Ayat
Terjemahan Per Kata
وَأَوۡرَثَكُمۡ
dan Dia mewariskan kepadamu
أَرۡضَهُمۡ
bumi mereka
وَدِيَٰرَهُمۡ
dan rumah-rumah mereka
وَأَمۡوَٰلَهُمۡ
dan harta benda mereka
وَأَرۡضٗا
dan bumi/tanah
لَّمۡ
tidak
تَطَـُٔوهَاۚ
kamu menginjaknya
وَكَانَ
dan adalah
ٱللَّهُ
Allah
عَلَىٰ
atas
كُلِّ
segala
شَيۡءٖ
sesuatu
قَدِيرٗا
berkuasa
وَأَوۡرَثَكُمۡ
dan Dia mewariskan kepadamu
أَرۡضَهُمۡ
bumi mereka
وَدِيَٰرَهُمۡ
dan rumah-rumah mereka
وَأَمۡوَٰلَهُمۡ
dan harta benda mereka
وَأَرۡضٗا
dan bumi/tanah
لَّمۡ
tidak
تَطَـُٔوهَاۚ
kamu menginjaknya
وَكَانَ
dan adalah
ٱللَّهُ
Allah
عَلَىٰ
atas
كُلِّ
segala
شَيۡءٖ
sesuatu
قَدِيرٗا
berkuasa
Terjemahan
Dia mewariskan kepadamu tanah-tanah, rumah-rumah, harta benda mereka, dan tanah yang belum kamu injak. Allah Mahakuasa terhadap segala sesuatu.
Tafsir
(Dan Dia mewariskan kepada kalian tanah-tanah, rumah-rumah dan harta benda mereka dan demikian pula tanah yang belum kalian injak) sebelumnya, yaitu tanah Khaibar, yang direbut sesudah Quraizhah. (Dan adalah Allah Maha Kuasa terhadap segala sesuatu.).
Tafsir Surat Al-Ahzab: 26-27
Dan Dia menurunkan orang-orang Ahli Kitab (Bani Quraidzhah) yang membantu golongan-golongan yang bersekutu dari benteng-benteng mereka, dan Dia memasukkan rasa takut ke dalam hati mereka. Sebagian mereka kamu bunuh dan sebagian yang lain kamu tawan. Dan Dia mewariskan kepada kamu tanah-tanah, rumah-rumah, dan harta benda mereka, dan (begitu pula) tanah yang belum kamu injak. Dan adalah Allah Mahakuasa terhadap segala sesuatu. (Al-Ahzab: 26-27)
Ayat 26
Dalam keterangan yang lalu telah disebutkan bahwa ketika pasukan golongan-golongan yang bersekutu tiba di Madinah dan mereka turun bermarkas di dekatnya, maka orang-orang Bani Quraidzhah merusak perjanjian mereka yang telah mereka tanda tangani bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, yaitu perjanjian perdamaian.
Peristiwa itu terjadi melalui duta golongan-golongan yang bersekutu, yaitu Huyay ibnu Akhtab An-Nadri la'natullah 'alaih. Ia memasuki benteng Bani Quraizah dan terus-menerus membujuk pemimpin mereka (yaitu Ka'b ibnu Asad) untuk bergabung dengan golongan bersekutu. Pada akhirnya ia mau merusak perjanjian gencatan senjata mereka dengan kaum muslim. Di antara ucapan yang dikatakan oleh Huyay ibnu Akhtab saat membujuk Ka'b ibnu Asad ialah, "Celakalah kamu, sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa kejayaan masa, aku datang kepadamu dengan membawa kaum Quraisy berikut tentara Habsyahnya, kabilah Gathafan, dan para pengikutnya.
Mereka masih bermarkas di sini sebelum mereka membinasakan Muhammad dan para sahabatnya." Maka Ka'b menjawab, "Tidak, demi Allah, bahkan engkau datang kepadaku dengan membawa kehinaan masa. Celakalah engkau, hai Huyay, sesungguhnya engkau membawa kesialan." Dan Huyay terus membujuknya dengan segala cara sehingga pada akhirnya Ka'b ibnu Asad mau mengikutinya. Huyay mensyaratkan kepada Ka'b bahwa jika golongan-golongan yang bersekutu telah pergi dan sudah tidak ada lagi urusan mereka, maka Ka'b harus membawanya serta masuk ke dalam bentengnya dan menjadi salah seorang di antara mereka (Bani Quraizah).
Setelah Bani Quraizah merusak perjanjiannya dan berita itu sampai kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, hati beliau resah dan sangat mengkhawatirkan keselamatan kaum muslim. Tetapi setelah Allah subhaanahu wa ta’aalaa menolong Rasul-Nya dan mengalahkan musuh-musuhnya serta mengembalikan mereka dalam keadaan kecewa dan merugi, maka beliau kembali ke Madinah, dalam keadaan menang dan beroleh dukungan, kemudian orang-orang mulai meletakkan senjatanya. Dan ketika Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam sedang mandi membersihkan dirinya dari kotoran yang menempel pada tubuhnya akibat perang itu di rumah Ummu Salamah radhiyallaahu ‘anhu, tiba-tiba Jibril ‘alaihissalaam menampakkan dirinya memakai serban dari kain sutra tebal dengan mengendarai hewan begal yang berpelanakan kain permadani terbuat dari kain sutra.
