Ayat
Terjemahan Per Kata
لَقَدۡ
sesungguhnya
كَانَ
adalah
لِسَبَإٖ
bagi kaum Saba
فِي
di
مَسۡكَنِهِمۡ
tempat kediaman mereka
ءَايَةٞۖ
tanda-tanda
جَنَّتَانِ
dua kebun
عَن
dari
يَمِينٖ
sebelah kanan
وَشِمَالٖۖ
dan sebelah kiri
كُلُواْ
makanlah
مِن
dari
رِّزۡقِ
rizki
رَبِّكُمۡ
Tuhan kalian
وَٱشۡكُرُواْ
dan bersyukurlah
لَهُۥۚ
kepada-Nya
بَلۡدَةٞ
negeri
طَيِّبَةٞ
yang baik
وَرَبٌّ
dan Tuhan
غَفُورٞ
Maha Pengampun
لَقَدۡ
sesungguhnya
كَانَ
adalah
لِسَبَإٖ
bagi kaum Saba
فِي
di
مَسۡكَنِهِمۡ
tempat kediaman mereka
ءَايَةٞۖ
tanda-tanda
جَنَّتَانِ
dua kebun
عَن
dari
يَمِينٖ
sebelah kanan
وَشِمَالٖۖ
dan sebelah kiri
كُلُواْ
makanlah
مِن
dari
رِّزۡقِ
rizki
رَبِّكُمۡ
Tuhan kalian
وَٱشۡكُرُواْ
dan bersyukurlah
لَهُۥۚ
kepada-Nya
بَلۡدَةٞ
negeri
طَيِّبَةٞ
yang baik
وَرَبٌّ
dan Tuhan
غَفُورٞ
Maha Pengampun
Terjemahan
Sungguh, pada (kaum) Saba’ benar-benar ada suatu tanda (kebesaran dan kekuasaan Allah) di tempat kediaman mereka, yaitu dua bidang kebun di sebelah kanan dan kiri. (Kami berpesan kepada mereka,) “Makanlah rezeki (yang dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik (nyaman), sedangkan (Tuhanmu) Tuhan Yang Maha Pengampun.”
Tafsir
(Sesungguhnya bagi kaum Saba) lafal Saba dapat dibaca dengan memakai harakat Tanwin pada akhirnya atau bisa juga tidak. Saba adalah nama suatu kabilah bangsa Arab yang diambil dari nenek moyang mereka (di tempat kediaman mereka) di negeri Yaman (ada tanda) yang menunjukkan akan kekuasaan Allah ﷻ (yaitu dua buah kebun) lafal Jannataani ini menjadi Badal dari lafal Aayatun (di sebelah kanan dan di sebelah kiri) lembah tempat mereka tinggal. Dan dikatakan kepada mereka, ("Makanlah oleh kalian dari rezeki Rabb kalian dan bersyukurlah kalian kepada-Nya.") atas apa yang telah dikaruniakan-Nya kepada kalian berupa nikmat-nikmat yang ada di negeri Saba. (Negeri kalian, adalah negeri yang baik) tidak ada tanah yang tandus, tidak ada nyamuk, tidak ada lalat, tidak ada lalat pengisap darah, tidak ada kalajengking dan tidak ada ular. Seandainya ada orang asing lewat ke negeri itu dan pada bajunya terdapat kutu, maka kutu itu otomatis akan mati karena harum dan bersihnya udara negeri Saba. (Dan) Allah (Rabb Yang Maha Pengampun.).
Tafsir Surat Al-Saba': 15-17
Sesungguhnya bagi kaum Saba ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan), "Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun. Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon asl, dan sedikit dari pohon sidr. Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka.
Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir. Saba adalah nama raja-raja negeri Yaman dan juga nama penduduknya, dan Tababi'ah (jamak Tubba' nama julukan Raja Yaman) berasal dari keturunan mereka. Balqis (teman wanita Nabi Sulaiman a.s.) termasuk salah seorang dari raja-raja negeri Yaman. Dahulu kala mereka hidup berlimpah dengan kenikmatan dan kesenangan di negeri mereka; kehidupan mereka sangat menyenangkan, dan rezeki mereka berlimpah, begitu pula tanam-tanaman dan buah-buahannya.
Kemudian Allah ﷻ mengutus kepada mereka rasul-rasul yang memerintahkan kepada mereka agar memakan rezeki Allah dan bersyukur kepada-Nya dengan cara mengesakan dan menyembah-Nya; mereka tetap diseru oleh para rasul selama masa yang dikehendaki oleh Allah ﷻ Tetapi mereka berpaling dari apa yang diperintahkan oleh para rasul kepada mereka. Akhirnya mereka diazab dengan didatangkan kepada mereka banjir besar yangmemporak-porandakan seluruh negeri, sebagaimana yang akan diceritakan kisahnya secara rinci dalam pembahasan berikut ini, insya Allah. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Abdullah ibnu Hubairah, dari Abdur Rahman ibnu Wa'lah yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas mengatakan, pernah ada seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang Saba, apakah itu nama seorang laki-laki ataukah seorang perempuan ataukah nama negeri.
Maka Rasulullah ﷺ menjawab: Tidak demikian, dia adalah seorang lelaki yang mempunyai sepuluh orang anak; enam di antara mereka tinggal di negeri Yaman, sedangkan empat orang dari mereka tinggal di negeri Syam. Ada pun yang tinggal di Yaman adalah kabilah Mulhaj, kabilah Kindah, kabilah Azd, orang-orang Asy'ari, Anmar, dan Himyar. Adapun yang tinggal di negeri Syam adalah Lakham, Juzam, 'Amilah, dan Gassan. Imam Ahmad telah meriwayatkannya pula dari Abdu, dari Al-Hasan ibnu Musa, dari Ibnu Lahi'ah dengan sanad yang sama; sanad riwayat ini hasan, tetapi mereka tidak mengetengahkannya.
Al-Hafiz Abu Umar ibnu Abdul Barr telah meriwayatkannya di dalam kitabnya yang berjudul Al-Qasdu wal Umam Bima 'rifati Usul Ansabil 'Arab wal 'Ajam, melalui hadis Ibnu Lahi'ah, dari Alqamah ibnu Wa'lah, dari Ibnu Abbas, lalu disebutkan hal semisal. Ia pun telah meriwayatkannya melalui jalur lain dengan lafaz yang semisal. [] ". ". [] ". Imam Ahmad mengatakan pula, juga Abd ibnu Humaid dan Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Abu Janab alias Yahya ibnu Abu Hayyah Al-Kalabi, dari Ibnu Harun, dari Urwah, dari Farwah ibnu Masik r.a. yang menceritakan bahwa ia pernah datang kepada Rasulullah ﷺ, lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, saya akan berperang di depan kaum saya dan di belakang mereka." Rasulullah ﷺ menjawab, "Ya, berperanglah di depan kaummu dan di belakang mereka".
