Ayat
Terjemahan Per Kata
وَٱلَّذِيٓ
dan apa yang
أَوۡحَيۡنَآ
Kami wahyukan
إِلَيۡكَ
kepadamu
مِنَ
dari
ٱلۡكِتَٰبِ
Kitab
هُوَ
dia
ٱلۡحَقُّ
adalah benar
مُصَدِّقٗا
membenarkan
لِّمَا
terhadap
بَيۡنَ
antara
يَدَيۡهِۗ
yang dihadapannya/sebelumnya
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
بِعِبَادِهِۦ
kepada hamba-hamba-Nya
لَخَبِيرُۢ
benar-benar Maha Mengetahui
بَصِيرٞ
Maha Melihat
وَٱلَّذِيٓ
dan apa yang
أَوۡحَيۡنَآ
Kami wahyukan
إِلَيۡكَ
kepadamu
مِنَ
dari
ٱلۡكِتَٰبِ
Kitab
هُوَ
dia
ٱلۡحَقُّ
adalah benar
مُصَدِّقٗا
membenarkan
لِّمَا
terhadap
بَيۡنَ
antara
يَدَيۡهِۗ
yang dihadapannya/sebelumnya
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
بِعِبَادِهِۦ
kepada hamba-hamba-Nya
لَخَبِيرُۢ
benar-benar Maha Mengetahui
بَصِيرٞ
Maha Melihat
Terjemahan
Apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Nabi Muhammad), yaitu Kitab Suci (Al-Qur’an), itulah yang benar yang membenarkan kitab-kitab sebelumnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Mengetahui lagi Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya.
Tafsir
(Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu Alkitab) yakni Al-Qur'an (itulah yang benar, membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya) yang diturunkan sebelumnya. (Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Mengetahui lagi Maha Melihat -keadaan- hamba-hamba-Nya) Dia mengetahui apa yang tersimpan di dalam kalbu mereka dan apa yang mereka lahirkan.
Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu Al-Kitab (Al-Qur'an) itulah yang benar, membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Mengetahui lagi Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya. Firman Allah ﷻ: Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu. (Fathir: 31) hai Muhammad, yaitu Al-Qur'an. itulah yang benar, membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya.Fathir: 31) Yakni kitab-kitab terdahulu yang dibenarkan olehnya, sebagaimana Al-Qur'an pun menyaksikan bahwa kitab-kitab terdahulu itu telah terjadi perubahan dan pemalsuan dalam isinya, dan kitab-kitab terdahulu itu benar diturunkan dari Tuhan semesta alam.
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Mengetahui lagi Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya. (Fathir: 31) Allah Mahawaspada terhadap mereka, lagi Maha Mengetahui siapa di antara mereka yang berhak mendapat keutamaan yang lebih daripada yang lainnya. Karena itulah Allah melebihkan para nabi dan para rasul di atas semua manusia; sebagian dari para nabi pun mempunyai kelebihan di atas sebagian yang lain, dan Allah meninggikan sebagian dari mereka beberapa derajat. Dan Allah menjadikan kedudukan Nabi Muhammad ﷺ di atas mereka semuanya.
Usai memberi janji pahala yang sempurna bagi orang-orang yang selalu membaca dan mengamalkan Al-Qur'an, Allah lalu menyusuli-nya dengan penegasan bahwa Al-Qur'an itu adalah benar-benar wahyu dari Allah. Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, wahai Nabi Muhammad, yaitu Kitab Al-Qur'an, itulah yang benar; tidak ada sedikit pun kebatilan dan keraguan di dalamnya; ia juga membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya bahwa kitab-kitab itu berasal dari allah. Sungguh, Allah benar-benar Maha Mengetahui, Maha Melihat keadaan hamba-hamba-Nya. 32. Kemudian Kitab Al-Qur'an itu Kami wariskan kepada orang-orang yang benar-benar Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu mereka terbagi menjadi tiga kelompok; di antara mereka ada yang menzalimi diri sen-diri, yakni kurang memperhatikan pesan-pesan kitab tersebut sehingga lebih banyak berbuat salah daripada berbuat baik; ada yang pertengahan, yaitu orang yang kebaikannya setara dengan keburukannya, dan ada pula yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Mereka itulah orang yang segera dan berlomba berbuat kebajikan sehingga kebaikannya sangat banyak dan amat sedikit jarang berbuat salah. Yang demikian itu, yakni pewarisan Al-Qur'an kepada umat Nabi Muhammad dan kesegeraan mereka berbuat kebajikan, adalah karunia yang besar.
