Ayat
Terjemahan Per Kata
وَمِنَ
dan diantara
ٱلنَّاسِ
manusia
مَن
orang yang
يَشۡتَرِي
membeli
لَهۡوَ
sia-sia
ٱلۡحَدِيثِ
cerita/pembicaraan
لِيُضِلَّ
untuk menyesatkan
عَن
dari
سَبِيلِ
jalan
ٱللَّهِ
Allah
بِغَيۡرِ
dengan tanpa
عِلۡمٖ
ilmu pengetahuan
وَيَتَّخِذَهَا
dan dia menjadikannya
هُزُوًاۚ
olok-olok
أُوْلَٰٓئِكَ
mereka itu
لَهُمۡ
bagi mereka
عَذَابٞ
azab
مُّهِينٞ
yang hina
وَمِنَ
dan diantara
ٱلنَّاسِ
manusia
مَن
orang yang
يَشۡتَرِي
membeli
لَهۡوَ
sia-sia
ٱلۡحَدِيثِ
cerita/pembicaraan
لِيُضِلَّ
untuk menyesatkan
عَن
dari
سَبِيلِ
jalan
ٱللَّهِ
Allah
بِغَيۡرِ
dengan tanpa
عِلۡمٖ
ilmu pengetahuan
وَيَتَّخِذَهَا
dan dia menjadikannya
هُزُوًاۚ
olok-olok
أُوْلَٰٓئِكَ
mereka itu
لَهُمۡ
bagi mereka
عَذَابٞ
azab
مُّهِينٞ
yang hina
Terjemahan
Di antara manusia ada orang yang membeli percakapan kosong untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikannya olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.
Tafsir
(Dan di antara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna) maksudnya (untuk menyesatkan) manusia; lafal ayat ini dapat dibaca liyadhilla dan liyudhilla (dari jalan Allah) dari jalan Islam (tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu) kalau dibaca nashab yaitu wa yattakhidzahaa berarti diathafkan kepada lafal yudhilla, dan jika dibaca rafa' yaitu wa yattakhidzuhaa, berarti diathafkan kepada lafal yasytarii (olok-olokan) menjadi objek ejekan dan olokan mereka. (Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan) azab yang hina sekali.
Tafsir Surat Luqman: 6-7
Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan. Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan-akan ada sumbat di kedua telinganya; maka beri kabar gembiralah dia dengan azab yang pedih. (Luqman: 6-7)
Ayat 6
Setelah menyebutkan keadaan orang-orang yang berbahagia, yaitu mereka yang menjadikan Kitabullah sebagai petunjuk mereka dan mereka beroleh manfaat dari mendengarkan bacaannya, sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya: Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al-Qur'an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. (Az-Zumar: 23), hingga akhir ayat.
Kemudian dalam pembahasan selanjutnya diterangkan perihal orang-orang yang celaka, yaitu mereka yang berpaling dari Kalamullah, tidak mau mendengarkannya dan tidak mau mengambil manfaat darinya. Bahkan mereka lebih senang mendengarkan seruling, nyanyian dan suara musik. Sebagaimana yang ditakwilkan oleh Ibnu Mas'ud sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah. (Luqman: 6) Yang dimaksud dengan lahwul hadis ialah, demi Allah, nyanyian.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Yazid ibnu Yunus, dari AbuSakhr, dari Ibnu Mu'awiyah Al-Bajali, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Abus Sahba Al-Bakri, bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Mas'ud saat ditanya mengenai makna firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah. (Luqman: 6) Maka Ibnu Mas'ud menjawab bahwa yang dimaksud adalah nyanyian.
Demi Allah yang tidak ada Tuhan yang wajib disembah selain Dia. Telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Safwan ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Humaid Al-Kharait, dari Ammar, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Abus Sahba bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Mas'ud tentang firman-Nya: Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna. (Luqman: 6) Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa yang dimaksud adalah nyanyian.
Hal yang sama dikatakan oleh Ibnu Abbas, Jabir, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Mujahid, Mak-hul, Amr ibnu Syu'aib, dan Ali ibnu Bazimah. Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa firman-Nya: Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan. (Luqman: 6) Maksudnya, nyanyian dan seruling (musik). Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan. (Luqman: 6) Demi Allah, barangkali dia tidak mengeluarkan perbelanjaan untuk itu, tetapi yang dimaksud dengan istilah syira' itu ialah menyukainya.
