Ayat
Terjemahan Per Kata
قَدۡ
sesungguhnya
يَعۡلَمُ
mengetahui
ٱللَّهُ
Allah
ٱلۡمُعَوِّقِينَ
orang-orang yang merintangi
مِنكُمۡ
diantara kamu
وَٱلۡقَآئِلِينَ
dan orang yang berkata
لِإِخۡوَٰنِهِمۡ
kepada saudara-saudara mereka
هَلُمَّ
marilah
إِلَيۡنَاۖ
kepada kami
وَلَا
dan tidak
يَأۡتُونَ
mendatangi mereka
ٱلۡبَأۡسَ
peperangan
إِلَّا
kecuali
قَلِيلًا
sedikit/sebentar
قَدۡ
sesungguhnya
يَعۡلَمُ
mengetahui
ٱللَّهُ
Allah
ٱلۡمُعَوِّقِينَ
orang-orang yang merintangi
مِنكُمۡ
diantara kamu
وَٱلۡقَآئِلِينَ
dan orang yang berkata
لِإِخۡوَٰنِهِمۡ
kepada saudara-saudara mereka
هَلُمَّ
marilah
إِلَيۡنَاۖ
kepada kami
وَلَا
dan tidak
يَأۡتُونَ
mendatangi mereka
ٱلۡبَأۡسَ
peperangan
إِلَّا
kecuali
قَلِيلًا
sedikit/sebentar
Terjemahan
Sungguh, Allah mengetahui para penghalang (untuk berperang) dari (golongan)-mu dan orang yang berkata kepada saudara-saudaranya, “Marilah bersama kami.” Mereka tidak datang berperang, kecuali hanya sebentar.
Tafsir
(Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang menghalang-halangi) yang menghambat (di antara kalian dan orang-orang yang berkata kepada saudara-saudaranya, "Marilah) kemarilah (kepada kami." Dan mereka tidak mendatangi peperangan) pertempuran (melainkan hanya sebentar) hanya ingin pamer dan cari muka.
Tafsir Surat Al-Ahzab: 18-19
Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang menghalang-halangi di antara kamu dan orang-orang yang berkata kepada saudara-saudaranya, "Marilah kepada kami. Dan mereka tidak mendatangi peperangan melainkan sebentar. Mereka bakhil terhadapmu; apabila datang ketakutan (bahaya), kamu lihat mereka itu memandang kepadamu dengan mata yang terbalik-balik seperti orang yang pingsan karena akan mati; dan apabila ketakutan telah hilang, mereka mencaci kamu dengan lidah yang tajam, sedangkan mereka bakhil untuk berbuat kebaikan. Mereka itu tidak beriman, maka Allah menghapuskan (pahala) amalnya. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Al-Ahzab: 18-19)
Ayat 18
Allah subhaanahu wa ta’aalaa menceritakan tentang pengetahuan-Nya yang meliputi sikap orang-orang yang menghalang-halangi orang lain untuk mengikuti peperangan, yaitu mereka yang berkata kepada teman-temannya, kaum kerabatnya, serta teman sepergaulan mereka: Marilah kepada kami. (Al-Ahzab: 18) Maksudnya, marilah ikut dengan kami pulang ke rumah hingga kita dapat berteduh dan menikmati buah-buahan. Selain itu keadaan mereka adalah seperti yang diungkapkan oleh firman-Nya: Dan mereka tidak mendatangi peperangan melainkan sebentar. (Al-Ahzab: 18)
Ayat 19
Mereka bakhil terhadapmu. (Al-Ahzab: 19) Yakni kikir dalam hal rasa senang dan kasih sayang mereka terhadap kalian. Menurut penafsiran As-Suddi sehubungan dengan makna firman-Nya: Mereka bakhil terhadapmu. (Al-Ahzab: 19) Bahwa mereka kikir dalam masalah ganimah (harta rampasan perang). apabila datang ketakutan (bahaya), kamu lihat mereka itu memandang kepadamu dengan mata yang terbalik-balik seperti orang yang pingsan karena akan mati. (Al-Ahzab: 19) Yakni karena ketakutan yang sangat dan kekagetannya, dan memang demikianlah keadaan orang-orang yang pengecut dalam menghadapi peperangan. dan apabila ketakutan telah hilang, mereka mencaci kamu dengan lidah yang tajam. (Al-Ahzab: 19) Apabila keadaan telah aman dan bahaya telah hilang, maka mereka mulai bicara dengan suara yang lantang seraya menyebutkan kepahlawanan, keberanian, dan jasa mereka dalam medan perang, padahal mereka dusta dalam perkataannya itu.
Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhu telah mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: mereka mencaci kamu. (Al-Ahzab: 19) Yaitu menghadapi kalian dengan lisan yang tajam. Qatadah mengatakan bahwa adapun bila saat pembagian ganimah, mereka adalah orang-orang yang paling kikir dan paling buruk dalam menerima pembagiannya. Mereka mengatakan, "Berilah kami bagian, berilah kami bagian, sesungguhnya kami ikut serta bersama kalian dalam peperangan." Adapun di kala keadaan sedang gawat dan terjepit, mereka adalah orang-orang yang paling pengecut dan paling menghina perkara yang hak.
Selain itu mereka kikir akan kebaikan, yakni dalam diri mereka tidak terdapat suatu kebaikan pun. Di dalam diri mereka terhimpun sifat pengecut, dusta, dan minim akan kebaikan. Pengertian yang sama diungkapkan oleh salah seorang penyair mereka: Hai orang-orang yang di dalam keadaan damai kelihatan gesit, galak, dan garang; sedangkan dalam keadaan perang bagaikan kaum wanita yang berhaid.
Yakni dalam keadaan damai mereka seperti keledai-keledai, sedangkan di dalam keadaan perang seakan-akan mereka adalah kaum wanita yang berhaid (lemah dan lamban). Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: Mereka itu tidak beriman, maka Allah menghapuskan (pahala) amalnya. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Al-Ahzab: 19) Maksudnya, teramat mudah dan gampang bagi-Nya.
Mereka mengira (bahwa) golongan-golongan yang bersekutu itu belum pergi; dan jika golongan-golongan yang bersekutu itu datang kembali, niscaya mereka ingin berada di dusun-dusun bersama-sama orang Arab Badui, sambil menanya-nanyakan tentang berita-beritamu. Dan sekiranya mereka berada bersama kamu, mereka tidak akan berperang melainkan sebentar saja. (Al-Ahzab: 20)
Apa yang disebutkan oleh ayat ini pun menggambarkan tentang sifat-sifat mereka yang buruk, yaitu pengecut, lemah menghadapi perang, dan penakut: Mereka mengira (bahwa) golongan-golongan yang bersekutu itu belum pergi. (Al-Ahzab: 20) Bahkan mereka mengira musuh itu masih berada di dekat Mereka, dan musuh pasti kembali menyerang mereka.
Dan jika golongan-golongan yang bersekutu itu datang kembali, niscaya mereka ingin berada di dusun-dusun bersama-sama orang Arab Badui, sambil menanya-nanyakan tentang berita-beritamu. (Al-Ahzab: 20) Yakni bila golongan-golongan yang bersekutu itu datang kembali, mereka menginginkan sekiranya mereka tidak berada bersama kalian di Madinah, melainkan mereka berada di pedalaman seraya menanya-nanya tentang berita kalian dan apa yang dialami oleh kalian bersama musuh kalian.
Dan sekiranya mereka berada bersama kamu, mereka tidak akan berperang melainkan sebentar saja. (Al-Ahzab: 20) Sekiranya mereka berada bersama kalian, pastilah mereka tidak ikut berperang bersama kalian melainkan hanya sebentar saja, karena sifat mereka yang pengecut, hina, lagi lemah keyakinannya. Allah subhaanahu wa ta’aalaa Maha Mengetahui hal ikhwal mereka.
