Ayat
Terjemahan Per Kata
وَقَالُواْ
dan berkata
رَبَّنَآ
Tuhanku
إِنَّآ
sesungguhnya
أَطَعۡنَا
kami mentaati
سَادَتَنَا
pemimpin-pemimpin kami
وَكُبَرَآءَنَا
dan pembesar-pembesar kami
فَأَضَلُّونَا
lalu mereka menyesatkan kami
ٱلسَّبِيلَا۠
jalan
وَقَالُواْ
dan berkata
رَبَّنَآ
Tuhanku
إِنَّآ
sesungguhnya
أَطَعۡنَا
kami mentaati
سَادَتَنَا
pemimpin-pemimpin kami
وَكُبَرَآءَنَا
dan pembesar-pembesar kami
فَأَضَلُّونَا
lalu mereka menyesatkan kami
ٱلسَّبِيلَا۠
jalan
Terjemahan
Mereka berkata, “Wahai Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati para pemimpin dan para pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar).
Tafsir
(Dan mereka berkata) yakni para pengikut dari kalangan mereka, ("Ya Rabb kami! Sesungguhnya kami telah menaati pemimpin-pemimpin kami) menurut suatu qiraat dibaca Saadatanaa, dalam bentuk Jam'ul Jam'i (dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan petunjuk) dari jalan hidayah.
Tafsir Surat Al-Ahzab: 63-68
Manusia bertanya kepadamu tentang hari berbangkit. Katakanlah, "Sesungguhnya pengetahuan tentang hari berbangkit itu hanya di sisi Allah. Dan tahukah kamu (hai Muhammad), boleh jadi hari berbangkit itu sudah dekat waktunya. Sesungguhnya Allah melaknati orang-orang kafir dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala (neraka), mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; mereka tidak memperoleh seorang pelindung pun dan tidak (pula) seorang penolong. Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata, "Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul.
Dan mereka berkata, "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, berilah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar. Allah ﷻ berfirman, memberitakan kepada Rasul-Nya bahwa jika ada orang yang bertanya tentang hari kiamat, hendaklah ia katakan kepadanya, "Aku tidak mengetahui tentang hari kiamat, kapan terjadinya." Kemudian Allah ﷻ memberi petunjuk kepadanya bahwa hendaknya ia mengembalikan pengetahuan tentang hari kiamat itu kepada Allah ﷻ sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-A'raf yang merupakan surat Makkiyyah, sedangkan surat Al-Ahzab ini adalah Madaniyyah. Hal ini menunjukkan bahwa keadaannya tetap sama, yaitu mengembalikan pengetahuan mengenainya kepada Tuhan yang akan menjadikannya.
Hanya saja dalam surat ini disebutkan bahwa hari kiamat itu sudah dekat, yaitu melalui firman-Nya: Dan tahukah kamu (hai Muhammad); boleh jadi hari berbangkit itu sudah dekat waktunya. (Al-Ahzab: 63) Sama halnya dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Telah dekat (datangnya) saat itu dan telah terbelah bulan. (Al-Qamar: 1) Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedangkan mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (darinya). (Al-Anbiya: 1) Dan firman Allah ﷻ: Telah pasti datangnya ketetapan Allah, maka janganlah kamu meminta agar disegerakan (datang) nya. (An-Nahl: 1) Kemudian Allah ﷻ berfirman: Sesungguhnya Allah melaknati orang-orang kafir. (Al-Ahzab: 64) Yakni menjauhkan mereka dari rahmat-Nya. dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala (neraka). (Al-Ahzab: 64) Maksudnya, di negeri akhirat nanti. mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. (Al-Ahzab: 65) Mereka tinggal di dalam neraka terus menerus, tiada jalan keluar bagi mereka darinya, dan mereka tidak bisa lenyap darinya untuk selama-lamanya.
mereka tidak memperoleh seorang pelindung pun dan tidak (pula) seorang penolong. (Al-Ahzab: 65) Yaitu tiada seorang pun yang dapat menolong mereka, dan tiada seorang pun yang dapat menyelamatkan mereka dari azab yang selamanya menimpa mereka. Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan: Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata, "Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul. (Al-Ahzab: 66) Mereka diseret dengan muka di bawah ke dalam neraka, lalu tubuh mereka dibolak-balikkan di dalam neraka.