Sesungguhnya Al-Qur'an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah Kitabullah yang benar-benar diturunkan dari Allah. Oleh karena itu, Allah mewajibkan kepada Nabi dan kepada segenap umatnya untuk mengamalkan ajarannya dan mengikuti pedoman-pedoman hidup yang terdapat di dalamnya. Bila seorang muslim telah mematuhi secara sempurna ajaran Al-Qur'an itu, maka ia tidak perlu lagi mengamalkan kitab-kitab suci sebelumnya, sekalipun diwajibkan untuk mengimaninya. Sebab apa yang pernah diterangkan dalam kitab-kitab sebelumnya, telah dibenarkan oleh Al-Qur'an. Dengan kata lain, beriman dengan kitab-kitab suci yang pernah diturunkan kepada para rasul sebelum Nabi Muhammad bukan berarti mengamalkan ajarannya, tetapi cukup mengimani kebenarannya, sebab intisari dari apa yang tercantum dalam kitab-kitab itu telah tertera pula dalam Al-Qur'an. Allah Maha Mengetahui perihal hamba-Nya. Allah Mahateliti akan aturan-aturan hidup yang perlu bagi mereka. Atas dasar itulah Dia menetapkan aturan dan hukum-hukum yang sesuai dengan kehidupan mereka, di mana dan kapan mereka berada. Guna kesejahteraan manusia seutuhnya, Allah mengutus para rasul dengan tugas menyampaikan syariat-Nya, di mana Nabi Muhammad adalah rasul terakhir yang diutus untuk sekalian manusia sampai hari Kiamat. Risalah dan syariat yang dibawanya kekal dan abadi sampai tibanya hari Kiamat.
Firman Allah:
Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan-Nya. (al-An'am/6: 124)
Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa maksud pengetahuan Allah yang Mahaluas mengenai perihal hamba-Nya itu ialah Dia mengangkat derajat para nabi dan rasul melebihi manusia keseluruhannya. Bahkan di antara mereka (para nabi) itu sendiri berbeda-beda tingkat ketinggiannya, dan kedudukan Nabi Muhammad melebihi semua mereka.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
AL KITAB DAN PENYAMBUTNYA
Ayat 31
“Dan apa yang telah Kami wahyukan kepada engkau dari al-Kitab, itulah yang benar."
Al-Kitab yang dimaksudkan di sini ialah Al-Qur'an. Dia adalah benar-benar wahyu yang turun dari Allah ﷻ dengan perantaraan Malaikat Jibril, “Mengakui apa yang sebelumnya." Yaitu mengakui pula akan isi kitab-kitab yang diwahyukan pula kepada Nabi-nabi yang sebelum Nabi Muhammad ﷺ Yang terkemuka sekali ialah Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa dan Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa. Isi utama dari kedua kitab yang terdahulu sebelum Al-Qur'an itu ialah wahyu yang menyatakan bahwa Allah adalah Maha Esa, tidak bersekutu dengan yang lain. Kedatangan sekalian Rasul sejak Adam dan Nuh, sampai kepada Ibrahim dan keturunannya, sampai kepada Musa dan Isa dan penutupnya Muhammad ﷺ ialah mengajar tauhid, melarang menyembah dan memuja kepada yang selain Allah.