Setelah aku berpaling, beliau memanggilku, lalu bersabda: Janganlah kamu perangi mereka sebelum kamu seru mereka masuk Islam. Saya bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu tentang Saba, apakah nama sebuah lembah ataukah sebuah gunung ataukah nama apa?" Rasulullah ﷺ menjawab: Tidak, bahkan Saba adalah dari keturunan bangsa Arab, dia mempunyai sepuluh orang anak; enam orang di antaranya tinggal di negeri Yaman, sedangkan yang empat orang lainnya tinggal di negeri Syam. Yang tinggal di negeri Yaman adalah Al-Azd, Asy'ariyyun, Himyar, Kindah, Muzhaj, dan Anmar yang dikenal dengan sebutan Bajilah dan Khas'am.
Sedangkan yang tinggal di negeri Syam adalah Lakham, Juzam, 'Amilah, dan Gassan. Sanad hadis ini pun hasan, sekalipun di dalamnya terdapat Abu Janab Al-Kalbi yang dinilai daif oleh ulama hadis. Tetapi Ibnu Jarir telah meriwayatkannya dari Abu Kuraib, dari Al-Anqari, dari Asbat ibnu Nasr, dari Yahya ibnu Hani' Al-Muradi, dari pamannya atau dari ayahnya Asbat ragu yang telah mengatakan bahwa Farwah ibnu Masik r.a. datang menghadap kepada Rasulullah ﷺ, lalu disebutkan hadis yang semisal.
Jalur lain dari hadis ini. ". ". Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Ibnu Lahi'ah, dari Taubah ibnu Namir, dari Abdul Aziz ibnu Yahya yang menceritakan kepadanya bahwa ketika ia berada di tempat Ubaidah ibnu Abdur Rahman di Afrika, maka pada suatu hari Ubaidah mengatakan, "Saya merasa yakin bahwa tiada suatu kaum pun yang tinggal di bumi ini melainkan berasal dari Saba." Maka Ali ibnu Abu Rabah membantahnya, bahwa tidaklah demikian karena si Fulan pernah bercerita kepadanya bahwa Farwah ibnu Masih Al-Gutaifi r.a pernah datang menghadap kepada Rasulullah ﷺ, lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Saba adalah suatu kaum yang pernah mencapai puncak kejayaannya di masa Jahiliah, dan sesungguhnya saya merasa khawatir bila mereka murtad dari Islam, bolehkan saya memerangi mereka?" Maka Rasulullah ﷺ menjawab, "Aku belum diperintahkan untuk melakukan suatu tindakan apa pun terhadap mereka." Lalu turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya bagi kaum Saba ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka. (Saba: 15), hingga beberapa ayat berikutnya.
Lalu seorang lelaki bertanya, "Apakah Saba itu, ya Rasulullah?" -Kemudian disebutkan hal yang semisal dengan hadis yang sebelumnya yang menyebutkan bahwa Rasulullah ﷺ pernah ditanya tentang Saba, apakah Saba itu nama negeri atau nama lelaki ataukah nama perempuan. Maka beliau ﷺ menjawab: Tidak, bahkan ia adalah nama seorang lelaki yang mempunyai sepuluh orang putra; enam orang di antaranya menetap di negeri Yaman, dan empat orang di antaranya tinggal di negeri Syam. Mereka yang tinggal di negeri Yaman adalah Muzhaj, Kindah, Al-Azd, Asy'ariyyin, Anmar, dan Himyar yang tidak menetap padanya.
Adapun mereka yang tinggal di negeri Syam ialah Lakham, Juzam, Gassan dan Amilah. Di dalam hadis ini terdapat keanehan karena disebutkan turunnya ayat tersebut di Madinah, padahal surat ini adalah Makkiyyah seluruhnya, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Jalur lain, ". ". Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Abu Umamah, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnul Hakam, telah menceritakan kepada kami Abu Sabrah An-Nakha'i alias Farwah ibnu Masik Al-Gutaifi r.a. yang menceritakan bahwa pernah ada seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, ceritakanlah kepadaku tentang Saba, apakah ia nama negeri ataukah nama wanita?" Rasulullah ﷺ menjawab: Bukan nama negeri, bukan pula nama wanita, melainkan nama seorang lelaki yang mempunyai sepuluh orang anak: maka enam orang di antaranya tinggal di negeri Yaman, dan empat orang lamya tinggal di negeri Syam.
Mereka yang tinggal di negeri Syam adalah Lakham, Juzam, Amilah, dan Gassan. Dan mereka yang tinggal di negeri Yaman ialah Kindah, Asy 'ariyyin, Al-Azd, Muzhaj, Himyar, dan Anmar. Lelaki itu bertanya lagi, "Siapa sajakah yang termasuk Anmar itu?" Rasulullah ﷺ menjawab: Khas'am dan Bajilah berasal dari mereka. Imam Turmuzi telah meriwayatkannya di dalam kitab Jami '-nya melalui Abu Kuraib dan Abdu ibnu Humaid. Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, lalu disebutkan hadis yang lebih singkat daripada hadis di atas, lalu Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib.
Abu Umar ibnu Abdul Barr mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Waris ibnu Sufyan, telah menceritakan kepada kami Qasim ibnu Asbag, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Zuhair, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab Najdah Al-Huti, telah menceritakan kepada kami Ibnu Kasir alias Usman ibnu Kasir, dari Al-Lais ibnu Sa'd, dari Musa ibnu Ali, dari Yazid ibnu Husain, dari Tamim Ad-Dari r.a. yang menceritakan bahwa pernah ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah ﷺ, lalu menanyakan kepadanya tentang Saba.
Kemudian disebutkan hal yang semisal dengan hadis yang di atas, riwayat ini membuat hadis ini menjadi kuat dan hasan. Ulama ahli nasab antara lain Muhammad ibnu Ishaq telah mengatakan bahwa nama asli Saba ialah Abdu Syams ibnu Yasyjub ibnu Ya'rib ibnu Qahtan. Ia diberi julukan Saba karena dialah orang yang mula-mula ber-saba di kalangan orang-orang Arab.