Dalam keadaan demikian mereka menyesali perbuatannya selama di dunia seraya mengungkapkan penyesalannya, "Aduhai, sekiranya dahulu di dunia kami termasuk orang-orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya." Sebagaimana yang diceritakan oleh Allah keadaan mereka sewaktu berada di Padang Mahsyar, melalui firman-Nya: Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata, "Aduhai, kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si Fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur'an ketika Al-Qur'an telah datang kepadaku.
Dan setan itu tidak mau menolong manusia. (Al-Furqan: 27-29) Dan firman Allah ﷻ: Orang-orang yang kafir itu sering kali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim. (Al-Hijr: 2) Demikianlah Allah menceritakan keadaan mereka yang sangat tersiksa itu sehingga mereka sangat menyesali perbuatannya, bahwa seandainya saja dahulu di dunia mereka taat kepada Allah dan rasul-Nya. Akan tetapi, nasi telah menjadi bubur. Dan mereka berkata, "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). (Al-Ahzab: 67) Tawus mengatakan bahwa yang dimaksud dengan sadat ialah orang-orang yang terpandang dan orang-orang yang besar, yakni para cendikiawan mereka.
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Dengan kata lain, mereka mengatakan bahwa kami mengikuti para pemimpin dan pembesar kami, yakni para tetua kami; dan kami menentang para rasul dengan keyakinan bahwa pemimpin kami berada dalam jalan petunjuk, dan sekarang ternyata mereka bukan berada dalam jalan petunjuk. Ya Tuhan kami, berilah kepada mereka azab dua kali lipat. (Al-Ahzab: 68) disebabkan kekafiran mereka dan juga mereka telah menyesatkan kami.
dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar. (Al-Ahzab: 68) Sebagian ahli qiraat ada yang membaca kabiran, ada pula yang membacanya kasiran. Keduanya mempunyai makna yang berdekatan; kablran artinya besar, sedangkan kasiran artinya banyak. Sebagaimana pengertian yang terdapat di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah ibnu Amr, bahwa Abu Bakar pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, ajarilah aku suatu doa yang akan kubaca di dalam salatku." Rasulullah ﷺ menjawab: ": ". Katakanlah, "Ya Allah, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri dengan penganiayaan yang banyak, dan tiada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Engkau.
Maka berilah ampunan bagiku dengan ampunan dari sisi-Mu, dan rahmatilah daku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab sahih masing-masing. Telah diriwayatkan pula dengan ungkapan kabiran (yang artinya banyak), keduanya dibenarkan. Sebagian ulama menyunatkan hendaknya orang yang berdoa menggabungkan kedua lafaz ini dalam doanya. Tetapi pendapat ini masih diragukan kebenarannya, bahkan yang lebih utama ialah hendaknya sekali diucapkan dengan kasiran dan pada kesempatan lain diucapkan kabiran.
Sebagaimana si pembaca diperbolehkan memilih salah satu dari keduanya, mana saja yang dibacanya itu adalah baik, dan tidak ada alasan baginya untuk menggabungkan keduanya; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Usman ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Darrar ibnu Sard, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Hasyim, dari Ubaidillah ibnu Abu Rafi', dari ayahnya sehubungan dengan perumpamaan yang dibuat oleh seseorang yang berada di pihak Ali r.a. Dia adalah Al-Hajjaj ibnu Amr ibnu Gazyah, orang yang menyerukan kalimat berikut saat pertempuran, "Hai golongan orang-orang Ansar, apakah kalian hendak mengatakan kepada Tuhan kita saat kita bersua dengan-Nya: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar).
Ya Tuhan kami, berilah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar. (Al-Ahzab: 67-68)"
67-68. Dan mereka juga berkata, 'Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati para pemimpin dan para pembesar kami yang sesat, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan yang benar. Ya Tuhan kami, karena kesesatan mereka sendiri dan penyesatan mereka kepada kami, maka timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat, dan laknat serta siksa-lah mereka dengan laknat dan siksa yang besar. '67-68. Dan mereka juga berkata, 'Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati para pemimpin dan para pembesar kami yang sesat, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan yang benar. Ya Tuhan kami, karena kesesatan mereka sendiri dan penyesatan mereka kepada kami, maka timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat, dan laknat serta siksa-lah mereka dengan laknat dan siksa yang besar. '.
Mereka berkata dengan penuh perasaan mendongkol karena tertipu oleh para pemimpin dan pembesar mereka di dunia, "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami di dunia telah mengikuti pemimpin dan pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan yang benar.".
