Ayat

Terjemahan Per Kata
لَّقَدۡ
sesungguhnya
كَانَ
adalah kamu
لَكُمۡ
bagi kalian
فِي
dalam/pada
رَسُولِ
rasul
ٱللَّهِ
Allah
أُسۡوَةٌ
teladan
حَسَنَةٞ
baik
لِّمَن
bagi orang
كَانَ
adalah
يَرۡجُواْ
mengharap
ٱللَّهَ
Allah
وَٱلۡيَوۡمَ
dan hari
ٱلۡأٓخِرَ
akhir
وَذَكَرَ
dan mengingat
ٱللَّهَ
Allah
كَثِيرٗا
banyak
لَّقَدۡ
sesungguhnya
كَانَ
adalah kamu
لَكُمۡ
bagi kalian
فِي
dalam/pada
رَسُولِ
rasul
ٱللَّهِ
Allah
أُسۡوَةٌ
teladan
حَسَنَةٞ
baik
لِّمَن
bagi orang
كَانَ
adalah
يَرۡجُواْ
mengharap
ٱللَّهَ
Allah
وَٱلۡيَوۡمَ
dan hari
ٱلۡأٓخِرَ
akhir
وَذَكَرَ
dan mengingat
ٱللَّهَ
Allah
كَثِيرٗا
banyak
Terjemahan

Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat serta yang banyak mengingat Allah.
Tafsir

(Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan bagi kalian) dapat dibaca iswatun dan uswatun (yang baik) untuk diikuti dalam hal berperang dan keteguhan serta kesabarannya, yang masing-masing diterapkan pada tempat-tempatnya (bagi orang) lafal ayat ini berkedudukan menjadi badal dari lafal lakum (yang mengharap rahmat Allah) yakni takut kepada-Nya (dan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah) berbeda halnya dengan orang-orang yang selain mereka.
Tafsir Surat Al-Ahzab: 21-22
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata, "Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita. Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidak menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan. (Al-Ahzab: 21-22)
Ayat 21
Ayat yang mulia ini merupakan dalil pokok yang paling besar, yang menganjurkan kepada kita agar meniru Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dalam semua ucapan, perbuatan, dan sepak terjangnya. Karena itulah Allah subhaanahu wa ta’aalaa memerintahkan kepada kaum mukmin agar meniru sikap Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dalam Perang Ahzab, yaitu dalam hal kesabaran, keteguhan hati, kesiagaan, dan perjuangannya, serta tetap menanti jalan keluar dari Allah subhaanahu wa ta’aalaa Semoga salawat dan salam-Nya terlimpahkan kepada beliau sampai hari kiamat. Melalui ayat ini Allah subhaanahu wa ta’aalaa berfirman kepada orang-orang yang merasa khawatir, gelisah, dan guncang dalam menghadapi urusan mereka dalam Perang Ahzab: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu. (Al-Ahzab: 21) Yakni mengapa kalian tidak meniru dan mengikuti jejak sifat-sifatnya? Dalam firman selanjutnya disebutkan: (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Al-Ahzab: 21) Selanjutnya Allah subhaanahu wa ta’aalaa menyebutkan perihal hamba-hamba-Nya yang beriman yang membenarkan janji Allah kepada mereka, yang pada akhirnya Allah akan menjadikan kesudahan yang baik di dunia dan akhirat bagi mereka.
Ayat 22
Untuk itu Allah subhaanahu wa ta’aalaa berfirman: Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata, "Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita. Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. (Al-Ahzab: 22) Menurut Ibnu Abbas dan Qatadah, ayat inilah yang dimaksudkan oleh Allah subhaanahu wa ta’aalaa dalam surat Al-Baqarah melalui firman-Nya: Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta diguncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, "Bilakah datangnya pertolongan Allah? Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (Al-Baqarah: 214) Inilah yang dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya kepada kita, yakni cobaan dan ujian yang berakhir dengan kemenangan yang dekat.
Karena itu, dalam firman berikutnya disebutkan: Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. (Al-Ahzab: 22) Adapun firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan. (Al-Ahzab: 22) Hal ini menunjukkan bertambahnya iman dan kekuatan mereka bila dibandingkan dengan orang lain dan keadaannya, sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian besar para imam yang mengatakan bahwa iman itu dapat bertambah dan berkurang. Hal ini telah kami tetapkan di dalam permulaan Syarah Imam Al-Bukhari.
Makna firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka. (Al-Ahzab: 22) Yakni kesempitan, keadaan gawat, dan situasi yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka. kecuali iman dan ketundukan. (Al-Ahzab: 22) Maksudnya, iman kepada Allah, tunduk kepada perintah-perintah-Nya, serta taat kepada Rasul-Nya.
Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak mengubah (janjinya), supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya, dan menyiksa orang munafik jika dikehendaki-Nya, atau menerima tobat mereka. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Ahzab: 23)
Setelah menceritakan perihal orang-orang munafik; mereka telah merusak perjanjian mereka sendiri yang telah mereka ikrarkan kepada Allah, bahwa mereka tidak akan lari dari medan perang. Kemudian Allah menyebutkan sifat-sifat kaum mukmin, bahwa mereka tetap berpegang teguh kepada ikrar dan janji mereka. orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. (Al-Ahzab: 23) Sebagian ulama tafsir mengatakan bahwa nahbahu artinya ajalnya, sedangkan menurut Imam Al-Bukhari janjinya.