Maka kalau ditanyakan orang kepada kita, bagaimanakah sikap Islam terhadap kepada kitab-kitab yang disebut Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sekarang ini, yang di dalam yang pertama terkandung juga Taurat dan di dalam yang kedua terkandung juga empat kitab yang disebut Injil karangan Matius, Injil karangan Markus, Injil karangan Lukas dan Injil karangan Yohannes?
Dapatlah kita menjawab secara ilmiah, yang diakui oleh ahli-ahli bangsa Barat sendiri bahwa kitab Taurat yang asli sudah tidak ada lagi. Aslinya sudah terbakar sesudah bangsa Babil menyerang Jerusalem, jauh sebelum Nabi Isa lahir, bahkan bahkan jauh sesudah mundurnya Kerajaan Dawud dan Sulaiman. Taurat yang sekarang, yang disebut Kejadian, Keluaran, Ulangan dan Bilangan telah disusun kemudian, terutama oleh Izra atau Uzair.
Kitab Perjanjian Baru mengandung empat kitab yang dikarang oleh empat orang mulia, yaitu Matius, Markus, Lukas, dan Yohannes. Bagaimana jua pun isi keempat kitab itu bukanlah seluruhnya wahyu langsung dari Tuhan, melainkan cerita yang dikarang tentang riwayat Nabi Isa, yang kadang-kadang tidak ada persamaan antara keempat kitab itu.
Tetapi sungguh pun demikian di dalam kitab-kitab itu tentu terdapat juga hal yang patut jadi perhatian, kata-kata hikmah yang mendalam sebagaimana Mazmur Nabi Dawud, Amsal Nabi Sulaiman, seruan al-Khathib. Namun sebagai Muslim kita mempercayai bahwa Al-Qur'an telah melengkapi akan kitab-kitab yang lama-lama itu dan unsur-unsur yang mempertahankan ajaran tauhid, sebagai pokok Hukum Sepuluh sebagai inti kitab Taurat, maka yang semacam itulah yang tetap diakui oleh al-Kitab Al-Qur'an, selain dari perubahan syari'at tentang istirahat hari Sabtu.
“Sesungguhnya Allah terhadap hamba-hamba-Nya adalah Maha Mengetahui, lagi Maha Melihat."
Arti yang terkandung di ujung ayat ini adalah mencakup turunnya syari'at. Bahwa-sanya pokok hukum yang asal adalah tetap, tetapi syari'at dapat berubah-ubah. Pokok hukum yang asal ialah iman. Pertama iman kepada Allah Yang Mahakuasa, kedua iman kepada adanya malaikat, ketiga iman kepada adanya rasul-rasul utusan Allah, keempat iman kepada adanya kitab-kitab suci atau wahyu, kelima iman kepada akan adanya Hari Kiamat dan keenam iman akan takdir adalah pokok ajaran yang dibawa oleh sekalian Rasul. Tetapi cara pelaksanaan syari'at dapat berubah-ubah, misalnya cara perkawinan, cara shalat, cara membayarkan zakat. Di antaranya yang ditegaskan oleh Nabi Muhammad ﷺ ialah tentang ghanimah, yaitu harta rampasan perang. Pada umat yang terdahulu harta rampasan perang tidak boleh diambil, tetapi di umat Muhammad telah dibolehkan. Perubahan syari'at terjadi karena Allah Maha Mengetahui keadaan perubahan hidup manusia, perubahan zaman dan tempat, dan Allah pun Maha Melihat segi-segi kesanggupan dan kelemahan hamba-Nya.
Ayat 32
“Kemudian itu Kami wariskan at-Kitab itu kepada orang-orang yang telah Kami pilih di antara hamba-hamba Kami."
Yang dimaksud dengan hamba-hamba Allah ﷻ yang telah Dia pilih itu ialah umat Muhammad ﷺ, sejak kitab ini diturunkan sampai kepada akhir zaman. Lantaran itu maka umat Muhammad ﷺ kadang-kadang disebut juga Umatur-Risalah, yaitu umat yang telah memikul risalah. Setelah Rasulullah ﷺ wafat, lebih teranglah pewarisan itu. Sampai seketika Rasulullah ﷺ wafat itu, Abu Bakar berkata, “Barangsiapa yang menyembah Muhammad, maka Muhammad telah meninggal. Tetapi barangsiapa yang menyembah Allah, sesungguhnya Allah selalu hidup, tidak mati-mati."