Lalu Jibril berkata, "Hai Rasulullah, apakah engkau letakkan senjatamu?" Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, "Ya." Jibril berkata, "Tetapi para malaikat masih belum meletakkan senjatanya, dan sekarang kami (para malaikat) baru saja kembali setelah melakukan pengejaran terhadap mereka (golongan-golongan yang bersekutu)." Kemudian Jibril berkata: Sesungguhnya Allah subhaanahu wa ta’aalaa telah memerintahkan kepadamu agar bangkit menuju ke tempat orang-orang Bani Quraizah. Menurut riwayat yang lain, Jibril ‘alaihissalaam berkata kepada Rasulullah, "Aku memaklumimu sebagai orang yang habis perang, tetapi apakah engkau sekarang telah meletakkan senjatamu?" Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, "Ya." Jibril berkata, "Tetapi kami (para malaikat) masih belum meletakkan senjata kami. Sekarang bangkitlah untuk menyerang mereka." Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bertanya, "Kemana?" Jibril menjawab, "Ke tempat Bani Quraizah, karena sesungguhnya Allah subhaanahu wa ta’aalaa telah memerintahkan kepadaku untuk mengguncangkan mereka." Maka pada saat itu juga Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bangkit dan memerintahkan kepada kaum muslim untuk bergerak menuju tempat Bani Quraizah. Tempat orang-orang Bani Quraizah terletak beberapa mil dari kota Madinah. Hal itu terjadi sesudah salat Dzhuhur, lalu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: Jangan sekali-kali seseorang di antara kalian melakukan salat Asar kecuali di tempat Bani Quraizah. Maka kaum muslim bergerak dan berangkat, dan waktu salat Asar telah masuk saat mereka berada di tengah jalan.
Maka sebagian dari mereka ada yang salat Asar di tengah jalan, mereka beralasan bahwa tiada yang dimaksudkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dari kami selain cepat dalam melakukan perjalanan. Sedangkan sebagian yang lain mengatakan, "Kami tidak mau melakukannya kecuali di tempat orang-orang Bani Quraizah." Ternyata Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tidak menegur salah satu pihak dari kedua belah pihak yang berbeda pendapat itu. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam ikut bersama mereka, dan beliau mengangkat Ibnu Ummi Maktum radhiyallaahu ‘anhu sebagai penggantinya di Madinah selama kepergiannya, dan beliau menyerahkan panji pasukan kaum muslim kepada Ali ibnu Abu Talib radhiyallaahu ‘anhu Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bermarkas di sekeliling mereka dan mengepung mereka selama dua puluh hari. Ketika masa pengepungan berlangsung sudah cukup lama, akhirnya orang-orang Bani Quraizah bersedia menyerah pada keputusan Sa'd ibnu Mu’adz pemimpin kabilah Aus, karena mereka (Bani Quraizah) adalah teman sepakta kabilah Aus di masa Jahiliahnya. Orang-orang Bani Quraizah menduga bahwa cara tersebut dapat melindungi diri mereka, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul terhadap para mawalinya dari kalangan Bani Qainuqa' saat ia meminta kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam agar sudi membebaskan mereka.
Orang-orang Bani Quraizah mengira bahwa Sa'd pun akan melakukan hal yang sama terhadap diri mereka sebagaimana yang dilakukan oleh Abdullah ibnu Ubay terhadap Bani Qainuqa'. Tetapi mereka tidak mengetahui bahwa Sa'd radhiyallaahu ‘anhu terluka oleh anak panah yang mengenai lengannya dalam Perang Khandaq, lalu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menyetrika urat lengannya yang mengalami pendarahan, lalu merawatnya di bawah kubah masjid agar beliau dapat menjenguknya dari dekat. Di antara doa yang dipanjatkan oleh Sa'd radhiyallaahu ‘anhu ialah, "Ya Allah, jika engkau menyisakan suatu peperangan dengan orang-orang Quraisy, maka sisakanlah perang itu untukku. Dan jika Engkau hentikan peperangan antara kami dan mereka, maka pecahkanlah lukaku ini dan janganlah Engkau matikan aku sebelum Engkau senangkan hatiku dengan melakukan pembalasan terhadap Bani Quraizah." Allah mengabulkan doanya, dan memberinya kekuasaan atas mereka.
Pada akhirnya mereka menyerah di bawah keputusannya atas kemauan mereka sendiri. Maka pada saat itu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memanggil Sa'd dari Madinah untuk memutuskan perihal mereka. Ketika Sa'd tiba dengan mengendarai keledai, lalu mereka merundukkan keledai itu agar Sa'd turun dengan mudah, maka orang-orang Aus mengerumuninya seraya berkata, "Hai Sa'd, sesungguhnya mereka (Bani Quraizah) adalah sekutu-sekutumu. Maka perlakukanlah' mereka dengan baik." Mereka meminta belas kasihan kepada Sa'd buat-mereka dan membujuknya. Sedangkan Sa'd diam, tidak menjawab mereka.
