Ayat
Terjemahan Per Kata
يَٰٓأَيُّهَا
hai
ٱلنَّبِيُّ
nabi
قُل
katakanlah
لِّأَزۡوَٰجِكَ
kepada istri-istrimu
وَبَنَاتِكَ
dan anak-anak perempuanmu
وَنِسَآءِ
dan perempuan
ٱلۡمُؤۡمِنِينَ
yang beriman
يُدۡنِينَ
mereka menutupi
عَلَيۡهِنَّ
atas mereka
مِن
dari
جَلَٰبِيبِهِنَّۚ
baju panjang mereka
ذَٰلِكَ
demikian itu
أَدۡنَىٰٓ
lebih dekat/mudah
أَن
bahwa
يُعۡرَفۡنَ
mereka dikenal
فَلَا
maka tidak
يُؤۡذَيۡنَۗ
mereka diganggu
وَكَانَ
dan adalah
ٱللَّهُ
Allah
غَفُورٗا
Maha Pengampun
رَّحِيمٗا
Maha Penyayang
يَٰٓأَيُّهَا
hai
ٱلنَّبِيُّ
nabi
قُل
katakanlah
لِّأَزۡوَٰجِكَ
kepada istri-istrimu
وَبَنَاتِكَ
dan anak-anak perempuanmu
وَنِسَآءِ
dan perempuan
ٱلۡمُؤۡمِنِينَ
yang beriman
يُدۡنِينَ
mereka menutupi
عَلَيۡهِنَّ
atas mereka
مِن
dari
جَلَٰبِيبِهِنَّۚ
baju panjang mereka
ذَٰلِكَ
demikian itu
أَدۡنَىٰٓ
lebih dekat/mudah
أَن
bahwa
يُعۡرَفۡنَ
mereka dikenal
فَلَا
maka tidak
يُؤۡذَيۡنَۗ
mereka diganggu
وَكَانَ
dan adalah
ٱللَّهُ
Allah
غَفُورٗا
Maha Pengampun
رَّحِيمٗا
Maha Penyayang
Terjemahan
Wahai Nabi (Muhammad), katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin supaya mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali sehingga mereka tidak diganggu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Tafsir
(Hai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang Mukmin, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka") lafal Jalaabiib adalah bentuk jamak dari lafal Jilbaab, yaitu kain yang dipakai oleh seorang wanita untuk menutupi seluruh tubuhnya. Maksudnya hendaknya mereka mengulurkan sebagian daripada kain jilbabnya itu untuk menutupi muka mereka, jika mereka hendak keluar karena suatu keperluan, kecuali hanya bagian yang cukup untuk satu mata. (Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah) lebih gampang (untuk dikenal) bahwasanya mereka adalah wanita-wanita yang merdeka (karena itu mereka tidak diganggu) maksudnya tidak ada orang yang berani mengganggunya, berbeda halnya dengan hamba sahaya wanita, mereka tidak diperintahkan untuk menutupi mukanya, sehingga orang-orang munafik selalu mengganggu mereka. (Dan adalah Allah Maha Pengampun) terhadap hal-hal yang telah lalu pada kaum wanita Mukmin yang merdeka, yaitu tidak menutupi wajah mereka (lagi Maha Penyayang) kepada mereka jika mereka mau menutupinya.
Tafsir Surat Al-Ahzab: 59-62
Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang-orang mukmin, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya jika. tidak berhenti orang-orang munafik, orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah (dari menyakitimu), niscaya Kami perintahkan kamu (untuk memerangi) mereka, kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar, dalam keadaan terlaknat.