Allah mengetahui siapa saja yang berkhianat. Sungguh, dengan ilmu-Nya yang meliputi segala sesuatu Allah mengetahui orang-orang yang menghalang-halangi di antara kamu, dari kaum munafik, dan orang yang dengan maksud menghina berkata kepada saudara-saudaranya yang bergaul dengan mereka di Madinah, 'Marilah ikut bersama kami. Tinggalkanlah Muhammad. Jangan ikut perang sebab sebentar lagi Muhammad akan terbunuh di medan perang. ' Tetapi mereka memang datang untuk ikut berperang, namun hanya sebentar karena mereka takut mati. 19. Wahai kaum mukmin, tidak hanya menghasutmu untuk pulang ke Madinah, mereka yang berjiwa munafik itu juga kikir terhadapmu karena mereka sejatinya pengecut dan penakut. Apabila datang ketakutan dan bahaya yang mengancam, kamu lihat mereka itu memandang kepadamu dengan penuh ketakutan sehingga matanya terbalik-balik seperti orang yang pingsan karena akan mati; dan apabila rasa ketakutan telah hilang, mereka tampil seperti orang yang kuat dan pemberani, dan dengan sombong kembali mencaci kamu dengan lidah yang tajam atas kebaikan yang kamu lakukan, sedang mereka sendiri kikir atau enggan untuk berbuat kebaikan. Mereka itu pada hakikatnya tidak beriman, maka Allah menghapus pahala dari amalnya dan di akhirat kelak mereka tidak akan mendapati apa yang mereka harapkan. Dan yang demikian itu tentu sa-ngat mudah bagi Allah.
Ayat ini menerangkan bahwa Allah mengetahui dengan sesungguhnya orang yang menghambat manusia mengikuti Rasulullah ﷺ berperang di jalan-Nya. Dia mengetahui pula orang-orang yang enggan dan minta izin kepada Rasulullah ﷺ untuk tidak ikut berperang, serta orang-orang yang mengajak penduduk Medinah agar tidak ikut berperang bersamanya.
Sementara itu, ada pula orang-orang yang ikut berperang sebentar saja sekedar untuk memperlihatkan kepada kaum Muslimin bahwa sebenarnya mereka itu termasuk orang yang ikut berperang. Akan tetapi, di saat kaum Muslimin lengah, mereka menghilang dengan diam-diam dan kembali ke rumahnya masing-masing.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
JIWA MUNAFIK
“Katakanlah!" — Ya Rasul Allah —
Ayat 17
“Siapakah yang akan melindungi kamu dari Allah, jika Dia yang menghendaki bencana atas kamu, atau jika Dia menghendaki rahmat?"
Maksud ayat ini ialah menjelaskan, bahwa dalam hal serupa ini hendaklah kamu ingat benar, bahwa kamu tengah berhadapan dengan ketentuan Allah ﷻ sendiri. Bahwasanya kekuasaan tertinggi adalah pada Allah ﷻ mutlak semata-mata. Kalau kamu lari kamu pasti bertemu dengan bencana; dan tidak seorang jua pun atau tidak sesuatu jua pun yang dapat melindungi kamu dari bencana yang telah ditentukan Allah ﷻ itu. Tetapi jika kamu tegak di atas barisan kebenaran, berjuang menegakkan Islam bersama Nabi, pastilah Allah ﷻ akan menurunkan rahmat-Nya. Tidak pula seseorang pun atau sesuatu jua pun yang dapat menghambat kedatangan rahmat itu.
Untuk menimbulkan kegembiraan bekerja siang dan malam menggali tanah, meng-hancurkan batu-batu yang membelintang, beliau turut memikul tanah galian dengan bahunya yang semampai. Ketika tiba giliran perlu memikul, beliau pun turut memikul, sehingga tanah-tanah dan pasir telah mengalir bersama keringat beliau di atas rambut beliau yang tebal. Semuanya itu dikerjakan oleh sahabat-sahabatnya dengan gembira dan bersemangat, sebab beliau sendiri kelihatan gembira dan bersemangat. Sehingga bekerja, bergotong-royong, menggali tanah, menyekap pasir, memukul batu sambil bernyanyi gembira, dengan syair-syair gembira gubahan Abdullah bin Rawahah, dengan bahar rajaz yang mudah dinyanyikan.
“Demi Allah, kalau bukan kehendak Allah, tidaklah kami dapat petunjuk; tidaklah kami berzakat, tidaklah kami shalat. Maka turunkanlah ketenteraman hati kepada kami, dan teguhkanlah kaki kami jika kami bertemu musuh. Sesungguhnya mereka itu telah kejam kepada kami, kiranya mereka mau berbuat ribut, kami tak mau."