Setelah mereka (orang-orang Aus) mendesaknya, Sa'd radhiyallaahu ‘anhu berkata, "Sesungguhnya sekarang sudah tiba saatnya bagi Sa'd untuk tidak mengindahkan celaan orang-Orang yang mencela demi membela Allah." Maka mereka mengetahui bahwa Sa'd tidak akan memaafkan mereka (Bani Quraizah). Ketika Sa'd telah berada di dekat kemah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: Berdirilah untuk menghormati pemimpin kalian! Maka kaum muslim berdiri, dan mempersilakannya untuk turun dari kendaraannya sebagai sikap hormat mereka kepadanya dan demi menjaga kewibawaannya agar keputusannya kelak terhadap mereka dihargai. Setelah Sa'd duduk, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya, "Sesungguhnya mereka ini telah menyerah di bawah keputusanmu, maka putuskanlah nasib mereka menurut apa yang engkau sukai." Maka Sa'd radhiyallaahu ‘anhu bertanya, "Apakah hukumku pasti dilaksanakan terhadap mereka?" Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, "Ya." Sa'd bertanya, "Juga terhadap orang yang ada di dalam kemah ini?" Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, "Ya." Sa'd bertanya, "Juga terhadap orang yang ada di sana?" Seraya menunjuk ke arah yang di tempat itu terdapat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, sedangkan ia memalingkan wajahnya dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam sebagai ungkapan rasa hormatnya kepada beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam.
Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, "Ya." Sa'd berkata, "Sesungguhnya aku memutuskan, sebaiknya para prajurit mereka dihukum mati dan anak-anak serta kaum wanita mereka ditawan, begitu pula harta benda milik mereka." Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya engkau telah memutuskan hukum dengan hukum Allah subhaanahu wa ta’aalaa dari atas tujuh lapis langit. Menurut riwayat yang lain disebutkan: Sesungguhnya engkau telah memutuskan hukum dengan hukum seorang raja. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memerintahkan agar dibuatkan parit yang cukup dalam, lalu mereka (para tawanan perang) didatangkan dalam keadaan tangan terikat, selanjutnya mereka dihukum pancung.
Jumlah mereka kurang lebih antara tujuh sampai delapan ratus orang, sedangkan mereka yang bulu kemaluannya masih belum tumbuh menjadi tawanan bersama kaum wanita, juga semua harta mereka. Kisah ini diterangkan dengan rinci berikut dalil-dalil yang terkandung di dalamnya dan hadis-hadisnya di dalam Kitabus Sirah, yang kami tulis secara terpisah. Karena itulah Allah subhaanahu wa ta’aalaa berfirman: Dan Dia menurunkan orang-orang Ahli Kitab (Bani Quraizah) yang membantu golongan-golongan yang bersekutu. (Al-Ahzab: 26) Mereka terdiri dari beberapa golongan dan kabilah yang saling membantu dalam memerangi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam Yang dimaksud dengan Ahli Kitab adalah Yahudi Bani Quraizah keturunan salah seorang cucu Bani Israil.
Bapak moyang mereka di masa lalu bermukim di tanah Hijaz dengan tujuan akan mengikuti Nabi yang ummi yang namanya telah tertulis di dalam kitab Taurat dan Injil yang ada pada mereka. maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. (Al-Baqarah: 89) Semoga laknat Allah ditimpakan kepada mereka. Firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: dari benteng-benteng mereka. (Al-Ahzab: 26) Yakni dari benteng-benteng tempat perlindungan mereka.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Ata, Qatadah, As-Suddi, dan lain-lainnya dari kalangan ulama Salaf. Dan berasal dari akar kata ini (shayash) tanduk sapi dinamakan, karena tanduk merupakan bagian dan anggotanya yang paling atas. dan Dia memasukkan rasa takut ke dalam hati mereka. (Al-Ahzab: 26) Maksudnya, rasa gentar; karena mereka bersekutu dengan kaum musyrik untuk memerangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam Allah Yang Mahatahu tidaklah seperti orang yang tidak tahu. Mereka menakut-nakuti (meneror) kaum muslim dan berniat akan membunuh mereka dengan tujuan agar mereka beroleh kejayaan di dunia, tetapi kenyataannya berbalik dan menjadi senjata makan tuan.
Perang justru berbalik menyerang mereka; orang-orang musyrik mundur dan menerima kekalahan dan kerugian yang mengecewakan. Pada mulanya mereka berniat meraih kejayaan, tetapi justru sebaliknya mereka menjadi hina. Mereka juga berniat akan membasmi kaum muslim, tetapi justru mereka sendirilah yang terbasmi. Selain itu kecelakaan di negeri akhirat pasti menimpa mereka, sehingga secara keseluruhan mereka benar-benar mengalami transaksi yang merugikan.
Disebutkan oleh firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: Sebagian mereka kamu bunuh dan sebagian yang lain kamu tawan. (Al-Ahzab: 26) Orang-orang yang dibunuh oleh kaum muslim adalah mereka yang ikut perang, sedangkan anak-anak dan kaum wanita dijadikan tawanan perang. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnu Basyir, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Umair, dari Atiyyah Al-Qurazi yang menceritakan bahwa seusai perang dengan Bani Quraizah ia dihadapkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam (untuk dieksekusi). Tetapi mereka (kaum muslim) meragukan tentang kedewasaannya. Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kepada mereka untuk memeriksa apakah ia telah tumbuh rambut kemaluannya ataukah belum? Lalu mereka memeriksanya, ternyata mereka melihat dirinya masih belum berambut kemaluan.
Akhirnya ia dilepaskan dan digabungkan bersama tawanan lainnya. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ahlus Sunan, semuanya melalui berbagai jalur dari Abdul Malik ibnu Umair dengan sanad yang sama. Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih. Imam An-Nasai telah meriwayatkannya pula melalui hadis Ibnu Juraij, dari Ibnu Abi Nujaih, dari Mujahid, dari Atiyyah dengan lafal yang semisal.
