Ayat
Terjemahan Per Kata
وَرَدَّ
dan menolak/menghalau
ٱللَّهُ
Allah
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَفَرُواْ
kafir/ingkar
بِغَيۡظِهِمۡ
dengan kemarahan/kejengkelan mereka
لَمۡ
tidak
يَنَالُواْ
mereka memperoleh
خَيۡرٗاۚ
kebaikan
وَكَفَى
dan cukuplah
ٱللَّهُ
Allah
ٱلۡمُؤۡمِنِينَ
orang-orang mukmin
ٱلۡقِتَالَۚ
peperangan
وَكَانَ
dan adalah
ٱللَّهُ
Allah
قَوِيًّا
Maha Kuat
عَزِيزٗا
Maha Perkasa
وَرَدَّ
dan menolak/menghalau
ٱللَّهُ
Allah
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَفَرُواْ
kafir/ingkar
بِغَيۡظِهِمۡ
dengan kemarahan/kejengkelan mereka
لَمۡ
tidak
يَنَالُواْ
mereka memperoleh
خَيۡرٗاۚ
kebaikan
وَكَفَى
dan cukuplah
ٱللَّهُ
Allah
ٱلۡمُؤۡمِنِينَ
orang-orang mukmin
ٱلۡقِتَالَۚ
peperangan
وَكَانَ
dan adalah
ٱللَّهُ
Allah
قَوِيًّا
Maha Kuat
عَزِيزٗا
Maha Perkasa
Terjemahan
Allah menghalau orang-orang kafir itu dalam keadaan hati mereka penuh kejengkelan. Mereka tidak memperoleh keuntungan apa pun. Cukuplah Allah (yang menghindarkan) orang-orang mukmin dari peperangan. Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa.
Tafsir
(Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu) yakni golongan-golongan yang bersekutu itu (yang keadaan mereka penuh kejengkelan, lagi mereka tidak memperoleh keuntungan apa pun) maksudnya tidak memperoleh kemenangan atas orang-orang Mukmin. (Dan Allah menghindarkan orang-orang Mukmin dari peperangan) dengan mengirimkan angin besar dan para malaikat kepada golongan-golongan yang bersekutu. (Dan adalah Allah Maha Kuat) untuk mewujudkan apa yang dikehendaki-Nya (lagi Maha Perkasa) Maha Menang atas semua perkara-Nya.
Tafsir Surat Al-Ahzab: 25
Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang keadaan mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh keuntungan apa pun. Dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan. Dan adalah Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa. (Al-Ahzab: 25)
Ayat 25
Allah subhaanahu wa ta’aalaa berfirman, menceritakan perihal golongan-golongan yang bersekutu itu, ketika Dia mengusir mereka dari Madinah melalui angin topan dan bala tentara-Nya yang Dia kirimkan untuk mengusir mereka. Dan seandainya Allah tidak menjadikan Rasul-Nya sebagai pembawa rahmat buat semesta alam, niscaya angin topan yang dikirimkan kepada golongan-golongan yang bersekutu itu akan lebih keras daripada angin topan yang pernah Dia kirimkan untuk mengazab kaum Ad.
Akan tetapi, Allah telah berfirman: Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedangkan kamu berada di antara mereka. (Al-Anfal: 33) Maka ditimpakan kepada mereka angin topan yang mencerai-beraikan persatuan mereka, sebagaimana penyebab terhimpunnya mereka karena hawa nafsunya; mereka terdiri dari berbagai kabilah dan beberapa golongan serta aliran. Maka sangatlah sesuai bila Allah menimpakan kepada mereka hawa (angin topan) yang memporak-porandakan persatuan mereka dan memulangkan mereka dalam keadaan kecewa, merugi, dan penuh dengan kejengkelan.
