Ayat
Terjemahan Per Kata
إِنَّ
sesungguhnya
رَبَّكَ
Tuhanmu
هُوَ
Dia
يَفۡصِلُ
memberikan keputusan
بَيۡنَهُمۡ
diantara mereka
يَوۡمَ
hari
ٱلۡقِيَٰمَةِ
kiamat
فِيمَا
tentang apa
كَانُواْ
adalah mereka
فِيهِ
didalamnya
يَخۡتَلِفُونَ
mereka perselisihkan
إِنَّ
sesungguhnya
رَبَّكَ
Tuhanmu
هُوَ
Dia
يَفۡصِلُ
memberikan keputusan
بَيۡنَهُمۡ
diantara mereka
يَوۡمَ
hari
ٱلۡقِيَٰمَةِ
kiamat
فِيمَا
tentang apa
كَانُواْ
adalah mereka
فِيهِ
didalamnya
يَخۡتَلِفُونَ
mereka perselisihkan
Terjemahan
Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang memutuskan di antara mereka pada hari Kiamat apa yang dahulu selalu mereka perselisihkan.
Tafsir
(Sesungguhnya Rabbmu Dialah yang memberikan keputusan di antara mereka pada hari kiamat tentang apa yang selalu mereka perselisihkan padanya) yakni perkara agama.
Tafsir Surat As-Sajdah: 23-25
Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat), maka janganlah kamu (Muhammad) ragu-ragu untuk bertemu dengannya (Musa) dan Kami jadikan Al-Kitab (Taurat) itu petunjuk bagi Bani Israil. Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang memberikan keputusan di antara mereka pada hari kiamat tentang apa yang selalu mereka perselisihkan padanya. (As-Sajdah: 23-25)
Ayat 23
Allah subhaanahu wa ta’aalaa menceritakan tentang hamba dan rasul-Nya Musa ‘alaihissalaam, bahwa Dia telah memberinya Al-Kitab, yakni kitab Taurat. Firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: maka janganlah kamu (Muhammad) meragukan pertemuan dengannya (Musa). (As-Sajdah: 23) Menurut Qatadah maksudnya perjumpaan dengan Musa di malam beliau di-isra-kan.
Kemudian diriwayatkan dari Abul Aliyah Ar-Rayahi yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku saudara sepupu Nabi kalian, yaitu Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: Diperlihatkan kepadaku di malam isra-ku Musa ibnu Imran, seorang lelaki yang berkulit hitam manis, bertubuh tinggi, berambut keriting, seakan-akan seperti seseorang dari kabilah Syanu 'ah. Dan aku melihat Isa, seorang lelaki yang berperawakan sedang, berkulit putih kemerah-merahan, berambut ikal. Dan aku melihat Malaikat Malik penjaga neraka, juga Dajjal.
Semuanya itu diperlihatkan Allah subhaanahu wa ta’aalaa kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam di antara tanda-tanda lainnya: maka janganlah kamu (Muhammad) meragukan pertemuan dengannya. (As-Sajdah: 23), bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam telah melihat Musa dan bersua dengannya di malam beliau menjalani isra-nya. Imam Ath-Thabarani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Usman ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Ali Al-Hilwani, telah menceritakan kepada kami Rauh ibnu Ubadah, telab; menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abu Arubah, dari Qatadah, dari Abul Aliyah, dari Ibnu Abbas, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami jadikan Al-Kitab (Taurat) itu petunjuk bagi Bani Israil. (As-Sajdah: 23) Bahwa Allah menjadikan Musa sebagai petunjuk bagi kaum Bani Israil.
Dan firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: maka janganlah kamu (Muhammad) meragukan pertemuan dengannya. (As-Sajdah: 23) Yakni pertemuan Musa dengan Tuhannya. Dan firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: dan Kami jadikan Al-Kitab (Taurat) itu. (As-Sajdah: 23) Maksudnya, Al-Kitab yang Kami turunkan kepadanya (Musa). petunjuk bagi Bani Israil. (As-Sajdah: 23) Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam surat Al-Isra: Dan Kami berikan kepada Musa kitab (Taurat) dan Kami jadikan kitab Taurat itu petunjuk bagi Bani Israil (dengan firman), "Janganlah kamu mengambil penolong selain Aku. (Al-Isra: 2)
Ayat 24
Adapun firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami. (As-Sajdah: 24) Yaitu setelah mereka bersabar dalam menjalankan perintah-perintah Allah, meninggalkan larangan-larangan-Nya, membenarkan rasul-rasul-Nya, dan mengikuti petunjuk yang dibawakan oleh para rasul kepada mereka, maka jadilah di antara mereka pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk kepada kebenaran dengan perintah Allah, menyeru kepada kebaikan, memerintahkan kepada kebajikan, serta mencegah kemungkaran. Kemudian setelah mereka mengganti, mengubah, serta menakwilkan ayat-ayat Allah (dengan takwilan yang menyimpang), maka dicabutlah kedudukan itu dari mereka dan jadilah hati mereka keras.
