Ayat
Terjemahan Per Kata
ٱلَّذِيٓ
yang
أَحۡسَنَ
Dia membuat bagus
كُلَّ
setiap
شَيۡءٍ
sesuatu
خَلَقَهُۥۖ
Dia menciptakannya
وَبَدَأَ
dan Dia memulai
خَلۡقَ
ciptaan
ٱلۡإِنسَٰنِ
manusia
مِن
dari
طِينٖ
tanah
ٱلَّذِيٓ
yang
أَحۡسَنَ
Dia membuat bagus
كُلَّ
setiap
شَيۡءٍ
sesuatu
خَلَقَهُۥۖ
Dia menciptakannya
وَبَدَأَ
dan Dia memulai
خَلۡقَ
ciptaan
ٱلۡإِنسَٰنِ
manusia
مِن
dari
طِينٖ
tanah
Terjemahan
(Dia juga) yang memperindah segala sesuatu yang Dia ciptakan dan memulai penciptaan manusia dari tanah.
Tafsir
(Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya) kalau dibaca khalaqahu berarti fi'il madhi yang berkedudukan sebagai sifat. Apabila dibaca khalqahu berarti sebagai badal isytimal (dan yang memulai penciptaan manusia) yakni Nabi Adam (dari tanah).
Tafsir Surat As-Sajdah: 7-9
Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari sari pati air yang hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. (As-Sajdah: 7-9)
Ayat 7
Allah subhaanahu wa ta’aalaa menceritakan bahwa Dia telah menciptakan segala sesuatu dengan ciptaan yang sebaik-baiknya dan serapi-rapinya. Malik telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan makna firman-Nya: Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya. (As-Sajdah: 7) Yakni Yang Menciptakan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya, seakan-akan menurut takwilnya terjadi taqdim dan ta'khir dalam ungkapan ayat.
Sesudah Allah menyebutkan tentang penciptaan langit dan bumi, kemudian Dia menyebutkan tentang penciptaan manusia. Untuk itu Dia berfirman: dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. (As-Sajdah: 7) Maksudnya, Dia menciptakan bapak manusia Adam dari tanah.
Ayat 8
Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari sari pati air yang hina. (As-Sajdah: 8) Yaitu mereka berkembang biak melalui nutfah (air mani) yang dikeluarkan dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan.
Ayat 9
Kemudian Dia menyempurnakannya. (As-Sajdah: 9) Ketika Allah menciptakan Adam dari tanah, Dia menciptakannya dengan ciptaan yang sempurna lagi utuh.
Dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati. (As-Sajdah: 9) Yaitu akal. (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. (As-Sajdah: 9) Yakni dengan adanya kekuatan tersebut yang telah dianugerahkan oleh Allah subhaanahu wa ta’aalaa kepada kalian. Maka orang yang berbahagia adalah orang yang menggunakannya untuk ketaatan kepada Tuhannya.
Pengatur urusan makhluk, Yang Maha Mengetahui, Mahaperkasa, dan Maha Penyayang itulah Tuhan Yang memperindah segala sesuatu yang Dia ciptakan dengan sangat teliti dan Yang memulai penciptaan nenek moyang manusia, yakni Adam, dari tanah. 8. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Dia menjadikan keturunannya dari sari pati air yang hina, yakni air mani.
Ayat ini menerangkan bahwa Tuhan yang menciptakan, mengatur, dan mengurus langit dan bumi serta segala yang ada padanya itu adalah Tuhan Yang Maha Mengetahui. Dia Maha Mengetahui segala yang gaib, yang tersembunyi dalam hati, yang akan terjadi, dan yang telah terjadi. Dia juga Maha Mengetahui segala yang dapat dilihat dan yang tidak dapat dilihat oleh mata. Dialah Tuhan Yang Mahakuasa, Mahakekal Rahmat-Nya dan Dia pulalah Yang menciptakan seluruh makhluk dengan bentuk yang baik, serasi serta dengan faedah dan kegunaan yang hanya Dia saja yang mengetahuinya.
