Ayat
Terjemahan Per Kata
قُلۡ
katakanlah
مَن
barang siapa
ذَا
mempunyai
ٱلَّذِي
yang
يَعۡصِمُكُم
melindungi kamu
مِّنَ
dari
ٱللَّهِ
Allah
إِنۡ
jika
أَرَادَ
Dia menghendaki
بِكُمۡ
dengan/untuk kalian
سُوٓءًا
kejelekan/bencana
أَوۡ
atau
أَرَادَ
Dia menghendaki
بِكُمۡ
dengan/untuk kalian
رَحۡمَةٗۚ
rahmat
وَلَا
dan tidak
يَجِدُونَ
mereka memperoleh
لَهُم
bagi mereka
مِّن
dari
دُونِ
selain
ٱللَّهِ
Allah
وَلِيّٗا
pelindung
وَلَا
dan tidak
نَصِيرٗا
penolong
قُلۡ
katakanlah
مَن
barang siapa
ذَا
mempunyai
ٱلَّذِي
yang
يَعۡصِمُكُم
melindungi kamu
مِّنَ
dari
ٱللَّهِ
Allah
إِنۡ
jika
أَرَادَ
Dia menghendaki
بِكُمۡ
dengan/untuk kalian
سُوٓءًا
kejelekan/bencana
أَوۡ
atau
أَرَادَ
Dia menghendaki
بِكُمۡ
dengan/untuk kalian
رَحۡمَةٗۚ
rahmat
وَلَا
dan tidak
يَجِدُونَ
mereka memperoleh
لَهُم
bagi mereka
مِّن
dari
دُونِ
selain
ٱللَّهِ
Allah
وَلِيّٗا
pelindung
وَلَا
dan tidak
نَصِيرٗا
penolong
Terjemahan
Katakanlah, “Siapa yang dapat melindungi kamu dari (ketentuan) Allah jika Dia menghendaki bencana atasmu atau menghendaki rahmat untuk dirimu?” Mereka itu tidak akan mendapatkan pelindung dan penolong selain Allah.
Tafsir
(Katakanlah! "Siapakah yang dapat melindungi kalian) yang dapat menyelamatkan kalian (dari takdir Allah jika Dia menghendaki bencana atas kalian) kebinasaan dan kekalahan (atau) siapakah yang dapat menimpakan keburukan kepada kalian jika (telah menghendaki) Allah (atas diri kalian rahmat) yakni kebaikan. (Dan orang-orang munafik itu tidak memperoleh bagi mereka selain Allah) (pelindung) yang bermanfaat bagi diri mereka (dan tidak pula penolong.") yang dapat menolak marabahaya dari diri mereka.
Tafsir Surat Al-Ahzab: 14-17
Kalau (Yatsrib) diserang dari segala penjuru, kemudian diminta kepada mereka supaya murtad, niscaya mereka mengerjakannya, dan mereka tiada akan menunda-nunda untuk murtad itu melainkan dalam waktu yang singkat. Dan sesungguhnya mereka sebelum itu telah berjanji kepada Allah, "Mereka tidak akan berbalik ke belakang (mundur). Dan adalah perjanjian dengan Allah akan diminta pertanggungjawabannya. Katakanlah, "Lari itu sekali-kali tidaklah berguna bagimu. Jika kamu melarikan diri dari kematian atau pembunuhan, dan jika (kamu terhindar dari kematian), kamu tidak juga akan mengecap kesenangan kecuali sebentar saja. Katakanlah, "Siapakah yang dapat melindungi kamu dari (takdir) Allah jika Dia menghendaki bencana atasmu atau menghendaki rahmat untuk dirimu? Dan orang munafik itu tidak memperoleh bagi mereka pelindung dan penolong selain Allah. (Al-Ahzab: 14-17)
Ayat 14
Allah subhaanahu wa ta’aalaa menceritakan perihal mereka yang mengatakan: "Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga). Dan rumah-rumah itu sekali-kali tidak terbuka, mereka tidak lain hanyalah hendak lari. (Al-Ahzab: 13) Bahwa seandainya musuh memasuki mereka dari segenap penjuru Madinah atau dari salah satu celahnya yang lowong dari pertahanan, kemudian mereka diminta supaya murtad, tentulah dengan bersegera mereka memenuhi permintaan itu, tanpa memelihara keimanan mereka lagi dan membuangnya jauh-jauh hanya karena rasa takut dan kaget yang menimpa diri mereka, sekalipun itu ringan.