Ayat 27
Firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: Dan Dia mewariskan kepada kamu tanah-tanah, rumah-rumah, dan harta benda mereka. (Al-Ahzab: 27) Yakni Dia menjadikannya untuk kalian setelah kalian menghukum mati mereka. dan (begitu pula) tanah yang belum kamu injak. (Al-Ahzab: 27) Menurut suatu pendapat, tanah tersebut adalah Khaibar. Pendapat yang lain mengatakan Mekah, menurut apa yang telah diriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam. Menurut pendapat yang lainnya lagi adalah negeri Peris dan Romawi. Ibnu Jarir mengatakan bahwa dapat pula kesemuanya itu termasuk ke dalam takwil ayat ini.
Dan adalah Allah Mahakuasa terhadap segala sesuatu. (Al-Ahzab: 27) Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amr, dari ayahnya, dari kakeknya Alqamah ibnu Waqqas yang mengatakan bahwa Siti Aisyah pernah menceritakan kepadanya hadis berikut: Pada hari Perang Khandaq aku keluar mengikuti jejak pasukan kaum muslim, dan aku mendengar suara derap langkah di belakangku.
Ternyata suara itu berasal dari Sa'd ibnu Mu’adz radhiyallaahu ‘anhu bersama anak saudaranya yang bernama Al-Haris ibnu Aus yang membawa tameng. Lalu aku duduk di tanah, dan Sa'd melewatiku. Dia mengenakan baju besi yang kelihatannya agak pendek sehingga bagian lengannya terbuka, dan aku mengkhawatirkan bagian lengannya yang terbuka itu. Sa'd adalah seorang yang memiliki perawakan besar lagi tinggi; dia maju dengan mendendangkan syair berikut: Andaikata sedikit unta yang dipakai dalam perang ini, alangkah baiknya kematian itu (sekarang) bila ajal telah tiba.
Maka aku bangkit dan memasuki sebuah kebun. Ternyata di dalam kebun itu terdapat sejumlah pasukan kaum muslim, antara lain Umar ibnul Khattab radhiyallaahu ‘anhu dan seorang lelaki yang memakai topi besi. Umar bertanya, "Mengapa engkau datang kemari. Demi usiaku, demi Allah, sesungguhnya engkau benar-benar wanita pemberani? Lalu apakah yang dapat menjamin keselamatanmu bila terjadi kekalahan atau terpukul mundur?" Umar radhiyallaahu ‘anhu terus mencelaku sehingga aku berharap seandainya saja bumi ini terbelah saat itu, lalu aku terjerumus ke dalamnya. Maka lelaki yang bertopi besi itu membuka topi besinya, ternyata dia adalah Talhah ibnu Ubaidillah radhiyallaahu ‘anhu LaluTalhah berkata, "Hai Umar, celakalah engkau, sesungguhnya engkau sejak tadi banyak mencela, ke mana lagikah lari itu selain kepada Allah?" Kemudian Sa'd terkena anak panah yang dilemparkan oleh seorang lelaki dari kaum Quraisy yang dikenal dengan nama Ibnul Arqah.
Panah itu dibidikkan oleh Ibnul Arqah kepada Sa'd seraya berkata, "Terimalah ini, aku adalah Ibnul Arqah," dan anak panah itu mengenai urat nadi lengannya hingga putus. Lalu Sa'd berdoa kepada Allah subhaanahu wa ta’aalaa, "Ya Allah, janganlah Engkau matikan aku sebelum hatiku puas dengan melakukan pembalasan terhadap Bani Quraizah." Orang-orang Bani Quraizah adalah teman sepakta dan sekutu Sa'd di masa Jahiliah.
Maka luka Sa'd kering dan darah tidak mengucur lagi. Allah mengirimkan angin kepada kaum musyrik dan menghindarkan kaum mukmin dari peperangan; dan adalah Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa. Abu Sufyan bersama para pengikutnya kabur ke Tihamah, dan Uyaynah ibnu Badr beserta para pengikutnya kabur ke Najd, sedangkan Bani Quraizah kembali ke benteng mereka dan berlindung di baliknya.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kembali ke Madinah dan memerintahkan agar dibuatkan kemah kecil dari kulit di masjid buat merawat Sa'd yang terluka. Jibril ‘alaihissalaam datang menemui Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan wajah Jibril masih dipenuhi dengan debu, lalu ia berkata, "Apakah engkau letakkan senjatamu? Tidak, demi Allah, para malaikat masih belum meletakkan senjatanya. Sekarang keluarlah kamu menuju tempat Bani Quraizah dan perangilah mereka. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam segera memakai baju besinya, lalu menyerukan kepada kaum muslim untuk berangkat menuju ke Bani Quraizah. Beliau melewati tempat Bani Tamim yang letaknya bersebelahan dengan masjid, lalu beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam bertanya, "Siapakah yang tadi lewat kepada kalian?" Mereka menjawab, "Yang barusan lewat kepada kami adalah Dihyah Al-Kalbi." Dihyah Al-Kalbi memiliki jenggot, dan wajahnya mirip dengan jelmaan Malaikat Jibril ‘alaihissalaam bila menyerupai manusia. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam datang ke tempat Bani Quraizah dan mengepung benteng mereka selama dua puluh lima hari. Setelah pengepungan berlangsung cukup lama, Bani Quraizah mengalami kesulitan yang berat.