Ia dikenal pula dengan julukan Ar-Ra-isy karena dialah orang yang mula-mula mengambil harta jarahan perang seusai peperangan, lalu ia bagi-bagikan kepada kaumnya. Orang-orang Arab menamakan harta dengan istilah risyan atau riyasy. Mereka menyebutkan bahwa Abdu Syams ibnu Yasyjub di masa silam telah memberitakan kabar gembira akan kedatangan Rasulullah ﷺ, lalu ia mengukirnya ke dalam bait-bait syairnya yang abadi, yaitu: ...
........................... Kelak akan berkuasa sesudah kami seorang raja yang besar, yaitu seorang nabi, yang tidak mau kompromi dengan perkara yang haram. Dan sesudahnya akan berkuasa raja-raja dari kalangan mereka yang menegakkan hukuman had (mati) bagi setiap pembunuh. Sesudah mereka akan muncul raja-raja dari kalangan kami, sehingga kerajaan mencapai keemasannya.
Dan sesudahnya Qahtan akan dikuasai oleh seorang nabi yang bertakwa lagi ahli ibadah, sebaik-baik makhluk, bernama Ahmad. Aduhai, seandainya aku diberi usia panjang setahun saja sesudah dia diangkat menjadi rasul. Maka aku akan mendukungnya dan kucurahkan segenap kekuatanku untuk menolongnya, dengan semua senjata dan semua anak panah. Manakala dia muncul, maka jadilah kalian sebagai para penolongnya; dan barang siapa yang bersua dengannya (dari kalian), sampaikanlah salamku kepadanya.
Hal ini disebutkan oleh Al-Hamzani di dalam kitab Al-Iklil. Mereka berselisih pendapat tentang Qahtan; ada tiga pendapat di kalangan mereka mengenainya. Pertama, menyebutkan bahwa Qahtan adalah keturunan dari Iram ibnu Sam ibnu Nuh. Dan mereka berselisih pendapat tentang kaitan nasabnya dengan Iram, ada tiga pendapat di kalangan mereka mengenainya. Kedua, menyebutkan bahwa Qahtan berasal dari keturunan Abir, yakni Nabi Hud a.s.
Dan mereka berselisih pendapat pula tentang silsilah nasabnya sampai pada Hud a.s. Ada tiga pendapat di kalangan mereka mengenainya. Ketiga, menyebutkan bahwa Qahtan adalah keturunan dari Ismail ibnu Ibrahim Al-Khalil a.s. Dan mereka berselisih pendapat pula tentang silsilahnya sampai kepada Ismail a.s. ada tiga pendapat di kalangan mereka mengenainya Hal ini disebutkan dengan rinci oleh Imam Al-Hafiz Abu Umar ibnu Abdul Bar An-Namiri di dalam kitabnya yang berjudul Al-Anbah 'Ala Zikri Usulil Qabdilir Ruwwah.
Makna sabda Nabi ﷺ yang mengatakan: Dia adalah seorang lelaki keturunan Arab. Yang dimaksud dengan 'Arabul 'Aribah yang telah ada sebelum masa Nabi ibrahim a.s. keturunan dari Sam ibnu Nuh. Berdasarkan pendapat yang ketiga yang mengatakan bahwa mereka adalah keturunan dari Nabi Ibrahim a.s., pendapat ini tidak terkenal di kalangan mereka, hanya Allahlah Yang Maha Mengetahui. Tetapi di dalam kitab Sahih Imam Bukhari disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ bersua dengan sekelompok orang-orang Aslam yang sedang berlomba memanah, lalu beliau ﷺ bersabda kepada mereka: Berpanahanlah, hai anak-anak Ismail, karena sesungguhnya kakek moyang kalian adalah seorang pemanah. Aslam adalah suatu kabilah dari kalangan Ansar, dan semua orang Ansar baik Khazrajnya maupun Ausnya berasal dari Gassan keturunan Arab negeri Yaman dari Saba.
Mereka tinggal di Yasrib setelah Saba runtuh akibat banjir besar yang menimpa negerinya, sedangkan segolongan dari mereka tinggal di negeri Syam. Sesungguhnya mereka dinamakan Gassan karena mereka sewaktu di Yaman tinggal di dekat sebuah mata air yang dinamai Gassan. Menurut suatu riwayat, mata air Gassan ini berada di dekat Al-Musyallal. Hasan ibnu Sabit r.a. mengatakan dalam salah satu bait syairnya: ... Jika engkau bertanya (tentang kami), maka kami adalah golongan keturunan kabilah Azd, yang kakek moyang kami bertempat di dekat mata air Gassan Makna sabda Nabi ﷺ yang mengatakan: Dia melahirkan sepuluh orang anak dari kalangan Arab.
Yakni di antara keturunannya adalah mereka yang sepuluh orang itu, yang menjadi kakek moyang kabilah-kabilah Arab negeri Yaman, bukan berarti bahwa dia melahirkan sepuluh orang anak dari sulbinya, melainkan ada yang antara mereka dan dia dua atau tiga tingkatan nasab, ada yang kurang dari itu, dan ada yang lebih banyak, seperti yang telah dijelaskan di kitab-kitab nasab yang membahasnya.
Makna sabda Nabi ﷺ yang mengatakan: Maka enam orang di antara mereka tinggal di negeri Yaman, dan empat orang lainnya tinggal di negeri Syam. Hal ini terjadi setelah Allah mengirimkan banjir besar kepada mereka. Di antara mereka ada yang tetap menetap di negeri asalnya, dan ada yang hijrah ke negeri lain. Negeri Saba subur berkat adanya bendungan yang dinamakan Saddi Ma'rib, yang pada mulanya air datang kepada mereka dari celah-celah yang ada di antara kedua bukit, lalu berkumpul di lembah dan bercampur dengan air hujan yang turun kepada mereka dari bukit-bukit yang ada di sekitarnya.
Lalu raja-raja mereka dahulu membuat rencana untuk memanfaatkan air tersebut, maka mereka membangun sebuah dam yang besar lagi kokoh guna membendung air tersebut. Akhirnya permukaan air naik dan memenuhi lembah yang ada di antara kedua bukit tersebut. Kemudian mereka menanam pohon-pohon dan bercocok tanam, serta menghasilkan buah-buahan yang sangat banyak dan bermutu baik. Sebagaimana yang telah diceritakan oleh bukan seorang dari kalangan ulama Salaf, antara lain Qatadah.