Sebab cukuplah kesesatan bagi seseorang bila ia memilih perkataan yang batil daripada perkataan yang hak, dan memilih hal yang mudarat daripada hal yang bermanfaat. Menurut pendapat yang lain, yang dimaksud dengan firman-Nya: mempergunakan perkataan yang tidak berguna. (Luqman: 6) ialah membeli budak-budak perempuan untuk bernyanyi. Ibnu Abi Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail Al-Ahmasi, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Khallad As-Saffar, dari Abdullah ibnu Zahr, dari Ali ibnu Yazid, dari Al-Qasim ibnu Abdur-Rahman, dari Abu Umamah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam yang telah bersabda: Tidak dihalalkan menjual budak-budak perempuan penyanyi dan tidak pula membeli mereka, dan memakan hasil jualan mereka haram.
Sehubungan dengan mereka Allah subhaanahu wa ta’aalaa menurunkan firman-Nya, "Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah. (Luqman: 6) Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi dan Ibnu Jarir melalui hadis Abdullah ibnu Zahr dengan lafal yang semisal. Kemudian Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadis ini gharib, dan ia menilai dha’if Ali ibnu Yazid yang telah disebutkan di atas. Menurut kami, Ali dan gurunya serta orang-orang yang menerima riwayat darinya itu semuanya berpredikat dha’if. Hanya Allah Yang Maha Mengetahui.
Adh-Dhahhak telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna. (Luqman: 6) Bahwa yang dimaksud adalah kemusyrikan. Hal yang sama dikatakan oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, lalu dipilih oleh Ibnu Jarir, yang kesimpulannya mengatakan bahwa setiap perkataan yang menghalang-halangi ayat-ayat Allah dan mencegah untuk mengikuti jalanNya, itulah yang dinamakan lahwul hadis. Firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah. (Luqman: 6) Sesungguhnya hal tersebut dikatakan menyesatkan karena bertentangan dengan Islam dan para pemeluknya.
Menurut qiraat yang membaca yadhilla berarti huruf lam bermakna lamul 'aqibah atau lamut ta'lil berdasarkan takdir Allah yang telah menetapkan bahwa mereka pasti berbuat demikian. Firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. (Luqman: 6) Mujahid mengatakan bahwa orang tersebut menjadikan jalan Allah sebagai bahan olok-olokannya. Sedangkan menurut Qatadah, makna yang dimaksud ialah orang tersebut menjadikan ayat-ayat Allah sebagai olok-olokan. Pendapat Mujahid lebih utama.
Firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan. (Luqman: 6) Yakni sebagaimana mereka memperolok-olokkan ayat-ayat Allah dan jalan-Nya, maka mereka balas dihinakan kelak pada hari kiamat dengan azab yang kekal dan terus menerus.
Ayat 7
Dalam firman berikutnya disebutkan: Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan-akan ada sumbatan di kedua telinganya. (Luqman: 7) Orang yang gemar kepada perbuatan yang tak berguna, main-main, dan gemar bernyanyi ini apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Al-Qur'an, maka ia berpaling darinya dan berpura-pura tidak mendengarnya, seakan-akan dia orang yang tuli, karena dia merasa terganggu dengan mendengarnya, sebab ia tidak mau mengambil manfaat dari ayat-ayat itu dan tidak pula rpemerlukannya.
Maka beri kabar gembiralah dia dengan azab yang pedih. (Luqman: 7) Yakni kelak di hari kiamat, azab itu akan menyakitkannya sebagaimana ia merasa sakit manakala mendengar Kitabullah dan ayat-ayatnya (ketika di dunia).