Pengertian ini merujuk kepada makna yang pertama di atas. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak mengubah (janjinya). (Al-Ahzab: 23) Yakni mereka tidak mengubah janji mereka kepada Allah, tidak pula merusak atau menggantinya. Imam Al-Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Syu'aib, dari Az-Zuhri, telah menceritakan kepadaku Kharijah ibnu Zaid ibnu Sabit, dari ayahnya yang menceritakan, "Ketika kami menyalin Mushaf, kami kehilangan suatu ayat dari surat Ahzab, padahal aku pernah mendengarnya dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam saat beliau membacanya.
Ayat itu tiada pada seorang pun kecuali ada pada (hafalan) Khuzaimah ibnu Tsabit Al-Ansari radhiyallaahu ‘anhu yang kesaksiannya dijadikan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam sebanding dengan kesaksian dua orang laki-laki." Ayat tersebut adalah firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. (Al-Ahzab: 23) Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari secara tunggal, tanpa Imam Muslim. Imam Ahmad meriwayatkannya di dalam kitab musnadnya, juga Imam At-Tirmidzi dan Imam An-Nasai di dalam kitab tafsir bagian dari kitab sunnahnya masing-masing melalui hadis Az-Zuhri dengan sanad yang sama. Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
Imam Al-Bukhari mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah Al-Ansari, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Sumamah, dari Anas ibnu Malik radhiyallaahu ‘anhu yang mengatakan bahwa kami memandang ayat ini diturunkan berkenaan dengan Anas ibnun Nadr radhiyallaahu ‘anhu, yaitu firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. (Al-Ahzab: 23), hingga akhir ayat. Ditinjau dari jalurnya Imam Al-Bukhari meriwayatkan hadis ini secara munfarid, tetapi hadis ini mempunyai banyak syahid (bukti) yang menguatkannya melalui berbagai jalur.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnul Mugirah, dari Sabit yang mengatakan bahwa sahabat Anas pernah menceritakan bahwa pamannya (yaitu Anas ibnun Nadr radhiyallaahu ‘anhu yang namanya sama dengannya) tidak ikut dengan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dalam Perang Badar, sehingga ia mengalami tekanan batin karenanya. Kemudian Anas ibnun Nadr mengatakan, "Aku tidak ikut perang dengan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dalam permulaan perang yang diikuti olehnya. Sesungguhnya jika Allah subhaanahu wa ta’aalaa memberikan kesempatan kepadaku dalam perang lain sesudah perang ini, aku akan ikut dengan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan sungguh Allah akan menyaksikan apa yang akan kuperbuat dalam perang tersebut." Ia tidak berani mengatakan hal yang lebih banyak dari itu. Dalam Perang Uhud ia ikut dengan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan ia berpapasan dengan Mu’adz ibnu Jabal radhiyallaahu ‘anhu, lalu ia berkata kepadanya, "Hai Abu Amr (nama julukan Mu’adz), ke manakah engkau lari? Sesungguhnya aku benar-benar mengendus angin surga dari arah Bukit Uhud ini." Maka Anas ibnun Nadr maju memasuki barisan musuh hingga ia gugur dijalan Allah.
Ternyata di dalam tubuhnya ditemukan delapan puluh luka lebih karena sabetan pedang, tusukan tombak, dan lemparan anak panah. Saudara perempuannya (yaitu Ar-Rabi' bintin Nadr, bibi sahabat Anas ibnu Malik radhiyallaahu ‘anhu) mengatakan, "Aku tidak mengenal saudara laki-lakiku melainkan melalui jari telunjuknya (karena semua tubuhnya penuh dengan luka hingga sulit dikenali)." Selanjutnya Anas ibnu Malik radhiyallaahu ‘anhu mengatakan bahwa berkenaan dengan peristiwa ini turunlah firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur.
Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak mengubah (janjinya). (Al-Ahzab: 23) Mereka berpandangan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa yang dialami oleh Anas ibnun Nadr radhiyallaahu ‘anhu dan teman-temannya yang gugur dalam perang itu, semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepada mereka. Imam Muslim, Imam At-Tirmidzi, dan Imam An-Nasai meriwayatkannya melalui hadis Sulaiman ibnul Mugirah dengan sanad yang sama. Imam An-Nasai meriwayatkannya pula bersama Ibnu Jarir melalui hadis Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari Anas radhiyallaahu ‘anhu dengan lafal yang semisal dan juga sanadnya.
Ibnu Abi Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Humaid, dari Anas radhiyallaahu ‘anhu yang menceritakan bahwa pamannya (yakni Anas ibnun Nadr radhiyallaahu ‘anhu) tidak ikut dalam Perang Badar, lalu ia berkata, "Saya alpa dari Perang Badar yang merupakan peperangan yang mula-mula dialami oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dalam mempertahankan dirinya terhadap serangan kaum musyrik. Sungguh seandainya Allah memberikan kesempatan kepadaku peperangan yang lain melawan kaum musyrik, maka Allah benar-benar akan menyaksikan apa yang bakal kulakukan dalam perang tersebut." Anas radhiyallaahu ‘anhu melanjutkan kisahnya, bahwa ketika pecah Perang Uhud dan pasukan kaum muslim terpukul mundur, Anas ibnun Nadr radhiyallaahu ‘anhu berkata, "Ya Allah, sesungguhnya aku meminta maaf kepada-Mu dari apa yang dilakukan mereka (yakni teman-temannya) dan aku berlepas diri dari apa yang didatangkan oleh mereka (yakni kaum musyrik)." Kemudian ia maju dan berpapasan dengan Sa'd ibnu Mu’adz radhiyallaahu ‘anhu sebelum Bukit Uhud, dan Sa'd ibnu Mu’adz berkata, "Aku ikut bersamamu." Sa'd ibnu Mu’adz menceritakan bahwa ia tidak mampu melakukan apa yang telah dilakukan oleh Anas ibnun Nadr.