Lalu diserukan kepada mereka, "Turunlah kalian dan menyerahlah di bawah keputusan hukum Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam" Bani Quraizah meminta saran kepada Abu Lubabah ibnu Abdul Munzir, lalu Abu Lubabah menjawab mereka dengan isyarat yang menunjukkan arti potong leher. Akhirnya Bani Quraizah berkata, "Kami mau turun dengan syarat menyerah di bawah hukum Sa'd ibnu Mu’adz." Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Turunlah kalian di bawah keputusan hukum Sa'd ibnu Mu’adz!" Lalu mereka turun dari bentengnya dan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mengirimkan utusan untuk memanggil Sa'd ibnu Mu’adz radhiyallaahu ‘anhu Sa'd radhiyallaahu ‘anhu yang dalam keadaan terluka didatangkan dengan mengendarai keledai yang ada pelananya dibuatkan penopang untuk sandarannya. Lalu kaum Sa'd mengelilinginya seraya berkata, "Hai Abu Amr, mereka adalah teman sepaktamu, mawalimu, serta kaum Ahli Kitab, dan terdiri dari orang-orang yang telah kamu kenal." Sa'd tidak menjawab sepatah kata pun kepada mereka dan tidak menoleh kepada mereka.
Setelah berada di dekat benteng Bani Quraizah barulah ia menoleh ke arah kaumnya dan berkata, "Kini telah tiba masanya bagiku untuk tidak mengindahkan celaan orang yang mencela demi membela agama Allah." Siti Aisyah melanjutkan kisahnya, bahwa Abu Sa'id mengatakan bahwa setelah Sa'd muncul Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: Berdirilah kalian untuk menghormati pemimpin kalian dan turunkanlah dia. Umar radhiyallaahu ‘anhu memprotes, "Pemimpin kami adalah Allah." Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Turunkanlah dia!" Lalu mereka menurunkannya, dan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Putuskanlah mereka dengan hukummu." Sa'd berkata, "Sesungguhnya aku menghukum mereka dengan suatu keputusan bahwa hendaknya engkau bunuh para prajuritnya, engkau tawan kaum wanitanya, dan engkau jarah semua harta bendanya." Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallammenjawab: Sesungguhnya engkau telah menghukumi mereka dengan hukum Allah dan hukum Rasul-Nya.
Kemudian Sa'd radhiyallaahu ‘anhu berdoa, "Ya Allah, jika Engkau masih menyisakan suatu peperangan buat Nabi-Mu dengan orang-orang Quraisy, maka biarkanlah aku tetap hidup untuk menghadapinya. Dan jika Engkau telah menghentikan peperangan antara Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan mereka, maka cabutlah nyawaku untuk menghadap kepada-Mu." Abu Sa'id melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu luka Sa'd kembali mengalami perdarahan, padahal sebelumnya telah sembuh, kecuali hanya sebagian kecil darinya sebesar bisul. Lalu Sa'd dikembalikan ke kemah perawatannya yang khusus dibuat oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam untuknya. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar, dan Umar datang menjenguknya yang sedang menghadapi ajalnya. Siti Aisyah radhiyallaahu ‘anhu mengatakan, "Demi Tuhan yang jiwa Muhammad berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya aku benar-benar dapat membedakan antara tangisan Abu Bakar dan tangisan Umar radhiyallaahu ‘anhu yang pada saat itu aku berada di dalam kamarku. Mereka (para sahabat) saling mengasihi di antara sesamanya sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya: kasih sayang di antara sesama mereka. (Al-Fat-h: 29) Alqamah bertanya, "Wahai ibu (maksudnya Siti Aisyah Ummul Mu-minin), apakah yang dilakukan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam saat itu?" Siti Aisyah radhiyallaahu ‘anhu menjawab, "Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tidak pernah menangis karena kematian seseorang. Tetapi apabila beliau merasa sedih, sesungguhnya yang beliau lakukan hanyalah memegang jenggotnya." Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim telah meriwayatkannya melalui hadis Abdullah Ibnu Namir, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Siti Aisyah radhiyallaahu ‘anhu dengan lafal yang semisal, tetapi lebih ringkas daripada hadis di atas; di dalam riwayat ini disebutkan bahwa Sa'd berdoa.
Berkat pertolongan Allah pada Perang Khandak itu Dia mewariskan kepadamu tanah-tanah, rumah-rumah, dan harta benda mereka, dan begitu pula tanah yang belum kamu injak, yaitu tanah-tanah baru yang akan dimasuki oleh tentara mukmin. Dan Allah Mahakuasa terhadap segala sesuatu. -.
Ayat ini menerangkan bahwa harta benda Bani Quraidhah yang dijatuhi hukuman mati itu telah diberikan Allah kepada kaum Muslimin, termasuk segala kebun, rumah, dan binatang ternak yang mereka miliki. Bahkan dalam ayat ini, Allah menjanjikan kepada kaum Muslimin bahwa Dia akan mewariskan tanah-tanah yang lain, yang waktu itu belum dimasuki oleh tentara Islam, tetapi pasti akan mereka masuki dan mereka taklukkan.
Pada akhir ayat ini, Allah menerangkan bahwa Dia berkuasa memberikan semuanya kepada kaum Muslimin untuk menolong mereka dalam melaksanakan agama-Nya dan untuk memperluas Islam itu sendiri. Hal itu adalah ketentuan yang pasti terlaksana.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 21
“Sesungguhnya adalah bagi kamu pada Rasulullah itu teladan yang baik."