Mereka tidak memperoleh suatu kebaikan pun, baik di dunia ini yang didambakan oleh mereka (yaitu kemenangan dan ganimah); tidak pula di akhirat, karena mereka akan membawa dosa-dosa mereka disebabkan berani menentang Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dengan cara memusuhinya, nekad untuk membunuhnya, dan membasmi bala tentara yang membantunya. Barang siapa yang berniat akan melakukan sesuatu, lalu apa yang diniatkannya itu benar-benar direalisasikannya dalam bentuk perbuatan, maka pada hakikatnya kedudukannya sama dengan orang yang melakukannya. Firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: Dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan. (Al-Ahzab: 25) Yakni kaum muslim tidak perlu perang tanding dan kontak senjata dengan-golongan-golongan yang bersekutu itu untuk mengusir mereka dari Madinah, tetapi Allah sendirilah yang menolong hamba-Nya, dan memenangkan bala tentara-Nya.
Karena itulah maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam selalu mengucapkan: Tidak ada Tuhan selain Allah semata, Dia telah membenarkan janji-Nya, menolong hamba-Nya, memenangkan bala tentara-Nya, dan mengalahkan golongan-golongan yang bersekutu sendirian, maka tiada bahaya lagi sesudahnya. Diketengahkan oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim melalui hadis Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui hadis Ismail ibnu Abu Khalid, dari Abdullah ibnu Abu Aufa radhiyallaahu ‘anhu yang menceritakan bahwa dalam Perang Ahzab Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam berdoa: Ya Allah, Yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur'an), Mahacepat perhitungan-Nya, kalahkanlah golongan-golongan yang bersekutu itu. Ya Allah, kalahkanlah mereka dan porak-porandakanlah mereka.
Sehubungan dengan firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: Dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan. (Al-Ahzab: 25) Ayat ini mengandung isyarat yang menunjukkan tidak adanya lagi peperangan di antara kaum muslim dan kabilah Quraisy. Dan memang demikianlah kejadian sesudahnya, kaum musyrik tidak lagi menyerang kaum muslim, bahkan sebaliknya kaum muslimlah yang menyerang mereka di negeri mereka (Mekah).
Muhammad ibnnu Ishaq mengatakan bahwa setelah pasukan kaum musyrik yang ikut dalam Perang Khandaq pergi dari Madinah, maka menurut berita yang sampai kepada kami, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: Kaum Quraisy tidak akan lagi menyerang kalian sesudah tahun ini, tetapi kalianlah yang akan balas menyerang mereka. Ternyata setelah itu orang-orang Quraisy tidak menyerang mereka, dan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam sendirilah yang menyerang mereka sesudah tahun itu hingga Allah menaklukkan kota Mekah di tangannya. Hadis yang diriwayatkan oleh Muhammad ibnu Ishaq ini berpredikat sahih.
Persis seperti apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Yahya, dari Sufyan, telah menceritakan kepadaku Abu Ishaq; ia pernah mendengar Sulaiman ibnu Surad radhiyallaahu ‘anhu mengatakan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dalam Perang Ahzab pernah bersabda: Sekarang kitalah yang akan menyerang mereka, dan mereka tidak akan menyerang kita. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari di dalam kitab sahihnya melalui hadis Ats-Tsauri dan Israil melalui Abu Ishaq dengan sanad yang sama. Firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: Dan adalah Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa. (Al-Ahzab: 25) Yakni dengan usaha dan kekuatan-Nya Dia mengembalikan golongan yang bersekutu itu ke negeri mereka dalam keadaan kecewa, tidak meraih suatu kebaikan pun.
Dan Allah memenangkan Islam dan para pemeluknya; Dia membenarkan janji-Nya, menolong Rasul dan hamba-Nya, segala puji bagi Allah yang telah mengaruniakan semua karunia itu.