Setelah Anas gugur, ternyata ditubuhnya didapati luka-luka sebanyak delapan puluh luka akibat pukulan pedang, tusukan tombak, dan lemparan anak panah. Mereka mengatakan bahwa sehubungan dengan Anas ibnun Nadr dan teman-temannyalah ayat berikut diturunkan, yaitu firman-Nya: maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu. (Al-Ahzab: 23) Imam At-Tirmidzi mengetengahkannya di dalam kitab tafsir melalui Abd ibnu Humaid, dan Imam An-Nasai mengetengahkannya melalui Ishaq ibnu Ibrahim, keduanya menerima hadis ini dari Yazid ibnu Harun, dan Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadis ini hasan.
Imam Al-Bukhari mengetengahkannya di dalam kitab Al-Magazi, dari Hassan ibnu Hassan, dari Muhammad ibnuTalmah, dari Masraf, dari Humaid, dari Abas radhiyallaahu ‘anhu dengan lafal yang sama, tetapi tidak disebutkan turunnya ayat tersebut. Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui hadis Al-Mu'tamir ibnu Sulaiman, dari Humaid, dari Anas radhiyallaahu ‘anhu dengan sanad yang sama. Ibnu Abi Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Fadl Al-Asqalani, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ayyub ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Musa ibnuTalhah ibnu Ubaidillah, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari kakekku, dari Musa ibnuTalhah, dari ayahnya (yaituTalhah radhiyallaahu ‘anhu) yang menceritakan bahwa ketika Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kembali dari Perang Uhud, beliau naik mimbar dan memuji serta menyanjung Allah subhaanahu wa ta’aalaa, juga mengucapkan belasungkawa kepada kaum muslim yang telah tertimpa musibah dalam perang itu.
Dan beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam memberitahukan kepada mereka pahala dari jihad mereka dalam Perang Uhud itu. Selanjutnya beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam membaca firman-Nya: Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. (Al-Ahzab: 23), hingga akhir ayat. Maka ada seorang lelaki dari kaum muslim yang berdiri dan bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah mereka itu?" Di saat itu Talhah datang dengan memakai sepasang pakaian yang berwarna hijau buatan Hadramaut. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: Hai orang yang bertanya, orang ini (Talhah) adalah salah seorang dari mereka. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui hadis Sulaiman ibnu Ayyub At-Talhi dengan sanad yang sama.
Imam At-Tirmidzi mengetengahkannya di dalam kitab tafsir dan Manaqibnya. Juga Ibnu Jarir melalui hadis Yunus ibnu Bukair, dari Talhah ibnu Yahya, dari Musa dan Isa (keduanya anak Talhah), dari ayah keduanya dengan sanad yang sama. At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadis ini gharib, kami tidak mengenalnya melainkan hanya melalui hadis Yunus. At-Tirmidzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Isam Al-Ansari, telah menceritakan kepada kami Abu Amir (yakni Al-Aqdi), telah menceritakan kepadaku Ishaq yakni (Talhah ibnu Abdullah), dari Musa ibnu Talhah yang menceritakan bahwa ia pernah masuk menemui Mu'awiyah.
Setelah keluar, Mu'awiyah memanggilnya kembali, lalu berkata, "Hai anak saudaraku, maukah engkau kuceritakan kepadamu sebuah, hadis yang pernah kudengar dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam? Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: Talhah termasuk salah seorang yang gugur'. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid Al-Hammani, dari Ishaq ibnu Yahya ibnu Talhah At-Talhi, dari Musa ibnu Talhah yang mengatakan bahwa Mu'awiyah ibnu Abu sufyan radhiyallaahu ‘anhu pernah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: Talhah termasuk salah seorang yang gugur (dari kalangan mereka yang menepati janjinya kepada Allah). Karena itulah Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka di antara mereka ada yang gugur. (Al-Ahzab: 23) Yakni telah menunaikan janjinya.
Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu. (Al-Ahzab: 23) Mereka menunggu-nunggu pertempuran lainnya, maka dia akan membenarkan apa yang dijanjikannya dalam pertempuran itu. Al-Hasan mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka di antara mereka ada yang gugur. (Al-Ahzab: 23) Yaitu mati dalam keadaan membenarkan janjinya. Di antara mereka ada pula yang menunggu-nunggu kematiannya dengan cara yang semisal, dan ada yang masih tetap pada janjinya, sedikit pun mereka tidak mengubahnya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah dan Ibnu Zaid.