Memang ada orang yang bergoncang pikirannya, berpenyakit jiwanya, pengecut, munafik, tidak berani bertanggung jawab, bersedia-sedia hendak lari jadi Badwi kembali ke dusun-dusun, tenggelam dalam ketakutan melihat dari jauh betapa besar jumlah musuh yang akan menyerbu. Tetapi masih ada lagi orang-orang yang mempunyai pendirian tetap, yang tidak putus harapan, tidak kehilangan akal. Sebab mereka melihat sikap dan tingkah laku pemimpin besar mereka sendiri, Rasulullah ﷺ.
Mulai saja beliau menerima berita tentang maksud musuh yang besar bilangannya itu, beliau terus bersiap mencari akal buat bertahan mati-matian, jangan sampai musuh sebanyak itu menyerbu ke dalam kota. Karena jika maksud mereka menyerbu Madinah berhasil, hancurlah Islam dalam kandangnya sendiri. Dia dengar nasihat dari Salman al-Farisi agar di tempat yang musuh bisa menerobos dibuat khandaq atau parit pertahanan. Nasihat Salman itu segera beliau laksanakan. Beliau sendiri yang memimpin menggali parit bersama-sama dengan sahabat-sahabat yang banyak itu, meneladan sifat Allah ‘Aziz yang disertai Hakim, Perkasa disertai Bijaksana.
Dalam Peperangan Khandaq itu semua bekerja keras siang malam. Mulanya bekerja menggali parit, sesudah itu berjaga siang dan malam. Besar dan kecil, tua dan muda. Kanak-kanak dan perempuan-perempuan dipelihara dalam benteng dan dikawal. Zaid bin Tsabit, yang kemudian terkenal sebagai salah seorang yang dititahkan oleh Khalifah Rasulullah Abu Bakar ash-Shiddiq mengumpulkan Al-Qur'an dalam satu mushaf dan masih sangat muda, turut pula bekerja keras, menggali tanah, memikul pasir, dan memecahkan batu. Rasulullah pernah mengatakan,
“Adapun dia itu sesungguhnya adalah anak baik."
Rupanya oleh karena sangat lelah bekerja dan berjaga, dan hari sangat dingin, dia masuk ke dalam parit itu sampai di sana dia tertidur dan senjatanya terlepas dari tangannya. Datang seorang pemuda lain bernama Ammarah bin Hazem, diambilnya senjata yang telah terjatuh itu dan disimpannya. Setelah dia terbangun dari tidurnya dilihatnya senjatanya tak ada lagi. Dia pucat terkejut dan cemas. Maka tibalah Rasulullah di tempat itu. Setelah beliau lihat Zaid baru terbangun dari tidurnya, berkatalah beliau, “Hai Abaa Fuqaad! (Hai Pak Penidur), engkau tertidur dan senjatamu terbang!" Tetapi wajah beliau tidak membayangkan marah sedikit juga sehingga Zaid bertambah takut disertai malu. Lalu beliau melihat keliling dan berkata pula, “Siapa yang menolong menyimpan senjatanya?" Ammarah menjawab, “Saya yang menyimpannya, ya Rasulullah." Lalu beliau suruh segera kembalikan senjata Zaid dan beliau bernasihat pula kepada Ammarah didengar oleh yang lain, “Saya dibuat seorang Muslim jadi cemas dengan menyembunyikan senjatanya sebagai senda gurau."
Suasana memimpin yang seperti itu adalah teladan yang baik kepada panglima perang yang menyerahkan tentaranya ke medan pertempuran. Beliau tahu benar bahwa Zaid itu anak baik. Tertidur karena sudah sangat lelah, bukanlah hal yang dapat dilawannya. Sambil bergurau saja beliau menegur, namun kesannya kepada Zaid besar sekali.
Lanjutan ayat ialah,
“Bagi barangsiapa yang mengharapkan Allah dan Hari Kemudian!"
Yaitu sesudah di pangkal ayat dikatakan, bahwa pada diri Rasulullah itu sendiri ada hal yang akan dapat dijadikan contoh teladan bagi kamu. Yaitu bagi kamu yang beriman. Semata-mata menyebut iman saja tidaklah cukup. Iman mesti disertai pengharapan, yaitu bahwa inti dari iman itu sendiri. Inti iman ialah harapan. Harapan akan ridha Allah dan harapan akan kebahagiaan di hari akhirat. Kalau tidak ingat akan yang dua itu, atau kalau hidup tidak mempunyai harapan, iman tidak ada artinya. Maka untuk memelihara iman dan harapan hendaklah banyak mengingat Allah ﷻ Sebab itu maka di ujung ayat dikatakan,
“Dan yang banyak ingat kepada Allah."
Ini diperingatkan di akhir ayat. Sebab barang yang mudah mengatakan mengikut teladan Rasul dan barang yang mudah mengatakan beriman. Tetapi adalah meminta latihan batin yang dalam sekali untuk dapat menjalankannya. Seumpama orang yang mengambil alasan menuruti Sunnah Rasul yang membolehkan orang beristri lebih dari satu sampai berempat, tetapi jarang orang yang mengikuti ujung ayat, yaitu meneladan Rasul di dalam berlaku adil kepada istri-istri.
Atau umumnya orang yang mengakui umat Muhammad tetapi tidak mau mengerjakan peraturan yang disampaikan oleh Nabi Muhammad ﷺ.