Dan pada akhir Perang Khandak Allah menghalau orang-orang kafir itu dengan mengirim angin kencang yang membuat keadaan mereka penuh kejengkelan karena menderita kekalahan tanpa peperangan dan mereka juga tidak memperoleh keuntungan apa pun, baik ganimah maupun tawanan perang. Dengan demikian, cukuplah Allah yang menolong menghindarkan orang-orang mukmin dalam peperangan karena musuh mereka hancur tersapu angin kencang. Dan Allah Mahakuat, Mahaperkasa; tidak ada yang mampu mengalahkan dan melemahkan-Nya. 26. Setelah kelompok yang bersekutu itu kocar-kacir, Allah memerin-tahkan Rasulullah menghalau Bani Quraizah dari benteng mereka. Dan Dia menurunkan orang-orang Ahli Kitab, yakni Bani Quraizah, yang membantu mereka, yaitu golongan yang bersekutu, dari benteng-benteng mereka, dan Dia memasukkan rasa takut ke dalam hati mereka. Sebagian mereka, yaitu kaum laki-laki yang ikut berperang, kamu bunuh dan sebagian yang lain, yaitu perempuan dan anak-anak, kamu tawan.
Pada ayat ini, kembali Allah menerangkan tentang nikmat besar yang telah dilimpahkan-Nya kepada kaum Muslimin di Perang Ahzab, sehingga mereka lepas dari bahaya kehancuran. Nikmat itu ialah Allah telah mengirimkan kepada mereka bala bantuan berupa angin kencang yang sangat dingin dan bala tentara malaikat yang tidak kelihatan. Akibatnya orang-orang yang ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya, yaitu kaum Quraisy beserta pengikut-pengikutnya, Gathafan dan pengikut-pengikutnya, golongan Yahudi, dan kaum munafik, tidak memperoleh apa yang mereka inginkan, bahkan mereka lari tunggang-langgang mencari keselamatan dirinya, kembali ke kampung halamannya masing-masing.
Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
Tidak ada Tuhan selain Allah sendiri. Dia menepati janji-Nya, menolong hamba-Nya, memenangkan tentara-Nya, menghancurkan tentara yang bersekutu sendirian, maka tidak ada lagi sesuatu pun sesudahnya.
Pada hadis yang lain al-Bukhari dan Muslim dari 'Abdullah bin Abu Aufa, ia berkata, "Rasulullah ﷺ berdoa kepada Allah:
"Wahai Tuhan yang telah menurunkan Al-Qur'an, amat cepat hisabnya, hancurkanlah tentara yang bersekutu itu, wahai Tuhan, hancurkanlah mereka dan goncangkanlah mereka."
Menurut riwayat Muhammad bin Ishaq, tatkala tentara yang bersekutu telah lari dan meninggalkan parit itu, Rasulullah ﷺ bersabda:
Orang-orang Quraisy sekali-kali tidak akan memerangi kamu sesudah tahun ini, tetapi kamulah yang akan memerangi mereka.
Perkataan Rasulullah ini terbukti di kemudian hari. Setelah Perang Ahzab, orang-orang musyrik tidak pernah lagi memerangi kaum Muslimin, tetapi Nabi dan kaum Musliminlah yang memerangi mereka, sampai Mekah dapat ditaklukkan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa peperangan Ahzab merupakan titik puncak kesulitan yang dihadapi Nabi dan kaum Muslimin dalam menghadapi orang-orang musyrik dalam menyebarkan agama Islam. Sekalipun kesulitan-kesulitan masih ada, tetapi tidak berarti bila dibanding dengan kesulitan-kesulitan sebelumnya.
Pada akhir ayat ini ditegaskan bahwa Allah Mahakuat lagi Maha Perkasa, tidak dapat ditandingi oleh sesuatu pun. Oleh Karena itu, dengan mudah Dia menghalau tentara yang bersekutu yang berjumlah banyak itu.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 21
“Sesungguhnya adalah bagi kamu pada Rasulullah itu teladan yang baik."
Memang ada orang yang bergoncang pikirannya, berpenyakit jiwanya, pengecut, munafik, tidak berani bertanggung jawab, bersedia-sedia hendak lari jadi Badwi kembali ke dusun-dusun, tenggelam dalam ketakutan melihat dari jauh betapa besar jumlah musuh yang akan menyerbu. Tetapi masih ada lagi orang-orang yang mempunyai pendirian tetap, yang tidak putus harapan, tidak kehilangan akal. Sebab mereka melihat sikap dan tingkah laku pemimpin besar mereka sendiri, Rasulullah ﷺ.