Di mana saja mereka dijumpai, mereka ditangkap dan dibunuh dengan sehebat-hebatnya. Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu sebelum(mu) dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati perubahan pada sunnah Allah. Allah ﷻ memerintahkan kepada Rasul-Nya agar memerintahkan kepada kaum wanita yang beriman, khususnya istri-istri beliau dan anak-anak perempuannya mengingat kemuliaan yang mereka miliki sebagai ahli bait Rasulullah ﷺ hendaknyalah mereka menjulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka agar mereka berbeda dengan kaum wanita Jahiliah dan budak-budak wanita. Jilbab artinya kain yang dipakai di atas kerudung, menurut apa yang dikatakan oleh Ibnu Mas'ud, Ubaidah, Qatadah, Al-Hasan Al-Basri, Ibrahim An-Nakha'i, dan Ata Al-Khurrasani serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Dan kalau sekarang sama kedudukannya dengan kain sarung. Al-Jauhari mengatakan bahwa jilbab adalah kain penutup. Seorang wanita Huzail mengatakan dalam bait syairnya ketika menangisi seseorang yang terbunuh: ... Burung-burung elang berjalan menuju ke arahnya dengan langkah-langkah yang acuh, sebagaimana jalannya para perawan yang memakai kain jilbab. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Allah memerintahkan kepada kaum wanita yang beriman apabila mereka keluar rumah untuk suatu keperluan, hendaklah mereka menutupi wajah mereka dimulai dari kepala mereka dengan kain jilbab dan hanya diperbolehkan menampakkan sebelah matanya saja.
Muhammad ibnu Sirin mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ubaidah As-Salmani tentang makna firman Allah ﷻ: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. (Al-Ahzab: 59) Maka Ubaidah As-Salmani menutupi wajah dan mukanya, serta menampakkan mata kirinya (yakni memperagakannya). Ikrimah mengatakan, hendaknya seorang wanita menutupi bagian lehernya yang kelihatan dengan menurunkan jilbabnya untuk menutupinya. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Az-Zahrani tentang catatan yang dikirim oleh Abdur Razzaq kepadanya, bahwa telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Ibnu Khaisam, dari Safiyyah binti Syaibah, dari Ummu Salamah yang menceritakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. (Al-Ahzab: 59) Maka kaum wanita Ansar keluar seakan-akan di atas kepala masing-masing dari mereka ada burung gagaknya karena sikap mereka yang tenang, sedangkan mereka memakai pakaian yang berwarna hitam.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Saleh, telah menceritakan kepadaku Al-Lais, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Yazid yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Az-Zuhri, "Apakah budak perempuan diharuskan memakai kerudung, baik dia telah bersuami atau pun belum?" Az-Zuhri menjawab, "Jika ia telah kawin diharuskan memakai kerudung, dan dilarang baginya memakai jilbab, karena makruh baginya menyerupakan diri dengan wanita-wanita merdeka yang memelihara kehormatannya." Allah ﷻ telah berfirman: Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. (Al-Ahzab: 59) Telah diriwayatkan dari Sufyan As-Sauri.
Ia pernah mengatakan bahwa tidak mengapa melihat perhiasan kaum wanita kafir zimmi. Dan sesungguhnya hal tersebut dilarang hanyalah karena dikhawatirkan menimbulkan fitnah, bukan karena mereka wanita yang terhormat. Sufyan mengatakan demikian dengan berdalilkan firman Allah ﷻ: dan istri-istri orang mukmin. (Al-Ahzab: 59) Firman Allah ﷻ: Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. (Al-Ahzab: 59) Yakni apabila mereka melakukan hal tersebut, maka mereka dapat dikenal sebagai wanita-wanita yang merdeka, bukan budak, bukan pula wanita tuna susila.
As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. (Al-Ahzab: 59) Bahwa dahulu kaum lelaki yang fasik dari kalangan penduduk Madinah gemar keluar di malam hari bilamana hari telah gelap.
Mereka gentayangan di jalan-jalan Madinah dan suka mengganggu wanita yang keluar malam. Saat itu rumah penduduk Madinah kecil-kecil. Bila hari telah malam, kaum wanita yang hendak menunaikan hajatnya keluar, dan hal ini dijadikan kesempatan oleh orang-orang fasik untuk mengganggunya. Tetapi apabila mereka melihat wanita yang keluar itu memakai jilbab, maka mereka berkata kepada teman-temannya, "Ini adalah wanita merdeka, jangan kalian ganggu." Dan apabila mereka melihat wanita yang tidak memakai jilbab, maka mereka berkata, "Ini adalah budak," lalu mereka mengganggunya.
Mujahid mengatakan bahwa makna ayat ialah hendaklah mereka memakai jilbab agar dikenal bahwa mereka adalah wanita-wanita merdeka, sehingga tidak ada seorang fasik pun yang mengganggunya atau melakukan perbuatan yang tidak senonoh terhadapnya. Firman Allah ﷻ: Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Ahzab: 59) Yakni terhadap dosa-dosa yang telah lalu di masa Jahiliah, mengingat mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang etika ini.