Disebutkan bahwa seorang wanita dari kalangan mereka berjalan di bawah pepohonan dengan membawa keranjang atau wadah buah-buahan di atas kepalanya. Maka buah-buahan berjatuhan memenuhi keranjangnya tanpa susah payah harus memetiknya karena buahnya rimbun dan masak-masak. Bendungan tersebut terletak di Ma'rib, nama sebuah tempat yang jauhnya tiga marhalah dari kota San'a, sehingga dikenal dengan nama Saddi Ma 'rib (bendungan Ma'rib). Ulama lainnya menceritakan bahwa di negeri mereka tidak terdapat seekor lalat atau nyamuk pun, juga tidak terdapat serangga lainnya yang mengganggu.
Demikian itu karena iklim negeri itu sedang dan berkat pertolongan dari Allah ﷻ agar mereka mengesakan dan menyembah-Nya, sebagaimana yang disebutkan di dalam firman Allah ﷻ: Sesungguhnya bagi kaum Saba ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka. (Saba: 15) Kemudian dijelaskan oleh firman selanjutnya yang menyebutkan: yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Saba: 15) Yakni terdapat di kedua sisi bukit tersebut, sedangkan negeri tempat tinggal mereka di tengah-tengahnya. (kepada mereka dikatakan), "Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun. (Saba: 15) Yaitu Maha Pengampun kepada kalian jika kalian tetap mengesakan-Nya.
Firman Allah ﷻ: Tetapi mereka berpaling. (Saba: 16) Yakni dari mengesakan Allah, dari menyembah-Nya, serta dari bersyukur kepada-Nya atas nikmat-nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada mereka. Sebaliknya mereka menyembah matahari, bukannya menyembah Allah. Sebagaimana yang dilaporkan burung Hud-hud kepada Nabi Sulaiman a.s. Hal ini menceritakan oleh firman-Nya: dan kubawa kepadamu dari negeri Saba suatu berita penting yang diyakini. Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar.
Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah; dan setan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka, lalu menghalangi mereka dari jalan (Allah), sehingga mereka tidak dapat petunjuk (An-Naml: 22-24) Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Wahb ibnu Munabbih bahwa Allah ﷻ telah mengirimkan kepada mereka tiga belas orang nabi sebagai utusan-utusan Allah. As-Saddi mengatakan Allah ﷻ Telah mengutus kepada mereka dua belas ribu orang nabi; hanya Allahlah Yang Maha Mengetahui. Firman Allah ﷻ: maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar (Saba: 16) Yang dimaksud dengan al-arim ialah air, menurut pendapat lain adalah lembah. Menurut pendapat yang lainnya hama tikus, dan menurut pendapat yang lainnya lagi adalah air bah.
Dengan demikian, berarti penamaan Sailul 'Arim ini termasuk ke dalam Bab "Idafatul Ismi Ila Sifatihi" (Menyandarkan Nama Kepada Sifatnya), seperti Masjid Jami' dan Sa'id Kurz. Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh As-Suhaili. Ibnu Abbas, Wahb ibnu Munabbih, dan Qatadah serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang telah menyebutkan bahwa ketika Allah ﷻ hendak menghukum mereka dengan mengirimkan banjir besar kepada mereka, maka terlebih dahulu Allah mengirimkan sejumlah besar tikus-tikus ke bendungan mereka, lalu tikus-tikus itu menggerogotinya.
Wahb ibnu Munabbih menceritakan bahwa mereka menjumpai dalam kitab-kitab mereka (Ahli Kitab), bahwa penyebab hancurnya bendungan tersebut adalah karena ulah tikus. Dalam suatu periode mereka (orang-orang Saba) menjaga bendungannya dengan kucing-kucing liar, tetapi setelah takdir tiba tikus-tikus itu dapat mengalahkan kucing-kucing penjaga bendungan tersebut. Akhirnya tikus-tikus itu masuk ke daerah bendungan dan melubanginya sehingga bendungan mereka ambruk dan banjir menimpa mereka. Qatadah dan lain-lainnya mengatakan bahwa tikus-tikus itu melubangi fondasi bendungan tersebut hingga bendungan itu tidak mempunyai akar fondasi lagi dan labil.
Ketika tiba musim penghujan, datanglah banjir kiriman, lalu menghantam bendungan itu hingga roboh. Akhirnya air bah melanda bagian yang terendah dari lembah dan memporak-porandakan semua bangunan, merusak semua pohon yang ada di hadapannya, serta menghancurkan semua yang dilandanya. Akhirnya air surut dan tidak lagi menyuplai perairan pepohonan yang ada di kedua sisi bukit tersebut, hingga semua pepohonan kering dan mati.
Kemudian pepohonan yang berbuah lagi indah dan hijau itu sesudah banjir tidak ada lagi dan berubah, sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya: dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit. (Saba: 16) Menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Ata Al-Khurrasani, Al-Hasan, Qatadah, dan As-Saddi, yang dimaksud adalah pohon arok dan rerumputan yang berduri. Firman Allah ﷻ, ", menurut Al-Aufi, dari Ibnu Abbas disebutkan pohon tarfa, sedangkan yang lain menyebutnya pohon yang serupa dengan pohon tarfa, dan menurut pendapat yang lainnya menyebutkan pohon samur, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui Firman Allah ﷻ: dan sedikit dari pohon sidr. (Saba: 16) Pohon pengganti yang terbaik dari pepohonan tersebut adalah pohon sidr, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat di atas.
Demikian nasib kedua kebun yang indah itu, sebelumnya buah-buahannya sangat subur, indah dipandang mata, rimbun, dan airnya mengalir; kemudian diganti dengan pohon arok, tarfa, dan sidr yang semuanya berduri dan sedikit buahnya. Demikian itu karena ulah mereka yang kafir, mempersekutukan Allah serta mendustakan perkara yang hak, lalu memilih jalan yang batil. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka.
Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir. (Saba: 17) Yakni Kami hukum mereka disebabkan kekafiran mereka. Mujahid mengatakan bahwa tidaklah disiksa melainkan hanya orang-orang yang sangat ingkar. Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa Mahabenar Allah Yang Mahabesar, tidaklah Dia menghukum dengan hukuman yang setimpal kecuali hanyalah orang-orang yang sangat kafir. Tawus mengatakan, tidaklah diberi pelajaran kecuali hanya orang-orang yang sangat kafir.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali Ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Abu Umar ibnun Nahas Ar-Ramli, telah menceritakan kepada kami Hajjaj ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abul Baida, dari Hisyam ibnu Saleh At-Taglabi, dari Ibnu Khairah (salah seorang pengikut sahabat Ali r.a.) yang mengatakan bahwa balasan bagi pendurhaka ialah lemah dalam beribadah, sempit dalam kehidupan, dan sulit mendapat kesenangan.