Mereka mengubah-ubah kalimah-kalimah Allah dari tempat-tempatnya, maka tiada lagi amal yang shalih dan tiada akidah lagi yang benar (pada mereka). Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Bani Israil Al-Kitab. (Al-Jasiyah: 16) Qatadah dan Sufyan mengatakan bahwa hal itu terjadi setelah mereka bersabar dalam menjauhi keduniawian. Hal yang sama dikatakan oleh Al-Hasan ibnu Shalih. Sufyan mengatakan bahwa demikianlah keadaan mereka, dan tidaklah patut bagi seorang lelaki menjadi pemimpin yang dianuti sebelum ia menjauhi keduniawian.
Waki' mengatakan, Sufyan pernah mengatakan bahwa sudah merupakan suatu keharusan bagi agama didampingi oleh ilmu, sebagaimana tubuh memerlukan roti (makanan). Ibnu Bintisy Syafii mengatakan, ayahnya belajar pada pamannya atau pamannya belajar pada ayahnya (yang antara lain asar berikut), bahwa Sufyan pernah ditanya mengenai ucapan Ali radhiyallaahu ‘anhu yang mengatakan bahwa kedudukan sabar dalam iman sama dengan kedudukan kepala bagi tubuh. Selanjutnya Sufyan mengatakan, "Bukankah engkau pernah mendengar firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa yang menyatakan: 'Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar.' (As-Sajdah: 24)" Sufyan mengatakan bahwa setelah mereka memegang teguh pokok urusannya, maka jadilah mereka para pemimpin.
Sebagian ulama mengatakan bahwa dengan bekal sabar dan keyakinan, kepemimpinan dalam agama dapat diperoleh. Karena itulah Allah subhaanahu wa ta’aalaa berfirman: Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Bani Israil Al-Kitab (Taurat), kekuasaan dan kenabian; dan Kami berikan kepada mereka rezeki-rezeki yang baik dan Kami lebihkan mereka atas bangsa-bangsa (pada masanya). Dan Kami berikan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata tentang urusan (agama). (Al-Jasiyah: 16-17)
Ayat 25
Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain dalam surat ini melalui firman-Nya: Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang memberikan keputusan di antara mereka pada hari kiamat tentang apa yang selalu mereka perselisihkan padanya. (As-Sajdah: 25) Yakni menyangkut masalah akidah dan amal perbuatan.
Karena itu, wahai Nabi Muhammad, jangan ragu menyampaikan kebenaran Al-Qur'an, meski mereka menentangmu. Sungguh Tuhanmu, Dia-lah yang akan memberikan keputusan dengan benar dan adil di antara mereka, yakni para hamba-Nya, pada hari Kiamat tentang apa yang dahulu mereka perselisihkan padanya, seperti hari kebangkitan, hari perhitungan, dan balasan di surga dan neraka.
26. Pada ayat-ayat ini Allah menguatkan tiga pokok ajaran agama, yaitu tauhid, hari kebangkitan, dan risalah. Dan tidakkah menjadi petunjuk bagi mereka, yaitu para pendusta risalah, betapa banyak umat-umat sebelum mereka yang telah Kami binasakan akibat pendustaan dan penentangan mereka terhadap para rasul, sedangkan mereka sendiri seringkali berjalan di tempat-tempat kediaman mereka yang dibinasakan itu sehingga mereka melihat bekas-bekas kehancurannya' Kaum-kaum itu hancur karena kekafiran mereka. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah. Apakah mereka tidak mendengarkan dan memperhatikan'.
Ayat ini menjelaskan bahwa sesungguhnya hanya Allah yang menyelesaikan dan memberi keputusan segala perselisihan dan pertentangan soal agama antara mereka di hari Kiamat. Allah akan memberikan balasan yang setimpal kepada orang-orang yang mengingkari seruan Nabi dan memberi pahala kepada orang-orang yang mengikutinya.
Sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa yang menyelesaikan pertentangan soal agama adalah Nabi Muhammad. Ia memberikan keputusan dengan adil terhadap perselisihan para rasul dengan umatnya di hari Kiamat nanti.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Dalam ayat yang akan kita tafsirkan ini, kita merasakan bagaimana Allah ﷻ menunjukkan kasih-Nya kepada Rasul-Nya, Nabi kita Muhammad ﷺ dan bagaimana pula hubungan tugas beliau dengan nabi-nabi yang terdahulu daripada beliau, terutama seorang nabi pejuang besar, Nabi Musa.
Maka berfirmanlah Allah SWT,
Ayat 23
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan sebuah Kitab kepada Musa. Maka janganlah engkau, ragu-ragu dari menemuinya."
Dalam banyak hal, jalan perjuangan Nabi Muhammad sama pada garis besarnya dengan perjuangan Nabi Musa. Nama Musa pun sampai tiga ratus kali di dalam Al-Qur'an. Qatadah menafsirkan janganlah Nabi Muhammad ﷺ merasa ragu-ragu, bahwa dia akan mendapat martabat yang paling tinggi lagi. Kalau Musa mendapat kehormatan dengan diajak bercakap-cakap oleh Allah ﷻ di atas Gunung Thursina yang permai itu, maka Nabi Muhammad ﷺ tak usah ragu-ragu lagi, bahwa dia pun akan diberi peluang kesempatan bertemu dengan Allah ﷻ pada martabat yang lebih tinggi dari Musa. Dan itu pun telah berlaku ketika Nabi kita Muhammad ﷺ dipanggil Allah ﷻ melakukan Isra' dan Mfraj, sehingga pertemuan beliau dengan Allah ﷻ bukan berlaku di bumi, melainkan pada martabat yang paling tinggi, di atas lebih di atas lagi dari langit yang tujuh tingkat, lebih tinggi lagi dari Sidratul Muntaha. Maka yang dimaksud dengan menemui-Nya di sini tentu saja ialah menemui Allah ﷻ
Ada juga dibawakan orang riwayat dari tafsir yang dibangsakan kepada Ibnu Abbas, bahwa menemui-Nya dalam ayat ini ialah akan menemui Nabi Musa itu sendiri kelak di langit ketika melakukan Mi raj. Tetapi kita berat kepada tafsir Qatadah yang pertama itu, karena sudah nyata, bahwa Al-Kitab Al-Qur'an sendiri lebih sempurna dan penggenap dari Kitab Taurat, dan Nabi Musa menurut keterangan Nabi kita Muhammad ﷺ, sendiri, jika misalnya dia hidup, dia pasti akan menuruti syari'at Nabi Muhammad ﷺ. Sebab itu kalau sekadar hanya bertemu dengan ruh Nabi Musa di langit, bukan kemuliaan yang lebih tinggi bagi Nabi kita Muhammad ﷺ. Barulah kemuliaan lebih tinggi jika Nabi kita menemui Allah ﷻ di atas Sidratul Muntaha itu, sedang Musa hanya mendengar suaranya di bumi.
Adapun bertemu secara muwaajahah sehingga Allah ﷻ terlihat oleh mata, dalam keadaan yang sekarang, tidaklah dapat baik Musa atau Muhammad. Lihat kembali dalam surah al-A'raaf ayat 143. Di sana jelas dikatakan bahwa ketika Musa ingin Allah ﷻ memperlihatkan diri kepada beliau, Allah telah menyatakan dengan tegas,
“Engkau sekali-kali tidak akan dapat melihat-Ku." (al-A'raaf: 143)
Setelah Allah ﷻ memperlihatkan kuat kuasa-Nya ke gunung sehingga gunungitu jatuh runtuh, pingsanlah Musa, lalu setelah siuman dia memohon ampun atas kelancangannya meminta hal yang dia tidak berhak.
Nabi kita pun demikian. Setelah beliau turun dari langit, ada sahabat yang bertanya, di antaranya Abu Dzar, “Apakah engkau dapat melihat Allah SWT?" Beliau jawab tegas,
“Bagaimana aku akan dapat melihat Dia?"
Kata-kata Annaa menunjukkan tidak mungkin!
Kemudian lanjutan firman Allah SWT,
“Dan Kami jadikan Kitab itu petunjuk bagi Bani lsmail."