Jika diperhatikan seluruh makhluk yang ada di alam ini sejak dari yang besar sampai kepada yang sekecil-kecilnya akan timbul dugaan bahwa di antara makhluk itu ada yang besar faedahnya dan ada pula yang dirasa tidak berfaedah atau tidak berguna sama sekali, bahkan dapat menimbulkan bahaya bagi manusia, seperti ular berbisa, hama-hama penyakit menular, tanaman yang mengandung racun, dan sebagainya. Dugaan ini akan timbul jika masing-masing makhluk itu dilihat secara terpisah, tidak dalam satu kesatuan alam semesta ini.
Jika makhluk-makhluk itu dilihat dalam satu kesatuan alam semesta, dimana antara yang satu dengan yang lain mempunyai hubungan erat, akan terlihat bahwa semua makhluk itu ada faedah dan kegunaannya dalam menjaga keseimbangan dan kelestarian alam ini. Bahkan terlihat dengan nyata bahwa usaha-usaha sebagian manusia, baik secara sengaja atau tidak, merusak dan membunuh sebagian makhluk hidup, menimbulkan pencemar-an di alam ini, sehingga kelestariannya terganggu. Salah satu contoh ialah dengan adanya obat pembasmi hama, banyak cacing dan bakteri yang musnah. Akibatnya, proses pembusukan sampah menjadi terganggu. Padahal bakteri dan cacing itu dianggap binatang yang tidak ada gunanya sama sekali. Penebangan hutan mengakibatkan tanah menjadi gundul, sehingga banyak terjadi banjir dan tanah longsor di musim hujan, serta kekeringan pada musim kemarau.
Semua itu akibat keserakahan manusia. Hal itu bisa dikategorikan sebagai perbuatan merusak di bumi. Akibat yang ditimbulkannya bisa luas dan memberi efek domino (beruntun).
Berdasarkan paparan di atas nyatalah bahwa segala sesuatu yang diciptakan Allah, ada faedahnya, tetapi banyak manusia yang tidak mau memperhatikannya.
Kemudian ayat ini menerangkan bahwa Dia menciptakan manusia dari tanah. Maksudnya ialah Allah menciptakan Adam dari tanah kemudian menciptakan anak cucu Adam dari sari pati tanah yang diperoleh oleh ayah dan ibu dari makanan berupa hewan dan tumbuh-tumbuhan yang semuanya berasal dari tanah.
Dalam ayat 7 dinyatakan bahwa manusia diciptakan dari tanah, tetapi pada ayat ini ditegaskan bahwa hanya pada permulaannya saja manusia diciptakan dari tanah. Dengan ayat ini dapat pula ditafsirkan bahwa ada fase lain setelah awal penciptaan sebelum ciptaan tersebut menjadi manusia. Jika hal tersebut memang terjadi demikian, banyak pertanyaan lain yang masih tersisa, antara lain (1) apakah awal penciptaan manusia sama dan bersamaan dengan awal penciptaan makhluk hidup bumi lainnya (lihat tafsir Surah al- An'am ayat 2), (2) apakah fase setelah penciptaan awal tersebut manusia berkembang melalui bentuk antara seperti halnya proses evolusi makhluk hidup lainnya yang kini banyak dipercayai (lihat Surah ar-Rum/30 ayat 20), atau (3) manusia tercipta melalui proses khusus yang berbeda dari makhluk hidup lainnya (al-Ahzab/33 ayat 33).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Surah as-Sajdah
(SUJUD)
SURAH KE-32
30 AYAT, DITURUNKAN DI MEKAH
Bismillahirrahmanirrahim
Ayat 1
“Alif Laam Miim “
Tentang tafsir dari Alif Laam Miim sudahlah banyak kita bicarakan dalam surah-surah yang lain sebelumnya, sejak dari surah al-Baqarah sebagaimana “Alif Laam Miim" yang pertama bertemu ketika kita membalik-balik lembaran Al-Qur'an.