Sebagian dari mereka mengatakan bahwa nahbahu artinya nazarnya. Firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: dan mereka sedikit pun tidak mengubah (janjinya). (Al-Ahzab: 23) Mereka sama sekali tidak mengubah janjinya dan tidak mengkhianatinya, bahkan mereka tetap berpegang teguh kepada janji mereka kepada Allah. Mereka tidak merusaknya, tidak seperti apa yang dilakukan oleh orang-orang munafik, yaitu mereka yang mengatakan: Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga). Dan rumah-rumah itu sekali-kali tidak terbuka, mereka tidak lain hanyalah hendak lari. (Al-Ahzab: 13) sampai dengan firman-Nya: Dan sesungguhnya mereka sebelum itu telah berjanji kepada Allah bahwa mereka tidak akan berbalik ke belakang (mundur). (Al-Ahzab: 15)
Adapun firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya, dan menyiksa orang munafik jika dikehendaki-Nya, atau menerima tobat mereka. (Al-Ahzab: 24) Yakni sesungguhnya Allah hanya ingin menguji hamba-hamba-Nya dengan rasa takut dan keguncangan (gentar) agar Dia membedakan mana yang berhati buruk dan mana yang berhati baik, sehingga apa yang ada di dalam hati mereka menjadi kelihatan dalam bentuk sikap dan perbuatan.
Hal ini sama sekali tidak bertentangan dengan kenyataan bahwa Allah subhaanahu wa ta’aalaa mengetahui sesuatu sebelum penciptaannya. Dan sesungguhnya Allah tidak mengazab makhluk-Nya hanya berdasarkan pengetahuan Allah tentang mereka, melainkan mereka pun harus mengetahui dahulu apa yang Dia ketahui tentang diri mereka, sebagaimana yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu; dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ikhwalmu. (Muhammad: 31) Hal ini menyangkut pengetahuan terhadap sesuatu setelah keberadaannya, sekalipun pengetahuan mengenainya telah diketahui oleh Allah sebelum keberadaannya dalam ilmu-Nya yang terdahulu.
Hal yang senada disebutkan pula oleh Allah subhaanahu wa ta’aalaa melalui firman-Nya: Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang gaib. (Ali-Imran: 179) Karena itulah dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya: supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya. (Al-Ahzab: 24) Yaitu karena kesabaran mereka dalam memegang teguh apa yang telah mereka janjikan kepada Allah dan pengalamannya serta pemeliharaan mereka terhadap janji tersebut. dan menyiksa orang-orang munafik. (Al-Ahzab: 24) Mereka adalah orang-orang yang merusak janji Allah lagi menentang perintah-perintah-Nya.
Akibat dari perbuatan itu mereka berhak mendapat siksa dan azab dari-Nya. Akan tetapi, mereka berada dalam kehendak Allah selama mereka di dunia; jika Dia suka membiarkan mereka tetap pada perbuatannya hingga mereka menghadap kepada-Nya, maka kelak Allah akan mengazab mereka karena dosa-dosanya. Dan jika Allah suka menjadikan mereka mau bertobat, Maka Dia akan memberi petunjuk kepada mereka untuk meninggalkan kemunafikannya, kembali kepada iman, serta beramal shalih sesudah mereka fasik dan durhaka.
Dan mengingat rahmat Allah dan belas kasihan-Nya kepada makhluk-Nya lebih kuat daripada murka-Nya kepada mereka, maka disebutkan oleh firman-Nya: Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Ahzab: 24)
Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang keadaan mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh keuntungan apa pun. Dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan. Dan adalah Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa. (Al-Ahzab: 25)
Allah subhaanahu wa ta’aalaa berfirman, menceritakan perihal golongan-golongan yang bersekutu itu, ketika Dia mengusir mereka dari Madinah melalui angin topan dan bala tentara-Nya yang Dia kirimkan untuk mengusir mereka. Dan seandainya Allah tidak menjadikan Rasul-Nya sebagai pembawa rahmat buat semesta alam, niscaya angin topan yang dikirimkan kepada golongan-golongan yang bersekutu itu akan lebih keras daripada angin topan yang pernah Dia kirimkan untuk mengazab kaum Ad.
Akan tetapi, Allah telah berfirman: Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedangkan kamu berada di antara mereka. (Al-Anfal: 33) Maka ditimpakan kepada mereka angin topan yang mencerai-beraikan persatuan mereka, sebagaimana penyebab terhimpunnya mereka karena hawa nafsunya; mereka terdiri dari berbagai kabilah dan beberapa golongan serta aliran. Maka sangatlah sesuai bila Allah menimpakan kepada mereka hawa (angin topan) yang memporak-porandakan persatuan mereka dan memulangkan mereka dalam keadaan kecewa, merugi, dan penuh dengan kejengkelan.
Mereka tidak memperoleh suatu kebaikan pun, baik di dunia ini yang didambakan oleh mereka (yaitu kemenangan dan ganimah); tidak pula di akhirat, karena mereka akan membawa dosa-dosa mereka disebabkan berani menentang Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dengan cara memusuhinya, nekad untuk membunuhnya, dan membasmi bala tentara yang membantunya. Barang siapa yang berniat akan melakukan sesuatu, lalu apa yang diniatkannya itu benar-benar direalisasikannya dalam bentuk perbuatan, maka pada hakikatnya kedudukannya sama dengan orang yang melakukannya. Firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: Dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan. (Al-Ahzab: 25) Yakni kaum muslim tidak perlu perang tanding dan kontak senjata dengan-golongan-golongan yang bersekutu itu untuk mengusir mereka dari Madinah, tetapi Allah sendirilah yang menolong hamba-Nya, dan memenangkan bala tentara-Nya.
