalu duduk di sebelah Abu Darda r.a. Maka Abu Sabit berdoa, "Ya Allah, hiburlah diriku dalam kesendirianku dan belas kasihanilah aku dalam keterasinganku, dan mudahkanlah bagiku mendapat teman duduk yang saleh." Maka Abu Darda berkata, "Jika engkau benar, berarti aku lebih berbahagia daripada kamu. Aku akan menceritakan kepadamu sebuah hadis yang kudengar dari Rasulullah ﷺ dan aku belum pernah menceritakannya sejak aku mendengarnya. Aku mendengar beliau ﷺ membaca ayat berikut: 'Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri, dan di antara mereka ada yang pertengahan, dan di antara mereka ada (pula) yang lebih cepat berbuat kebaikan ' (Fathir: 32) Bahwa adapun orang yang lebih cepat berbuat kebaikan-kebaikan, maka ia memasuki surga tanpa hisab.
Orang yang pertengahan, maka ia hanya mendapat hisab yang ringan. Dan orang yang aniaya kepada dirinya sendiri, maka ia mengalami kesedihan dan kesusahan di tempat pemberhentiannya. Yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya: Dan mereka berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami. (Fathir: 34) Hadis ketiga. ". Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad ibnul Abbas, telah menceritakan kepada kami Ibnu Mas'ud, telah menceritakan kepada kami Sahl ibnu Abdu Rabbih Ar-Razi, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Qais, dari Abu Laila, dari saudaranya, dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila, dari Usamah ibnu zaid r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri, dan di antara mereka ada yang pertengahan, dan di antara mereka ada (pula) yang lebih cepat berbuat kebaikan dengan izin Allah. (Fathir: 32), hingga akhir ayat.
Usamah ibnu Zaid melanjutkan, bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda sehubungan dengan makna ayat ini: Mereka semuanya berasal dari umat (ku) ini. Hadis keempat, ". [: 13] ". Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Aziz, telah menceritakan kepada kami Salamah, dari Aqil, dari Ibnu Syihab, dari Auf ibnu Malik r.a., dari Rasulullah ﷺ yang telah bersabda: Umatku terbagi menjadi tiga golongan (kelak di hari kiamat), sebagian dari mereka masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab; sebagian yang lainnya lagi mendapat hisab yang ringan, kemudian masuk ke dalam surga, dan sebagian yang terakhir dicuci dan dibersihkan (dari dosa-dosanya di dalam neraka).
Kemudian para malaikat datang, lalu berkata, "Kami menjumpai mereka mengatakan, "Tidak ada Tuhan selain Allah semata. Lalu Allah ﷻ berfirman, "Mereka benar, bahwa tidak ada Tuhan selain Aku. Akulah yang akan memasukkan mereka ke dalam surga berkat ucapan mereka, 'Tidak ada Tuhan selain Allah semata, dan bebankanlah dosa-dosa mereka kepada ahli neraka. Hal inilah yang dimaksudkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya: Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa) mereka,dan beban-beban mereka sendiri. (Al-Ankabut: 13) Dibenarkan pula hadis ini oleh ayat yang di dalamnya disebutkan para malaikat. Firman Allah ﷻ Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami. (Fathir: 32) Maka Allah menjadikan mereka tiga gelombang, yang semuanya terdiri dari beberapa golongan; di antara mereka ada yang berbuat aniaya terhadap dirinya sendiri, maka golongan inilah yang dicuci dan dibersihkan terlebih dahulu.
Predikat riwayat ini garib. Sebuah asar bersumber dari sahabat Ibnu Mas'ud r.a. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Basyir, dari Amr ibnu Qais, dari Abdullah ibnu Isa r.a., dari Yazid ibnul Haris, dari Syaqiq Abu Wa'il, dari Abdullah ibnu Mas'ud r.a. yang mengatakan bahwa sesungguhnya umat ini kelak pada hari kiamat terbagi menjadi tiga golongan. Sebagian dari mereka masuk surga tanpa hisab, sebagian lagi mendapat hisab yang ringan, dan sebagian lainnya datang dengan membawa dosa-dosa yang besar-besar, hingga Allah ﷻ berfirman, "Siapakah mereka?" (padahal Allah Maha Mengetahui segalanya). Maka para malaikat menjawab, "Mereka datang dengan membawa dosa-dosa besar, hanya saja mereka tidak pernah mempersekutukan Engkau dengan sesuatu pun." Maka Tuhan Yang Mahaperkasa lagi Mahamulia berfirman, "Masukkanlah mereka ke dalam rahmat-Ku yang luas." Lalu Abdullah ibnu Mas'ud r.a. membaca ayat ini, yaitu firman-Nya: Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami. (Fathir: 32), hingga akhir ayat.