Ayat 2
“Turunlah Al-kitab."
yaitu Al-Qur'an al-Karim ini “Tidak ada keraguan padanya." Tidak usah diragu-ragukan lagi, bahwa dia adalah turun
“Dari Tuhan Sanwa Sekalian Alam."
Semua orang yang berpikir dengan bersih, tidak ada maksud-maksud tertentu tidak mungkin akan ragu bahwa Al-Qur'an itu memang langsung turun dari Allah Pencipta seluruh alam. Betapa tidak? Bukankah semua orang yang hidup di zaman Nabi Muhammad ﷺ itu mengetahui semuanya bahwa Nabi Muhammad bahwa beliau sebelumnya menyatakan menerima wahyu, adalah seorang biasa saja. Tidak pernah terkemuka dalam masalah bahasa dan sastra. Tiba-tiba setelah dia mengakui diutus Allah ﷻ menjadi Rasul, semua orang Arab itu sendiri, yang hidup sezaman dengan dia, termasuk orang yang tidak mau percaya akan dakwahnya, mengakui bahwa Al-Qur'an itu adalah suatu bahasa yang lain dari yang lain.
Ayat 3
“Atau, apakah mereka katakan, “Dibuat-buatnya saja."
Namun demikian masih ada yang mengatakan bahwa Al-Qur'an itu bukan wahyu Ilahi, melainkan susunan kata yang dibuat-buat saja oleh Muhammad ﷺ. Tetapi itu hanya kata-kata yang timbul bukan dari ilmu, melainkan dari rasa kebencian dan penolakan. Yaitu menolak tidak dengan alasan dan tidak dengan ilmu yang dapat dipertanggungjawabkan.
“Bahkan dia adalah kebenaran dari Allah ﷻ engkau," bukan karangan yang dibuat-buat sebagaimana yang mereka tuduhkan dengan tidak semena-mena itu, “Supaya engkau memberi ingat kepada kaum yang tidak datang kepada mereka peringatan sebelum engkau." Artinya ialah bahwa belum pernah Allah ﷻ mengutus seorang rasul pun sesudah Nabi Ibrahim dan putranya, Ismail. Lantaran sudah sangat lama tidak ada Rasul yang memberikan peringatan dan ancaman atas langkah-langkah yang salah, maka diutuslah Muhammad ﷺ menyampaikan peringatan ini.
“Mudah-mudahan mereka mendapat petunjuk."
Dengan sangat bijaksana Allah ﷻ memberikan harapan, mudah-mudahan terbawa-lah mereka kepada jalan yang benar, petunjuk kebenaran yang sejati, dengan diutusnya Muhammad ﷺ membawa Al-Kitab tersebut.
Ayat 4
“Allah-lah yang menciptakan semua langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam hari."
Waktu pengetahuan orang tentang alam keliling ini belum seluas sekarang, ada orang yang menafsirkan bahwa enam hari itu ialah hari yang kita alami sekarang ini. Yaitu hari yang timbul karena peredaran bumi mengeliligi matahari, yang dua puluh empat jam sekali putaran, lalu timbul malam, setelah matahari kelihatan terbenam ke ufuk barat. Kemudian setelah dua belas jam muncul lagi matahari itu di ufuk timur, timbul pula siang yang baru, dan hari pun bergantilah. Sebab itu di dalam kitab-kitab tafsir lama ada yang disebutkan sebuah hadits yang dirawikan oleh an-Nasai, diterima dari Abu Hurairah dengan sanadnya, “Bahwa Allah menciptakan semua langit dan bumi dan segala apa yang ada di antara keduanya dalam masa enam hari dan di hari yang ketujuh Allah ﷻ pun bersemayam ke atas Arsy. Tanah diciptakan di hari Sabtu, gunung-gunung hari Ahad, pohon-pohon kayu hari Senin, barang-barang yang buruk-buruk hari Selasa, nur (cahaya) pada hari Arba'a, binatang-binatang pada hari Kamis, dan Adam diciptakan padh hari Jum'at sesudah waktu Ashar, dan Adam itu dijadikan dari kulit bumi, ada tanah merah, ada tanah hitam, ada tanah bagus dan ada tanah busuk. Lantaran itu maka terjadi pulalah anak-anak Adam ada yang baik dan ada yang buruk."