Kemudian Allah ﷻ berfirman, mengancam orang-orang munafik, yaitu mereka yang menampakkan keimanannya, sedangkan di dalam batin mereka menyimpan kekufuran: orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya. (Al-Ahzab: 60) Menurut Ikrimah dan lain-lainnya, yang dimaksud dengan mereka di sini adalah para pezina. dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah. (Al-Ahzab: 60) Yaitu orang-orang yang mengatakan kepada Nabi dan kaum muslim, bahwa musuh dalam jumlah yang sangat besar akan datang menyerang dan sebentar lagi akan terjadi perang dahsyat, padahal berita itu dusta dan buat-buatan belaka.
Jika mereka tidak mau berhenti dari melakukan perbuatan-perbuatan tersebut (mengganggu Nabi ﷺ dan menyakitinya) dan tidak mau kembali ke jalan yang benar, niscaya Kami perintahkan kamu (untuk memerangi) mereka. (Al-Ahzab: 60) Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah Kami benar-benar akan menjadikanmu berkuasa atas mereka. Menurut Qatadah, sesungguhnya Kami akan perintahkan kamu untuk memerangi mereka. As-Saddi mengatakan bahwa sesungguhnya Kami memberikan pelajaran kepada mereka melaluimu. kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar, dalam keadaan terlaknat. (Al-Ahzab: 60-61) Lafaz malunina berkedudukan menjadi hal atau kata keterangan keadaan bagi mereka.
Yakni masa tinggal mereka di Madinah sebentar lagi karena dalam waktu yang dekat mereka akan diusir darinya dalam keadaan terlaknat, yaitu dijauhkan dari rahmat Allah. Di mana saja mereka dijumpai, mereka ditangkap. (Al-Ahzab-61) Maksudnya, dimanapun mereka ditemukan, mereka ditangkap karena hina dan jumlah mereka sedikit. dan dibunuh dengan sehebat-hebatnya. (Al-Ahzab: 61) Kemudian Allah ﷻ berfirman: Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu sebelum(mu). (Al-Ahzab: 62) Demikianlah ketetapan Allah terhadap orang-orang munafik. Apabila mereka tetap bersikeras dengan kemunafikan dan kekafirannya serta tidak mau menghentikan perbuatannya, lalu kembali ke jalan yang benar, orang-orang yang beriman akan menguasai mereka dan mengalahkan mereka.
dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati perubahan pada sunnah Allah. (Al-Ahzab: 62) Yakni ketetapan Allah dalam hal ini tidak dapat diganti dan tidak pula dapat diubah."
Setelah menjelaskan larangan menyakiti, menghina, dan mengganggu Nabi dan orang-orang yang beriman, Allah lalu memerintah perempuan mukmin, khususnya istri-istri Nabi, agar mengenakan jilbab supaya terhindar dari gangguan dan hinaan orang-orang jahat. Jilbab adalah baju longgar yang menutupi baju dan kerudung wanita atau baju luar bagi wanita. Model jilbab beragam sesuai selera pengguna dan adat suatu daerah. Di Indonesia, jilbab dikenal sebagai penutup kepala wanita. Jilbab harus memenuhi beberapa kriteria, yakni tidak transparan dan dapat menutupi kepala, leher, serta dada. Sebelum ayat ini turun, pakaian wanita merdeka dan budak hampir sama. Kesamaan itu membuat mereka sulit dibedakan, sehingga laki-laki iseng terkadang menggoda perempuan merdeka karena disangkanya budak. 60-61. Setelah memerintahkan perempuan yang beriman untuk mengenakan jilbab, Allah lalu menjelaskan ancaman kepada para pengganggu yang pada umumnya kaum munafik. Sungguh, jika orang-orang munafik, yaitu mereka yang pura-pura beriman tetapi hatinya ingkar; orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya, seperti dengki dan dendam sehingga gemar menyakiti dan mengganggu orang-orang beriman; dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah tidak berhenti menyakitimu, niscaya Kami perintahkan engkau, wahai Nabi Muhammad, untuk memerangi mereka, kemudian mereka tidak lagi menjadi tetanggamu di Madinah kecuali sebentar serta dalam keadaan terlaknat dan terhina. Di mana saja mereka dijumpai, mereka akan ditang-kap dan dibunuh tanpa ampun.