Tentu saja yang diwariskan itu ialah artinya, pemahamannya, isi kandungannya, ilmu-ilmunya, hukum-hukumnya, dan pokok ajaran aqidahnya.
Boleh juga diartikan, bahwa meskipun waktu Rasulullah ﷺ masih hidup telah dijelaskan bahwa kitab ini akan terus-menerus diwariskan dan tetap akan dipegang teguh digenggam erat, turun-temurun.
Maka apabila seseorang telah mengakui dua kalimat syahadat, “Asyhadu Alia Ilaha illallah, Wa Asyhadu Anna Muhammadar Rasulullah “ berartilah bahwa dia telah menerima waris dan diakuilah dia sebagai umat Muhammad ﷺ, terpilihlah dia di antara segala hamba Allah di dunia ini menjadi penerima waris al-Kitab. Tetapi setelah kitab diterima mereka sebagai waris yang kekal, “Lalu di antara mereka ada yang menganiaya kepada dirinya sendiri, dan di antara mereka ada yang berlaku cermat, dan di antara mereka ada yang mendahului berbuat kebajikan dengan izin Allah."
Tiga macamlah rupanya aliran penerima-penerima waris al-kitab itu: pertama, yang aniaya kepada dirinya sendiri, kedua yang bersikap cermat atau hati-hati dan ketiga yang mendahului berbuat kebajikan.
Berbagai ragamlah penafsiran ahli-ahli tafsir dari seginya masing-masing tentang ketiga corak ini: zalim, cermat, dan mendahului.
Sahi bin Abdullah at-Tustury (sufi) berkata, “Yang mendahului ialah orang alim. Orang yang cermat ialah orang yang berguru. Orang yang zalim ialah yang bodoh."
Dzun Nuun al-Mishri berkata, “Yang zalim yang menyebut Allah dengan lidahnya saja. Yang cermat ialah yang ingat akan Allah dalam hatinya. Yang mendahulu ialah yang tidak pernah melupakan Allah."
Al-Inthaki berkata, “Yang zalim hanya omong saja, yang cermat yang beramal, yang mendahulu yang empunya ahwaal (keadaan dirinya selalu dalam ingat) “
Ibnu Athaillah al-Iskandari berkata, “Orang yang zalim ialah cinta kepada Allah karena dunia, yang cermat ialah yang cinta kepada Allah karena memikirkan hari kemudian, yang mendahului ialah yang gugur keinginan dirinya sendiri karena menuruti keinginan Allah ﷻ"
Ada pula yang mengatakan, “Yang zalim ialah yang menyembah kepada Allah karena takut masuk neraka, yang cermat ialah yang takut kepada Allah karena mengharapkan masuk surga dan yang mendahului ialah menyembah Allah semata-mata mengharapkan wajah Allah, tidak tersebab apa pun yang lain."
Yang lain berkata, “Orang yang zalim zahid di dunia, karena dia aniaya diri sendiri, lalu ditinggalkannya, yaitu makrifat dan muhibbah. Orang cermat ialah orang yang arif, orang yang mendahului, ialah orang yang bercinta."
Berkata yang lain, “Orang zalim ialah yang gelisah menghadapi bahaya. Orang yang cermat ialah yang sabar menghadapi bahaya. Orang yang mendahului ialah yang merasa kepuasan jiwa dengan bahaya."
Kata yang lain, “Orang yang zalim ialah yang suka menerima tetapi tak mau memberi. Yang cermat ialah suka menerima dan suka memberi. Yang mendahului, walaupun tidak diberi namun dia tetap bersyukur dan mementingkan orang lain."