Asar lainnya, Abu Daud At-Tayalisi r.a. telah meriwayatkan dari As-Silt ibnu Dinar ibnul Asy'as, dari Uqbah ibnu Sahban Al-Hanai' yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Siti Aisyah r.a. tentang makna firman-Nya: Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri. (Fathir: 32), hingga akhir ayat. Maka Siti Aisyah menjawab, "Hai Anakku, mereka berada di dalam surga. Adapun orang yang lebih cepat berbuat kebaikan, maka mereka terdiri dari orang-orang yang mengalami masa Rasulullah ﷺ dan beliau menjadi saksi baginya, bahwa dia telah diberi kehidupan dan rezeki. Adapun orang yang pertengahan, maka mereka adalah orang-orang yang mengikuti jejak beliau dari kalangan sahabat-sahabatnya (sesudah beliau tiada) hingga menyusul beliau ﷺ Adapun orang yang menganiaya dirinya sendiri, maka dia adalah orang yang semisal denganku dan kalian ini." Uqbah melanjutkan, bahwa Siti Aisyah dalam jawabannya itu memasukkan dirinya ke dalam golongan kami (para tabi'in), dan hal ini termasuk ungkapan kerendahan hati dan sifat tawadu Siti Aisyah r.a. Karena sesungguhnya pada hakikatnya Siti Aisyah termasuk salah seorang pembesar dari orang-orang yang lebih cepat mengerjakan kebaikan, mengingat keutamaannya di atas kaum wanita sama dengan keutamaan makanan sarid di atas semua jenis makanan lainnya.
Abdullah ibnul Mubarak rahimahullah mengatakan bahwa Amirul Mu-minin Usman ibnu Affan r.a. pernah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri. (Fathir: 32) Bahwa golongan ini menggambarkan tentang para penduduk pedalaman di antara kami (orang-orang Badui), dan orang yang pertengahan adalah menggambarkan tentang penduduk perkotaan kami, sedangkan orang yang lebih cepat berbuat kebaikan menggambarkan tentang ahli jihad. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Auf Al-A'rabi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Haris ibnu Naufal yang mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ka'bul Ahbar yang mengatakan, bahwa sesungguhnya orang yang aniaya terhadap dirinya sendiri dari kalangan umat ini dan orang "yang pertengahan serta orang yang lebih cepat berbuat kebaikan, semuanya dimasukkan ke dalam surga.
Tidakkah engkau melihat bahwa Allah ﷻ telah berfirman: Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri, dan di antara mereka ada yang pertengahan, dan di antara mereka ada (pula) yang lebih cepat berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar. (Bagi mereka) surga 'Adn, mereka masuk ke dalamnya. (Fathir: 32-33) sampai dengan firman-Nya: Dan orang-orang kafir bagi mereka neraka Jahannam. (Fathir: 36) Ka'bul Ahbar mengatakan bahwa mereka (yakni orang-orang kafir) itulah ahli neraka. Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Auf dengan sanad yang sama.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aliyyah, telah menceritakan kepada kami Humaid, dari Ishaq ibnu Abdullah ibnul Haris, dari ayahnya yang mengatakan bahwa sesungguhnya Ibnu Abbas pernah bertanya kepada Ka'b tentang makna firman Allah ﷻ: Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami. (Fathir: 32) sampai dengan firman-Nya: dengan izin Allah: (Fathir: 32) Maka Ka'b menjawab, Demi Tuhannya Ka'b, pundak-pundak mereka saling berdempetan (sama dan sejajar), kemudian mereka diberi keutamaan berkat amal perbuatan masing-masing.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Basyir, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Qais, dari Abu Ishaq As-Subai'i sehubungan dengan makna ayat ini, yaitu firman-Nya: Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami. (Fathir: 32), hingga akhir ayat. Abu Ishaq mengatakan, "Tidakkah engkau pernah mendengar tentang orang yang berusia enam puluh tahun, maka mereka semuanya selamat." Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam, telah menceritakan kepada kami Amr, dari Muhammad ibnul Hanafiyyah r.a. yang mengatakan bahwa sesungguhnya ayat ini menerangkan tentang umat yang dirahmati (yakni umat Nabi Muhammad ﷺ); orang yang zalim diampuni, orang yang pertengahan dimasukkan di dalam surga di sisi Allah, dan orang yang lebih cepat berbuat kebaikan berada di dalam kedudukan-kedudukan yang tinggi di sisi Allah (surga yang tertinggi) As-Sauri meriwayatkannya dari Ismail ibnu Sami, dari seorang lelaki, dari Muhammad ibnul Hanafiyyah r.a. dengan lafaz yang semisal.
Abul Jarud mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Muhammad ibnu Ali (yakni Al-Baqir) tentang makna firman Allah ﷻ: dan di antara mereka ada yang menganiaya diri sendiri. (Fathir: 32) Maka ia mengatakan bahwa yang dimaksud adalah orang yang mencampuri amal salehnya dengan amal buruk. Hanya sampai di sinilah hadis-hadis dan asar-asar yang dapat kami kemukakan dalam bab ini. Dan apabila hal ini telah ditetapkan, maka sesungguhnya ayat ini mengandung makna yang umum mencakup ketiga golongan dari umat ini.