Mulai saja beliau menerima berita tentang maksud musuh yang besar bilangannya itu, beliau terus bersiap mencari akal buat bertahan mati-matian, jangan sampai musuh sebanyak itu menyerbu ke dalam kota. Karena jika maksud mereka menyerbu Madinah berhasil, hancurlah Islam dalam kandangnya sendiri. Dia dengar nasihat dari Salman al-Farisi agar di tempat yang musuh bisa menerobos dibuat khandaq atau parit pertahanan. Nasihat Salman itu segera beliau laksanakan. Beliau sendiri yang memimpin menggali parit bersama-sama dengan sahabat-sahabat yang banyak itu, meneladan sifat Allah ‘Aziz yang disertai Hakim, Perkasa disertai Bijaksana.
Dalam Peperangan Khandaq itu semua bekerja keras siang malam. Mulanya bekerja menggali parit, sesudah itu berjaga siang dan malam. Besar dan kecil, tua dan muda. Kanak-kanak dan perempuan-perempuan dipelihara dalam benteng dan dikawal. Zaid bin Tsabit, yang kemudian terkenal sebagai salah seorang yang dititahkan oleh Khalifah Rasulullah Abu Bakar ash-Shiddiq mengumpulkan Al-Qur'an dalam satu mushaf dan masih sangat muda, turut pula bekerja keras, menggali tanah, memikul pasir, dan memecahkan batu. Rasulullah pernah mengatakan,
“Adapun dia itu sesungguhnya adalah anak baik."
Rupanya oleh karena sangat lelah bekerja dan berjaga, dan hari sangat dingin, dia masuk ke dalam parit itu sampai di sana dia tertidur dan senjatanya terlepas dari tangannya. Datang seorang pemuda lain bernama Ammarah bin Hazem, diambilnya senjata yang telah terjatuh itu dan disimpannya. Setelah dia terbangun dari tidurnya dilihatnya senjatanya tak ada lagi. Dia pucat terkejut dan cemas. Maka tibalah Rasulullah di tempat itu. Setelah beliau lihat Zaid baru terbangun dari tidurnya, berkatalah beliau, “Hai Abaa Fuqaad! (Hai Pak Penidur), engkau tertidur dan senjatamu terbang!" Tetapi wajah beliau tidak membayangkan marah sedikit juga sehingga Zaid bertambah takut disertai malu. Lalu beliau melihat keliling dan berkata pula, “Siapa yang menolong menyimpan senjatanya?" Ammarah menjawab, “Saya yang menyimpannya, ya Rasulullah." Lalu beliau suruh segera kembalikan senjata Zaid dan beliau bernasihat pula kepada Ammarah didengar oleh yang lain, “Saya dibuat seorang Muslim jadi cemas dengan menyembunyikan senjatanya sebagai senda gurau."
Suasana memimpin yang seperti itu adalah teladan yang baik kepada panglima perang yang menyerahkan tentaranya ke medan pertempuran. Beliau tahu benar bahwa Zaid itu anak baik. Tertidur karena sudah sangat lelah, bukanlah hal yang dapat dilawannya. Sambil bergurau saja beliau menegur, namun kesannya kepada Zaid besar sekali.
Lanjutan ayat ialah,
“Bagi barangsiapa yang mengharapkan Allah dan Hari Kemudian!"
Yaitu sesudah di pangkal ayat dikatakan, bahwa pada diri Rasulullah itu sendiri ada hal yang akan dapat dijadikan contoh teladan bagi kamu. Yaitu bagi kamu yang beriman. Semata-mata menyebut iman saja tidaklah cukup. Iman mesti disertai pengharapan, yaitu bahwa inti dari iman itu sendiri. Inti iman ialah harapan. Harapan akan ridha Allah dan harapan akan kebahagiaan di hari akhirat. Kalau tidak ingat akan yang dua itu, atau kalau hidup tidak mempunyai harapan, iman tidak ada artinya. Maka untuk memelihara iman dan harapan hendaklah banyak mengingat Allah ﷻ Sebab itu maka di ujung ayat dikatakan,
“Dan yang banyak ingat kepada Allah."