Demikianlah menurut apa yang ditafsirkan oleh Qatadah, Abdur Rahman ibnu Zaid, dan Ibnu Jarir. Ayat ini mengandung makna celaan yang berat ditujukan kepada mereka. Selanjutnya Allah mengingatkan mereka tentang apa yang telah mereka ikrarkan dan mereka janjikan sebelum peristiwa yang menakutkan itu, bahwa mereka tidak akan lari dari medan perang dan tidak akan membalikkan punggung mereka darinya.
Ayat 15
Dan adalah perjanjian dengan Allah akan diminta pertanggungjawabannya. (Al-Ahzab: 15) Sesungguhnya Allah akan meminta pertanggungjawaban dari mereka tentang perjanjian tersebut, dan ini merupakan suatu kepastian. Kemudian Allah subhaanahu wa ta’aalaa memberitahukan kepada mereka bahwa lari mereka dari medan perang tidaklah dapat menangguhkan ajal mereka dan tidak pula memperpanjang usia mereka, bahkan adakalanya hal tersebut menjadi penyebab disegerakan-Nya azab mereka secara tiba-tiba.
Ayat 16
Untuk itulah maka disebutkan dalam firman selanjutnya: dan jika (kamu terhindar dari kematian), kamu tidak juga akan mengecap kesenangan kecuali hanya sebentar saja. (Al-Ahzab: 16) Yaitu sesudah kalian lari dari medan perang. Katakanlah, "Kesenangan di dunia inihanya sebentar, dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa. (An-Nisa: 77)
Ayat 17
Kemudian Allah subhaanahu wa ta’aalaa Berfirman: Katakanlah, "Siapakah yang dapat melindungi kamu dari (takdir) Allah jika Dia menghendaki bencana atasmu atau menghendaki rahmat untuk dirimu? Dan orang-orang munafik itu tidak memperoleh bagi mereka pelindung dan penolong selain Allah. (Al-Ahzab: 17) Artinya, tiada seorang pun yang dapat melindungi mereka, dan tiada seorang pun yang dapat menolong mereka juga orang-orang selain mereka kecuali hanya Allah subhaanahu wa ta’aalaa.
Allah Mahakuasa, karena itu katakanlah wahai Nabi Muhammad untuk mengingatkan mereka, 'Siapakah yang dapat melindungi kamu dari ketentuan Allah jika Dia menghendaki bencana atasmu atau menghendaki rahmat untuk dirimu'' Tentu tidak satu pun. Mereka itu tidak akan mendapatkan pelindung dan penolong selain Allah jika bencana itu benar-benar datang. 18. Allah mengetahui siapa saja yang berkhianat. Sungguh, dengan ilmu-Nya yang meliputi segala sesuatu Allah mengetahui orang-orang yang menghalang-halangi di antara kamu, dari kaum munafik, dan orang yang dengan maksud menghina berkata kepada saudara-saudaranya yang bergaul dengan mereka di Madinah, 'Marilah ikut bersama kami. Tinggalkanlah Muhammad. Jangan ikut perang sebab sebentar lagi Muhammad akan terbunuh di medan perang. ' Tetapi mereka memang datang untuk ikut berperang, namun hanya sebentar karena mereka takut mati.
Menurut riwayat lain bahwa yang mengajak itu adalah orang-orang Yahudi. Mereka mengajak orang-orang munafik menghindarkan diri dari Nabi dan orang-orang Muslimin dengan mengatakan, "Apabila Abu Sufyan menang, tentulah Muhammad dan pengikut-pengikutnya akan dibinasakan semuanya." Karena itu turunlah ayat ini.