Maka bertambah besar harapan kita kepada Allah ﷻ dan keyakinan kita akan Hari Kemudian dan bertambah banyak kita mengingat dan menyebut Allah bertambah ringanlah bagi kita meneladan Rasul ﷺ.
Ayat 22
“Dan (ingatlah) tatkala orang-orang yang beriman melihat golongan-golongan bersekutu itu, mereka berkata, ‘Inilah dia yang dijanjikan kepada kami oleh Allah dan Rasul-Nya."
Maka apabila orang-orang yang beriman melihat musuh itu begitu banyaknya dan begitu pula jahat maksud mereka, tidaklah mereka takut. Hati mereka berkata, “Inilah tanda bahwa kemenangan telah dekat, dan kita tidak akan sampai kepada kemenangan itu kalau hal seperti ini belum pernah kita alami." Lantaran itu mereka yakin dan tidak ada ragu-ragu lagi, sampai berkata, “Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya."
Karena keyakinan yang demikian tidaklah mereka takut lagi menempuh apa jua pun yang akan terjadi, hatta mati pun mereka mau menempuhnya. Apalah artinya nyawa sendiri, kalau kematian itu sudah nyata akan membawa kemenangan yang gilang-gemilang bagi agama dan aqidah yang mereka peluk. Lantaran kepadatan hati menghadapi segala kemungkinan itu, disebutkanlah keadaan mereka di ujung ayat,
“Dan tidaklah hal ini menambah kepada mereka melainkan iman dan penyerahan."
Ujung ayat ini hendaklah diperhatikan betul-betul. Yaitu setelah melihat musuh telah membuat persekutuan besar karena hendak menghancurkan Islam, mereka yakin akan janji Allah dan Rasul, bahwa inilah pintu kepada kemenangan. Seakan-akan kemenangan itu telah berdiri di hadapan mata mereka, sebab itu iman dan penyerahan mereka kepada Allah ﷻ bertambah kuat dan teguh pula. Artinya bukanlah mereka lalai dan tengah, bukan pula berdiam diri karena telah yakin bahwa mereka akan menang juga. Karena kemenangan yang dijanjikan itu masih juga bergantung kepada taslim, yaitu menyerah bulat kepada kehendak Allah dan Rasul, biar mati lumat di hadapan musuh. Maka -bukanlah mereka berpangku tangan jadinya, bermalas-malas karena janji Allah ﷻ pasti terjadi, yaitu kemenangan. Kelakuan yang demikian tidaklah sesuai dengan orang yang beriman.
Ayat 23
“Setengah dari orang-orang yang beriman itu, adalah beberapa laki-laki yang dengan jujur memenuhi apa yang telah mereka janjikan kepada Allah atasnya."
Allah ﷻ mengatakan bahwa di antara orang-orang yang beriman itu ada beberapa laki-laki, dipenuhinya janjinya yang telah diikatnya dengan Allah ﷻ menghadapi suatu amal perbuatan. Karena Mukmin itu selalu ingat akan Allah SWT, tidak pernah melupakan Allah, maka tidak pulalah dia lupa akan janjinya. Bandingkanlah dengan seorang budiman yang berutang uang kepada seorang yang sudi mengutangi. Selama utang itu belum terbayar, sukarlah dia buat melupakan. Tiap teringat kebaikan budi orang itu, pasti dia teringat akan utangnya yang belum dibayarnya itu.
“Maka setengah dari mereka telah selesai tugasnya." Selesai tugasnya, atau sampai cita-citanya, terkabul apa yang diingininya, yaitu utang kepada Allah ﷻ terbayar dan janji terpenuhi, dan dia pun mati. Hatinya senang menempuh kematian itu. Dia merasa beban yang berat telah diletakkan. Atau pendakian yang amat tinggi dan curam telah selesai terlampaui. “Dan setengah dari mereka menunggu." Artinya menunggu di sini ialah bersedia pula menghadapi maut, menunggu ajal. Rela menantikan panggilan itu, karena merasa diri belum pernah mungkir akan janji dengan Allah SWT, walau nyawa akan melayang dari badan.
“Dan tidaklah mereka mengubah-ubah, perubahan apa pun."
Tidak mereka akan berganjak dari pendirian, tidak dapat dibujuk dengan berbagai macam bujukan atau dirayu dengan rayuan apa pun. “Selangkah tidak surut, setapak tidak kembali. Esa hilang dua terbilang."
Ayat 24
Supaya menggajarilah Allah terhadap orang-orang yang benar karena kebenarannya."
Atau “orang-orang yang jujur karena kejujuran mereka."
Di ayat ini dijelaskanlah bahwasanya orang berbuat jujur, memang karena timbul dari dasar jiwanya yang memang jujur, pastilah akan mendapat ganjaran yang mulia di sisi Allah ﷻ “Dan akan diadzab-Nya orang-orang yang munafik itu jika Dia kehendaki."
Di sini kita pun mendapat lagi dua rahasia ayat. Rahasia pertama ialah orang yang berbuat jujur karena timbul dari lubuk jiwa yang memang jujur, pasti akan mendapat ganjaran yang mulia di sisi Allah ﷻ Berbuat jujur karena orangnya memang jujur jauh berbeda dengan orang yang dipaksa oleh keadaan berbuat jujur, padahal dalam lubuk hatinya kejujuran itu tidak ada.