Allah memerintahkan kepada seluruh kaum muslimat terutama istri-istri Nabi. sendiri dan putri-putrinya agar mengulurkan jilbab ke seluruh tubuh mereka. Hal itu bertujuan agar mereka mudah dikenali dengan pakaiannya karena berbeda dengan jariyah (budak perempuan), sehingga mereka tidak diganggu oleh orang yang menyalahgunakan kesempatan. Seorang perempuan yang berpakaian sopan akan lebih mudah terhindar dari gangguan orang jahil. Sedangkan perempuan yang membuka auratnya di muka umum mudah dituduh atau dinilai sebagai perempuan yang kurang baik kepribadiannya. Bagi orang yang pada masa lalunya kurang hati-hati menutupi aurat, lalu mengadakan perbaikan, maka Allah Maha Pengampun lagi Maha Pengasih. Karena perbuatan yang menyakiti itu seringkali dilakukan oleh orang-orang munafik, maka pada ayat berikut ini Allah mengancam mereka dengan ancaman yang keras sekali.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
PAKAIAN SOPAN
Selangkah demi selangkah masyarakat Islam itu ditentukan bentuknya agar berbeda dengan masyarakat jahiliyyah. Terutama ditunjukkan berbedaan pakaian perempuan yang menunjukkan adab sopan santun yang tinggi.
Sebelum peraturan ini turun tidaklah berbeda pakaian perempuan Islam dengan perempuan musyrik. Tidak berbeda pakaian budak-budak perempuan pembantu rumah tangga dengan pakaian perempuan merdeka. Oleh karena di masa itu orang belum mempunyai kakus di dalam rumah sebagaimana sekarang, maka kalau perempuan hendak membuang hajatnya, keluarlah mereka setelah hari mulai malam ke tempat yang agak tersisih, di situlah mereka membuang hajat. Di waktu demikianlah kesempatan yang baik bagi pe-muda-pemuda jahat untuk mengganggu. Mereka sama-ratakan saja perempuan baik-baik dengan budak-budak. Tetapi kalau perempuan yang diganggu itu bersorak-sorak, mereka pun lari.
Maka datanglah ayat ini.
Ayat 59
“Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istri engkau dan anak-anak penempuan engkau dan istri-istri orang-orang yang beriman, “Hendaklah mereka melekatkan jilbab mereka ke atas diri mereka."
Di dalam ayat ini Rasulullah ﷺ diperintahkan oleh Allah ﷻ supaya memerin-tahkan pula kepada istri-istrinya dan anak-anaknya yang perempuan. Setelah itu ialah kepada istri-istri orang yang beriman. Supaya kalau mereka keluar dari rumah hendaklah memakai jilbab.
Anak beliau yang laki-laki ialah Qasim, Thahir, Abdullah, dan Thayyib. Ada juga riwayat mengatakan bahwa Thahir, Thayyib, dan Abdullah hanya nama dari satu orang. Berdasar kepada ini maka tiga orang anak laki-laki dari satu ibu, yaitu Khadijah yang agung. Setelah di Madinah lahir Ibrahim dari dayang beliau Mariah orang Qibthi. Kesemua anak laki-laki ini meninggal di bawah umur. Qasim meninggal dalam usia dua tahun, Ibrahim usia sepuluh bulan. Nama Qasim dikekalkan jadi kunniyat Rasulullah Abui Qasim. Menurut kebiasaan orang Arab memanggil seorang yang telah berumur dengan kunnyah-nya memakai nama anak itu adalah satu penghormatan.
Maka yang sampai dewasa hanyalah empat anak perempuan. Keempatnya dari satu ibu, yaitu Khadijah.
Anak perempuan yang paling tua ialah Zainab. Dia dikawini oleh anak dari saudara ibunya, yaitu Haalah binti Khuwailid yang ber-kunnyah Abui Ash bin Rabi. (Sedang Khadijah ialah binti Khuwailid pula). Zainab meninggal tahun kedelapan hijrah. Suaminya kemudian masuk Islam dari dia, sesudah ditebus oleh Zainab dengan kalung pusaka ibunya dari tawanan di Perang Badar.