Beralih dari penjelasan mengenai fungsi Al-Qur'an dan kriteria orang mukmin, pada ayat ini Allah menggambarkan sikap orang yang lebih senang mendengarkan selain Al-Qur'an. Dan di antara manusia ada orang yang mempergunakan percakapan atau cerita-cerita kosong untuk menyesatkan dan memalingkan manusia dari jalan Allah tanpa ilmu, yakni pemahaman yang benar. Mereka juga menghina ayat-ayat Al-Qur'an dan menjadikannya bahan olok-olokan karena ketidaktahuan mereka tentang manfaat Al-Qur'an atau keengganan mereka mengambil manfaat darinya. Di akhirat nanti mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan. 7. Bukan itu saja kelakuan buruk orang yang menggunakan cerita-cerita kosong untuk menyesatkan manusia. Apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia serta-merta berpaling dengan menyombongkan diri dan bersikap seolah-olah dia belum mendengarnya. Dia dengan sikap demikian seperti layaknya orang tuli yang seakan-akan ada sumbatan di kedua telinganya. Maka, sebagai bentuk ejekan, gembirakanlah dia dengan azab yang pedih di akhirat kelak.
Ayat ini menerangkan bahwa di antara manusia ada yang tidak menghiraukan perkataan yang bermanfaat, yang dapat menambah keyakinan manusia kepada agama dan memperbaiki budi pekertinya. Mereka lebih suka mengatakan perkataan-perkataan yang tidak ada manfaatnya, menyampaikan khurafat-khurafat, dongengan-dongengan orang masa lalu, lelucon-lelucon yang tidak ada artinya. Di antara contohnya adalah seperti yang dilakukan Nadhar bin haris, dengan cara membeli buku-buku berbahasa Persia yang berisi cerita-cerita, kemudian dia mencemoohkannya kepada orang-orang Quraisy. Kalau perlu, mereka menggaji penyanyi-penyanyi untuk diperdengarkan suaranya kepada orang banyak. Isi nyanyian dan suaranya itu dibuat sedemikian rupa sehingga dapat merangsang orang yang mendengarkannya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang, dan makin menjauhkannya dari agama.
Diriwayatkan dari Nafi', ia berkata, "Aku berjalan bersama 'Abdullah bin 'Umar dalam suatu perjalanan, maka terdengar bunyi seruling. 'Abdullah lalu meletakkan jarinya ke lubang telinga, agar tidak mendengar bunyi seruling itu dan ia berbelok melalui jalan yang lain. Kemudian ia berkata, Nafi apakah engkau masih mendengar suara itu? Aku menjawab, 'Tidak. Maka ia mengeluarkan anak jarinya dari telinganya dan berkata, 'Beginilah aku melihat yang diperbuat Rasulullah ﷺ jika mendengar bunyi semacam itu."
Pada riwayat yang lain dari 'Abdurrahman bin 'Auf bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
Aku dilarang (mendengarkan) dua macam suara (bunyi) yang tidak ada artinya dan menimbulkan perbuatan jahat, yaitu suara lagu yang melalaikan dan seruling-seruling setan dan (kedua) suara ketika ditimpa musibah, yaitu yang menampar muka, mengoyak-ngoyak baju, dan nyanyian setan. (Riwayat at-Tirmidzi)
Menurut Ibnu Mas'ud, yang dimaksud dengan perkataan lahw al-hadis dalam ayat ini ialah nyanyian karena ia dapat menimbulkan kemunafikan di dalam hati. Sebagian ulama mengatakan bahwa semua suara, perkataan, nyanyian, bunyi-bunyian yang dapat merusak ketaatan kepada Allah dan mendorong orang-orang yang mendengarnya melakukan perbuatan yang terlarang, disebut lahw al-hadis.
Dari ayat dan hadis-hadis di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dilarang itu ialah mendengarkan nyanyian yang dapat membangkitkan nafsu birahi dan menjurus ke perbuatan zina, seperti nyanyian yang berisi kata-kata kotor. Termasuk juga nyanyian atau musik yang menyebabkan pendengarnya mengerjakan perbuatan-perbuatan terlarang, seperti minum khamar dan sebagainya.
Mendengar nyanyian atau musik yang tujuannya untuk melapangkan pikiran pada waktu istirahat atau hari raya tidak dilarang. Bahkan disuruh mendengarkannya jika nyanyian atau musik itu mempunyai arti yang baik, menambah iman, memperbaiki budi pekerti, dan menambah semangat bekerja dan berjuang.