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
BILAKAH SA'AH (KIAMAT)?
Ayat 63
“Bertanya kepada engkau manusia dari hal hari Kiamat."
Tentang hari Kiamat ini kerap kali dalam Al-Qur'an disebut “as-Sa'ah" dalam ayat ini pun ditulis sa'ah, tetapi kita artikan dengan yang senantiasa orang artikan, yaitu hari Kiamat. Di pangkal ayat ini dikatakan, bahwa manusia bertanya kepada Nabi dari hal sa'ah atau hari Kiamat, bila akan terjadinya. Al-Qurthubi mengatakan dalam tafsirnya, bahwa ini pun salah satu gangguan atau menyakiti lagi bagi Nabi. Yaitu kalau Rasulullah ﷺ, menerangkan, bahwa barangsiapa yang mendurhakai Allah SWT, yang kafir, mempersekutukan yang lain dengan Allah, di hari Kiamat mereka akan masuk neraka. Dalam surah-surah pendek yang telah turun di Mekah banyak diceritakan tentang kehebatan hari Kiamat itu, sebagaimana al-Qaari'ah, az-Zilzaal, al-Haaqqah, dan at-Takwiir. Ketika Nabi ﷺ membacakan surah-surah itu ada di antara mereka yang menentang Nabi dengan pertanyaan, Bila itu akan kejadian, berapa tahun lagi?" Dan berbagai pertanyaan yang menyerupai itu.
Maka Nabi disuruh menjawab, “Katakanlah, Sesungguhnya ilmu tentang itu hanyalah pada Allah." Tidak ada seorang Nabi pun yang diberitahu biia akan terjadinya, bahkan malaikat pun tidak.
“Dan adakah engkau tahu, barangkali Kiamat itu sudah dekat?"
Ujung ayat ini adalah isyarat kepada Nabi sendiri bahwa Kiamat itu sudah dekat. Wa maa yudrika? Adakah yang memberitahu kepada engkau? Barangkali Kiamat itu sudah dekat? Karena tanda-tandanya kian lama kian banyak kelihatan. Sebagaimana seseorang yang telah dekat ajalnya, pastilah orang ini telah dekat mati. Sebab badannya sudah mulai lemah, giginya sudah mulai banyak yang gugur, matanya sudah mulai kabur, ubannya sudah mulai banyak bertabur, makannya sudah mulai banyak bubur, dan berbagai tanda yang lain, yang semuanya memberikan kepastian, bahwa dia sudah dekat masuk ke dalam kubur. Tetapi tidak ada orang yang tahu bilakah waktunya orang itu akan mati. Begitu pulalah tentang Hari Sa'ah, atau Hari Kiamat.
Ayat 64
“Sesungguhnya Allah mengutuk orang-orang yang kafir."
Kutuk adalah arti dari laknat. Yaitu kemurkaan Allah ﷻ yang kelihatan membekas pada diri orang yang kena kutuk itu. Dihilangkan darinya kegembiraan hidup, digelapkan jalan yang akan ditempuh, sehingga walaupun pada lahirnya dia kelihatan kaya raya, harta bertumpuk-tumpuk namun jiwanya sepi, lingau dan kehilangan harapan.
“Dan Dia telah menyediakan untuk mereka api yang menyala-nyala."
Sesudah hidup di dunia yang kena kutuk, di akhirat pun akan dimasukkan ke dalam api, atau neraka yang bernyala-nyala, sehingga kesengsaraan kutuk itu bersambung, bukan berhenti.
Ayat 65
“Mereka akan kekal di dalamnya selama-lamanya."
Sebagai balasan yang wajar dari kafir yang selama-lamanya pula ketika hidup, hati tertutup menerima ajaran, kepala batu menyambut peringatan, memandang enteng belaka seruan Ilahi.
“Tidaklah mereka akan mendapat pelindung dan tidak pula penolong."
Mengapa tidak? Apakah itu yang adil? Mengapa tidak? Bukankah Pelindung yang sebenarnya dan Penolong yang sejati hanya Allah saja? Sedang sejak semula Pelindung dan Penolong sejati itu yang mereka belakangi dan mereka tantang? Siapa orang lain, selain Allah Pelindung dan Penolong? Bukankah jika sejak hidup mereka benar-benar melindungkan diri kepada Allah dan memohon pertolongan semata-mata kepada-Nya, kesengsaraan akhirat itu tidak akan mereka derita? Bukankah ini telah diperingatkan sejak semula?