Yaitu bahwa kitab yang diturunkan kepada Musa tadi dijadikan oleh Allah ﷻ akan petunjuk bagi Bani Israil. Sebagaimana kitab yang diturunkan kepada Muhammad ﷺ untuk petunjuk pula bagi seluruh alam, yang lebih luas dari semata-mata satu kaum atau bangsa saja.
Ayat 24
“Dan telah Kami jadikan di antara mereka itu."
Yaitu di antara Bani Israil yang kepada mereka Nabi Musa membawa kitab Taurat itu, “Beberapa imam yang dapat memberikan petunjuk dengan perintah Kami." Artinya oleh karena berpedoman dan memegang teguh isi kitab yang diturunkan kepada Nabi Musa itu, maka dalam kalangan Bani Ismail muncullah imam-imam, yaitu orang-orang yang dapat memimpin Bani Israil, walaupun setelah Nabi Musa dan Nabi Harun wafat. “Tatkala mereka bersabar." Dalam ayat ini dijelaskan bahwa mereka dapat mencapai derajat yang tinggi, menjadi imam-imam dari kaum mereka ialah karena mereka bersabar. Dalam susunan kata yang sedikit ini saja diberi pedoman untuk barangsiapa yang hendak jadi pemimpin dari kaumnya. Maksudnya yang mulia itu tidaklah akan tercapai, kalau mereka tidak mempunyai kesabaran, kalau mereka lekas berputus asa. Karena untuk naik ke tempat pimpinan tidaklah mudah. Mestilah melalui berbagai macam rintangan dan hambatan. Kalau lekas naik pitam, naik darah atau putus asa, tidaklah akan sampai ke tempat yang dituju, jadi imam dari kaum.
“Dan mereka itu adalah terhadap ayat-ayat Kami amat yakin."
Maka sekalian orang yang telah mencapai derajat jadi imam-imam itu oleh karena kesabaran, tetap jugalah martabat itu, tumbuh sinar pimpinan oleh karena mereka terus-menerus pula memupuk keyakinan kepada Allah SWT, keyakinan akan ada-Nya, keyakinan akan kebenaran janji-Nya, keyakinan akan benarnya apa yang mereka perjuangkan.
Ayat 25
“Sesungguhnya Tuhan engkau, Dialah yang akan memutuskan di antara mereka di hari Kiamat, pada hal-ihwat yang selama ini mereka perselisihan."
Artinya, bahwa dalam memimpin umat, di antara imam-imam yang benar akan terjadi juga beberapa perlainan pendapat, perbedaan hasil ijtihad. Bukti bahwa manusia itu bebas berpikir dalam rangka kesatuan aqidah. Maka perselisihan pendapat yang demikian, jangan sampai jadi selisih yang mendalam, lalu membawa perbedaan haluan, melainkan serahkanlah kepada Allah ﷻ tentang ke-putusan mana yang benar dan mana yang salah. Asal saja ada iktikad baik, tidaklah Allah akan memburukkan perselisihan pikiran.
Ayat 26
“Dan apakah tidak jadi petunjuk bagi mereka, benapa telah Kami binasakan dari sebelum mereka, berbagai abad demi abad."
Maksudnya ialah memberikan peringatan, bahwa sebelum mereka, yaitu musyrikin Quraisy sebagai tujuan pertama dari ayat yang diturunkan di Mekah ini, tidaklah mereka perhatikan, untuk dijadikan pengajaran, betapa kurun demi kurun yang telah lalu, atau menurut bahasa sekarang generasi demi generasi, zaman demi zaman, angkatan demi angkatan yang telah berganti datang berganti pergi. Ada dalam kalangan kaum yang telah lalu itu tidak mau menerima, mereka berpaling dari petunjuk yang dibawakan oleh rasul-rasul. Seperti kaum Ad, kaum Tsamud, penduduk Madyan, negeri Sadum dan Gamurah, semuanya telah habis dibinasakan Allah SWT, dihancurkan sehingga yang tinggal hanya bekas. “Yang mereka telah berjalan pada tempat-tempat tinggal mereka." Yaitu bahwa kaum yang mendustakan sekarang selalu berjalan melalui bekas-bekas negeri yang telah musnah karena menantang seruan nabi-nabi Allah itu. Karena bekas-bekas runtuhan negeri itu terdapat di tempat-tempat yang dapat dijalani manusia, dalam perhubungan jalan dari Hejaz ke Syam atau dari Hejaz ke sebelah Yaman dan Hadramaut.