Tetapi hadits ini (dikritik) oleh Imam Bukhari dalam at-Tarikh al-Kabiir. Bukhari berkata, bahwa Abu Hurairah menerima berita ini dari Ka'ab al-Ahbar, yang hadits-hadits yang dia riwayatkan banyak mendapat kritik dari ahli-ahli hadits dan ahli-ahli al-Hafizh (yang hafal hadits-hadits).
Setelah pengetahuan tentang alam ini lebih berkembang, maka tafsir enam hari ini dengan sendirinya sudah berubah. Penafsir-penafsir yang datang di belakang, seperti Sayyid Rasyid Ridha dengan al-Manar-nya, al-Qasimi, dan Sayyid Quthub dalam tafsirnya azh-Zhilal tidak lagi memegang tafsir itu. Orang sudah dapat memahamkan, bahwa enam hari hanya menurut ilmu Allah Ta'aala. Sedangkan mangga sejak dari mulai ditanam sampai kepada masa mengutip buahnya, memakan tujuh tahun perhitungan perjalanan matahari, mengapa kejadian seluruh alam akan terjadi dalam hanya enam hari perjalanan matahari itu pula? Padahal keluarga bintang (galaksi) yang berpusat pada matahari kita ini, yang dikelilingi oleh berjuta-juta bintang, hanyalah satu di antara beribu-ribu keluarga bintang-bintang dengan masing-masing beribu-ribu pula. Sedangkan bintang-bintang satelit matahari hanya bumi saja yang mengelilingi matahari dalam masa dua puluh empat jam sehari semalam. Padahal bintang-bintang satelit matahari yang lain, sebagaimana Merkurius, Mars, Jupiter berbeda-beda “sehari semalamnya" mengelilingi matahari. Ada yang sehari semalamnya itu sekali dua puluh tahun, ada yang sekali empat puluh tahun.
Apakah yang sehari itu seribu tahun? Sebagaimana yang akan disebutkan pada ayat 5 sesudah ini? Ataukah sehari itu 50.000 tahun sebagaimana tersebut pada ayat 4 dari surah al-Ma'aarij? Atau lebih dari itu? Benar-benar Allah-lah yang tahu. Maka lebih baiklah kita terima bunyi ayat dengan langsung tidak memakai “kaifa" (betapa), karena masih banyak rahasia alam ini akan tetap tertutup bagi manusia.
“Kemudian itu Dia pun bersemayam ke atasArsy." Arsy itu sudah terang artinya dalam bahasa Melayu (Indonesia) yang kita pakai. Yaitu singgasana kebesaran, takhta kerajaan, mahligai kedudukan, kursi kemuliaan yang tidak boleh diduduki oleh orang lain.
Bagaimana cara duduknya ini? Apakah kursi itu lebih besar dari Allah ﷻ yang mendudukinya itu? Ibnu Rusyd, filsuf Islam yang terkenal, meskipun beliau sendiri terhitung filsuf besar, mengatakan, bahwa soal yang demikian tidaklah perlu dibincangkan. Sama juga dengan membincangkan penciptaan alam dalam enam hari tadi. Orang yang erat hubungan batinnya dengan Allah SWT, tebal imannya, teguh takwanya, tidaklah mau mem-bicarakan itu. Dia tetap percaya sebagaimana yang difirman Allah SWT, bahwa Allah ﷻ berfirman di atas Arsy-Nya. Adapun bagaimana semayamnya, tidaklah ada kekuatan bagi akal kita buat membicarakan.