Karena itulah maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam selalu mengucapkan: Tidak ada Tuhan selain Allah semata, Dia telah membenarkan janji-Nya, menolong hamba-Nya, memenangkan bala tentara-Nya, dan mengalahkan golongan-golongan yang bersekutu sendirian, maka tiada bahaya lagi sesudahnya. Diketengahkan oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim melalui hadis Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui hadis Ismail ibnu Abu Khalid, dari Abdullah ibnu Abu Aufa radhiyallaahu ‘anhu yang menceritakan bahwa dalam Perang Ahzab Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam berdoa: Ya Allah, Yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur'an), Mahacepat perhitungan-Nya, kalahkanlah golongan-golongan yang bersekutu itu. Ya Allah, kalahkanlah mereka dan porak-porandakanlah mereka.
Sehubungan dengan firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: Dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan. (Al-Ahzab: 25) Ayat ini mengandung isyarat yang menunjukkan tidak adanya lagi peperangan di antara kaum muslim dan kabilah Quraisy. Dan memang demikianlah kejadian sesudahnya, kaum musyrik tidak lagi menyerang kaum muslim, bahkan sebaliknya kaum muslimlah yang menyerang mereka di negeri mereka (Mekah).
Muhammad ibnnu Ishaq mengatakan bahwa setelah pasukan kaum musyrik yang ikut dalam Perang Khandaq pergi dari Madinah, maka menurut berita yang sampai kepada kami, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: Kaum Quraisy tidak akan lagi menyerang kalian sesudah tahun ini, tetapi kalianlah yang akan balas menyerang mereka. Ternyata setelah itu orang-orang Quraisy tidak menyerang mereka, dan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam sendirilah yang menyerang mereka sesudah tahun itu hingga Allah menaklukkan kota Mekah di tangannya. Hadis yang diriwayatkan oleh Muhammad ibnu Ishaq ini berpredikat sahih.
Persis seperti apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Yahya, dari Sufyan, telah menceritakan kepadaku Abu Ishaq; ia pernah mendengar Sulaiman ibnu Surad radhiyallaahu ‘anhu mengatakan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dalam Perang Ahzab pernah bersabda: Sekarang kitalah yang akan menyerang mereka, dan mereka tidak akan menyerang kita. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari di dalam kitab sahihnya melalui hadis Ats-Tsauri dan Israil melalui Abu Ishaq dengan sanad yang sama. Firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: Dan adalah Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa. (Al-Ahzab: 25) Yakni dengan usaha dan kekuatan-Nya Dia mengembalikan golongan yang bersekutu itu ke negeri mereka dalam keadaan kecewa, tidak meraih suatu kebaikan pun.
Dan Allah memenangkan Islam dan para pemeluknya; Dia membenarkan janji-Nya, menolong Rasul dan hamba-Nya, segala puji bagi Allah yang telah mengaruniakan semua karunia itu.
Rasulullah adalah teladan bagi manusia dalam segala hal, termasuk di medan perang. Sungguh, telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu dalam semua ucapan dan perilakunya, baik pada masa damai maupun perang. Namun, keteladan itu hanya berlaku bagi orang yang hanya mengharap rahmat Allah, tidak berharap dunia, dan berharap hari Kiamat sebagai hari pembalasan; dan berlaku pula bagi orang yang banyak mengingat Allah karena dengan begitu seseorang bisa kuat meneladani beliau. 22. Salah satu keteladanan Rasulullah adalah tidak gentar berhadapan dengan musuh. Inilah yang seharusnya diteladani oleh orang-orang mukmin pada perang Khandak. Dan ketika orang-orang mukmin melihat golongan-golongan Yahudi Bani Quraizah dan kafir Mekah yang bersekutu itu, mereka berkata, 'Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita. Kita akan memperoleh kemenangan setelah kekalahan kita pada perang Uhud. ' Dan benarlah janji Allah dan Rasul-Nya. Dan keadaan yang demikian sulit dan berat itu justru menambah keimanan dan keislaman mereka.
Pada ayat ini, Allah memperingatkan orang-orang munafik bahwa sebenarnya mereka dapat memperoleh teladan yang baik dari Nabi ﷺ Rasulullah ﷺ adalah seorang yang kuat imannya, berani, sabar, dan tabah menghadapi segala macam cobaan, percaya sepenuhnya kepada segala ketentuan Allah, dan mempunyai akhlak yang mulia. Jika mereka bercita-cita ingin menjadi manusia yang baik, berbahagia hidup di dunia dan di akhirat, tentulah mereka akan mencontoh dan mengikutinya. Akan tetapi, perbuatan dan tingkah laku mereka menunjukkan bahwa mereka tidak mengharapkan keridaan Allah dan segala macam bentuk kebahagiaan hakiki itu.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 21
“Sesungguhnya adalah bagi kamu pada Rasulullah itu teladan yang baik."
Memang ada orang yang bergoncang pikirannya, berpenyakit jiwanya, pengecut, munafik, tidak berani bertanggung jawab, bersedia-sedia hendak lari jadi Badwi kembali ke dusun-dusun, tenggelam dalam ketakutan melihat dari jauh betapa besar jumlah musuh yang akan menyerbu. Tetapi masih ada lagi orang-orang yang mempunyai pendirian tetap, yang tidak putus harapan, tidak kehilangan akal. Sebab mereka melihat sikap dan tingkah laku pemimpin besar mereka sendiri, Rasulullah ﷺ.