Ini diperingatkan di akhir ayat. Sebab barang yang mudah mengatakan mengikut teladan Rasul dan barang yang mudah mengatakan beriman. Tetapi adalah meminta latihan batin yang dalam sekali untuk dapat menjalankannya. Seumpama orang yang mengambil alasan menuruti Sunnah Rasul yang membolehkan orang beristri lebih dari satu sampai berempat, tetapi jarang orang yang mengikuti ujung ayat, yaitu meneladan Rasul di dalam berlaku adil kepada istri-istri.
Atau umumnya orang yang mengakui umat Muhammad tetapi tidak mau mengerjakan peraturan yang disampaikan oleh Nabi Muhammad ﷺ.
Maka bertambah besar harapan kita kepada Allah ﷻ dan keyakinan kita akan Hari Kemudian dan bertambah banyak kita mengingat dan menyebut Allah bertambah ringanlah bagi kita meneladan Rasul ﷺ.
Ayat 22
“Dan (ingatlah) tatkala orang-orang yang beriman melihat golongan-golongan bersekutu itu, mereka berkata, ‘Inilah dia yang dijanjikan kepada kami oleh Allah dan Rasul-Nya."
Maka apabila orang-orang yang beriman melihat musuh itu begitu banyaknya dan begitu pula jahat maksud mereka, tidaklah mereka takut. Hati mereka berkata, “Inilah tanda bahwa kemenangan telah dekat, dan kita tidak akan sampai kepada kemenangan itu kalau hal seperti ini belum pernah kita alami." Lantaran itu mereka yakin dan tidak ada ragu-ragu lagi, sampai berkata, “Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya."
Karena keyakinan yang demikian tidaklah mereka takut lagi menempuh apa jua pun yang akan terjadi, hatta mati pun mereka mau menempuhnya. Apalah artinya nyawa sendiri, kalau kematian itu sudah nyata akan membawa kemenangan yang gilang-gemilang bagi agama dan aqidah yang mereka peluk. Lantaran kepadatan hati menghadapi segala kemungkinan itu, disebutkanlah keadaan mereka di ujung ayat,
“Dan tidaklah hal ini menambah kepada mereka melainkan iman dan penyerahan."
Ujung ayat ini hendaklah diperhatikan betul-betul. Yaitu setelah melihat musuh telah membuat persekutuan besar karena hendak menghancurkan Islam, mereka yakin akan janji Allah dan Rasul, bahwa inilah pintu kepada kemenangan. Seakan-akan kemenangan itu telah berdiri di hadapan mata mereka, sebab itu iman dan penyerahan mereka kepada Allah ﷻ bertambah kuat dan teguh pula. Artinya bukanlah mereka lalai dan tengah, bukan pula berdiam diri karena telah yakin bahwa mereka akan menang juga. Karena kemenangan yang dijanjikan itu masih juga bergantung kepada taslim, yaitu menyerah bulat kepada kehendak Allah dan Rasul, biar mati lumat di hadapan musuh. Maka -bukanlah mereka berpangku tangan jadinya, bermalas-malas karena janji Allah ﷻ pasti terjadi, yaitu kemenangan. Kelakuan yang demikian tidaklah sesuai dengan orang yang beriman.
Ayat 23
“Setengah dari orang-orang yang beriman itu, adalah beberapa laki-laki yang dengan jujur memenuhi apa yang telah mereka janjikan kepada Allah atasnya."