Qusyairi berkata, "Ditabuh rebana di hadapan Nabi ﷺ ketika beliau memasuki kota Medinah, lalu Abu Bakar ingin menghentikannya, maka Rasulullah ﷺ berkata, 'Biarkanlah mereka menabuh rebana, hai Abu Bakar, hingga orang-orang Yahudi mengetahui bahwa agama kita tidak sempit. Mereka menabuh rebana disertai dengan nyanyian-nyanyian dan syair-syair, di antara bait-baitnya berbunyi: "Nahnu banatun Najjar, habbadha Muhammadun min jar" (kami adalah perempuan-perempuan Bani Najjar, alangkah baiknya nasib kami jika Muhammad menjadi tetangga kami)."
Pada ayat ini, Allah menerangkan akibat mendengar dan memperdengarkan nyanyian, musik, dan perkataan yang terlarang. Mereka akan memperoleh azab yang sangat menghinakan di hari Kiamat akibat perbuatan mereka yang tidak mengindahkan yang hak dan memilih kebatilan, serta menukar petunjuk dengan dosa.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Surah Luqmaan
(LU Q M AN)
SURAH KE-31
34 AYAT
DITURUNKAN DI MEKAH
Bismillahirrahmanirrahim
Ayat 1
“Alif Laam Miim."
Telah banyak ditafsirkan pada surah-surah yang lain terlebih dahulu dari ini. Sebab itu tidaklah akan kita ulangi lagi. Dia adalah laksana pintu gerbang untuk memasuki masalah-masalah yang akan dibicarakan pada tiap-tiap ayat yang terkandung di dalamnya.
Ayat 2
“Ini adalah ayat-ayat al-Kitab al-Hakim."
Al-Qur'an disebut juga al-Kitab al-Hakim, yang berarti sebuah kitab yang seluruh kandungannya adalah hikmah belaka. Yaitu rahasia dari kebesaran Allah ﷻ Cocoklah bilamana di permulaan ayat disebutkan al-Hakim karena selanjutnya kelak akan diuraikan juga kata-kata hikmah yang akan keluar dari wasiat Luqman kepada putranya. Ahli-ahli hikmah mengambilkan kesimpulan bahwa puncak dan puncak dari seluruh hikmah, atau hikmah sejati yang dapat dicapai oleh manusia ialah mengenal Allah ﷻ
“Puncak sekalian hikmah ialah takut akan Allah."
Sebabnya ialah karena Al-Qur'an itu,
Ayat 3
“Petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang berbuat kebaikan."
Petunjuk sama juga dengan pimpinan atau bimbingan. Di dalam perjalanan hidup yang jauh ini, yang baru sekali ini kita tempuh, karena dahulu dari ini kita belum pernah datang ke bumi ini, kita memerlukan petunjuk. Laksana orang yang mengendarai mobil di jalan raya yang belum pernah ditempuhnya, dia memerlukan petunjuk dari angka-angka kilometer yang dipancangkan di tepi jalan. Dia memerlukan melihat di persimpangan-persimpangan jalan, ke mana tujuan jalan itu dan beberapa kilometer dari persimpangan itu ke negeri yang tertulis namanya di papan petunjuk yang dipancangkan di pertengahan simpang jalan. Begitulah pula kita menempuh kehidupan ini. Karena hidup itu adalah terlalu mahal harganya. Usia kita yang telah habis tidak dapat diganti dengan yang baru. Sebab itu pemakaiannya mesti hati-hati daripada dia terbuang percuma. Maka di dalam al-Kitab al-Hakim itulah diuraikan petunjuk jalan tersebut. Di sana disuruhkan berbuat yang ma'ruf dan dicegahkan berbuat yang mungkar, berbuat mana yang manfaat, meninggalkan mana yang merugikan.
Dan dia pun adalah rahmat, yaitu pertanda dari kasih' sayang Allah ﷻ kepada seluruh manusia, bahkan seluruh isi alam.
Sesungguhnya Allah ﷻ telah menjelaskan sendiri, bahwa memberikan rahmat itu telah Dia wajibkan ke atas diri-Nya. Hal itu dua kali berturut-turut difirmankan Allah ﷻ kepada Rasul-Nya, yaitu pada ayat 12 dan ayat 54 dari surah al-An'aam. Bahwa Dia telah memastikan, menetapkan, mewajibkan kepada diri-Nya sendiri agar melimpahkan rahmat kepada seluruh ciptaan-Nya. Di dalam hadits disabdakan, bahwa rahmat itu seratusbanyaknya. Baru satu yang disebarkan di dunia sekarang. Yang 99 lagi akan diberikan di akhirat kelak.