Mulai saja beliau menerima berita tentang maksud musuh yang besar bilangannya itu, beliau terus bersiap mencari akal buat bertahan mati-matian, jangan sampai musuh sebanyak itu menyerbu ke dalam kota. Karena jika maksud mereka menyerbu Madinah berhasil, hancurlah Islam dalam kandangnya sendiri. Dia dengar nasihat dari Salman al-Farisi agar di tempat yang musuh bisa menerobos dibuat khandaq atau parit pertahanan. Nasihat Salman itu segera beliau laksanakan. Beliau sendiri yang memimpin menggali parit bersama-sama dengan sahabat-sahabat yang banyak itu, meneladan sifat Allah ‘Aziz yang disertai Hakim, Perkasa disertai Bijaksana.
Dalam Peperangan Khandaq itu semua bekerja keras siang malam. Mulanya bekerja menggali parit, sesudah itu berjaga siang dan malam. Besar dan kecil, tua dan muda. Kanak-kanak dan perempuan-perempuan dipelihara dalam benteng dan dikawal. Zaid bin Tsabit, yang kemudian terkenal sebagai salah seorang yang dititahkan oleh Khalifah Rasulullah Abu Bakar ash-Shiddiq mengumpulkan Al-Qur'an dalam satu mushaf dan masih sangat muda, turut pula bekerja keras, menggali tanah, memikul pasir, dan memecahkan batu. Rasulullah pernah mengatakan,
“Adapun dia itu sesungguhnya adalah anak baik."
Rupanya oleh karena sangat lelah bekerja dan berjaga, dan hari sangat dingin, dia masuk ke dalam parit itu sampai di sana dia tertidur dan senjatanya terlepas dari tangannya. Datang seorang pemuda lain bernama Ammarah bin Hazem, diambilnya senjata yang telah terjatuh itu dan disimpannya. Setelah dia terbangun dari tidurnya dilihatnya senjatanya tak ada lagi. Dia pucat terkejut dan cemas. Maka tibalah Rasulullah di tempat itu. Setelah beliau lihat Zaid baru terbangun dari tidurnya, berkatalah beliau, “Hai Abaa Fuqaad! (Hai Pak Penidur), engkau tertidur dan senjatamu terbang!" Tetapi wajah beliau tidak membayangkan marah sedikit juga sehingga Zaid bertambah takut disertai malu. Lalu beliau melihat keliling dan berkata pula, “Siapa yang menolong menyimpan senjatanya?" Ammarah menjawab, “Saya yang menyimpannya, ya Rasulullah." Lalu beliau suruh segera kembalikan senjata Zaid dan beliau bernasihat pula kepada Ammarah didengar oleh yang lain, “Saya dibuat seorang Muslim jadi cemas dengan menyembunyikan senjatanya sebagai senda gurau."
Suasana memimpin yang seperti itu adalah teladan yang baik kepada panglima perang yang menyerahkan tentaranya ke medan pertempuran. Beliau tahu benar bahwa Zaid itu anak baik. Tertidur karena sudah sangat lelah, bukanlah hal yang dapat dilawannya. Sambil bergurau saja beliau menegur, namun kesannya kepada Zaid besar sekali.
Lanjutan ayat ialah,
“Bagi barangsiapa yang mengharapkan Allah dan Hari Kemudian!"
Yaitu sesudah di pangkal ayat dikatakan, bahwa pada diri Rasulullah itu sendiri ada hal yang akan dapat dijadikan contoh teladan bagi kamu. Yaitu bagi kamu yang beriman. Semata-mata menyebut iman saja tidaklah cukup. Iman mesti disertai pengharapan, yaitu bahwa inti dari iman itu sendiri. Inti iman ialah harapan. Harapan akan ridha Allah dan harapan akan kebahagiaan di hari akhirat. Kalau tidak ingat akan yang dua itu, atau kalau hidup tidak mempunyai harapan, iman tidak ada artinya. Maka untuk memelihara iman dan harapan hendaklah banyak mengingat Allah ﷻ Sebab itu maka di ujung ayat dikatakan,
“Dan yang banyak ingat kepada Allah."
Ini diperingatkan di akhir ayat. Sebab barang yang mudah mengatakan mengikut teladan Rasul dan barang yang mudah mengatakan beriman. Tetapi adalah meminta latihan batin yang dalam sekali untuk dapat menjalankannya. Seumpama orang yang mengambil alasan menuruti Sunnah Rasul yang membolehkan orang beristri lebih dari satu sampai berempat, tetapi jarang orang yang mengikuti ujung ayat, yaitu meneladan Rasul di dalam berlaku adil kepada istri-istri.
Atau umumnya orang yang mengakui umat Muhammad tetapi tidak mau mengerjakan peraturan yang disampaikan oleh Nabi Muhammad ﷺ.
Maka bertambah besar harapan kita kepada Allah ﷻ dan keyakinan kita akan Hari Kemudian dan bertambah banyak kita mengingat dan menyebut Allah bertambah ringanlah bagi kita meneladan Rasul ﷺ.