Allah ﷻ mengatakan bahwa di antara orang-orang yang beriman itu ada beberapa laki-laki, dipenuhinya janjinya yang telah diikatnya dengan Allah ﷻ menghadapi suatu amal perbuatan. Karena Mukmin itu selalu ingat akan Allah SWT, tidak pernah melupakan Allah, maka tidak pulalah dia lupa akan janjinya. Bandingkanlah dengan seorang budiman yang berutang uang kepada seorang yang sudi mengutangi. Selama utang itu belum terbayar, sukarlah dia buat melupakan. Tiap teringat kebaikan budi orang itu, pasti dia teringat akan utangnya yang belum dibayarnya itu.
“Maka setengah dari mereka telah selesai tugasnya." Selesai tugasnya, atau sampai cita-citanya, terkabul apa yang diingininya, yaitu utang kepada Allah ﷻ terbayar dan janji terpenuhi, dan dia pun mati. Hatinya senang menempuh kematian itu. Dia merasa beban yang berat telah diletakkan. Atau pendakian yang amat tinggi dan curam telah selesai terlampaui. “Dan setengah dari mereka menunggu." Artinya menunggu di sini ialah bersedia pula menghadapi maut, menunggu ajal. Rela menantikan panggilan itu, karena merasa diri belum pernah mungkir akan janji dengan Allah SWT, walau nyawa akan melayang dari badan.
“Dan tidaklah mereka mengubah-ubah, perubahan apa pun."
Tidak mereka akan berganjak dari pendirian, tidak dapat dibujuk dengan berbagai macam bujukan atau dirayu dengan rayuan apa pun. “Selangkah tidak surut, setapak tidak kembali. Esa hilang dua terbilang."
Ayat 24
Supaya menggajarilah Allah terhadap orang-orang yang benar karena kebenarannya."
Atau “orang-orang yang jujur karena kejujuran mereka."
Di ayat ini dijelaskanlah bahwasanya orang berbuat jujur, memang karena timbul dari dasar jiwanya yang memang jujur, pastilah akan mendapat ganjaran yang mulia di sisi Allah ﷻ “Dan akan diadzab-Nya orang-orang yang munafik itu jika Dia kehendaki."
Di sini kita pun mendapat lagi dua rahasia ayat. Rahasia pertama ialah orang yang berbuat jujur karena timbul dari lubuk jiwa yang memang jujur, pasti akan mendapat ganjaran yang mulia di sisi Allah ﷻ Berbuat jujur karena orangnya memang jujur jauh berbeda dengan orang yang dipaksa oleh keadaan berbuat jujur, padahal dalam lubuk hatinya kejujuran itu tidak ada.
Rahasia yang kedua ialah “dan akan diadzab-Nya orang-orang yang munafik itu jika Dia kehendaki." Suku ayat ini pun sejalan dengan yang sebelumnya. Mentang-mentang orang berbuat perbuatan munafik, tidaklah langsung saja Allah ﷻ terus mengadzab-nya.
Tidak mustahil mereka menyesal, lalu beriman sesudah munafik, atau beramal saleh sesudah fasik dan durhaka, sedang sifat Allah ﷻ yang disebut rahmat dapat mengalahkan sifat-Nya yang bernama ghadhab atau murka. Sebab itu di ujung ayat dijelaskan sifat Allah ﷻ itu,
“Atau diberi-Nya tobat atas mereka. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pemberi Ampun, Maha Penyayang."
Ayat 25
“Dan Allah usir kembali orang-orang yang kafir itu dengan sakit hati."
Niscaya sakitlah hati mereka karena kegagalan itu. Sudah lebih dan 10.000 orang datang hendak menyerbu. Disangka semula akan mudah berhasil, rupanya gagal sama sekali. Sesama sekutu pecah pula sebelum maksud tercapai
“Dan Allah menghindarkan peperangan dari orang-orang yang beriman." Karena parit (khandaq) telah mempertahankan mereka dan angin puyuh yang hebat telah mengusir kembali musuh-musuh mereka. Sehingga orang-orang yang beriman itu tidak sampai berperang,
“Dan Allah adalah Mahakuat, Mahaperkasa."