Tepat apa yang dikatakan oleh Imam Malik, “Arti duduk semayam sudah jelas, arti Arsy pun sudah jelas. Tetapi membincangkan ayat seperti itu menurut kekuatan kita yang terbatas ini adalah haram."
Beliau tegaskan haram membicarakan, sebab memang percuma! Tidak juga akan tepat dengan yang sebenarnya. Kekuatan akal kita terbatas. Sebab itu lebih baik pergunakanlah untuk yang akan membawa hasil!
“Tidaklah ada bagi kamu selain Dia seorang penolong pun dan tidak seorang pembela." Biasanya orang yang akan sanggup menolong itu ialah bila dia merasa kuat menghadapi orang yang hendak menghukum orang yang akan ditolongnya itu. Dan orang yang akan membela tentulah orang yang merasa pintar dan sanggup menghadapi yang berkuasa itu. Padahal tidak seorang jua pun yang sanggup akan berdebat dengan Allah SWT, membela orang yang di mata Allah ﷻ memang terang bersalah. Padahal pengetahuan si penolong dan si pembela tentang pnbadi orang yang akan ditolong atau dibelanya tidaklah sebanyak pengetahuan Allah ﷻ
“Maka apakah tidak kamu mengingatnya?"
Pertanyaan ini adalah bermaksud menyuruh mengingat, bahwa tidak seorang pun yang akan sanggup bertahan dengan Allah SWT, baik untuk menolong atau untuk membela orang yang Allah ﷻ lebih tahu akan kesalahannya. Si penolong dan si pembela akan pulang saja dengan kemalu-maluan, kalau itu kejadian. Dan pasti bahwa itu tidak akan kejadian.
Ayat 5
“Dia Yang Mengatur urusan dari langit kepada bumi."
Tentu hal ini pun tidak dapat kita pikirkan secara sembrono, bahwa Allah ﷻ itu bertempat di langit yang kita tengadah dengan kepala ini. Yang terang ialah langit itu pun mempunyai arti tinggi; tinggi, tinggi sekali. Dari mahligai atau singgasana yang tinggi itulah Allah SWT, Yang Mahasuci, Mahatinggi mengatur bumi ini, atau menekuri bumi ini, buat diatur urusannya bersama-sama dengan alam yang lain.
“Kemudian itu Dia pun naik kepadanya pada suatu hari yang ukurannya sama dengan seribu tahun dari apa yang kamu hitung."
Ini pun tidaklah dapat kita tafsirkan menurut kekuatan akal kita. Dalam hal ini Allah ﷻ menceritakan kepada Nabi-Nya, dan disampaikan kepada kita tentang daerah Mahaluas dari kekuasaan dan kebesaran-Nya. Cuma satu hal yang dapat kita resapkan dalam dada kita ketika membaca ayat ini dengan saksama. Yaitu Kekuasaan Allah Mengatur seluruh makhluk yang Dia ciptakan dengan amat sempurna dan teliti. Dan di ayat ini telah tertafsir lebih jelas lagi tentang penciptaan alam dalam enam hari tadi. Karena di ayat ini kita bertemu dengan jelas, bahwa di sisi Allah ﷻ ada satu hari yang lamanya jika diukur dengan ukuran kita di dunia kita ini sama dengan seribu tahun. Sebagaimana di surah al-Ma'aarij ayat 4, yaitu bahwa ada satu hari lagi yang sama dengan 50.000 tahun perhitungan kita di muka bumi ini. Tentu ada lagi yang lain, yang Dia sendiri Mahatahu.
Ayat 6
“Demikian itulah Dia, Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata."