Syair-syair dalam timbangan bahar rajaz ini mudah dilagukan bersama-sama dengan gembira. Maka sambil mengangkat tanah, memikul batu, memecah batu besar dengan linggis, mereka nyanyikan bahar rajaz gubahan Abdullah bin Rawahah itu bersama-sama. Sama keadaannya dengan kerja gotong-royong “ramba te rata, ho ho," atau seperti yang saya dengar di kampung saya waktu masihkecil jika orang menarik tonggak dari hutan bersama-sama bergotong-royong.
Helang hantok,
Muntari hilang lalok.
Di buah pondok.
Tetapi bahar rajaz gubahan Abdullah bin Rawahah, penyair muda dari Madinah ini, yang kemudian mencapai syahidnya dalam Peperangan Mu'tah bersama Ja'far bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah adalah berisi rasa iman yang mendalam. Maka tiap-tiap tiba nyanyian di ujung syair, yaitu Shallairtaa pada bahar pertama dan Laaqaina danAbainaa pada bahar kedua dan ketiga, Rasulullah pun turut mengangkat suara beliau dengan gembira sehingga semua pun senang, lupa bagaimana beratnya pekerjaan dan bagaimana besarnya musuh yang dihadapi.
Maka janganlah kita samakan Rasulullah ﷺ yang memimpin penggalian parit khandaq itu dengan beliau-beliau orang-orang besar di zaman kini ketika meletakkan batu pertama hendak mendirikan gedung baru atau menggunting pita ketika sebuah kantor akan dibuka atau shalat ke masjid dengan upacara, ini betul-betul memimpin.
Al-Bara bin Azib berkata, “Tanah yang beliau angkat pun jatuh ke atas perut beliau dan lekat pada bulu dada dan perut. Karena bulu dada beliau tebal."
Setelah dikaji Peperangan Khandaq ini secara ilmiah, sebagaimana yang dilakukan oleh Jenderal pensiun Abdullah Syits Khathab di Iraq, memang amat besar bahaya yang mengancam dalam Perang Khandaq itu. Hari di musim dingin, persediaan makanan di Madinah berkurang-kurang. Kalau terbayang saja agak sedikit rasa kecemasan di wajah beliau, pastilah semangat para pejuang akan meluntur. Namun beliau bersikap seakan-akan bahaya itu kecil saja dan dapat diatasi dengan kegembiraan dan kesungguhan bekerja.
Disiplin keras tetapi penuh kasih sayang, dengan pandangan yang penuh ketakutan. Ungkapan berputar-putar atau terbalik-balik mata mereka, atau terbelalang mata mereka memandang Nabi ﷺ. Di saat yang seperti demikian jelas sekali bahwa mereka tidak tahu apa yang akan mereka perbuat, sedang mereka sangat takut akan mati. Jika ingat akan mati itu, rasanya maulah mereka pingsan karena pengecutnya. Di saat genting demikian jelas sekali bahwa dalam hati kecilnya si munafik itu mengakui juga, bahwa yang dapat menghadapi hal yang menakutkan itu hanyalah Nabi ﷺ
Selanjutnya, “Maka apabila yang menakutkan itu sudah pergi." Atau bahaya sudah lepas mungkin karena bahaya itu tidak sebesar yang ditakutkan oleh si munafik yang jiwa kecil itu, atau telah disapu bersih oleh kegagahberanian kaum yang beriman di bawah pimpinan Nabi ﷺ, “Mereka caci maki kamu dengan lidah yang tajam, karena bakhil mereka akan berbuat baik." Demikianlah ketika bahaya masih ada mereka pengecut, menjauh dan berdiam diri, takut mendekat dan serba-serbi ketakutan. Mereka biarkan orang yang mengatasi bahaya itu berjuang setengah mati. Dan kalau bahaya telah terlepas, barulah mereka membuka mulut mengata-ngatai orang yang telah pergi, mencela yang bekerja keras. Lalu dia membela diri, mengemukakan berbagai alasan mengapa dia selama ini berdiam diri. Bahwa berdiam dirinya itu adalah suatu siasat.