Para ulama dari kalangan umat ini merupakan orang-orang yang paling diprioritaskan mendapat nikmat ini, dan mereka adalah orang-orang yang lebih utama untuk mendapat rahmat ini. Sehubungan dengan hal ini Imam Ahmad mengatakan: -: ". telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Asim, ibnu Raja' ibnu Haiwah, dari Qais ibnu Kasir, yang mengatakan bahwa seorang lelaki dari kalangan penduduk Madinah datang kepada Abu Darda r.a. yang saat itu berada di Dimasyq, maka Abu Darda bertanya, "Apakah yang mendorongmu datang ke mari, hai saudaraku?" Lelaki itu menjawab, "Suatu hadis yang ada berita sampai kepadaku bahwa engkau telah menceritakannya dari Rasulullah ﷺ" Abu Darda r.a. bertanya, "Bukankah engkau datang untuk berdagang?" Lelaki itu menjawab, "Bukan." Abu Darda bertanya, "Benarkah engkau datang hanya untuk mencari hadis tersebut?" Lelaki itu menjawab, "Ya." Abu Darda berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Barang siapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu, Allah akan membawanya menempuh suatu jalan menuju ke surga.
Dan sesungguhnya para malaikat benar-benar menaungkan sayap-sayapnya karena rela kepada penuntut ilmu, dan sesungguhnya semua makhluk baik yang ada di langit maupun yang ada di bumi benar-benar memohonkan ampunan bagi orang yang alim, sehingga ikan-ikan yang ada di air (memohonkan ampun pula buatnya). Dan keutamaan orang alim atas seorang ahli ibadah (yang tidak alim), seperti keutamaan rembulan di atas semua bintang lainnya. Sesungguhnya ulama itu adalah pewaris para nabi, dan sesungguhnya para nabi itu tidak meninggalkan dinar dan tidak pula dirham, melainkan yang ditinggalkan mereka hanyalah ilmu; maka barang siapa yang mengambilnya, berarti ia telah mengambil bagian yang berlimpah.
Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Ibnu Majah telah mengetengahkannya melalui hadis Kasir ibnu Qais; dan di antara mereka ada yang menyebutkannya Qais ibnu Kasir, dari Abu Darda r.a. Dan kami telah menyebutkan jalur-jalur hadis ini berikut perawinya di dalam Syarah Kitabul Ilmu, bagian dari kitab Sahih Bukhari, alhamdulillah. Dalam pembahasan terdahulu, tepatnya dalam tafsir permulaan surat Taha, telah disebutkan hadis Sa'labah ibnul Hakam r.a., dari Rasulullah ﷺ yang telah bersabda: [] ". Allah ﷻ berfirman di hari kiamat kepada para ulama, "Sesungguhnya Aku tidak sekali-kali menaruh ilmu dan hikmah-Ku pada kalian melainkan Aku bermaksud akan memberikan ampunan bagi kalian dengan segala dosa yang ada pada kalian, tanpa Kupedulikan lagi."
Kemudian Kitab Al-Qur'an itu Kami wariskan kepada orang-orang yang benar-benar Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu mereka terbagi menjadi tiga kelompok; di antara mereka ada yang menzalimi diri sen-diri, yakni kurang memperhatikan pesan-pesan kitab tersebut sehingga lebih banyak berbuat salah daripada berbuat baik; ada yang pertengahan, yaitu orang yang kebaikannya setara dengan keburukannya, dan ada pula yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Mereka itulah orang yang segera dan berlomba berbuat kebajikan sehingga kebaikannya sangat banyak dan amat sedikit jarang berbuat salah. Yang demikian itu, yakni pewarisan Al-Qur'an kepada umat Nabi Muhammad dan kesegeraan mereka berbuat kebajikan, adalah karunia yang besar. 33. Mereka akan mendapat surga 'Adn; mereka masuk ke dalamnya. Di dalamnya mereka diberi berbagai kenikmatan jasmani dan rohani. Di antara kemikmatan jasmani ialah perhiasan gelang-gelang dari emas dan mutiara, dan pakaian mereka di dalamnya adalah sutera.
Allah mewahyukan Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad. Kemudian ajaran-ajaran Al-Qur'an itu diwariskan-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang terpilih. Mereka itu adalah umat Nabi Muhammad, sebab Allah telah memuliakan umat ini melebihi kemuliaan yang diperoleh umat sebelumnya. Kemuliaan itu tergantung kepada sejauh manakah ajaran Rasulullah itu mereka amalkan, dan sampai di mana mereka sanggup mengikuti petunjuk Allah. Berikut ini dijelaskan tingkatan-tingkatan orang mukmin yang mengamalkan Al-Qur'an:
1. Orang yang zalim kepada dirinya. Maksudnya orang yang mengerjakan perbuatan wajib dan juga tidak meninggalkan perbuatan yang haram.
2. Muqtashid, yakni orang-orang yang melaksanakan segala kewajiban dan meninggalkan larangan-larangannya, tetapi kadang-kadang ia tidak mengerjakan perbuatan yang dipandang sunah atau masih mengerjakan sebagian pekerjaan yang dipandang makruh.
3. Sabiqun bil khairat, yaitu orang yang selalu mengerjakan amalan yang wajib dan sunah, meninggalkan segala perbuatan yang haram dan makruh, serta sebagian hal-hal yang mubah (dibolehkan).
Menurut al-Maragi pembagian di atas dapat pula diungkapkan dengan kata-kata lain, yaitu:
1. Orang yang masih sedikit mengamalkan ajaran Kitabullah dan terlalu senang menuruti hawa nafsunya, atau orang yang masih banyak perbuatan kejahatannya dibanding dengan amal kebaikannya.