Dia yang mengatur segala urusan itu. Yang gaib di mata kita, jelas di mata Allah ﷻ Yang nyata di mata kita bahkan lebih nyata di hadapan Allah ﷻ Kita tidak dapat bersembunyi dari intipan Allah ﷻ Ke mana saja pun kita lari, namun kekuasaan Allah ﷻ selalu mengejar kita ke sana, bahkan menunggu kita di sana. MahaperkasaTidak dapat ditantang, tidak dapat diubah apa kehendak-Nya.
“Maha Pemurah."
kepada barangsiapa yang menyerah dan tunduk.
Ayat 7
“Yang sangat elok tiap-tiap sesuatu yang Dia ciptakan."
Segala yang Dia ciptakan adalah amat elok belaka, tidak ada yang dapat dicacat dan dicela. Semua dapat dilihat dan diperhatikan dengan saksama pada segala makhluk yang diciptakan-Nya. Sampai kepada warna kembang-kembang sampai kepada warna awan dan langit yang ganti-berganti, bahkan sampai kepada warna ikan berbagai jenis dalam laut, warna burung yang terbang di-udara, warna rama-rama yang hinggap dari satu kuntum ke kuntum yang lain. Itu baru keelokan warna saja, belum berbagai bidang keelokan yang lain, yang tiap-tiapnya meminta perhatian yang khusus.
“Dan Dia mulai penciptaan manusia dari tanah."
Artinya bahwa manusia pertama itu adalah dijadikan dari tanah.
Teori Darwin tentang evolution bahwa sekalian macam yang hidup berasal dari satu sel saja, melalui beberapa perkisaran dan pertingkat, sampai akhirnya ada cabang yang jadi manusia. Setelah melalui beberapa perkisaran itu secara berangsur (evolusi), dapatlah ditemui asal-usul manusia, yaitu semacam binatang yang lebih tinggi derajatnya dari monyet (kera) tetapi di bawah dan insan. Itulah kesimpulan populer dari teori Darwin.
Teori ini telah mempengaruhi jalan berpikir manusia modern sejak dia dikembangkan, sampai kepada pertengahan abad kedua puluh ini. Tetapi setelah orang lair. mengadakan penyelidikan pula secara ilmiah bertemu suatu fakta lain, yang Darwin belum mengetahui atau belum sampai ilmu orang di zaman itu ke sana. Yaitu ilmu tentang kepusakaan (inheritance). Setelah diselidiki dari segi ilmu Kepusakaan ini ternyata bahwa evolusi suatu sel dari satu jenis ke jenis lain adalah mustahil. Sebab setelah diadakan penyelidikan mendalam, ternyata bahwa tiap-tiap sel itu menerima pusaka dari sel yang mendahuluinya menurut bentuk kejadian yang tertentu, sehingga dia akan tetap dalam jenis yang dipusakainya itu untuk seterusnya. Dia tidak akan berevolusi pindah kepada jenis yang lain. Asal kucing. Kucing telah mem-pusakai kekucingan dari nenek moyangnya dan selnya yang pertama sampai seterusnya. Anjing mempusakai keanjingan. Kuda mem-pusakai kekudaan dan insan mempusakai kemanusiaan. Menurut ilmu kepusakaan ini yang mungkin terjadi hanyalah evolusi dalam batas jenisnya sendiri.
Dengan teori kepusakaan ini dapatlah diakui bahwa manusia bisa berangsur maju dari manusia yang masih biadab, zaman baru, zaman perunggu, dan zaman besi dan seterusnya sampai jadi manusia modern. Tetapi tidaklah mungkin dari satu makhluk semacam monyet turun-temurun mempusakakan keturunan berangsur jadi manusia.
Berkata Syahid Islam yang agung, Sayyid Quthub dalam tafsirnya, “Teori tentang kepusakaan ini telah membatalkan teori Darwin yang oleh orang-orang yang hanya jadi burung beo dengan nama “ilmiah" disangka kebenaran. Sekarang telah nyata pada kesekian kalinya bahwa teori suatu yang disangka telah mutlak bisa buyar oleh hasil penyelidikan yang baru."