Yang lain berkata, “Yang zalim ialah merasa dirinya kaya dengan harta. Yang cermat ialah yang merasa dirinya kaya dengan agamanya. Yang mendahului ialah yang merasa dirinya kaya dengan Allah ﷻ"
Ada puia yang berkata, “Yang zalim ialah suka membaca Al-Qur'an tetapi tidak suka mengamalkan isinya. Yang cermat ialah suka membaca Al-Qur'an dan suka mengamalkan. Yang mendahului ialah suka membaca Al-Qur'an, suka mengamalkan dan mengetahui akan isinya."
Ada lagi yang berkata, “Yang mendahului ialah yang masuk masjid sebelum adzan (bang). Yang cermat ialah yang masuk masjid setelah adzan, yang zalim ialah yang masuk masjid setelah imam mulai shalat “
Kata yang lain pula, “Yang zalim ialah yang mencintai dirinya, yang cermat ialah yang mencintai agamanya, dan yang mendahului ialah yang mencintai Allah ﷻ"
Ada satu qaul dari Aisyah istri Nabi ﷺ (moga-moga Allah meridhainya), “Yang mendahului ialah yang memeluk Islam sebelum hijrah, yang cermat ialah yang masuk Islam sesudah hijrah, yang zalim ialah yang masuk Islam karena takut ancaman pedang."
Semua tafsir dan pengertian ini disalinkan oleh al-Qurthubi dalam tafsirnya, yang menurut keterangan beliau diambilnya dari keterangan ats-Tsalabi dalam tafsir beliau.
Ar-Razi pun menyalinkan pula sepuluh penafsiran dalam tafsir beliau.
Pertama, “Yang zalim ialah yang lebih banyak kesalahannya, yang cermat ialah yang seimbang kesalahannya dengan kebaikannya, yang mendahuluinya ialah yang lebih banyak kebaikannya."
Kedua, “Yang zalim ialah orang yang kulitnya lebih bagus dari isinya. Yang cermat ialah bersamaan kulitnya dengan isinya. Yang mendahului ialah yang isinya lebih baik."
Ketiga, “Yang zalim ialah mengakui tauhid dengan lidah, tetapi dibantah oleh berbeda dengan sepak terjang hidupnya. Yang cermat ialah yang mengakui tauhid, tetapi sikap hidupnya menahan diri dari menyalahinya dengan terpaksa. Yang mendahului ialah yang keyakinan tauhid dalam hatinya sesuai dengan gerak langkah hidupnya."
Keempat, “Yang zalim ialah yang berbuat dosa besar. Yang cermat ialah yang berbuat dosa kecil. Yang mendahului ialah yang ma'shum dari dosa."
Kelima, “Yang zalim ialah yang membaca Al-Qur'an dengan tidak mau mempelajari isinya dan tidak pula mengamalkannya. Yang cermat ialah yang membaca dan mengetahui. Yang mendahului ialah yang membaca, mengetahui, dan mengamalkan."
Keenam, “Yang zalim ialah yang jahil. Yang cermat yang suka belajar. Yang mendahului ialah yang alim."
Ketujuh, “Yang zalim ialah orang-orang masy'amah (celaka). Yang cermat ialah orang-orang maimanah (menempuh jalan kanan). Yang mendahului ialah yang tampil ke muka mendekati Allah ﷻ"
Kedelapan, “Yang zalim ialah yang setelah dihisab kelak masuk neraka. Yang cermat ialah yang setelah dihisab masuk surga. Yang mendahului ialah yang masuk surga dengan tidak melalui hisab lagi."
Kesembilan, “Yang zalim ialah yang tak mau berhenti berbuat maksiat. Yang cermat ialah yang merasa menyesal dan bertobat. Yang mendahului ialah yang menyesal dan bertobat yang tobatnya diterima."