2. Orang yang seimbang antara amal kebaikan dan kejahatannya.
3. Orang yang terus-menerus mencari ganjaran Allah dengan melakukan amal kebaikan.
Para ulama tafsir telah menyebutkan beberapa hadis sehubungan dengan maksud di atas. Salah satunya adalah hadis riwayat Ahmad dari Abu Darda', di mana setelah membaca ayat 32 Surah Fathir di atas, Rasulullah bersabda:
Adapun orang yang berlomba dalam berbuat kebaikan mereka akan masuk surga tanpa hisab (perhitungan), sedang orang-orang pertengahan (muqtashid) mereka akan dihisab dengan hisab yang ringan, dan orang yang menganiaya dirinya sendiri mereka akan ditahan dulu di tempat (berhisabnya), sehingga ia mengalami penderitaan kemudian dimasukkan ke dalam surga. Kemudian beliau membaca "Alhamdulillah al-ladzi adhhaba 'anna al-hazana inna rabbana lagafurun syakur," (Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami, sesungguhnya Tuhan kami Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri). (Riwayat Ahmad)
Warisan mengamalkan kitab suci dan kemuliaan yang diberikan kepada umat Nabi Muhammad itu merupakan suatu karunia yang amat besar dari Allah, yang tidak seorang pun dapat menghalangi ketetapan itu.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
AL KITAB DAN PENYAMBUTNYA
Ayat 31
“Dan apa yang telah Kami wahyukan kepada engkau dari al-Kitab, itulah yang benar."
Al-Kitab yang dimaksudkan di sini ialah Al-Qur'an. Dia adalah benar-benar wahyu yang turun dari Allah ﷻ dengan perantaraan Malaikat Jibril, “Mengakui apa yang sebelumnya." Yaitu mengakui pula akan isi kitab-kitab yang diwahyukan pula kepada Nabi-nabi yang sebelum Nabi Muhammad ﷺ Yang terkemuka sekali ialah Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa dan Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa. Isi utama dari kedua kitab yang terdahulu sebelum Al-Qur'an itu ialah wahyu yang menyatakan bahwa Allah adalah Maha Esa, tidak bersekutu dengan yang lain. Kedatangan sekalian Rasul sejak Adam dan Nuh, sampai kepada Ibrahim dan keturunannya, sampai kepada Musa dan Isa dan penutupnya Muhammad ﷺ ialah mengajar tauhid, melarang menyembah dan memuja kepada yang selain Allah.
Maka kalau ditanyakan orang kepada kita, bagaimanakah sikap Islam terhadap kepada kitab-kitab yang disebut Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sekarang ini, yang di dalam yang pertama terkandung juga Taurat dan di dalam yang kedua terkandung juga empat kitab yang disebut Injil karangan Matius, Injil karangan Markus, Injil karangan Lukas dan Injil karangan Yohannes?
Dapatlah kita menjawab secara ilmiah, yang diakui oleh ahli-ahli bangsa Barat sendiri bahwa kitab Taurat yang asli sudah tidak ada lagi. Aslinya sudah terbakar sesudah bangsa Babil menyerang Jerusalem, jauh sebelum Nabi Isa lahir, bahkan bahkan jauh sesudah mundurnya Kerajaan Dawud dan Sulaiman. Taurat yang sekarang, yang disebut Kejadian, Keluaran, Ulangan dan Bilangan telah disusun kemudian, terutama oleh Izra atau Uzair.
Kitab Perjanjian Baru mengandung empat kitab yang dikarang oleh empat orang mulia, yaitu Matius, Markus, Lukas, dan Yohannes. Bagaimana jua pun isi keempat kitab itu bukanlah seluruhnya wahyu langsung dari Tuhan, melainkan cerita yang dikarang tentang riwayat Nabi Isa, yang kadang-kadang tidak ada persamaan antara keempat kitab itu.
Tetapi sungguh pun demikian di dalam kitab-kitab itu tentu terdapat juga hal yang patut jadi perhatian, kata-kata hikmah yang mendalam sebagaimana Mazmur Nabi Dawud, Amsal Nabi Sulaiman, seruan al-Khathib. Namun sebagai Muslim kita mempercayai bahwa Al-Qur'an telah melengkapi akan kitab-kitab yang lama-lama itu dan unsur-unsur yang mempertahankan ajaran tauhid, sebagai pokok Hukum Sepuluh sebagai inti kitab Taurat, maka yang semacam itulah yang tetap diakui oleh al-Kitab Al-Qur'an, selain dari perubahan syari'at tentang istirahat hari Sabtu.
“Sesungguhnya Allah terhadap hamba-hamba-Nya adalah Maha Mengetahui, lagi Maha Melihat."