Dan sejak itu pula mulailah pamor Quraisy menurun. Kalau selama ini mereka yang selalu menyerang, dan kaum Muslimin bertahan, maka mulai waktu itu merekalah yang bertahan dan Islamlah yang menyerang. Waktu itulah dengan tegas Rasulullah ﷺ bersabda,
“Sejak kini kitalah yang mulai menyerang mereka, dan mereka tidak akan menyerang kita lagi." (HR Bukhari)
Kejadian ini bulan Syawwal tahun kelima. Tahun kedelapan jatuhlah Mekah ke tangan Muslimin.
Ayat 26
“Dan Dia menurunkan orang-orang yang membantu mereka."
Yaitu bahwa Allah ﷻ jualah yang menentukan, bahwa orang-orang atau kaum yang membantu kaum Quraisy dan Ghathafan yang hendak menghancurkan pertahanan Islam itu, “Dari Ahlui Kitab itu." Yaitu Bani Quraizhah “dari benteng-benteng mereka". Sesudah mereka bertahan selama 25 hari, akhirnya terpaksa mereka turun juga ke bawah.
Akhirnya setelah genap 25 hari belum juga menyerah, kaum Muslimin memutuskan menyerbu ke dalam benteng itu. Ali bin Abi Thalib pemangku bendera atau petaka perang berseru, Seluruh brigade iman, marilah maju. Saya sendiri ingin hendak merasakan apa yang pernah dirasakan oleh pamanku Hamzah bin Abdul Muthalib, mati hancur badan saya, atau saya kuasai benteng ini seluruhnya. Maju! Maka berlompatanlah brigade iman itu, di dalamnya termasuk pahlawan besar Zubair bin Awwam.
Tetapi Bani Quraizhah yang telah ketakutan itu minta tangguh, lalu berseru, “Ya Muhammad! Kami tunduk kepada keputusan Sa'ad bin Mu'az. Apa yang dia putuskan kami terima."
Ketundukan yang telah mereka nyatakan itu, menyebabkan serbuan besar-besaran tidak jadi. Sa'ad bin Mu'az lekas dijemput, sebagaimana yang telah diterangkan di atas. Maka tersebutlah di ujung ayat, “Sebagian kamu bunuh mereka" yaitu sekalian orang dewasa yang telah mengatur pengkhianatan ini dan jelas bertahan seketika benteng mereka dikepung,
“Dan kamu tawan yang sebagian lagi".
Yang ditawan ialah perempuan-perempuan dan kanak-kanak yang belum tumbuh bulu di mukanya. Yang masih terhitung kanak-kanak.
Ayat 27
“Dan telah Kami wariskan kepada kamu tanah mereka."
Segala ladang, segala kebun kurma, segala bekas tempat tinggal mereka, “Dan harta benda mereka, “ kekayaan banyak yang telah mereka kumpulkan berpuluh tahun, semuanya menjadi harta kekayaan kaum Muslimin. Dan tanah yang belum kamu injak."
Menurut riwayat yang disampaikan oleh Imam Malik dari Zaid bin Aslam, tanah yang kami injak itu ialah Khaibar. Tetapi ada lagi riwayat, ialah Mekah.
Ada pula riwayat mengatakan bahwa yang dimaksud ialah Parsi dan Rum. Ibnu Jurair mengatakan mungkin semuanyalah yang dimaksud.
Tetapi kita lebih berat kepada Khaibar. Sebab Khaibar adalah pertahanan terakhir dan Yahudi di Tanah Arab di waktu itu. Setelah ketiga kabilah Bani Qainuqa, Bani Nadhir, dan
Kita tidak condong kepada tafsiran yang mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan tanah yang belum kamu injak itu ialah Mekah. Sebab Mekah sudah diinjak oleh kaum Muhajirin sebelum mereka hijrah ke Madinah dan telah diinjak oleh kaum Muhajirin dan Anshar pada waktu Umratul Qadha. Maka yang lebih cocok ialah Khaibar, sebab di sana benteng Yahudi terakhir.
“Dan adalah Allah itu terhadap segala sesuatu Mahakuasa."