Semuanya itu akan kejadian,
Ayat 66
“Pada hari yang akan dibolak-balik muka-muka mereka dalam neraka."
Seakan-akan diri mereka sedang menjalani hukuman dibakar itu, sama dengan keadaan ikan yang dipanggang, dibolak-balik dengan kadang-kadang memutar sehingga yang sebelah bawah di keataskan, dan yang sebelah atas dikebawahkan, sebagaimana juga tersebut dalam surah an-Nisaa' ayat 56, bahwa setelah kulit hangus terbakar akan diganti dengan kulit baru untuk dibakar pula. (Lihat Tafsir al-Azhar, Juz 5).
“Mereka akan berkata, Alangkah baiknya andaikata kami taat kepada Allah dan kami taat kepada Rasul."
“Alangkah baiknya" kita pilih untuk menjadi arti dari Yaa laitana (..........) meskipun arti demikian kurang juga tepat. Sebab menurut pemakaian kalimat Arab, laita adalah harap yang mengandung tamanni, yang berarti mengharapkan sesuatu yang tidak akan dapat terjadi. Di sini karena masanya sudah lampau. Ketaatan kepada Allah dan Rasul telah diserukan sejak mereka masih hidup di dunia. Sekarang setelah sengsara dalam neraka, baru teringat andaikata seruan Rasul supaya taat kepada Allah dan Rasul ini dituruti di kala masih hidup di dunia, tentu tidaklah akan menderita sengsara seperti ini.
Rasa menyesal itu dituruti dengan pengakuan yang jujur, tetapi sudah percuma kalau disebut setelah diri berada dalam neraka,
Ayat 67
“Dan mereka berkata, “Ya Tuhan kami! Sesungguhnya kami telah menaati tuan-tuan kami dan orang besan-besan kami."
Mereka setelah dalam neraka menerima adzab mengakui terus terang bahwa bukan seruan agar taat kepada Allah dan Rasul yang kami turuti, bahkan seruan itu tidak kami acuhkan. Yang kami dengarkan dan yang kami taati, kami patuhi ialah perintah atau panggilan dari tuan-tuan kami, yaitu orang-orang yang dianggap cabang pemegang kuasa, darah bangsawan, yang dipertuan, yang kuasa dan orang besar-besar kami. Dengan kekuasaan -dan kekuatan yang ada pada mereka, kami telah mereka bujuk, atau mereka paksa. Kami takut, atau kami segan, atau kami terbujuk, sehingga perintah mereka lebih kami pentingkan.
“Lalu mereka sesatkanlah kami dari jalan yang sebenarnya."
Perhatikanlah inti sari dari ayat ini. Dia menerangkan bagaimana besar adzab yang akan diderita oleh manusia-manusia yang lemah pendirian, menyerah kepada sesama manusia karena manusia itu berkuasa, sampai meninggalkan pendirian yang asli, yaitu taat kepada Allah dan Rasul. Mereka telah disuruh memilih, mereka telah salah pilih. Jalan yang benar yang direntangkan Allah dengan wahyu-Nya, digariskan Nabi dengan hidup yang dijalaninya, lalu ditinggalkan karena mengikuti teori-teori manusia yang sengaja hendak membelakangi Allah ﷻ
Setelah menderita dalam neraka, orang-orang yang telah tersesat jalan itu baru me-nyesal dan mengutuk kepada tuan-tuan dan pembesar-pembesar yang telah membawa mereka kepada jalan yang sesat itu, sehingga selanjutnya mereka berseru lagi kepada Allah SWT,
Ayat 68
“Ya Tuhan kami! Benikanlah kepada mereka."
Yaitu tuan-tuan dan pembesar-pembesar yang telah menyesatkan kami itu, “Dua kali lipat dari adzab." Kalau siksaan yang kami derita ini misalnya sepuluh, adzablah mereka dua puluh.
“Dan kutukilah mereka, kutuk yang besar."
Harapan orang ini kepada Allah ﷻ ialah karena penyesalan, kemurkaan dan dendam. Apakah Allah akan mengabulkan? Apakah Paduka tuan-tuan dan pembesar-pembesar itu akan diadzab dua kali lipat, atau lebih atau kurang, itu adalah urusan Allah sendiri. Dan semuanya itu tidak akan ada pengaruhnya atas hukum yang pasti berlaku.