Pada ayat ini, Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad untuk menjawab perkataan orang-orang yang mengatakan bahwa mereka akan selamat bila mereka meninggalkan medan pertempuran. Allah berfirman, "Tidak seorang pun di antara kamu yang sanggup menghindarkan diri dari pembunuhan atau kesengsaraan jika Allah telah menetapkannya. Demikian pula, tidak seorang pun yang dapat mendatangkan sesuatu kebaikan kepada seseorang jika Allah tidak menghendakinya. Manfaat dan kemelaratan itu hanya Allah yang menetapkannya, tidak seorang pun yang sanggup mengganti atau mengubahnya. Oleh karena itu, orang-orang munafik dan Yahudi yang mengkhianati Nabi tidak akan mendapatkan orang yang dapat menolong dan mengelakkan bencana yang akan menimpa mereka.
Menurut suatu riwayat, 'Abdullah bin Ubay dan kawan-kawannya, orang-orang munafik dan Yahudi berkata kepada kaum Muslimin, "Muhammad dan pengikut-pengikutnya sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah kaum Quraisy dan sekutu-sekutunya. Oleh karena itu, mereka pasti binasa, dan marilah kita menjauhkan diri dari padanya.".
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
JIWA MUNAFIK
“Katakanlah!" — Ya Rasul Allah —
Ayat 17
“Siapakah yang akan melindungi kamu dari Allah, jika Dia yang menghendaki bencana atas kamu, atau jika Dia menghendaki rahmat?"
Maksud ayat ini ialah menjelaskan, bahwa dalam hal serupa ini hendaklah kamu ingat benar, bahwa kamu tengah berhadapan dengan ketentuan Allah ﷻ sendiri. Bahwasanya kekuasaan tertinggi adalah pada Allah ﷻ mutlak semata-mata. Kalau kamu lari kamu pasti bertemu dengan bencana; dan tidak seorang jua pun atau tidak sesuatu jua pun yang dapat melindungi kamu dari bencana yang telah ditentukan Allah ﷻ itu. Tetapi jika kamu tegak di atas barisan kebenaran, berjuang menegakkan Islam bersama Nabi, pastilah Allah ﷻ akan menurunkan rahmat-Nya. Tidak pula seseorang pun atau sesuatu jua pun yang dapat menghambat kedatangan rahmat itu.
Untuk menimbulkan kegembiraan bekerja siang dan malam menggali tanah, meng-hancurkan batu-batu yang membelintang, beliau turut memikul tanah galian dengan bahunya yang semampai. Ketika tiba giliran perlu memikul, beliau pun turut memikul, sehingga tanah-tanah dan pasir telah mengalir bersama keringat beliau di atas rambut beliau yang tebal. Semuanya itu dikerjakan oleh sahabat-sahabatnya dengan gembira dan bersemangat, sebab beliau sendiri kelihatan gembira dan bersemangat. Sehingga bekerja, bergotong-royong, menggali tanah, menyekap pasir, memukul batu sambil bernyanyi gembira, dengan syair-syair gembira gubahan Abdullah bin Rawahah, dengan bahar rajaz yang mudah dinyanyikan.
“Demi Allah, kalau bukan kehendak Allah, tidaklah kami dapat petunjuk; tidaklah kami berzakat, tidaklah kami shalat. Maka turunkanlah ketenteraman hati kepada kami, dan teguhkanlah kaki kami jika kami bertemu musuh. Sesungguhnya mereka itu telah kejam kepada kami, kiranya mereka mau berbuat ribut, kami tak mau."
Syair-syair dalam timbangan bahar rajaz ini mudah dilagukan bersama-sama dengan gembira. Maka sambil mengangkat tanah, memikul batu, memecah batu besar dengan linggis, mereka nyanyikan bahar rajaz gubahan Abdullah bin Rawahah itu bersama-sama. Sama keadaannya dengan kerja gotong-royong “ramba te rata, ho ho," atau seperti yang saya dengar di kampung saya waktu masihkecil jika orang menarik tonggak dari hutan bersama-sama bergotong-royong.