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar jadi tanda-tanda" yang membuktikan bahwa Allah ﷻ pun dapat berbuat demikian pula terhadap mereka, kalau mereka masih terus-menerus saja menantang kebenaran.
“Apakah mereka tidak mendengar?"
Apakah tidak sampai kepada mereka berita itu, apakah mereka tidak juga mau men-dengarkan pelajaran dan peringatan yang disampaikan kepada mereka?
Ayat 27
“Dan apakah tidak mereka lihat bahwa Kami mencurahkan air ke bumi tandus, lalu Kami tumbuhkan dengan dia tanam-tanaman."
Bumi yang tandus atau kering menjadi subur setelah Allah mencurahkan air hujan dari langit, maka bumi yang tandus itu pun menjadi suburlah sehingga tidak lama kemudian tumbuhlah tanam-tanaman berbagai ragam. “Yang darinyalah makan ternak-ternak mereka dan diri mereka sendiri." Sayur-mayur dimakan oleh manusia, rumput-rumputan dimakan oleh binatang-binatang ternak, namun yang jadi sebab tumbuhnya ialah karena hujan yang curah dari langit.
“Apakah mereka tidak melihat?"
Padahal hal itu bisa saja kejadian sewaktu-waktu dan di mana-mana.
Ayat 28
“Dan mereka berkata, “Bilakah kemenangan itu? Jika memang kamu orang-orang yang benar?"
Sebagai orang yang teguh aqidah, teguh iman dan keyakinan, Rasulullah ﷺ dan orang-orang yang beriman beserta beliau sangat percaya bahwa kemenangan pasti akan dicapai. Mereka yakin demikian itu iaiah karena apa yang mereka perjuangkan adalah benar, padahal yang dipertahankan oleh pihak musyrikin adalah batil. Oleh sebab itu. walaupun di saat kelihatan masih lemah, masih golongan kecil di Mekah dan jahiliyah masih sangat berpengaruh, mereka tetap percaya, bahwa akan tiba saatnya mereka pasti menang. Orang-orang musyrikin itu hanya tertawa mencemooh. Tidak makan di akal mereka, bahwa pihak Islam akan menang, sebab mereka tidak memegang kekuasaan. Sebab itulah mereka bertanya, “Bilakah kemenangan itu, jika memang kamu orang-orang benar, bukan orang yang hanya berkhayat."
Mereka tidak menampak tanda-tanda Islam akan menang itu. Muhammad ﷺ dan pengikutnya lemah, miskin, terdiri dari orang-orang kecil yang tidak berpengaruh.
Ayat 29
“Katakanlah, — hai Rasul Kami — “Pada hari kemenangan itu tidaklah bermanfaat bagi orang-orang yang kafir itu iman mereka."
Apa faedahnya lagi kalau pada masa itu menyatakan iman. Kalau hendak beriman, berimanlah sekarang, agar sama-sama merasakan nikmat kemenangan itu. jangan hanya berdiri di tepi jalan, atau dilanda dan disapu oleh kemenangan Islam.
“Dan tidaklah mereka akan diberi tangguh."
Baik kemenangan yang pertama di dunia, karena itu pun pasti datang, atau kemenangan kelak di akhirat. Kejahatan dan kedurhakaan mereka sudah pasti beroleh pem-balasan.
Ayat 30
“Maka berpalinglah engkau dari mereka."
Artinya janganlah diladeni lagi segala sanggahan dan bangkangan yang tidak ber-ketentuan dari kaum musyrikin itu, dan teruskanlah kewajiban engkau menyampaikan dak-wah, melakukan seruan memberi peringatan dan ancaman kepada yang durhaka dan memberikan berita gembira untuk yang percaya. “Dan tunggulah." Yaitu tunggulah hasil dari usaha engkau itu karena usaha itu pasti berhasil dan kemenangan yang ditunggu-tunggu itu pasti akan datang.
“Sesungguhnya mereka pun menunggu."
Engkau menunggu kemenangan dan pertolongan Allah ﷻ yang pasti datang, sebab agama ini tidak akan dapat mereka tahan-tahan lagi kemajuannya dan orang akan berbondong-bondong masuk ke dalamnya. Sedang mereka menunggu pula, yaitu menunggu kekalahan demi kekalahan, sampai daerah tempat berkisar mereka kian lama kian sempit dan akhirnya pasti habis.
Selesai Tafsir Surah as-Sajdah. Alhamdulillah.