Anak perempuan kedua ialah Ruqayah. Mulanya Ruqayah kawin dengan Utbah bin Abu Lahab sebelum Nabi Muhammad ﷺ menyatakan dirinya sebagai utusan Allah. Setelah Nabi menyatakan diri sebagai utusan Allah maka pamannya, Abu Lahab, itulah salah seorang yang sangat keras menentang dakwah beliau. Maka oleh karena sangat marahnya kepada Rasulullah ﷺ dia bersumpah kepada anaknya, “Kepalaku haram bersentuh dengan kepalamu sebelum anak si Muhammad itu engkau ceraikan." Lantaran paksaan ayahnya itu maka Utbah pun menceraikan Ruqayah sebelum mereka serumah. Ketika ibunya (Khadijah) menyatakan iman kepada seruan Nabi, Ruqayah telah mengikuti langkah ibunya, dan turut berbaiat terhadap Rasulullah bersama perempuan-perempuan yang lain. Kemudian dia dikawini oleh Utsman bin Affan. Perempuan-perempuan Quraisy sangat senang atas perjodohan kedua orang ini sehingga jadi buah nyanyian mereka.
“Dua bahagia dilihat insan, istri Ruqayah, suaminya Utsman."
Dua kali Utsman hijrah ke Habsyi kedua kalinya Ruqayah ikut serta. Sekali Ruqayah keguguran dalam mengandung. Setelah itu mereka beroleh putra diberi nama Abdullah. Tetapi setelah Abdullah berusia enam tahun, dicocok ayam jantan matanya, maka mening-gallah anak itu dari sebab kesakitan. Setelah itu Ruqayah tidak beranak lagi. Setelah orang berbondong hijrah ke Madinah, Utsman dan Ruqayah pun ikut berhijrah. Ketika Rasululah ﷺ akan menghadapi Peperangan Badar yang terkenal itu, Ruqayah sakit. Utsman di-perintahkan oleh Rasulullah menjaga istrinya. Sebab itulah maka dia tidak turut dalam Peperangan Badar.
Peperangan di Badar membawa kemenangan gemilang bagi Islam. Zaid bin Haritsah disuruh pulang terlebih dahulu ke Madinah menyampaikan berita kemenangan dan Nabi pulang kemudian dengan rombongan. Tetapi sesampai Zaid bin Haritsah di Madinah, di-dapatinya orang baru saja selesai menimbuni kuburan Ruqayah, sehingga kematiannya tidak dihadiri oleh Rasulullah ﷺ. Ini kejadian tujuh belas bulan sesudah hijrah, atau termasuk dalam tahun kedua.
Ketiga ialah Ummi Kaltsum. Dia dikawini oleh Utaibah bin Abu Lahab, adik pula dari Utbah sebelum nubuwwat. Dia pun dipaksa oleh ayahnya menceraikan istrinya itu, se-belum mereka bercampur. Dia pun memeluk Islam bersamaan dengan ibunya ketika beliau menyatakan iman kepada Nabi dan Ummi Kaltsum pun turut berbaiat kepada Nabi bersama-sama dengan perempuan-perempuan lain, seketika diadakan baiat untuk perempuan, dan dia pun turut hijrah ke Madinah menuruti ayahnya, Rasulullah ﷺ. Setelah Ruqayah meninggal dunia, dikawinkanlah Ummi Kaltsum oleh Rasulullah ﷺ dengan Utsman. Cara kitanya ialah ganti tikar Karena kawin dengan dua anak Rasulullah ber-turut-turut dua kali itulah maka Utsman diberi orang gelar “Dzin Nurani “, yang mempunyai dua cahaya. Dia pun meninggal dalam bulan Sya'ban tahun kesembilan hijriyah. Rasulullah ﷺ sendiri tegakmemberikankafanyang akan dipakaikan keadaan dirinya di balik dinding tempat mayatnya dimandikan. Rasulullah sendiri turut berdiri di pinggir kuburnya ketika dia dimasukkan ke liang lahad oleh Ali bin Abi Thalib, Fadhal bin Abbas, dan Usamah bin Zaid.
Yang paling bungsu ialah Fatimah. Dialah yang dikawinkan Nabi dengan Ali bin Abi Thalib. Fatimah dilahirkan lima tahun sebelum nubuwwat. Dialah anak paling bungsu. Dia dikawini oleh Ali pada bulan Ramadhan tahun kedua hijrah, dan mereka mulai serumah pada bulan Dzulhijjah tahun itu. Fatimah meninggal tidak berapa lama sesudah Rasulullah ﷺ meninggal. Fatimah sajalah anaknya yang kemudian wafat dari beliau ﷺ.