Rahasia yang kedua ialah “dan akan diadzab-Nya orang-orang yang munafik itu jika Dia kehendaki." Suku ayat ini pun sejalan dengan yang sebelumnya. Mentang-mentang orang berbuat perbuatan munafik, tidaklah langsung saja Allah ﷻ terus mengadzab-nya.
Tidak mustahil mereka menyesal, lalu beriman sesudah munafik, atau beramal saleh sesudah fasik dan durhaka, sedang sifat Allah ﷻ yang disebut rahmat dapat mengalahkan sifat-Nya yang bernama ghadhab atau murka. Sebab itu di ujung ayat dijelaskan sifat Allah ﷻ itu,
“Atau diberi-Nya tobat atas mereka. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pemberi Ampun, Maha Penyayang."
Ayat 25
“Dan Allah usir kembali orang-orang yang kafir itu dengan sakit hati."
Niscaya sakitlah hati mereka karena kegagalan itu. Sudah lebih dan 10.000 orang datang hendak menyerbu. Disangka semula akan mudah berhasil, rupanya gagal sama sekali. Sesama sekutu pecah pula sebelum maksud tercapai
“Dan Allah menghindarkan peperangan dari orang-orang yang beriman." Karena parit (khandaq) telah mempertahankan mereka dan angin puyuh yang hebat telah mengusir kembali musuh-musuh mereka. Sehingga orang-orang yang beriman itu tidak sampai berperang,
“Dan Allah adalah Mahakuat, Mahaperkasa."
Dan sejak itu pula mulailah pamor Quraisy menurun. Kalau selama ini mereka yang selalu menyerang, dan kaum Muslimin bertahan, maka mulai waktu itu merekalah yang bertahan dan Islamlah yang menyerang. Waktu itulah dengan tegas Rasulullah ﷺ bersabda,
“Sejak kini kitalah yang mulai menyerang mereka, dan mereka tidak akan menyerang kita lagi." (HR Bukhari)
Kejadian ini bulan Syawwal tahun kelima. Tahun kedelapan jatuhlah Mekah ke tangan Muslimin.
Ayat 26
“Dan Dia menurunkan orang-orang yang membantu mereka."
Yaitu bahwa Allah ﷻ jualah yang menentukan, bahwa orang-orang atau kaum yang membantu kaum Quraisy dan Ghathafan yang hendak menghancurkan pertahanan Islam itu, “Dari Ahlui Kitab itu." Yaitu Bani Quraizhah “dari benteng-benteng mereka". Sesudah mereka bertahan selama 25 hari, akhirnya terpaksa mereka turun juga ke bawah.
Akhirnya setelah genap 25 hari belum juga menyerah, kaum Muslimin memutuskan menyerbu ke dalam benteng itu. Ali bin Abi Thalib pemangku bendera atau petaka perang berseru, Seluruh brigade iman, marilah maju. Saya sendiri ingin hendak merasakan apa yang pernah dirasakan oleh pamanku Hamzah bin Abdul Muthalib, mati hancur badan saya, atau saya kuasai benteng ini seluruhnya. Maju! Maka berlompatanlah brigade iman itu, di dalamnya termasuk pahlawan besar Zubair bin Awwam.
Tetapi Bani Quraizhah yang telah ketakutan itu minta tangguh, lalu berseru, “Ya Muhammad! Kami tunduk kepada keputusan Sa'ad bin Mu'az. Apa yang dia putuskan kami terima."
Ketundukan yang telah mereka nyatakan itu, menyebabkan serbuan besar-besaran tidak jadi. Sa'ad bin Mu'az lekas dijemput, sebagaimana yang telah diterangkan di atas. Maka tersebutlah di ujung ayat, “Sebagian kamu bunuh mereka" yaitu sekalian orang dewasa yang telah mengatur pengkhianatan ini dan jelas bertahan seketika benteng mereka dikepung,
“Dan kamu tawan yang sebagian lagi".
Yang ditawan ialah perempuan-perempuan dan kanak-kanak yang belum tumbuh bulu di mukanya. Yang masih terhitung kanak-kanak.
Ayat 27
“Dan telah Kami wariskan kepada kamu tanah mereka."
Segala ladang, segala kebun kurma, segala bekas tempat tinggal mereka, “Dan harta benda mereka, “ kekayaan banyak yang telah mereka kumpulkan berpuluh tahun, semuanya menjadi harta kekayaan kaum Muslimin. Dan tanah yang belum kamu injak."
Menurut riwayat yang disampaikan oleh Imam Malik dari Zaid bin Aslam, tanah yang kami injak itu ialah Khaibar. Tetapi ada lagi riwayat, ialah Mekah.
Ada pula riwayat mengatakan bahwa yang dimaksud ialah Parsi dan Rum. Ibnu Jurair mengatakan mungkin semuanyalah yang dimaksud.
Tetapi kita lebih berat kepada Khaibar. Sebab Khaibar adalah pertahanan terakhir dan Yahudi di Tanah Arab di waktu itu. Setelah ketiga kabilah Bani Qainuqa, Bani Nadhir, dan
Kita tidak condong kepada tafsiran yang mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan tanah yang belum kamu injak itu ialah Mekah. Sebab Mekah sudah diinjak oleh kaum Muhajirin sebelum mereka hijrah ke Madinah dan telah diinjak oleh kaum Muhajirin dan Anshar pada waktu Umratul Qadha. Maka yang lebih cocok ialah Khaibar, sebab di sana benteng Yahudi terakhir.
“Dan adalah Allah itu terhadap segala sesuatu Mahakuasa."