Ketika ditanyakan kepadanya tentang makna yang dimaksud 'sulit mendapat kesenangan', Ibnu Khairah menjawab, "Tidaklah ia menjumpai kesenangan yang halal melainkan datang orang lain yang merebutnya dari tangannya.""
Allah telah memberikan anugerah yang besar kepada hamba-Nya yang taat dan bersyukur dengan mengerjakan amal saleh, antara lain Nabi Daud dan Sulaiman. Hal ini berbeda dengan yang terjadi kepada Kaum Saba'. Mereka mengingkari nikmat Allah sehingga Allah menghukum mereka. Sungguh, bagi kaum Saba' ada tanda kebesaran Allah di tempat kediaman mereka di Yaman Selatan, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri negeri mereka. Kepada mereka dikatakan, 'Makanlah olehmu dari rezeki anugerah Tuhan Pemelihara-mu dan bersyukurlah kepada-Nya. Negerimu adalah negeri yang baik, nyaman, sentosa, dan murah rezeki, sedang Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Peng-ampun kepada siapa pun yang mau bertobat. '16. Namun, kenikmatan itu justru membuat kaum Saba' lupa diri dan ingkar kepada Allah. Adalah kecenderungan manusia apabila mempunyai kelebihan atas orang lain, baik berupa harta, kepandaian, jabatan, dan sebagainya, mereka akan angkuh dan sombong. Itulah yang terjadi pada Kaum Saba'. Mereka merasakan agungnya nikmat Allah, tetapi mereka berpaling, tidak mensyukurinya, dan justru mendurhakai-Nya. Maka Kami kirim kepada mereka banjir yang besar dan menjebol Ben-dungan Ma'rib serta memusnahkan perkebunan mereka. Bendungan Ma'rib adalah bendungan yang sangat kuat dan terbesar di Yaman saat itu. Sekilas bendungan ini tampak terjadi secara alami karena berada di antara dua gunung, lalu di kedua ujungnya dibuat bangunan sehinga mampu menampung air hujan dalam jumlah besar. Air yang tertampung dapat mengairi kawasan di sekitarnya hingga jarak 300 mil. Dan usai banjir itu Kami ganti kedua kebun mereka yang semula menghasil-kan buah-buahan yang mencukupi kebutuhan mereka, dengan dua kebun yang ditumbuhi pohon-pohon yang berbuah pahit, yaitu pohon A'l (sejenis cemara, tidak berbuah dan penuh duri), dan sedikit pohon Sidr (sejenis pohon bidara). Kedua pohon tersebut sangat sedikit manfaatnya bagi mereka.
Di sebelah selatan negeri Yaman berdiam suatu kaum bernama Saba'. Mereka menempati suatu daerah yang amat subur sehingga mereka hidup makmur dan telah mencapai kebudayaan yang tinggi. Mereka dapat menguasai air hujan yang turun lebat pada musim tertentu dengan membangun sebuah bendungan raksasa yang dapat menyimpan air untuk musim kemarau. Bendungan itu boleh dikatakan bendungan alami karena terletak di antara dua buah bukit dan di ujungnya didirikan bangunan yang tinggi untuk mencegah air mengalir sia-sia ke padang pasir. Mereka membuat pintu-pintu air yang bila dibuka dapat mengalirkan air ke daerah yang mereka kehendaki. Bendungan ini terkenal dengan Bendungan Ma'rib atau Bendungan al-'Arim.
Banyak di antara ahli sejarah dan peneliti di barat meragukan tentang adanya Bendungan Ma'rib ini. Akhirnya seorang peneliti dari Perancis datang sendiri ke selatan Yaman untuk menyelidiki sisa-sisa bendungan itu pada tahun 1843. Dia dapat membuktikan adanya bendungan itu dengan menemukan bekas-bekasnya, lalu memotret dan mengirimkan gambar-gambarnya ke suatu majalah di Perancis. Para peneliti lainnya menemukan pula beberapa batu tulis di antara reruntuhan bendungan itu. Dengan demikian, mereka bertambah yakin bahwa dahulu kala di sebelah selatan Yaman telah berdiri sebuah kerajaan yang maju, makmur, dan tinggi kebudayaannya.
Pada ayat ini, Allah menerangkan sekelumit tentang kaum Saba' yang mendiami daerah sebelah selatan Yaman itu. Mereka menempati sebuah lembah yang luas dan subur berkat pengairan yang teratur dari Bendungan Ma'rib. Di kiri dan kanan daerah mereka terbentang kebun-kebun yang amat luas dan subur yang menghasilkan bahan makanan dan buah-buahan yang melimpah ruah.
Kaum Saba' pada mulanya menyembah matahari, namun setelah pimpinan kerajaan dipegang Ratu Balqis, mereka menjadi kaum yang beriman dengan mengikuti ajaran yang dibawa Nabi Sulaiman. Hal ini diceritakan dalam Al-Qur'an sebagai berikut:
Maka tidak lama kemudian (datanglah Hud-hud), lalu ia berkata, "Aku telah mengetahui sesuatu yang belum engkau ketahui. Aku datang kepadamu dari negeri Saba' membawa suatu berita yang meyakinkan. Sungguh, kudapati ada seorang perempuan yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta memiliki singgasana yang besar. Aku (burung Hud) dapati dia dan kaumnya menyembah matahari, bukan kepada Allah; dan setan telah menjadikan terasa indah bagi mereka perbuatan-perbuatan (buruk) mereka, sehingga menghalangi mereka dari jalan (Allah), maka mereka tidak mendapat petunjuk. (an-Naml/27: 22-24)
Tetapi, lama-kelamaan kaum Saba' menjadi sombong dan lupa bahwa kemakmuran yang mereka miliki adalah anugerah dari Yang Mahakuasa dan Maha Pemurah. Allah dengan perantaraan rasul-Nya memerintahkan agar mereka mensyukuri-Nya atas segala nikmat dan karunia yang dilimpahkan kepada mereka. Negeri mereka menjadi subur dan makmur berkat karunia Allah Yang Maha Pengampun, melindungi mereka dari segala macam bahaya dan malapetaka.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
NEGERI SABA'
Saba' adalah nama sebuah negeri di Yaman, di selatan Tanah Arab. Pernah ditanya-kan orang kepada Rasulullah, apakah Saba' itu nama negeri, atau nama laki-laki atau nama perempuan. Rasulullah menjawab bahwa Saba' pada awalnya ialah nama laki-laki. Dia mempunyai anak sepuluh orang, yang tinggal di Yaman enam orang dan yang tinggal di Syam empat orang. Yang tinggal di Yaman ialah Mudzhaj, Kindah, Azad, Asy'ariy, Anmaar, dan Himyar. Yang tinggal di Syam ialah Lukham, Jazzaam, Ghassaan, dan Amilah.