Arti yang terkandung di ujung ayat ini adalah mencakup turunnya syari'at. Bahwa-sanya pokok hukum yang asal adalah tetap, tetapi syari'at dapat berubah-ubah. Pokok hukum yang asal ialah iman. Pertama iman kepada Allah Yang Mahakuasa, kedua iman kepada adanya malaikat, ketiga iman kepada adanya rasul-rasul utusan Allah, keempat iman kepada adanya kitab-kitab suci atau wahyu, kelima iman kepada akan adanya Hari Kiamat dan keenam iman akan takdir adalah pokok ajaran yang dibawa oleh sekalian Rasul. Tetapi cara pelaksanaan syari'at dapat berubah-ubah, misalnya cara perkawinan, cara shalat, cara membayarkan zakat. Di antaranya yang ditegaskan oleh Nabi Muhammad ﷺ ialah tentang ghanimah, yaitu harta rampasan perang. Pada umat yang terdahulu harta rampasan perang tidak boleh diambil, tetapi di umat Muhammad telah dibolehkan. Perubahan syari'at terjadi karena Allah Maha Mengetahui keadaan perubahan hidup manusia, perubahan zaman dan tempat, dan Allah pun Maha Melihat segi-segi kesanggupan dan kelemahan hamba-Nya.
Ayat 32
“Kemudian itu Kami wariskan at-Kitab itu kepada orang-orang yang telah Kami pilih di antara hamba-hamba Kami."
Yang dimaksud dengan hamba-hamba Allah ﷻ yang telah Dia pilih itu ialah umat Muhammad ﷺ, sejak kitab ini diturunkan sampai kepada akhir zaman. Lantaran itu maka umat Muhammad ﷺ kadang-kadang disebut juga Umatur-Risalah, yaitu umat yang telah memikul risalah. Setelah Rasulullah ﷺ wafat, lebih teranglah pewarisan itu. Sampai seketika Rasulullah ﷺ wafat itu, Abu Bakar berkata, “Barangsiapa yang menyembah Muhammad, maka Muhammad telah meninggal. Tetapi barangsiapa yang menyembah Allah, sesungguhnya Allah selalu hidup, tidak mati-mati."
Tentu saja yang diwariskan itu ialah artinya, pemahamannya, isi kandungannya, ilmu-ilmunya, hukum-hukumnya, dan pokok ajaran aqidahnya.
Boleh juga diartikan, bahwa meskipun waktu Rasulullah ﷺ masih hidup telah dijelaskan bahwa kitab ini akan terus-menerus diwariskan dan tetap akan dipegang teguh digenggam erat, turun-temurun.
Maka apabila seseorang telah mengakui dua kalimat syahadat, “Asyhadu Alia Ilaha illallah, Wa Asyhadu Anna Muhammadar Rasulullah “ berartilah bahwa dia telah menerima waris dan diakuilah dia sebagai umat Muhammad ﷺ, terpilihlah dia di antara segala hamba Allah di dunia ini menjadi penerima waris al-Kitab. Tetapi setelah kitab diterima mereka sebagai waris yang kekal, “Lalu di antara mereka ada yang menganiaya kepada dirinya sendiri, dan di antara mereka ada yang berlaku cermat, dan di antara mereka ada yang mendahului berbuat kebajikan dengan izin Allah."
Tiga macamlah rupanya aliran penerima-penerima waris al-kitab itu: pertama, yang aniaya kepada dirinya sendiri, kedua yang bersikap cermat atau hati-hati dan ketiga yang mendahului berbuat kebajikan.
Berbagai ragamlah penafsiran ahli-ahli tafsir dari seginya masing-masing tentang ketiga corak ini: zalim, cermat, dan mendahului.
Sahi bin Abdullah at-Tustury (sufi) berkata, “Yang mendahului ialah orang alim. Orang yang cermat ialah orang yang berguru. Orang yang zalim ialah yang bodoh."
Dzun Nuun al-Mishri berkata, “Yang zalim yang menyebut Allah dengan lidahnya saja. Yang cermat ialah yang ingat akan Allah dalam hatinya. Yang mendahulu ialah yang tidak pernah melupakan Allah."
Al-Inthaki berkata, “Yang zalim hanya omong saja, yang cermat yang beramal, yang mendahulu yang empunya ahwaal (keadaan dirinya selalu dalam ingat) “
Ibnu Athaillah al-Iskandari berkata, “Orang yang zalim ialah cinta kepada Allah karena dunia, yang cermat ialah yang cinta kepada Allah karena memikirkan hari kemudian, yang mendahului ialah yang gugur keinginan dirinya sendiri karena menuruti keinginan Allah ﷻ"
Ada pula yang mengatakan, “Yang zalim ialah yang menyembah kepada Allah karena takut masuk neraka, yang cermat ialah yang takut kepada Allah karena mengharapkan masuk surga dan yang mendahului ialah menyembah Allah semata-mata mengharapkan wajah Allah, tidak tersebab apa pun yang lain."
Yang lain berkata, “Orang yang zalim zahid di dunia, karena dia aniaya diri sendiri, lalu ditinggalkannya, yaitu makrifat dan muhibbah. Orang cermat ialah orang yang arif, orang yang mendahului, ialah orang yang bercinta."
Berkata yang lain, “Orang zalim ialah yang gelisah menghadapi bahaya. Orang yang cermat ialah yang sabar menghadapi bahaya. Orang yang mendahului ialah yang merasa kepuasan jiwa dengan bahaya."
Kata yang lain, “Orang yang zalim ialah yang suka menerima tetapi tak mau memberi. Yang cermat ialah suka menerima dan suka memberi. Yang mendahului, walaupun tidak diberi namun dia tetap bersyukur dan mementingkan orang lain."