Helang hantok,
Muntari hilang lalok.
Di buah pondok.
Tetapi bahar rajaz gubahan Abdullah bin Rawahah, penyair muda dari Madinah ini, yang kemudian mencapai syahidnya dalam Peperangan Mu'tah bersama Ja'far bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah adalah berisi rasa iman yang mendalam. Maka tiap-tiap tiba nyanyian di ujung syair, yaitu Shallairtaa pada bahar pertama dan Laaqaina danAbainaa pada bahar kedua dan ketiga, Rasulullah pun turut mengangkat suara beliau dengan gembira sehingga semua pun senang, lupa bagaimana beratnya pekerjaan dan bagaimana besarnya musuh yang dihadapi.
Maka janganlah kita samakan Rasulullah ﷺ yang memimpin penggalian parit khandaq itu dengan beliau-beliau orang-orang besar di zaman kini ketika meletakkan batu pertama hendak mendirikan gedung baru atau menggunting pita ketika sebuah kantor akan dibuka atau shalat ke masjid dengan upacara, ini betul-betul memimpin.
Al-Bara bin Azib berkata, “Tanah yang beliau angkat pun jatuh ke atas perut beliau dan lekat pada bulu dada dan perut. Karena bulu dada beliau tebal."
Setelah dikaji Peperangan Khandaq ini secara ilmiah, sebagaimana yang dilakukan oleh Jenderal pensiun Abdullah Syits Khathab di Iraq, memang amat besar bahaya yang mengancam dalam Perang Khandaq itu. Hari di musim dingin, persediaan makanan di Madinah berkurang-kurang. Kalau terbayang saja agak sedikit rasa kecemasan di wajah beliau, pastilah semangat para pejuang akan meluntur. Namun beliau bersikap seakan-akan bahaya itu kecil saja dan dapat diatasi dengan kegembiraan dan kesungguhan bekerja.
Disiplin keras tetapi penuh kasih sayang, dengan pandangan yang penuh ketakutan. Ungkapan berputar-putar atau terbalik-balik mata mereka, atau terbelalang mata mereka memandang Nabi ﷺ. Di saat yang seperti demikian jelas sekali bahwa mereka tidak tahu apa yang akan mereka perbuat, sedang mereka sangat takut akan mati. Jika ingat akan mati itu, rasanya maulah mereka pingsan karena pengecutnya. Di saat genting demikian jelas sekali bahwa dalam hati kecilnya si munafik itu mengakui juga, bahwa yang dapat menghadapi hal yang menakutkan itu hanyalah Nabi ﷺ
Selanjutnya, “Maka apabila yang menakutkan itu sudah pergi." Atau bahaya sudah lepas mungkin karena bahaya itu tidak sebesar yang ditakutkan oleh si munafik yang jiwa kecil itu, atau telah disapu bersih oleh kegagahberanian kaum yang beriman di bawah pimpinan Nabi ﷺ, “Mereka caci maki kamu dengan lidah yang tajam, karena bakhil mereka akan berbuat baik." Demikianlah ketika bahaya masih ada mereka pengecut, menjauh dan berdiam diri, takut mendekat dan serba-serbi ketakutan. Mereka biarkan orang yang mengatasi bahaya itu berjuang setengah mati. Dan kalau bahaya telah terlepas, barulah mereka membuka mulut mengata-ngatai orang yang telah pergi, mencela yang bekerja keras. Lalu dia membela diri, mengemukakan berbagai alasan mengapa dia selama ini berdiam diri. Bahwa berdiam dirinya itu adalah suatu siasat.
“Orang-orang pengecut memandang bahwa dia pengecut itu adalah suatu pendapat juga. Memang demikianlah tabiat dari jiwa yang rendah."