Kesepuluh, “Yang zalim ialah yang mengambil Al-Qur'an tetapi tidak mengamalkan-nya. Yang cermat ialah yang mengamalkannya. Yang mendahului ialah yang mengambil Al-Qur'an untuk diamalkan dan mengajak pula kepada orang lain supaya mengamalkannya. Itulah yang bernama Al-Kamilul-mukammil (sempurna lagi menyempurnakan). Lantaran itu maka orang cermat ialah sempurna sendiri dan yang zalim adalah kekurangan."
Lalu ditambahkan lagi oleh ar-Razi, bahwa orang yang zalim ialah yang menyalahi isi Al-Qur'an, yang diperintahkan dia tinggal, yang dilarang dia kerjakan, dia meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya. Orang yang cermat ialah yang selalu berusaha meninggalkan hal yang dilarang Allah, meskipun dengan perjuangan yang hebat, maka menjadi selalu dia mawas diri jangan sampai terlanggar perintah Allah SWT, selalu menuju yang benar. Sedang yang mendahului ialah yang tidak pernah melanggar perintah dengan taufik dari Allah, itu sebab maka di ujung ayat disebutkan, “Dengan izin Allah."
Menjadi perbincangan pula di antara ahli tafsir mengapa yang zalim yang dahulu di-sebutkan, sesudah itu baru disebut orang yang hemat cermat dalam beramal, dan kemudian sekali baru yang disebutkan orang yang mendahului sampai kepada yang dituju, yang tidak berpikir panjang lagi.
Tersebutlah dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh ath-Thabrani, bahwa Usamah bin Zaid pernah menanyakan kepada Nabi ﷺr “Siapakah yang dimaksud dengan ayat ini, dari mereka ada yang zalim dan dari mereka ada yang cermat dan dari mereka ada yang segera mendahului berbuat baik dengan izin Allah." Nabi menjawab,
“Semuanya itu dari umat ini."
Tersebut pula dalam sebuah atsar yang dirawikan oleh Abu Dawud dari Aisyah, istri Rasulullah ﷺ, bahwa Uqbah bin Shaban al-Hanaai bertanya kepada beliau tentang arti ayat ini dan maksud yang terkandung di dalamnya. Lalu Ibu orang-orang yang beriman itu menjawab, “Wahai anakku! Semua orang itu masuk surga kelaknya. Yang mendahului berbuat kebajikan ialah orang-orang yang telah terdahulu itu, yang telah hidup sezaman dengan Rasulullah ﷺ, yang telah diberi baginya kesaksian oleh Rasulullah dengan kehidupan dan rezeki. Adapun orang-orang yang cermat ialah sahabat-sahabat beliau yang telah mengikuti jejak beliau sampai mereka menuruti beliau. Adapun yang dimaksud dengan orang-orang yang zalim ialah orang yang semacam aku dan engkau ini."
Kata Shahban selanjutnya, “Beliau letakkan dirinya dalam golongan orang yang zalim karena tawadhu merendah diri. Padahal beliau adalah termasuk orang yang melangkah ke muka mendahului yang lain dalam berbuat berbagai kebajikan, karena kelebihan beliau dari sekalian perempuan adalah laksana kelebihan roti dari sekalian makanan/'
Menurut riwayat dari Ibnu Abi Hatim pula, Sayyidina Utsman bin Affan pernah pula mengatakan, “Yang dimaksud dengan yang zalim ialah Badwi kita. Yang cermat ialah orang-orang kota kita. Dan yang dahulu tampil ke muka ialah orang-orang yang pergi berjihad."
Dengan semua keterangan ini jelaslah, bahwa ketiga golongan ini adalah sifat dari umat Muhammad ﷺ, umat yang telah mengakui bahwa mereka bertuhan kepada Allah Yang Maha Esa, tidak ada tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah Rasulullah. Bagaimanapun ada yang kurang mutunya, namun mereka adalah umat terpilih jua adanya.
Ujung ayat berbunyi,
Itulah dia karunia yang amat besar."