Yang lain berkata, “Yang zalim ialah merasa dirinya kaya dengan harta. Yang cermat ialah yang merasa dirinya kaya dengan agamanya. Yang mendahului ialah yang merasa dirinya kaya dengan Allah ﷻ"
Ada puia yang berkata, “Yang zalim ialah suka membaca Al-Qur'an tetapi tidak suka mengamalkan isinya. Yang cermat ialah suka membaca Al-Qur'an dan suka mengamalkan. Yang mendahului ialah suka membaca Al-Qur'an, suka mengamalkan dan mengetahui akan isinya."
Ada lagi yang berkata, “Yang mendahului ialah yang masuk masjid sebelum adzan (bang). Yang cermat ialah yang masuk masjid setelah adzan, yang zalim ialah yang masuk masjid setelah imam mulai shalat “
Kata yang lain pula, “Yang zalim ialah yang mencintai dirinya, yang cermat ialah yang mencintai agamanya, dan yang mendahului ialah yang mencintai Allah ﷻ"
Ada satu qaul dari Aisyah istri Nabi ﷺ (moga-moga Allah meridhainya), “Yang mendahului ialah yang memeluk Islam sebelum hijrah, yang cermat ialah yang masuk Islam sesudah hijrah, yang zalim ialah yang masuk Islam karena takut ancaman pedang."
Semua tafsir dan pengertian ini disalinkan oleh al-Qurthubi dalam tafsirnya, yang menurut keterangan beliau diambilnya dari keterangan ats-Tsalabi dalam tafsir beliau.
Ar-Razi pun menyalinkan pula sepuluh penafsiran dalam tafsir beliau.
Pertama, “Yang zalim ialah yang lebih banyak kesalahannya, yang cermat ialah yang seimbang kesalahannya dengan kebaikannya, yang mendahuluinya ialah yang lebih banyak kebaikannya."
Kedua, “Yang zalim ialah orang yang kulitnya lebih bagus dari isinya. Yang cermat ialah bersamaan kulitnya dengan isinya. Yang mendahului ialah yang isinya lebih baik."
Ketiga, “Yang zalim ialah mengakui tauhid dengan lidah, tetapi dibantah oleh berbeda dengan sepak terjang hidupnya. Yang cermat ialah yang mengakui tauhid, tetapi sikap hidupnya menahan diri dari menyalahinya dengan terpaksa. Yang mendahului ialah yang keyakinan tauhid dalam hatinya sesuai dengan gerak langkah hidupnya."
Keempat, “Yang zalim ialah yang berbuat dosa besar. Yang cermat ialah yang berbuat dosa kecil. Yang mendahului ialah yang ma'shum dari dosa."
Kelima, “Yang zalim ialah yang membaca Al-Qur'an dengan tidak mau mempelajari isinya dan tidak pula mengamalkannya. Yang cermat ialah yang membaca dan mengetahui. Yang mendahului ialah yang membaca, mengetahui, dan mengamalkan."
Keenam, “Yang zalim ialah yang jahil. Yang cermat yang suka belajar. Yang mendahului ialah yang alim."
Ketujuh, “Yang zalim ialah orang-orang masy'amah (celaka). Yang cermat ialah orang-orang maimanah (menempuh jalan kanan). Yang mendahului ialah yang tampil ke muka mendekati Allah ﷻ"
Kedelapan, “Yang zalim ialah yang setelah dihisab kelak masuk neraka. Yang cermat ialah yang setelah dihisab masuk surga. Yang mendahului ialah yang masuk surga dengan tidak melalui hisab lagi."
Kesembilan, “Yang zalim ialah yang tak mau berhenti berbuat maksiat. Yang cermat ialah yang merasa menyesal dan bertobat. Yang mendahului ialah yang menyesal dan bertobat yang tobatnya diterima."
Kesepuluh, “Yang zalim ialah yang mengambil Al-Qur'an tetapi tidak mengamalkan-nya. Yang cermat ialah yang mengamalkannya. Yang mendahului ialah yang mengambil Al-Qur'an untuk diamalkan dan mengajak pula kepada orang lain supaya mengamalkannya. Itulah yang bernama Al-Kamilul-mukammil (sempurna lagi menyempurnakan). Lantaran itu maka orang cermat ialah sempurna sendiri dan yang zalim adalah kekurangan."
Lalu ditambahkan lagi oleh ar-Razi, bahwa orang yang zalim ialah yang menyalahi isi Al-Qur'an, yang diperintahkan dia tinggal, yang dilarang dia kerjakan, dia meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya. Orang yang cermat ialah yang selalu berusaha meninggalkan hal yang dilarang Allah, meskipun dengan perjuangan yang hebat, maka menjadi selalu dia mawas diri jangan sampai terlanggar perintah Allah SWT, selalu menuju yang benar. Sedang yang mendahului ialah yang tidak pernah melanggar perintah dengan taufik dari Allah, itu sebab maka di ujung ayat disebutkan, “Dengan izin Allah."
Menjadi perbincangan pula di antara ahli tafsir mengapa yang zalim yang dahulu di-sebutkan, sesudah itu baru disebut orang yang hemat cermat dalam beramal, dan kemudian sekali baru yang disebutkan orang yang mendahului sampai kepada yang dituju, yang tidak berpikir panjang lagi.