Disebutkan pula bahwa nama Saba' itu, sebagai nenek moyang dari bangsa Arab Selatan, atau Arab al-Aribah yang disebut juga Arab keturunan Qahthaan. Tempat asal kediaman nenek mereka yang bernama Saba' itu telah dijadikan nama negeri, kemudian menjadi nama kerajaan juga. Disebutkan juga bahwa raja-raja Tubba', yang kata jamaknya Tababi'ah adalah raja-raja Saba' itu juga, termasuk Ratu Balqis yang tersebut di dalam surah an-Naml yang tunduk takluk kepada Nabi Sulaiman adalah satu dari negeri Saba' itu juga. Di dalam ayat-ayat yang tengah kita tafsirkan itu diterangkanlah bagaimana suburnya negeri mereka di zaman dahulu.
Ayat 15
“Sesungguhnya adalah bagi negeri Saba' itu pada tempat kediaman mereka, suatu pertanda,"
Yaitu bahwa negeri Saba' bersama dengan tempat kediaman mereka, tanah leluhur mereka yang permai itu dapatlah dijadikan ayat atau pertanda dari Maha Kekuasaan Allah dan perihal peraturan Allah (Sunnatullah) yang tidak dapat diubah oleh tangan manusia didalam alam ini, “Dua buah kebun sebelah kanan dan sebelah kiri," yaitu bahwa kota tempat mereka berdiam itu terletak pada sebuah lembah yang subur permai yang diapit oleh dua buah-gunung di kiri kanannya. Oleh nenek moyang dan raja-raja yang terdahulu dapat dibuat suatu bendungan atau waduk besar untuk menampung air hujan jangan mengalir percuma saja menuju lautan dengan tidak dapat diambil faedahnya. Bilamana musim hujan telah datang, air hujan itu dapat mereka tampung sebaik-baiknya dan dapat juga untuk persediaan hidup, baik untuk makanan dan minuman ataupun untuk mengaliri kebun-kebun mereka sehingga sangguplah mereka membuat kebun-kebun yang luas di lereng-lereng gunung itu. Rupanya tanahnya sangat subur dan mengeluarkan hasil buah-buahan dan makanan yang lezat.
“Makanlah olehmu dari rezeki Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya." Rezeki diberikan oleh Allah ﷻ tersebab dari kesuburan tanah, kelebatan buah dan manis rasanya dan jaminan hidup. Semuanya itu hendaklah disyukuri. Adapun tanda mensyukurinya su-dahlah dijelaskan sebagaimana yang tersebut dalam ayat 13 di atas tadi, tuntunan Allah ke-pada keluarga Dawud; bersyukur ialah dengan beramal. Bersyukur janganlah hanya sekadar di mulut saja.
“Negeri yang baik dan Tuhan Yang Maha Pengampun."
Di sini kita melihat pertanda yang disebutkan di pangkal ayat. Selama nikmat Allah masih disyukuri dengan beramal dan berusaha, dengan bekerja, selama itu pula negeri akan tetap baik. Apabila negeri telah aman dan baik, “menguning padi di sawah, menghijau padi di ladang, mentimun mengarang bunga, terung ayun-ayunan, tebu menyentak ruas, lada mem-bintang timur", maka dan penghasilan bumi timbullah kemakmuran, kemakmuran moga-moga menambah dekat diri kepada Allah SWT, maka segala dosa akan diampuni Allah ﷻ Asal saja dalam segala gerak-gerik hidup itu Allah ﷻ tidak dilupakan.
Ayat 16
“Maka mereka pun berpaling."
Mereka berpaling karena mereka tidak lagi memegang petaruh sebagaimana yang dipesankan kepada keluarga Dawud, yaitu bersyukur dengan bekerja, l'maluu aala Daawuda syukran. Bekerjalah hai keluarga Dawud dengan bersyukur. Mereka telah ber-paling, karena bersyukur hanya tinggal pada mulut, tidak dalam bekerja. Mula-mula sekali datanglah tikus-tikus menggerek melubangi tembok bangunan yang dibina nenek moyang itu buat pembendung air. Telah ada bocor kecil-kecilan, tidak ada yang memerhatikan. Meskipun ada yang telah menampak bahaya itu, namun dia berdiam diri saja, tidak peduli. “Lalu Kami datangkan kepada mereka banjir yang menyapu segalanya." Artinya tibalah hujan lebat luar biasa. Oleh karena sangat lebatnya hujan dan keras alirannya, timbullah banjir. Tiba-tiba bangunan pusaka nenek moyang itu, tanggul atau bendungan terkenal di negeri Saba' itu runtuhlah dirompak oleh air. Apatah lagi karena telah terdapat beberapa lubang kecil ditembus tikus. Dan lubang kecil itulah air simpanan membocor ditekan oleh air yang menggelora dari atas menghimpitnya, sehingga runtuhlah bendungan itu dan hancur. Maka setelah hujan teduh, banjir telah habis kelihatanlah bahwa kebun di kanan dan kebun di kiri kota itu telah hancur, menjadi tumpukan dari batu-batu. “Dan Kami ganti kedua kebun mereka itu dengan hasil buah yang pahit." Dua hal yang menyebabkan tanah jadi berubah keadaannya dari subur menjadi kering gersang. Kedua bunga tanah yang lama telah hanyut jauh dibawa banjir dan ganti yang tiba kemudian ialah hanyutan pasir dan batu-batu dari gunung-gunung. Sehingga walaupun tanah kebun yang dahulu masih di sana juga, namun keadaan sudah berbeda. Meskipun masih ada sisa-sisa pohon yang lama, namun hasil buahnya tidak manis seperti dahulu lagi, melainkan telah pahit.
“Dan semacam pohon cemara dan sedikit pohon bidara."