Ayat 4
“Orang-orang yang mendirikan sholat."
Karena mendirikan shalat ialah hubungan utama dengan Allah SWT, sebagai bukti keimanan kepada Allah ﷻ Meskipun orang mengakui percaya adanya Allah SWT, padahal tidak mengerjakan shalat sebagaimana yang diajarkan oleh agama, belumlah lengkap orang itu mengerjakan kebaikan. Sebab tidaklah cukup kalau mengakui adanya Allah ﷻ hanya menurut akal saja. Setelah diakui ada Allah SWT, hendaklah latih jiwa mendekatkan diri kepada-Nya. Kalau tidak disertai dengan shalat, pengakuan adanya Allah ﷻ hanya akan melayang-layang saja, tidak mendalam ke urat jiwa. “Dan memberikan zakat mereka." Karena maksud zakat adalah pembersihan.
“Dan dengan hari akhirat mereka adalah yakin."
Keyakinan akan adanya hari akhirat, hari pembalasan adalah penguat paling penting dalam menegakkan amal. Karena kadang-kadang meskipun manusia telah berbuat berbagai macam kebaikan di dunia ini, tidaklah semua orang menghargai perbuatannya yang baik itu. Pasti akan ada saja yang dengki, yang benci, dan yang melupakan atau memandang tidak berarti apa-apa. Kalau kita berbuat baik di dunia ini karena mengharapkan pujian manusia, niscaya kita akan kecewa. Karena tidak semua orang menyukai apa yang kita kerjakan. Pendeknya asal masih di dunia ini saja, tidaklah akan mendapat penghargaan selengkapnya dari manusia. Keyakinan bahwa hari akhirat akan datang. Di balik hidup yang sekarang akan ada lagi hidup yang lebih berbahagia bagi yang berjasa, dan hidup sengsara dan siksa bagi yang berdosa adalah penarik utama untuk berbuat baik. Karena balasan jasa hanya diharapkan dari Allah ﷻ yang diri telah dilatih mengenangkan dia dengan mengerjakan shalat.
Ayat 5
“Mereka itulah orang-orang yang “berjalan" di atas petunjuk dari Tuhan mereka
Yaitu petunjuk yang telah disebutkan di dalam al-Kitab al-Hakim, dituntunkan oleh Rasul utusan Allah SWT, sebagaimana yang tersebut di ayat 2 dan 3 di atas tadi. Sebab cara mengerjakan dan mendirikan shalat dan cara peraturan memberikan zakat, sudahlah di-sebutkan dalam al-Kitab al-Hakim, diuraikan secara terperinci oleh rasul,
“Dan mereka itulah orang-orang yang berbahagia."
Apabila petunjuk Allah ﷻ dituruti, pastilah bahagia yang akan diterima. Rasa bahagia atau keberuntungan ialah kepuasan yang dirasakan oleh manusia apabila dia telah melaksanakan tugasnya sebagai orang hidup. Rasa bahagia akan dirasakan seketika diri masih hidup dan sudah tua, dapat menyaksikan amal yang telah dikerjakan di waktu yang lampau. Rasa bahagia akan dirasakan misalnya oleh seorang profesor melihat bekas-bekas mahasiswa yang pernah menerima kuliah dari dia, sekarang semua sudah jadi orang, Rasa bahagia akan dirasakan oleh seorang ayah melihat anaknya yang “jadi" disertai kehidupan beragama. Rasa bahagia akan dirasakan oleh seorang pengarang yang mengutarakan cita-citanya dalam buku-buku yang dia karang, lalu dilihatnya bahwa isi buku itu telah dilaksanakan orang. Rasa bahagia akan dirasakan oleh seorang penganjur bangsa yang berjuang di waktu muda, sampai cita-cita tercapai, dan dilihatnya sendiri dengan matanya setelah dia tua. Rasa bahagia akan dirasakan oleh orang yang merasakan bahwa umurnya tidaklah dibuang-buangnya pada perbuatan yang tidak berfaedah. Dan rasa bahagia yang sejati akan diterima kelak di dalam surga jannatun Naim.