Tersebutlah dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh ath-Thabrani, bahwa Usamah bin Zaid pernah menanyakan kepada Nabi ﷺr “Siapakah yang dimaksud dengan ayat ini, dari mereka ada yang zalim dan dari mereka ada yang cermat dan dari mereka ada yang segera mendahului berbuat baik dengan izin Allah." Nabi menjawab,
“Semuanya itu dari umat ini."
Tersebut pula dalam sebuah atsar yang dirawikan oleh Abu Dawud dari Aisyah, istri Rasulullah ﷺ, bahwa Uqbah bin Shaban al-Hanaai bertanya kepada beliau tentang arti ayat ini dan maksud yang terkandung di dalamnya. Lalu Ibu orang-orang yang beriman itu menjawab, “Wahai anakku! Semua orang itu masuk surga kelaknya. Yang mendahului berbuat kebajikan ialah orang-orang yang telah terdahulu itu, yang telah hidup sezaman dengan Rasulullah ﷺ, yang telah diberi baginya kesaksian oleh Rasulullah dengan kehidupan dan rezeki. Adapun orang-orang yang cermat ialah sahabat-sahabat beliau yang telah mengikuti jejak beliau sampai mereka menuruti beliau. Adapun yang dimaksud dengan orang-orang yang zalim ialah orang yang semacam aku dan engkau ini."
Kata Shahban selanjutnya, “Beliau letakkan dirinya dalam golongan orang yang zalim karena tawadhu merendah diri. Padahal beliau adalah termasuk orang yang melangkah ke muka mendahului yang lain dalam berbuat berbagai kebajikan, karena kelebihan beliau dari sekalian perempuan adalah laksana kelebihan roti dari sekalian makanan/'
Menurut riwayat dari Ibnu Abi Hatim pula, Sayyidina Utsman bin Affan pernah pula mengatakan, “Yang dimaksud dengan yang zalim ialah Badwi kita. Yang cermat ialah orang-orang kota kita. Dan yang dahulu tampil ke muka ialah orang-orang yang pergi berjihad."
Dengan semua keterangan ini jelaslah, bahwa ketiga golongan ini adalah sifat dari umat Muhammad ﷺ, umat yang telah mengakui bahwa mereka bertuhan kepada Allah Yang Maha Esa, tidak ada tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah Rasulullah. Bagaimanapun ada yang kurang mutunya, namun mereka adalah umat terpilih jua adanya.
Ujung ayat berbunyi,
Itulah dia karunia yang amat besar."
Yaitu bahwa orang yang merasa dirinya sudah berlaku zalim dibuka Allah ﷻ baginya pintu buat memohon ampun. Orang yang cermat dibuka Allah ﷻ baginya kesempatan buat mempertinggi mutu amalnya dan orang yang dahulu sekali tampil ke muka dengan tidak merasa ragu lagi, sampai kadang-kadang mencapai syahid di medan juang, akan dimasukkan Allah ﷻ dengan serba kemuliaan ke dalam surga. Demikian juga yang zalim dan yang cermat itu. Memang itulah karunia yang amat besar dari Allah ﷻ kepada umat terpilih.
“Lagi Mensyukuri."
Mensyukuri artinya menerima baik dan memberikan ganjaran besar atas amal ke-bajikan kami, meskipun tidak sepadan kecilnya amalan dengan besarnya karunia.
Ayat 33
“Surga Adn, yang mereka akan masuk ke dalamnya “
Masing-masing dengan izin Allah, masing-masing dengan serba-serbi kepatuhan yang patut diterimanya."Akan dihiasi mereka padanya dengan berbagai gelang dari emas dan mutiara." Yaitu pakaian-pakaian yang layak bagi ahli surga.
“Dan pakaian mereka di dalamnya ialah sutra."
Laki-laki dan perempuan diberi pakaian yang demikian, menurut bentuk yang pantas dan patut. Sehingga jika di dunia ini laki-laki dilarang memakai emas dan sutra, dan diuntukkan itu bagi pakaian perempuan, namun di surga pakaian demikian, sebagaimana gelang emas berhias mutiara dan baju sutra sudah boleh jadi pakaian laki-laki.
Ayat 34
“Dan mereka berkata, “Segala puji-pujian bagi Allahyang telah menghilangkan dari kami duka cita."
Karena tatkala di dunia dahulu sampai mati menutup mata, sampai ke dalam alam kubur dan alam barzakh, kerap kali timbul duka cita memikirkan keadaan yang akan di-tempuh kelak, karena merasakan kekurangan diri melakukan perintah Allah ﷻ dan meng-hentikan larangan-Nya. Sekarang tiba-tiba mendapat karunia dari Allah ﷻ buat masuk ke dalam surga yang sangat diharapkan.
“Sesungguhnya Tuhan kami itu adalah Maha Pemberi Ampun atas beberapa kelalaian, kealpaan yang tidaklah kami sunyi darinya.
Ayat 35
“Dialah yang telah menempatkan kami di negeri yang berketetapan dari sebab kanunia-Nya."