Dalam ayat dijelaskan juga sebabnya. Yaitu karena mereka bakhil, enggan berbuat baik. Pendirian hanya sekadar mementingkan diri sendiri atau keuntungan benda yang nyata. Lebih dan itu tidak! Dia tidak mau susah-susah. Dia tidak mempunyai cita-cita yang tinggi dalam hidup. Tidak mempunyai keberanian moral.
Allah ﷻ telah menjelaskan intinya, siapa sebenarnya orang itu, “Orang-orang itu tidaklah beriman."
Orang yang berjuang berjihad dalam jalan Allah ﷻ memasang pedoman dalam jiwanya sendiri, pedoman iman. Adapun orang yang tidak ada hakikat iman, tidaklah ada yang akan diperjuangkannya. Dia tidak mempunyai keberanian menempuh hidup. Sebab itu maka segala amal perbuatan mereka tidaklah mempunyai latar belakang cita-cita.
"Sebab itu maka Allah menggugurkan segala amalan mereka." Yaitu kerap kalilah amal perbuatan mereka itu gugur sebelum berkembang, terhenti di tengah jalan sebelum sampai kepada yang dituju, atau hilang dalam pusaran air, tidak tentu entah ke mana. “Dan yang demikian itu," yaitu menggugurkan segala amal perbuatan mereka, atau gagal, atau kecewa,
“Adalah mudah saja bagi Allah."
Oleh sebab itu, jadi peringatanlah bagi orang yang beriman agar memperteguh iman dan mengukuhkan tawakal kepada Allah ﷻ disertai ikhlas di dalam segala pekerjaan yang tengah dihadapi, agar amal itu diberkati oleh Allah ﷻ dan tidak digugurkan begitu saja, sehingga berbeda hasil dari yang direncanakan. Bukan hasil yang baik, melainkan buruk.
Ayat 20
“Mereka mengira bahwa golongan-golongan bersekutu itu belum pergi."
Ini pun adalah salah satu ciri perangai si munafik dan pengecut itu. Meskipun musuh-musuh itu telah pergi karena telah hampir sebulan mereka melakukan pengepungan namun hasilnya kosong sama sekali, lalu mereka tinggalkan tempat itu karena diusir oleh tentara yang tidak kelihatan, namun si pengecut masih belum percaya bahwa musuh itu telah pergi. Mereka masih bersembunyi di belakang kain sarung istrinya.
Selanjutnya, “Dan jika golongan-golongan bersekutu itu datang, inginlah mereka kalau mereka berada bersama-sama dengan Badwi A'raab," yaitu tinggal bersama-sama dengan orang-orang Badwi, hidup mengembara di padang pasir menggembalakan ternak kambing dan unta, pindah dari satu tempat ke tempat lain. Badwi yang masih mengembara itu disebut A'raab. Bukan ‘Arab. A'raab disebutkan untuk mereka yang belum hidup ke dalam kota dan belum mencapai kehidupan yang menetap. Dan ‘Arab disebutkan kepada mereka yang telah berdiam di kota, sebagaimana Madinah, di Mekah, dan di Thaif di masa itu, atau di Damaskus atau di Palestina.
Maka orang-orang munafik yang pengecut itu berpikir, jika misalnya musuh bersekutu itu menyerbu ke dalam kota, mereka akan terlebih dahulu mengelakkan diri lari ke padang pasir jadi Badwi, jauh dari kota-kota."Bertanya-tanya tentang berita kamu." Maka pikiran yang terlintas dalam otak mereka ialah lari berlepas diri, tidak mau turut terlibat dengan urusan menghadapi musuh. Di sana menunggu-nunggu kabar berita, menangkah kaum Muslimin atau kalah. Masih adakah musuh dalam kota atau sudah pergi.
“Dan jika mereka ada beserta kamu, tidaklah mereka akan turut berperang, kecuali sedikit."
Sekadar untuk memperlihatkan diri saja, asal jangan tidak sama sekali. Karena kalau peperangan itu menang, mereka mengharap dapat bagian juga dari harta rampasan.