Ayat 6
“Dan setengah dari manusia adalah orang yang membeli permainan kata-kata untuk menyesatkan dari jalan Allah, tidak dengan ilmu."
Hasan al-Bishri berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan permainan kata-kata itu ialah nyanyi-nyanyian dan peralatan panca-ragam, yang akan membawa orang lalai dari agama. Tetapi penafsiran dari Qatadah berbeda dari itu. Beliau berkata, “Membeli permainan kata-kata bukanlah semata-mata dengan mengeluarkan uang saja. Maksud membeli di sini ialah orang yang lebih menyukai barang yang sesat. Dia lebih suka kata-kata percuma, slogan yang tidak berisi daripada memegang kata yang benar. Dia lebih suka yang mudharat daripada yang manfaat."
Kedua-dua penafsiran itu dapatlah kita pakai. Sebagai Muslim yang taat, kita akan dapat merasakan bagaimana besar bahaya nyanyi-nyanyian dan alat pancaragam (musik) yang benar-benar melalaikan orang dari agama. Lagu-lagu yang disebut orang lagu pop (dari potongan kata populer) yang selalu didendangkan di radio, di televisi, dan di tempat-tempat keramaian umum, di pesta orang kawin. Kadang-kadang isi nyanyian itu tidak lagi mengenal sopan santun. Apakah lagi nyanyian seperti itu tidaklah akan meriah kalau tidak disertai dengan minuman keras yang membuat mabuk.
Semata-mata nyanyian pada pokoknya tidaklah haram. Baru jadi haram kalau dia telah menjadi permainan kata-kata yang menimbulkan syahwat. Majelis Tarjih Muhammadiyah pada Kongres Muhammadiyah kedua puluh di Yogyakarta tahun 1931 telah mengambil kesimpulan, bahwa alat-alat musik itu pada pokoknya tidaklah apa-apa. Dia akan menjadi terpuji kalau nyanyian yang dinyanyikan atau di-musikkan dapat menambah gairah agama. Sebaliknya dia menjadi haram hukumnya jika dia akan menimbulkan kelalaian kita beragama.
Tafsir dari Qatadah itu pun cocok jika disesuaikan dengan semboyan-semboyan atau slogan-slogan yang jadi permainan kata-kata sebagaimana kerap terjadi dalam perjuangan politik. Kerapkali isinya kosong tidak masuk akal, tetapi dia dijadikan slogan. Orang kadang-kadang dipaksa dengan kekuatan kekuasaan diri pemerintahan buat menerimanya. Seumpama slogan yang dikeluarkan pada satu ketika dalam negara kita, yaitu NASAKOM. Yang berarti NASional Agama dan KOMunis. Ketiganya mesti bersatu. Di waktu itu barangsiapa yang tidak mau menerimanya, penjaralah yang akan jadi tempat tinggalnya. Padahal itu hanyalah permainan kata-kata untuk menyesatkan orang dari jalan Allah ﷻ Karena tidaklah mungkin masuk ke dalam akal yang sehat, bahwa agama dapat dipersatukan dengan Komunis, padahal Komunis itu sudah terang menentang segala agama. Bahkan Lenin sendiri pernah mengatakan bahwa agama itu adalah opium (candu) yang meracun rakyat. Sampai dibuat propaganda, bahwa Komunis di Indonesia lain dari Komunis di seluruh dunia. Sebab Komunis di sini adalah beragama.
Tetapi apakah yang kejadian? Lain tidak ialah huru-hara, perebutan kekuasaan dan pembunuhan yang keji dan ngeri. Sampai akhirnya umat yang beragama mengambil tindakan sendiri menyapu bersih kaum Komunis yang telah jelas jadi anti dan benci terhadap segala agama itu.