Ayat 8
“Kemudian itu Dia jadikan keturunannya dari sari air yang lemah."
Yang dimaksud dengan kalimat sari air yang lemah ialah mani, atau kama. Disebutkan sifat mani itu, bahwa dia adalah sebagian dari air juga. Sebab dia dapat mengalir. Tetapi dia adalah mahiin, yang berarti lemah. Ada orang yang salah memberinya arti dalam bahasa Melayu (Indonesia), diartikannya mahiin itu dengan hina. Karena tidaklah kena kalau dipandang hina air yang darinya manusia akan diciptakan, padahal manusia itu sendiri dijadikan mulia oleh Allah ﷻ Tetapi kalau diartikan lemah, adalah lebih tepat. Anak-anak sendiri pun di waktu kecilnya masih lemah, tetapi lama-lama dia menjadi kuat. Tetapi anak-anak tidaklah hina. Banyak di antara Ulama berpendapat bahwa mani tidaklah najis sebagaimana wadi dan madzi dan kencing.
Ayat 9
“Kemudian itu Dia sempurnakan dia."
Yaitu sebagaimana telah tersebut di dalam surah-surah yang lain, dari mani dua belah pihak, seorang laki-laki dan seorang perempuan, lalu digabungkan jadi satu disimpan di dalam rahim (peranakan), diangsur melalui peringkat dan perkisaran tertentu, dari mani jadi nuthfah, dari nuthfah jadi ‘alaqah, dari ‘alaqah jadi mudhghah, dan dari mudhghah jadi tulang, tulang diselimuti dengan daging, disempurnakan lagi dan disempurnakan lagi, lalu, “Dan Dia tiupkan padanya dari ruh-Nya." Maka dalam suku ayat ini jelas sekali, bahwa ruh sekalian manusia itu adalah ruh Allah SWT, artinya Allah ﷻ yang empunya.
Maka jelaslah di sini bahwa ruh atau nyawa sekalian manusia itu Allah ﷻ sendirilah yang empunya, harta Allah SWT, dalam kekuasaan mutlak dari Allah. Bukan berarti kalau dikatakan bahwa ruh kita ruh Allah SWT, bahwa kita ini adalah sebagian dari Allah ﷻ Misalnya kalau saya katakan bahwa buku ini saya yang empunya, bukanlah berarti bahwa buku ini adalah sebagian dari diri saya. Kalau kita pahamkan bahwa ruh kita, sebab dia ruh Allah SWT, niscaya Allah ﷻ itu menjadi sebanyak manusia, baik yang telah mati atau yang masih hidup atau yang akan lahir. Bukan! Diperingatkan dalam ayat ini, bahwa Allah ﷻ meniupkan ruh-Nya ke dalam diri kita, ialah supaya jelas bagi kita bahwa walaupun ruh kita itu ada dalam diri kita, namun dia bukanlah kepunyaan kita. Sebab itu tidaklah ada kekuasaan kita buat bertahan kalau yang empunya datang menjemputnya. Dan kalau kita telah bosan hidup tidaklah boleh kita campakkan ruh kepunyaan Allah ﷻ itu dari diri kita dengan jalan membunuh diri dan tidaklah boleh kita membunuh orang lain. Sebab dengan demikian kita telah mengganggu kepunyaan Allah ﷻ
"Dan Dia jadikan untuk kamu pendengaran dan penglihatan dan hati." Pendengaran dan penglihatan adalah untuk menghubungkan diri kita dengan alam yang sekeliling kita dan membawa hasil penglihatan dan pendengaran kita itu ke dalam hati kita, untuk dipertimbangkan dan direnungkan dan untuk menginsafi kebenaran Allah ﷻ guna disembah dan pertalian hidup dengan sesama manusia untuk dikasihi.
“Namun demikian sedikit sekali kamu yang bersyukur."