“Orang-orang pengecut memandang bahwa dia pengecut itu adalah suatu pendapat juga. Memang demikianlah tabiat dari jiwa yang rendah."
Dalam ayat dijelaskan juga sebabnya. Yaitu karena mereka bakhil, enggan berbuat baik. Pendirian hanya sekadar mementingkan diri sendiri atau keuntungan benda yang nyata. Lebih dan itu tidak! Dia tidak mau susah-susah. Dia tidak mempunyai cita-cita yang tinggi dalam hidup. Tidak mempunyai keberanian moral.
Allah ﷻ telah menjelaskan intinya, siapa sebenarnya orang itu, “Orang-orang itu tidaklah beriman."
Orang yang berjuang berjihad dalam jalan Allah ﷻ memasang pedoman dalam jiwanya sendiri, pedoman iman. Adapun orang yang tidak ada hakikat iman, tidaklah ada yang akan diperjuangkannya. Dia tidak mempunyai keberanian menempuh hidup. Sebab itu maka segala amal perbuatan mereka tidaklah mempunyai latar belakang cita-cita.
"Sebab itu maka Allah menggugurkan segala amalan mereka." Yaitu kerap kalilah amal perbuatan mereka itu gugur sebelum berkembang, terhenti di tengah jalan sebelum sampai kepada yang dituju, atau hilang dalam pusaran air, tidak tentu entah ke mana. “Dan yang demikian itu," yaitu menggugurkan segala amal perbuatan mereka, atau gagal, atau kecewa,
“Adalah mudah saja bagi Allah."
Oleh sebab itu, jadi peringatanlah bagi orang yang beriman agar memperteguh iman dan mengukuhkan tawakal kepada Allah ﷻ disertai ikhlas di dalam segala pekerjaan yang tengah dihadapi, agar amal itu diberkati oleh Allah ﷻ dan tidak digugurkan begitu saja, sehingga berbeda hasil dari yang direncanakan. Bukan hasil yang baik, melainkan buruk.
Ayat 20
“Mereka mengira bahwa golongan-golongan bersekutu itu belum pergi."
Ini pun adalah salah satu ciri perangai si munafik dan pengecut itu. Meskipun musuh-musuh itu telah pergi karena telah hampir sebulan mereka melakukan pengepungan namun hasilnya kosong sama sekali, lalu mereka tinggalkan tempat itu karena diusir oleh tentara yang tidak kelihatan, namun si pengecut masih belum percaya bahwa musuh itu telah pergi. Mereka masih bersembunyi di belakang kain sarung istrinya.
Selanjutnya, “Dan jika golongan-golongan bersekutu itu datang, inginlah mereka kalau mereka berada bersama-sama dengan Badwi A'raab," yaitu tinggal bersama-sama dengan orang-orang Badwi, hidup mengembara di padang pasir menggembalakan ternak kambing dan unta, pindah dari satu tempat ke tempat lain. Badwi yang masih mengembara itu disebut A'raab. Bukan ‘Arab. A'raab disebutkan untuk mereka yang belum hidup ke dalam kota dan belum mencapai kehidupan yang menetap. Dan ‘Arab disebutkan kepada mereka yang telah berdiam di kota, sebagaimana Madinah, di Mekah, dan di Thaif di masa itu, atau di Damaskus atau di Palestina.
Maka orang-orang munafik yang pengecut itu berpikir, jika misalnya musuh bersekutu itu menyerbu ke dalam kota, mereka akan terlebih dahulu mengelakkan diri lari ke padang pasir jadi Badwi, jauh dari kota-kota."Bertanya-tanya tentang berita kamu." Maka pikiran yang terlintas dalam otak mereka ialah lari berlepas diri, tidak mau turut terlibat dengan urusan menghadapi musuh. Di sana menunggu-nunggu kabar berita, menangkah kaum Muslimin atau kalah. Masih adakah musuh dalam kota atau sudah pergi.
“Dan jika mereka ada beserta kamu, tidaklah mereka akan turut berperang, kecuali sedikit."
Sekadar untuk memperlihatkan diri saja, asal jangan tidak sama sekali. Karena kalau peperangan itu menang, mereka mengharap dapat bagian juga dari harta rampasan.