Pantaslah jika surga ini disebut juga negeri tempat berketetapan. Sebab sebelumnya belumlah ada tempat ketetapan bagi manusia. Hidup dalam perut ibu sembilan bulan, hidup di dalam dunia sekian puluh tahun, hidup di dalam alam kubur sekian masa, hidup di Padang Mahsyar sesudah datang panggilan beberapa lamanya pula, belumlah bernama tempat berketetapan. Surgalah tempat berketetapan.
"Di dalamnya kami tidak disinggung oleh kelelahan dan tidak disinggung oleh kelesuan."
Tidak ada di sana sebab buat lelah, sebab suasana di waktu itu tidak ada yang melelahkan badan sebagaimana di dunia ini. Dan tidak pula lesu pada ruhani sehingga melemahkan semangat, sebab di antara segala keadaan di waktu itu berupa nikmat belaka. Apatah lagi beberapa perintah Allah di dunia ini memberatkan dan melelahkan seumpama mengerjakan ibadah haji. Di akhirat kelelahan seperti itu tidak ada lagi, sebagai perintah mengerjakan pekerjaan yang berat semacam itu tidak ada lagi. Di dalam surah al-Haaqqah ayat 24 dijelaskan lagi,
“Makanlah dan minumlah sepuas-puasnya dari sebab apa yang telah kamu perbuat terlebih dahulu pada hari-hari yang telah lalu." (al-Haaqqah: 24)
Kelelahan dan kelesuan biarlah ketika mempersiapkan amal di dunia ini saja. Di akhirat terlepaslah dari kelelahan dan kelesuan itu. Sebagaimana timbalannya,
hendaknya menempuh kembali jalan yang benar. Tegasnya bahwa buat mengelakkan adzab yang keras dan ngeri itu ialah di zaman hidup sekarang ini juga.
Ayat 36
“Dan orang-orang yang kafir, untuk mereka adalah neraka jahanmm."
Di tempat yang penuh sengsara itulah mereka akan ditempatkan. Karena di waktu hidup di dunia seruan kepada al-Haq itu tidak pernah mereka pedulikan, bahkan mereka dustakan di dalam segenap gerak dan langkah mereka."Tidaklah mereka dibinasakan se-hingga mati semua." Sebab mati sudah lepas masanya dan mati itu hanya sekali. Padahal kalau mereka dimatikan pula sekali lagi, niscaya tidak akan mereka rasakan lagi siksaan dan adzab itu.
Bersabda Rasulullah ﷺ,
“Adapun ahli neraka, yang mereka itu memang jadi penduduknya, tidaklah mereka akan mati di sana dan tidak pula hidup." (HR Muslim dalam Shuhih-nya)
“Dan tidak diringankan dari mereka adzabnya itu “Artinya bahwa bertambah lama bukanlah adzab itu bertambah ringan, melainkan bertambah berat dan mengerikan, se-bagaimana yang disebutkan dalam ayat-ayat yang lain dalam Al-Qur'an,
“Seperti demikianlah Kami mengganjali setiap orang yang kufir."
Diberikan peringatan sekeras ini, bahwa adzab dan siksa itu tidak akan dikurangi sedikit pun, bahkan kian lama kian mengerikan, maksudnya ialah agar dari masa hidup ini juga seseorang yang telah terlanjur kufur segera tobat dan memohonkan ampun karunia Allah, moga-moga dengan bimbingan Allah ﷻ jugalah
Ayat 37
“Dan mereka berteriak-teriak di dalamnya."
Menjelaskan bagaimana ngerinya adzab yang dirasakan dalam Jahannam itu, yang kian lama kian memuncak. Teriak-teriakan mereka itu “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami, agar kami beramal yang saleh, lain dari yang telah pernah kami amalkan itu." Sampai berteriak-teriak, bersorak-sorak, rrtemekik-memik dan menggarung lain tidak ialah dari sebab ngeri dan dahsyatnya adzab yang dihadapi. Lalu datanglah jawaban Allah SWT, yang disampaikan oleh malaikat-malaikat penjaga neraka itu."Dan apakah bukan telah kami beri umur kamu?" Bukankah kehidupan itu telah Kami anugerahkan? Umur yang panjang pun Kami beri? Bukankah kesempatan sangat luas dan panjang Kami sediakan buat kamu?"Tetapi tidaklah teringat padanya orang yang mengingat." Peringatan ini terutama kepada orang yang telah dewasa. Pengalaman sudah banyak patutlah menjadi pengajaran. Persediaan akal pun diberikan oleh Allah ﷻ"Dan telah datanglah kepada kamu Pemberi ancaman." Maka bukanlah kamu dibiarkan saja hidup di dunia dengan tidak diberi pimpinan. Rasul pun telah datang, membawakan petunjuk-petunjuk dari Allah. Disampaikan semuanya itu kepada kamu. Namun semuanya itu tidak kamu pedulikan; “Maka rasakanlah! “ Rasakanlah sekarang! Inilah akibat dari keras kepala kamu selama di dunia itu.
“Maka tidaklah ada bagi orang-orang yang aniaya itu seorang penolong pun."
Maka percumalah kalau berteriak-teriak mengeluh, mengaduh, merengek dan minta dikembalikan ke dunia agak sejenak itu, apabila diri telah sampai di sana nanti. Lebih baik di dunia sekarang saja kita memperbaiki langkah, yaitu tunduk kepada bimbingan dan pimpinan Allah dan Rasul,