Ayat 22
“Dan (ingatlah) tatkala orang-orang yang beriman melihat golongan-golongan bersekutu itu, mereka berkata, ‘Inilah dia yang dijanjikan kepada kami oleh Allah dan Rasul-Nya."
Maka apabila orang-orang yang beriman melihat musuh itu begitu banyaknya dan begitu pula jahat maksud mereka, tidaklah mereka takut. Hati mereka berkata, “Inilah tanda bahwa kemenangan telah dekat, dan kita tidak akan sampai kepada kemenangan itu kalau hal seperti ini belum pernah kita alami." Lantaran itu mereka yakin dan tidak ada ragu-ragu lagi, sampai berkata, “Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya."
Karena keyakinan yang demikian tidaklah mereka takut lagi menempuh apa jua pun yang akan terjadi, hatta mati pun mereka mau menempuhnya. Apalah artinya nyawa sendiri, kalau kematian itu sudah nyata akan membawa kemenangan yang gilang-gemilang bagi agama dan aqidah yang mereka peluk. Lantaran kepadatan hati menghadapi segala kemungkinan itu, disebutkanlah keadaan mereka di ujung ayat,
“Dan tidaklah hal ini menambah kepada mereka melainkan iman dan penyerahan."
Ujung ayat ini hendaklah diperhatikan betul-betul. Yaitu setelah melihat musuh telah membuat persekutuan besar karena hendak menghancurkan Islam, mereka yakin akan janji Allah dan Rasul, bahwa inilah pintu kepada kemenangan. Seakan-akan kemenangan itu telah berdiri di hadapan mata mereka, sebab itu iman dan penyerahan mereka kepada Allah ﷻ bertambah kuat dan teguh pula. Artinya bukanlah mereka lalai dan tengah, bukan pula berdiam diri karena telah yakin bahwa mereka akan menang juga. Karena kemenangan yang dijanjikan itu masih juga bergantung kepada taslim, yaitu menyerah bulat kepada kehendak Allah dan Rasul, biar mati lumat di hadapan musuh. Maka -bukanlah mereka berpangku tangan jadinya, bermalas-malas karena janji Allah ﷻ pasti terjadi, yaitu kemenangan. Kelakuan yang demikian tidaklah sesuai dengan orang yang beriman.
Ayat 23
“Setengah dari orang-orang yang beriman itu, adalah beberapa laki-laki yang dengan jujur memenuhi apa yang telah mereka janjikan kepada Allah atasnya."
Allah ﷻ mengatakan bahwa di antara orang-orang yang beriman itu ada beberapa laki-laki, dipenuhinya janjinya yang telah diikatnya dengan Allah ﷻ menghadapi suatu amal perbuatan. Karena Mukmin itu selalu ingat akan Allah SWT, tidak pernah melupakan Allah, maka tidak pulalah dia lupa akan janjinya. Bandingkanlah dengan seorang budiman yang berutang uang kepada seorang yang sudi mengutangi. Selama utang itu belum terbayar, sukarlah dia buat melupakan. Tiap teringat kebaikan budi orang itu, pasti dia teringat akan utangnya yang belum dibayarnya itu.
“Maka setengah dari mereka telah selesai tugasnya." Selesai tugasnya, atau sampai cita-citanya, terkabul apa yang diingininya, yaitu utang kepada Allah ﷻ terbayar dan janji terpenuhi, dan dia pun mati. Hatinya senang menempuh kematian itu. Dia merasa beban yang berat telah diletakkan. Atau pendakian yang amat tinggi dan curam telah selesai terlampaui. “Dan setengah dari mereka menunggu." Artinya menunggu di sini ialah bersedia pula menghadapi maut, menunggu ajal. Rela menantikan panggilan itu, karena merasa diri belum pernah mungkir akan janji dengan Allah SWT, walau nyawa akan melayang dari badan.
“Dan tidaklah mereka mengubah-ubah, perubahan apa pun."
Tidak mereka akan berganjak dari pendirian, tidak dapat dibujuk dengan berbagai macam bujukan atau dirayu dengan rayuan apa pun. “Selangkah tidak surut, setapak tidak kembali. Esa hilang dua terbilang."
Ayat 24
Supaya menggajarilah Allah terhadap orang-orang yang benar karena kebenarannya."
Atau “orang-orang yang jujur karena kejujuran mereka."
Di ayat ini dijelaskanlah bahwasanya orang berbuat jujur, memang karena timbul dari dasar jiwanya yang memang jujur, pastilah akan mendapat ganjaran yang mulia di sisi Allah ﷻ “Dan akan diadzab-Nya orang-orang yang munafik itu jika Dia kehendaki."
Di sini kita pun mendapat lagi dua rahasia ayat. Rahasia pertama ialah orang yang berbuat jujur karena timbul dari lubuk jiwa yang memang jujur, pasti akan mendapat ganjaran yang mulia di sisi Allah ﷻ Berbuat jujur karena orangnya memang jujur jauh berbeda dengan orang yang dipaksa oleh keadaan berbuat jujur, padahal dalam lubuk hatinya kejujuran itu tidak ada.
Rahasia yang kedua ialah “dan akan diadzab-Nya orang-orang yang munafik itu jika Dia kehendaki." Suku ayat ini pun sejalan dengan yang sebelumnya. Mentang-mentang orang berbuat perbuatan munafik, tidaklah langsung saja Allah ﷻ terus mengadzab-nya.