Yaitu bahwa orang yang merasa dirinya sudah berlaku zalim dibuka Allah ﷻ baginya pintu buat memohon ampun. Orang yang cermat dibuka Allah ﷻ baginya kesempatan buat mempertinggi mutu amalnya dan orang yang dahulu sekali tampil ke muka dengan tidak merasa ragu lagi, sampai kadang-kadang mencapai syahid di medan juang, akan dimasukkan Allah ﷻ dengan serba kemuliaan ke dalam surga. Demikian juga yang zalim dan yang cermat itu. Memang itulah karunia yang amat besar dari Allah ﷻ kepada umat terpilih.
“Lagi Mensyukuri."
Mensyukuri artinya menerima baik dan memberikan ganjaran besar atas amal ke-bajikan kami, meskipun tidak sepadan kecilnya amalan dengan besarnya karunia.
Ayat 33
“Surga Adn, yang mereka akan masuk ke dalamnya “
Masing-masing dengan izin Allah, masing-masing dengan serba-serbi kepatuhan yang patut diterimanya."Akan dihiasi mereka padanya dengan berbagai gelang dari emas dan mutiara." Yaitu pakaian-pakaian yang layak bagi ahli surga.
“Dan pakaian mereka di dalamnya ialah sutra."
Laki-laki dan perempuan diberi pakaian yang demikian, menurut bentuk yang pantas dan patut. Sehingga jika di dunia ini laki-laki dilarang memakai emas dan sutra, dan diuntukkan itu bagi pakaian perempuan, namun di surga pakaian demikian, sebagaimana gelang emas berhias mutiara dan baju sutra sudah boleh jadi pakaian laki-laki.
Ayat 34
“Dan mereka berkata, “Segala puji-pujian bagi Allahyang telah menghilangkan dari kami duka cita."
Karena tatkala di dunia dahulu sampai mati menutup mata, sampai ke dalam alam kubur dan alam barzakh, kerap kali timbul duka cita memikirkan keadaan yang akan di-tempuh kelak, karena merasakan kekurangan diri melakukan perintah Allah ﷻ dan meng-hentikan larangan-Nya. Sekarang tiba-tiba mendapat karunia dari Allah ﷻ buat masuk ke dalam surga yang sangat diharapkan.
“Sesungguhnya Tuhan kami itu adalah Maha Pemberi Ampun atas beberapa kelalaian, kealpaan yang tidaklah kami sunyi darinya.
Ayat 35
“Dialah yang telah menempatkan kami di negeri yang berketetapan dari sebab kanunia-Nya."
Pantaslah jika surga ini disebut juga negeri tempat berketetapan. Sebab sebelumnya belumlah ada tempat ketetapan bagi manusia. Hidup dalam perut ibu sembilan bulan, hidup di dalam dunia sekian puluh tahun, hidup di dalam alam kubur sekian masa, hidup di Padang Mahsyar sesudah datang panggilan beberapa lamanya pula, belumlah bernama tempat berketetapan. Surgalah tempat berketetapan.
"Di dalamnya kami tidak disinggung oleh kelelahan dan tidak disinggung oleh kelesuan."
Tidak ada di sana sebab buat lelah, sebab suasana di waktu itu tidak ada yang melelahkan badan sebagaimana di dunia ini. Dan tidak pula lesu pada ruhani sehingga melemahkan semangat, sebab di antara segala keadaan di waktu itu berupa nikmat belaka. Apatah lagi beberapa perintah Allah di dunia ini memberatkan dan melelahkan seumpama mengerjakan ibadah haji. Di akhirat kelelahan seperti itu tidak ada lagi, sebagai perintah mengerjakan pekerjaan yang berat semacam itu tidak ada lagi. Di dalam surah al-Haaqqah ayat 24 dijelaskan lagi,
“Makanlah dan minumlah sepuas-puasnya dari sebab apa yang telah kamu perbuat terlebih dahulu pada hari-hari yang telah lalu." (al-Haaqqah: 24)
Kelelahan dan kelesuan biarlah ketika mempersiapkan amal di dunia ini saja. Di akhirat terlepaslah dari kelelahan dan kelesuan itu. Sebagaimana timbalannya,
hendaknya menempuh kembali jalan yang benar. Tegasnya bahwa buat mengelakkan adzab yang keras dan ngeri itu ialah di zaman hidup sekarang ini juga.