Kita maklum bahwa pohon cemara hanya dikenal lurus tumbuhnya ke atas, daunnya halus-halus dan timbul bunyinya jika ditiup angin. Enaknya hanya buat dilihat, namun tidak akan memberikan hasil rezeki untuk hidup. Bidara pun demikian pula. Batangnya rimbun, buahnya yang diharapkan tidak ada.
Ayat 17
“Demikianlah Kami batasi atas mereka dari sebab apa yang mereka kafir itu."
Tadi di ayat 15 telah diterangkan bahwa keadaan negeri Saba' itu ialah suatu pertanda Allah ﷻ telah memberi ingat dalam tiga ayat berturut-turut ini pertanda yang patut menjadi perhatian manusia di segala zaman. Asal saja nikmat Allah disyukuri dengan bekerja dan berusaha, rezeki akan diberikan Allah, negeri akan subur danr dosa akan diampuni. Tetapi bilamana manusia tidak mensyukuri nikmat lagi, bahkan berganti dengan kufur kepada nikmat, artinya tidak berterima kasih kepada Allah SWT, pastilah bala bencana akan menimpa. Maka segala bala bencana itu tidaklah datang begitu saja, melainkan mesti dari sebab kesalahan manusia sendiri. Sebab itu dilanjutkan ayat ditegaskan,
“Dan adakah Kami akan membatasi kalau bukan untuk orang yang kafir?"
Pertanyaan di ujung ayat ini bernama istifham inkari, pertanyaan yang berisi ban-tahan. Artinya dan tegasnya ialah bahwa Allah tidaklah menjatuhkan hukuman saja kepada orang yang tidak bersalah. Bencana yang menimpa diri manusia adalah karena kekufuran manusia sendiri.
Kemudian diperingatkanlah kembali kepada mereka itu nikmat Allah ﷻ yang telah hilang karena kesalahan mereka sendiri.
Ayat 18
“Dan telah Kami jadikan di antara mereka dan antara negeri-negeri yang Kami limpahkan berkah kepadanya bebenapa negeri yang nyata."
Negeri tempat asal mereka, yaitu negeri Saba' itu terletak di sebelah selatan Arabi.
Dalam ayat ini diterangkan Allah ﷻ bahwa di antara negeri mereka itu, yaitu Saba', dengan negeri yang diberi berkah oleh Allah, dibangunkan Allah pula negeri-negeri yang berdekat-dekatan.
Dijelaskan dalam ayat ini bahwa di antara negeri mereka, yaitu Saba' dengan negeri yang diberi berkah, yaitu Syam atau Baitul Maqdis terdapat negeri-negeri yang nyata. Artinya tidaklah mereka perlu berjalan berhari-hari, berpekan-pekan baru mereka akan sampai ke satu tempat perhentian, misalnya suatu wadi, atau lembah di tengah padang pasir, yang di sana didapat satu telaga sumber air, lalu ada orang yang hidup di sana beberapa keluarga menggembalakan ternaknya, yang dalam bahasa orang Barat disebut oase. Bukan begitulah! Bahkan bilamana mereka berjalan musafir meninggalkan kampung halamannya hendak menuju ke negeri yang diberkahi Allah itu, sudah nyata dalam pikiran mereka dan dalam jangkauan kekuatan mereka bahwa nanti malam akan berhenti di kampung anu, besoknya lagi di kampung anu pula berhenti. Artinya sudah ada kepastian yang nyata. Sebab negeri-negeri itu tidak berjauhan letaknya, tidak sampai berhari-hari perjalanan baru sampai ke sebuah kampung atau sebuah negeri.
"Dan Kami tetapkan jarak perjalanan antara negeri-negeri itu." Artinya telah kami tentukan sekian-sekian mil jarak antara satu negeri dengan negeri yang berikutnya, sehingga mudahlah bagi musafir memilih sendiri bila mereka berangkat dan bila mereka akan sampai di perhentian pertama, kedua, ketiga dan seterusnya.
“Berjalanlah kamu padanya bermalam-malam atau bersiang-siang dalam keadaan aman."
Para musafir boleh memilih sendiri, terserah kepada kesukaannya sendiri, apakah dia akan berjalan pada malam hari atau berjalan pada siang hari. Sebab waktu mana pun yang mereka tentukan, mereka tidaklah akan khawatir ada bahaya dalam perjalanan, sebab di seluruh jalan yang dilalui itu terdapat keamanan.
Perjalanan yang dilakukan bermalam-malam hari ialah jika pada musim panas. Karena orang tidak akan tahan teriknya matahari di siang hari. Misalnya dimulai perjalanan itu pada pukul lima petang, bolehlah berhentinya pada besoknya di tempat perhentian, di negeri anu di kampung fulan pada pukul tujuh pagi. Karena lebih dan itu panas sudah sangat terik menyengat kepala. Boleh berhenti selama siang musim panas itu di perhentian tersebut, dan tidak akan ada orang yang mengganggu atau mencuri karena keadaan aman.
Jika terjadi pula musim dingin, lebih baik dilakukan perjalanan bersiang-siang. Karena meskipun bagaimana panasnya hari, namun panas matahari tidaklah akan menyengat kepala, bahkan badan terasa segar berjalan siang itu. Di malam hari kelak berhenti di tempat perhentian sambil menyalakan api unggun buat menahan embusan angin musim dingin yang kadang-kadang menembus sampai ke tulang. Maka jaranglah orang pada musim dingin yang melakukan perjalanan di malam hari, karena tidak tahan kedinginan. Bahkan binatang kendaraan, unta dan kuda pun tidak tahan dingin.
Namun nikmat itu tidak juga mereka syukuri dengan sewajarnya, malahan mereka menjadi bosan sebagaimana bosannya Bani Israil dengan makanan Manna dan Salwa di tengah Padang Tih. Yang meskipun makanan yang dua itu enak, senang didapati, sedia selalu, mereka jadi bosan karena itu ke itu juga.
Ayat 19
“Dan mereka berkata, “Ya Tuhan kami, Perjauhlah di antara jarak perjalanan kami."