Tidak mustahil mereka menyesal, lalu beriman sesudah munafik, atau beramal saleh sesudah fasik dan durhaka, sedang sifat Allah ﷻ yang disebut rahmat dapat mengalahkan sifat-Nya yang bernama ghadhab atau murka. Sebab itu di ujung ayat dijelaskan sifat Allah ﷻ itu,
“Atau diberi-Nya tobat atas mereka. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pemberi Ampun, Maha Penyayang."
Ayat 25
“Dan Allah usir kembali orang-orang yang kafir itu dengan sakit hati."
Niscaya sakitlah hati mereka karena kegagalan itu. Sudah lebih dan 10.000 orang datang hendak menyerbu. Disangka semula akan mudah berhasil, rupanya gagal sama sekali. Sesama sekutu pecah pula sebelum maksud tercapai
“Dan Allah menghindarkan peperangan dari orang-orang yang beriman." Karena parit (khandaq) telah mempertahankan mereka dan angin puyuh yang hebat telah mengusir kembali musuh-musuh mereka. Sehingga orang-orang yang beriman itu tidak sampai berperang,
“Dan Allah adalah Mahakuat, Mahaperkasa."
Dan sejak itu pula mulailah pamor Quraisy menurun. Kalau selama ini mereka yang selalu menyerang, dan kaum Muslimin bertahan, maka mulai waktu itu merekalah yang bertahan dan Islamlah yang menyerang. Waktu itulah dengan tegas Rasulullah ﷺ bersabda,
“Sejak kini kitalah yang mulai menyerang mereka, dan mereka tidak akan menyerang kita lagi." (HR Bukhari)
Kejadian ini bulan Syawwal tahun kelima. Tahun kedelapan jatuhlah Mekah ke tangan Muslimin.
Ayat 26
“Dan Dia menurunkan orang-orang yang membantu mereka."
Yaitu bahwa Allah ﷻ jualah yang menentukan, bahwa orang-orang atau kaum yang membantu kaum Quraisy dan Ghathafan yang hendak menghancurkan pertahanan Islam itu, “Dari Ahlui Kitab itu." Yaitu Bani Quraizhah “dari benteng-benteng mereka". Sesudah mereka bertahan selama 25 hari, akhirnya terpaksa mereka turun juga ke bawah.
Akhirnya setelah genap 25 hari belum juga menyerah, kaum Muslimin memutuskan menyerbu ke dalam benteng itu. Ali bin Abi Thalib pemangku bendera atau petaka perang berseru, Seluruh brigade iman, marilah maju. Saya sendiri ingin hendak merasakan apa yang pernah dirasakan oleh pamanku Hamzah bin Abdul Muthalib, mati hancur badan saya, atau saya kuasai benteng ini seluruhnya. Maju! Maka berlompatanlah brigade iman itu, di dalamnya termasuk pahlawan besar Zubair bin Awwam.
Tetapi Bani Quraizhah yang telah ketakutan itu minta tangguh, lalu berseru, “Ya Muhammad! Kami tunduk kepada keputusan Sa'ad bin Mu'az. Apa yang dia putuskan kami terima."
Ketundukan yang telah mereka nyatakan itu, menyebabkan serbuan besar-besaran tidak jadi. Sa'ad bin Mu'az lekas dijemput, sebagaimana yang telah diterangkan di atas. Maka tersebutlah di ujung ayat, “Sebagian kamu bunuh mereka" yaitu sekalian orang dewasa yang telah mengatur pengkhianatan ini dan jelas bertahan seketika benteng mereka dikepung,
“Dan kamu tawan yang sebagian lagi".
Yang ditawan ialah perempuan-perempuan dan kanak-kanak yang belum tumbuh bulu di mukanya. Yang masih terhitung kanak-kanak.
Ayat 27
“Dan telah Kami wariskan kepada kamu tanah mereka."
Segala ladang, segala kebun kurma, segala bekas tempat tinggal mereka, “Dan harta benda mereka, “ kekayaan banyak yang telah mereka kumpulkan berpuluh tahun, semuanya menjadi harta kekayaan kaum Muslimin. Dan tanah yang belum kamu injak."
Menurut riwayat yang disampaikan oleh Imam Malik dari Zaid bin Aslam, tanah yang kami injak itu ialah Khaibar. Tetapi ada lagi riwayat, ialah Mekah.
Ada pula riwayat mengatakan bahwa yang dimaksud ialah Parsi dan Rum. Ibnu Jurair mengatakan mungkin semuanyalah yang dimaksud.
Tetapi kita lebih berat kepada Khaibar. Sebab Khaibar adalah pertahanan terakhir dan Yahudi di Tanah Arab di waktu itu. Setelah ketiga kabilah Bani Qainuqa, Bani Nadhir, dan
Kita tidak condong kepada tafsiran yang mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan tanah yang belum kamu injak itu ialah Mekah. Sebab Mekah sudah diinjak oleh kaum Muhajirin sebelum mereka hijrah ke Madinah dan telah diinjak oleh kaum Muhajirin dan Anshar pada waktu Umratul Qadha. Maka yang lebih cocok ialah Khaibar, sebab di sana benteng Yahudi terakhir.
“Dan adalah Allah itu terhadap segala sesuatu Mahakuasa."