Maka keempat anak perempuan inilah yang dimaksud dengan wahyu ini. Kalau ayat yang tengah kita tafsirkan ini turun di sekitar tahun keempat atau kelima, maka Ruqayah tidak ada lagi.
Kepada istri-istri beliau dan anak-anak beliau didahulukan perintah, sesudah itu baru kepada istri-istri orang yang beriman, ialah istri-istri dan anak-anak perempuan itulah yang lebih dahulu akan dicontoh orang banyak.
Di samping kepada istri-istri dan kepada anak-anak perempuan beliau itu, perintah ini pun hendaklah disampaikan pula kepada istri-istri dari orang-orang yang beriman. Yaitu supaya mereka melekatkan jilbab ke atas badan mereka. Kata jamak dari jilbab ialah jalaabib.
Al-Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan bahwa jilbab itu lebih luas dari selendang. Ibnu Abbas dan Ibnu Mas'ud, keduanya sahabat Rasulullah yang terhitung alim mengatakan bahwa jilbab ialah rida', semacam selimut luas. Al-Qurthubi menjelaskan sekali lagi, “Yang benar ialah sehelai kain yang menutupi seluruh badan."
Ibnu Katsir mengatakan bahwa jilbab ialah ditutupkan ke badan di atas daripada selendang.
Sufyan Tsauri memberikan penjelasan, bahwa makanya istri-istri Nabi dan anak-anak perempuan beliau dan orang-orang perempuan beriman disuruh memakai jilbab di luar pakaian biasa ialah supaya jadi tanda bahwa mereka adalah perempuan-perempuan terhormat dan merdeka, bukan budak-budak, dayang dan bukan perempuan lacur.
As-Suddi berkata, “Orang-orang jahat di Madinah keluar pada malam hari seketika mulai gelap, mereka pergi ke jalan-jalan di Madinah, lalu mereka ganggui perempuan yang lalu lintas. Sedang rumah-rumah di Madinah ketika itu berdesak-desak sempit. Maka jika hari telah malam perempuan-perempuan pun keluar ke jalan mencari tempat untuk mem-buangkan kotoran mereka. Di waktu itulah orang-orang jahat itu mulai mengganggu. Kalau mereka lihat perempuan memakai jilbab tidaklah mereka ganggu. Mereka berkata, “Ini perempuan merdeka, jangan diganggu, Kalau mereka lihat tidak memakai jilbab, mereka berkata, “Ini budak!", lalu mereka kerumuni.
Itulah sebab maka lanjutan ayat berbunyi, “Yang demikian itu ialah supaya mereka lebih mudah dikenal, maka tidaklah mereka akan diganggu orang." Karena dengan tanda jilbab itu jelaslah bahwa mereka orang-orang terhormat
“Dan Allah adalah Pemberi Ampun dan Penyayang."
Maksud ujung ayat ialah menghilangkan keragu-raguan manusia atas kesalahan selama ini, sebelum peraturan ini turun. Karena orang-orang terhormat, perempuan-perempuan beriman berpakaian sama saja dengan budak dan perempuan lacur.
Sama saja dengan koteka di Papua, yang khas hanya penutup alat kelamin yang membuat malu orang yang beradab jika melihat orang berpakaian begitu. Jika orang-orang Papua itu telah hidup dalam peradaban dan kemajuan, niscaya akan ada di antara mereka yang merasa dirinya berdosa karena selama ini telah membukakan seluruh tubuh di hadapan orang lain, kecuali yang sedikit itu saja yang tertutup. Maka ujung ayat ini pun dapatlah mengenai diri mereka, bahwa Allah ﷻ sudi memberi ampun dan Allah itu Maha Penyayang kepada hamba-Nya. Sebelum syari'at datang, cukuplah akal dengan sekadar kecerdasan yang terbatas itu saja jadi penimbang buruk dan baik.