Mereka jadi bosan karena rasanya perjalanan itu tidak jauh, tidak sukar dan tidak banyak menempuh kesulitan. Mereka memohon kepada Allah ﷻ agar daerah yang mereka lalui bertambah jauh jaraknya, tidak lagi sebagaimana selama ini. “Dan mereka telah menganiaya diri mereka sendiri." Di dalam Al-Qur'an tidak diterangkan secara terperinci bagaimana mereka menganiaya diri itu. Apakah mereka perjauh sendiri perjalanan itu sehingga melampau dari batas kemampuan mendekati kampung halaman? Lama-lama kian jauh dari kampung. Lama-lama kian sukar buat pulang kembali, sehingga pokok hidup di kampung halaman itu tidak terpelihara lagi, karena keenakan merantau. Sebagaimana yang di zaman sekarang kita sebut urbanisasi. Yaitu berduyun-duyun meninggalkan tanah kelahiran, berlari pindah ke kota yang lebih ramai karena hendak mencari hidup yang disangka lebih baik. Sehingga akhirnya datanglah banjir atau air bah besar yang menyapu segala yang ada itu sehingga rata dengan bumi dan tidak dapat dibangunkan lagi?
Pendeknya di dalam ayat sudah dijelaskan, bahwa kehancuran yang menimpa diri mereka ialah karena kesalahan mereka sendiri. Mereka tidak menerima syukur nikmat Allah, mereka hanya memusnahkan yang ada tidak dapat menanam yang baru atau memperbaiki yang rusak, bahkan hanya menambah rusak.
“Dan telah Kami jadikan mereka buah mulut," Yaitu buah mulut bagi orang yang datang di kemudian hari, karena nasib malang yang menimpa mereka. Yang oleh karena negeri mereka telah berubah dari tanah subur jadi tanah tandus, kebun telah berganti jadi padang tekukur, pohon berbuah lebat untuk dimakan telah berganti hanya dengan pohon cemara dan bidara, yang bagus dipandang tetapi tidak memberi hasil, mereka pun terpaksa meninggalkan negeri itu. Yang tinggal hanyalah bekas-bekas saja.
“Dan telah Kami hancurkan mereka sehancur-hancurnya." Tidak dapat dibangunkan dan dikumpulkan lagi, berpindah terpencar-pencar dibawa untung nasib malang, karena kekurangan air untuk hidup, kekurangan tanah subur untuk bercocok tanam, untuk membangun kembali perlu persediaan perbekalan. Dari mana akan mencari perbekalan? Sedangkan makanan untuk satu hari saja tidak ada? Maka adalah yang pindah ke Amman, Ghassan pindah ke Bushra, sedang Aus dan Khazraj pindah berkampung di Yatsrib yang kemudian setelah Rasulullah ﷺ memilihnya menjadi tempat hijrah ditukar namanya menjadi Madinah. Sebuah cabang kabilah bernama Abu Utsman berhenti di setumpak tanah dan tidak meneruskan perjal anan ke Yatsrib. Merekalah yang kemudian dikenal dengan nama kabilah Khuza'ah, Bani Azad turun dan berkampung di Suraat. Dari Ghassan turunlah Bani Jufnah; mereka pernah dapat mendirikan Kerajaan Arab di bawah perlindungan Romawi di Syam. Aus dan Khazraj yang di Madinah berbahagia menjadi pembela Islam mendapat gelar al-Anshar.
Di penutup ayat Allah ﷻ berfirman,
“Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi tiap-tiap orang yang bersabar dan bersyukur."
Artinya bahwa dari keseluruhan kisah negeri Saba' ini, sejak masa jaya mereka karena bendungan pusaka nenek moyang, sampai kepada kesuburan bumi dan ampunan Allah SWT, kesuburan yang akhirnya merata dari selatan sampai ke utara Tanah Arab, dari Saba' di Yaman sampai ke Baitul Maqdis di Syam sehingga perjalanan musafir menjadi sangat mudah dan keamanan terjamin, sampai kepada kejatuhan mereka karena tidak bersyukur menerima nikmat, semuanya itu adalah tanda-tanda yang patut jadi perhatian bagi tiap orang yang bersabar dan bersyukur.
Ayat 20
“Dan sesungguhnya telah tepatlah bagi Iblis persangkaannya atas mereka."
Artinya bahwa persangkaan Iblis selama ini ialah bahwa dalam kalangan anak Adam itu pasti akan ada orang yang mudah untuk diperdayakannya.
Persangkaan Iblis tentang kelemahan mereka sudah tepat, “Maka mereka telah mengikutinya, “ sehingga mereka telah sangsai terperosok keluar dari jalan yang digariskan Allah SWT,
“Kecuali sebagian demi orang-orang yang beriman."
Itulah yang tidak mempan buat mereka perdayakan. Dan sejak semula Iblis pun telah mengaku hamba-hamba Allah yang dibebas-merdekakan oleh Allah ﷻ dari segala pengaruh yang buruk, yang mukhlish, karena teguh imannya kepada Allah SWT, tidaklah akan dapat dipengaruhinya.
Ayat 21
“Dan tidaklah ada kekuasaannya atas mereka."
Sebagaimana sambungan dan penyempurnaan dari ujung ayat yang sebelumnya. Yaitu bahwa orang yang benar-benar beriman tidaklah terjangkau oleh Iblis dan tidaklah dapat dikuasainya. Karena tiap-tiap Iblis mencoba mendekati, disambarnya dengan sinar tauhid yang berurat berakar dalam dirinya, sehingga si Iblis lari puntang-panting. “Melainkan sekadar akan Kami buktikan siapakah yang beriman dengan Hari Akhirat, dari orang-orang yang dalam keadaan ragu-ragu." Tegasnya ialah bahwa tiap-tiap pengakuan beriman kepada Allah dan kepada Hari Akhirat, pasti adalah ujian. Supaya orang jangan menyangka bahwa dengan mengaku beriman saja dengan lidah sudah cukuplah itu. Pengakuan iman pasti tahan menghadapi ujian. Ujian ditakdirkan oleh Allah untuk membuktikan siapa yang beriman sungguh-sungguh, dan siapa yang mulut mengakui beriman, padahal hati merasa ragu dan syak.
“Dan Tuhan engkau atas segala sesuatu adalah Maha Pemelihana."
Artinya bahwa pada seluruh alam ini Allah ﷻ itu tetap memeliharanya. Manusia sendiri pun tetap dipelihara Allah ﷻ Salah satu bukti pemeliharaan Allah ﷻ itu ialah bahwa manusia mula-mula diberinya akal, sesudah dewasa diberinya tuntunan agama dengan mengutus rasul-rasul. Dengan demikian maka jelaslah bagaimana pemeliharaan Allah ﷻ atas hamba-Nya. Tetapi amanah Allah itu disia-siakan oleh setengah manusia dengan kelalaian mereka lalu menuruti perdayaan dari setan. Namun itu Allah ﷻ pun selalu pula memperingatkan bahaya Iblis dan setan itu.