Begitulah pula yang terjadi dengan Kaisar Jalaluddin Akbar dari Anak Benua India di zaman kebesaran Kerajaan Mongol-Islam di India. Beliau mempunyai cita-cita hendak mempersatukan seluruh rakyat baginda yang berbilang agama, berbilang kaum itu. Ada Hindu, ada Buddha, ada Islam, dan yang lain-lain, bahkan Kristen waktu itu pun telah masuk ke India. Lalu beliau mencipta-kan suatu penyatuan agama. Dalam istana baginda dihidupkan api 1.000 tahun sebagai lambang agama Persia, Zarasustra. Di istana pun diadakan kuil pemujaan agama Hindu dan ada juga patung Buddha, demikian juga masjid. Semuanya mesti bersatu dalam satu kepercayaan yang beliau sendiri jadi pemimpinnya, diberi nama Din Ilahi yang berarti agama Ketuhanan Yang Maha Esa.
Wazir besar baginda, Abui Fadhl Allamiy, jadi pembantu baginda menyebarkan doktrin ini. Penuhlah India dengan propaganda Din Ilahi.
Seorang orang tua yang saya ziarah dan menjadi penunjuk jalan saya ketika ziarah ke bekas istana indah Kaisar Akbar, Faithpoor Sikri di tahun 1968, bercerita bahwa ketika masuk menghadap Baginda di istana, orang menyembah merundukkan badan dan separuh menyebut “Allah “ sedang yang separuh lagi menyebut “Akbar", yang dapat diartikan bahwa Allah menjelma dalam diri Kaisar Akbar.
Adakah pengaruh agama itu di India? Akhirnya dia hanya termasuk sebagian kecil dari sejarah Kaisar Akbar sendiri, bukan sejarah India. Sebagaimana ditulis oleh Will Durant, penulis Sejarah Kebudayaan, ketika baginda wafat tidaklah lebih dari delapan orang yang mengantarkan baginda ketika dihantar ke peristirahatannya yang terakhir. Setelah naik putra baginda. Syah jihan, jadi kaisar, Din Ilahi hapus dengan sendirinya karena dia tidak pernah masuk ke dalam jiwa rakyat, walaupun berapa besar perbelanjaan yang dihamburkan untuk mempropagandakannya di kala Kaisar Akbar masih hidup. Dan walaupun kata-kata indah telah disusun, Din Ilahi sebagai permainan kata, namun maksudnya tidak lain hanyalah karena hendak menyesatkan manusia dari jalan Allah ﷻ “Dan mereka ambil jadi olok-olok". Selain dari semua perbuatan itu tidak dengan ilmu, hanya meraba-raba di dalam kelam terdapat pula maksud buruk yang lain, yaitu mengambil agama jadi olok-olok. Tidak ada yang bersungguh-sungguh. Karena hati sanubari mereka sendiri pun pada hakikatnya tidaklah mengerti apa yang mereka kerjakan.
“Mereka itu, untuk mereka adalah adab yang menghinakan."
Di kala hidup di dunia mereka telah mem-perolok-olokkan ayat-ayat Allah ﷻ Kadang-kadang agama mereka cemoohkan. Kadang-kadang karena kekuasaan yang ada pada tangan mereka, mereka anggap agama itu hanyalah barang murah yang dapat disebut-sebut di bibir, tetapi mereka pandang menghalangi segala keinginan mereka. Mereka pada hakikatnya membenci agama. Sebab banyak benar kesukaan mereka yang terhambat dan dihalangi oleh agama. Sebab itu maka pemuka-pemuka agama mereka pandang hina-dina belaka. Lantaran itu maka adzab yang membuat mereka jadi hinalah yang akan mereka derita di akhirat. Di atas dunia mereka berbangga, menyombong, merasa diri sangat tinggi dan mulia. Namun, di akhirat keadaan sudah terbalik. Mereka jadi hina lantaran adzab siksaan itu. Itulah balasan yang setimpal dan adil.
Ayat 7
“Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami, mereka pun benpaling dalam keadaan menyombong."
Karena merasa diri lebih pintar. Tidak perlu diajar orang. Bahkan ada yang sampai marah, mengapa mereka ditegur dengan ayat Allah ﷻ Rakyat jelata tidaklah berhak me-negur orang-orang besar kerajaan. Itu adalah penghinaan. Itu adalah mengurangi wibawa beliau. “Seakan-akan dia tidak mendengarnya. Seakan-akan pada kedua belah telinganya ada sumbat." Sehingga apa yang dia dengar bukan tertuju kepada dirinya, melainkan kepada orang lain.