Ayat 36
“Dan orang-orang yang kafir, untuk mereka adalah neraka jahanmm."
Di tempat yang penuh sengsara itulah mereka akan ditempatkan. Karena di waktu hidup di dunia seruan kepada al-Haq itu tidak pernah mereka pedulikan, bahkan mereka dustakan di dalam segenap gerak dan langkah mereka."Tidaklah mereka dibinasakan se-hingga mati semua." Sebab mati sudah lepas masanya dan mati itu hanya sekali. Padahal kalau mereka dimatikan pula sekali lagi, niscaya tidak akan mereka rasakan lagi siksaan dan adzab itu.
Bersabda Rasulullah ﷺ,
“Adapun ahli neraka, yang mereka itu memang jadi penduduknya, tidaklah mereka akan mati di sana dan tidak pula hidup." (HR Muslim dalam Shuhih-nya)
“Dan tidak diringankan dari mereka adzabnya itu “Artinya bahwa bertambah lama bukanlah adzab itu bertambah ringan, melainkan bertambah berat dan mengerikan, se-bagaimana yang disebutkan dalam ayat-ayat yang lain dalam Al-Qur'an,
“Seperti demikianlah Kami mengganjali setiap orang yang kufir."
Diberikan peringatan sekeras ini, bahwa adzab dan siksa itu tidak akan dikurangi sedikit pun, bahkan kian lama kian mengerikan, maksudnya ialah agar dari masa hidup ini juga seseorang yang telah terlanjur kufur segera tobat dan memohonkan ampun karunia Allah, moga-moga dengan bimbingan Allah ﷻ jugalah
Ayat 37
“Dan mereka berteriak-teriak di dalamnya."
Menjelaskan bagaimana ngerinya adzab yang dirasakan dalam Jahannam itu, yang kian lama kian memuncak. Teriak-teriakan mereka itu “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami, agar kami beramal yang saleh, lain dari yang telah pernah kami amalkan itu." Sampai berteriak-teriak, bersorak-sorak, rrtemekik-memik dan menggarung lain tidak ialah dari sebab ngeri dan dahsyatnya adzab yang dihadapi. Lalu datanglah jawaban Allah SWT, yang disampaikan oleh malaikat-malaikat penjaga neraka itu."Dan apakah bukan telah kami beri umur kamu?" Bukankah kehidupan itu telah Kami anugerahkan? Umur yang panjang pun Kami beri? Bukankah kesempatan sangat luas dan panjang Kami sediakan buat kamu?"Tetapi tidaklah teringat padanya orang yang mengingat." Peringatan ini terutama kepada orang yang telah dewasa. Pengalaman sudah banyak patutlah menjadi pengajaran. Persediaan akal pun diberikan oleh Allah ﷻ"Dan telah datanglah kepada kamu Pemberi ancaman." Maka bukanlah kamu dibiarkan saja hidup di dunia dengan tidak diberi pimpinan. Rasul pun telah datang, membawakan petunjuk-petunjuk dari Allah. Disampaikan semuanya itu kepada kamu. Namun semuanya itu tidak kamu pedulikan; “Maka rasakanlah! “ Rasakanlah sekarang! Inilah akibat dari keras kepala kamu selama di dunia itu.
“Maka tidaklah ada bagi orang-orang yang aniaya itu seorang penolong pun."
Maka percumalah kalau berteriak-teriak mengeluh, mengaduh, merengek dan minta dikembalikan ke dunia agak sejenak itu, apabila diri telah sampai di sana nanti. Lebih baik di dunia sekarang saja kita memperbaiki langkah, yaitu tunduk kepada bimbingan dan pimpinan Allah dan Rasul,