JILBAB DI INDONESIA
Ketika penulis datang ke Tanjung Pura dan Pangkalan Berandan dalam tahun 1926, penulis masih mendapati kaum perempuan di sana memakai jilbab. Yaitu kain sarung ditutupkan ke seluruh badan hanya separuh muka saja yang kelihatan. Asal saja mereka keluar dari rumah hendak menemui keluarga di rumah lain, mereka tetap menutup seluruh badan dengan memasukkan badan itu ke dalam kain sarung dan salah satu dari kedua belah tangannya memegang kain itu di muka, sehingga hanya separuh yang terbuka, bahkan hanya mata saja.
Seketika penulis datang ke Makassar pada tahun 1931 sampai meninggalkannya pada tahun 1934, perempuan-perempuan yang berasal dari Selayar berbondong-bondong pergi ke tempat mereka jadi buruh harian memilih kopi di gudang-gudang di Pelabuhan Makassar, semuanya memakai jilbab, persis seperti di Langkat itu pula.
Seketika penulis pergi ke Bima pada tahun 1956 penulis masih mendapati perempuan di Bima jika keluar dari rumah berselimutkan kain sarung sebagaimana di Langkat 1927 dan di Makassar 1931 itu pula.
Seketika penulis pergi ke Gorontalo pada tahun 1967 (40 tahun sesudah ke Langkat) penulis dapati perempuan-perempuan Gorontalo memakai jilbab di luar bajunya, meskipun pakaian yang di dalam memakai rok modern.
Pergerakan perempuan Islam di bawah pimpinan ulama-ulama pun membuat pakaian perempuan yang memegang kesopanan Islam yang tidak memperagakan badan. Gerakan Aisyiyah di Tanah Jawa atas anjuran Kiai H.A. Dahlan selain memakai khimaar (selendang) yang dililitkan ke dada agar dada jangan kelihatan, dibawa pula untuk menutup kepala. Ketika saya mulai datang ke Yogyakarta pada tahun 1924 (tiga tahun sebelum ke Tanjung Pura Langkat) kelihatan di samping khimaar penutup kepala dan dada itu, Aisyiyah pun me-makai jilbab di luarnya. Pakaian secara begini menjalar ke seluruh tanah air dalam pergerakan Islam. Almarhum Rangkayo Rahmah el-Yunusiyah mempertahankan khimaar dengan dililitkan pada muka dan kepala dengan kemas sekali, muka tidak ditutup. Seorang pe-rempuan pergerakan yang sama pengguruan-nya dengan Rangkayo Rahmah el-Yunusiyah, yaitu Rangkayo Hajah Rasuna Said tidak pernah lepas khimaar (selendang) itu dari kepala beliau.
Menjadi adat istiadat perempuan Indonesia jika telah kembali dari haji, lalu memakai khimaar (selendang) yang dililitkan di kepala dengan di bawahnya dipasak dengan sanggul bergulung, sehingga rambut kemas tidak kelihatan. Tetapi di zaman akhir-akhir ini perem-puan-perempuan modern yang mulai tertarik kembali kepada agama, lalu pergi naik haji, di Jakarta (1974) pernah mengadakan suatu mode show (peragaan pakaian) di Bali Room Hotel Indonesia memperagakan pakaian modern yang sesuai dengan ajaran Islam dan tidak menghilangkan rasa keindahan (estetika). Beberapa tahun yang lalu tukang-tukang mode di Eropa membuat kaum perempuan setengah gila dengan keluarnya mode rok mini, yaitu rok yang sangat pendek sehingga sebagian besar paha jadi terbuka. Tetapi kemudian mereka bosan juga sehingga timbul rok maxi, yaitu rok panjang atau longdress yaitu pakaian panjang sampai ke kaki. Perempuan-perempuan modern yang telah haji lalu memakai longdress atau rok panjang itu jadi stelan pakaian orang haji.
Dalam ayat yang kita tafsirkan ini jelaslah bahwa bentuk pakaian atau modelnya tidaklah ditentukan oleh Al-Qur'an. Yang jadi pokok yang dikehendaki Al-Qur'an ialah pakaian yang menunjukkan iman kepada Allah SWT, pakaian yang menunjukkan kesopanan, bukan yang memperagakan badan untuk jadi tontonan laki-laki.
Alangkah baiknya kalau yang jadi ahli mode itu orang yang beriman kepada Allah SWT, bukan yang beriman kepada uang dan kepada daya tarik syahwat nafsu (sex appeal).