“Maka beri kabar gembiralah mereka dengan adzgb yang pedih."
Pemakaian kata-kata “Beri kabar gembiralah “ mereka terhadap adzab siksaan yang pedih adalah sambutan yang sepadan atas kesombongan, berpaling muka, berolok-olok dan bersikap menyumbat telinga mendengar seruan Allah ﷻ itu. Karena dalam hidup di dunia mereka merasakan bahwa mereka selalu di pihak benar, tidak pernah salah dan tidak boleh disalahkan.
Ayat 8
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal yang saleh-saleh, untuk mereka adalah surga-surga yang bernikmat."
Beginilah selalu imbalan dan orang yang melaksanakan petunjuk dan seruan yang di-sampaikan rasul. Sebab hidup mereka telah berisi, pertama dengan kepercayaan kepada Allah SWT, kedua pembuktian iman dengan amal perbuatan. Dan perbuatan itu ialah yang baik-baik, yang berfaedah. Baik untuk dirinya dunia dan akhirat atau untuk sesama umat manusia. Surga-surga yang luas dan lapangan, yang penuh dengan berbagai nikmat, itulah yang akan menyambut mereka di akhirat.
Ayat 9
“Kekal mereka di dalamnya."
Kekal tidak akan mati lagi. Sebab mati telah dilampaui. “Janji Allah yang benar." Yang pasti akan ditepati; hidup dalam surga merasakan keenakan makan, kepuasan minum, tempat tinggal indah semerbak, kesuburan, keindahan warna, kecantikan perempuan. Dan Allah ﷻ akan mempertemukan mereka dengan itu semua. Karena Allah ﷻ tidak pemungkir janji. Allah ﷻ muliawan, dermawan.
“Dan Dia adalah Mahaperkasa, “pasti berlaku apa yang Dia kehendaki, “Mahabijaksana."
Diberinya tahu lebih dahulu dari jauh hari bahaya yang akan menimpa kepada yang menempuh jalan salah dan dari jauh hari itu menjanjikan kebahagiaan bagi yang taat.
Ayat 10
“Dia telah menciptakan semua langit dengan tidak bertiang, yang kamu lihat sendiri akan dia."
Arsitektur dari Yang Mahatinggi Maha-agung yang tidak dapat ditiru diteladan oleh siapa pun."Dan Dia pun meletakkan pada bumi itu gunung-gunung untuk mengukuhkan bagi kamu. “Karena dengan adanya gunung kamu tidak akan bergoyang atau rebah jatuh lagi oleh keras embusan angin." Dan Dia kembang biakkan padanya, “yaitu pada bumi itu." dari tiap-tiap macam binatang. “Di sana terdapat kalimat dan batin, yang arti asalnya ialah merangkak atau menjalar. Maka termasuklah binatang berkaki empat atau kaki enam, berkaki dua atau berkaki empat puluh, bahkan ada yang berkaki sampai seratus, semacam ulat menjalar yang di negeri saya disebut ulat sipisan.
“Dan telah Kami turunkan air dari langit, maka tumbuhlah padanya dari tiap-tiap tumbuh-tumbuhan yang serba indah."
Indah dengan berbagai warnanya, dengan kembang-kembangnya, dengan pohon di hutan, rumput merata, akar menjuntai, yang semuanya itu penuh dengan keindahan dan kekayaan Ilahi.
Ayat 11
“Inilah ciptaan Allah."
Tidak tepermanai banyaknya, kayanya, indahnya, dengan warna-warninya dan kesu-burannya dan keganjilannya, yang satu melebihi yang lain."Maka perlihatkanlah kepadaku, apakah yang telah diciptakan oleh yang selain Dia itu?" Adakah berhala yang kamu sembah itu sanggup berbuat demikian? Adakah barang yang kamu puja dan kamu sembah itu turut menciptakan langit agak selapis atau bintang agak sebuah, atau kayu agak sebatang atau lalat agak seekor?
“Namun orang-orang yang aniaya itu tetaplah dalam kesesalan yang nyata."
Mereka menganiaya diri sendiri karena tidak mempergunakan pikiran untuk berpikir, hanya beramal turut-turutan, tidak berpendirian yang teguh; sehingga kesengsaraan jualah yang akan mereka tanggungkan kelak.