Ayat
Terjemahan Per Kata
مَّا
tidak
خَلۡقُكُمۡ
menciptakan kalian
وَلَا
dan tidak
بَعۡثُكُمۡ
kebangkitanmu
إِلَّا
kecuali
كَنَفۡسٖ
seperti jiwa
وَٰحِدَةٍۚ
satu
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
سَمِيعُۢ
Maha Mendengar
بَصِيرٌ
Maha Melihat
مَّا
tidak
خَلۡقُكُمۡ
menciptakan kalian
وَلَا
dan tidak
بَعۡثُكُمۡ
kebangkitanmu
إِلَّا
kecuali
كَنَفۡسٖ
seperti jiwa
وَٰحِدَةٍۚ
satu
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
سَمِيعُۢ
Maha Mendengar
بَصِيرٌ
Maha Melihat
Terjemahan
Menciptakan dan membangkitkan kamu (bagi Allah) hanyalah seperti (mudahnya menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Tafsir
(Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kalian dari dalam kubur itu melainkan hanya seperti menciptakan dan membangkitkan satu jiwa saja) artinya sebagaimana menciptakan dan membangkitkan satu jiwa, karena kesemuanya itu akan ada hanya dengan kalimat kun fayakuun. (Sesungguhnya Allah Maha Mendengar) mendengar semua apa yang dapat didengar (lagi Maha Melihat) mengetahui semua apa yang dapat dilihat, dan tiada sesuatu pun yang menyibukkan-Nya dari yang lain.
Tafsir Surat Luqman: 27-28
Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kamu (dari dalam kubur) itu melainkan hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Luqman: 27-28)
Ayat 27
Allah subhaanahu wa ta’aalaa berfirman, menceritakan tentang kebesaran dan keagungan serta kemuliaan-Nya, dan asma-asma-Nya yang terbaik, sifat-sifat-Nya yang tinggi, dan kalimah-kalimah-Nya yang sempurna yang tiada seorang pun dapat meliputinya dan tiada seorang manusia pun yang dapat menggambarkan dan menghinggakannya, sebagaimana yang diucapkan oleh penghulu manusia penutup para rasul melalui salah satu doanya: Aku tidak dapat menghinggakan pujian yang selayaknya kepada-Mu.
Pujian yang selayaknya bagi-Mu hanyalah Engkau yang mengetahuinya. Firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. (Luqman: 27) Seandainya semua pepohonan yang ada di bumi ini dijadikan sebagai pena-pena dan semua lautan yang ada sebagai tintanya, lalu ditambahkan kepadanya tujuh lautan lagi yang semisal untuk menulis kalimah-kalimah Allah yang menunjukkan kepada kebesaran-Nya, sifat-sifat-Nya, dan keagungan-Nya, pastilah pena-pena itu akan patah dan semua laut menjadi kering, sekalipun ditambahkan lagi berkali lipat sarana yang semisal.
Sesungguhnya penyebutan tujuh laut hanyalah mengandung makna mubalagah, bukan dimaksudkan pembatasan, bukan pula menunjukkan pengertian bahwa ada tujuh lautan di dunia ini sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang yang menukil dari berita israiliyat yang tidak dapat dibenarkan dan tidak pula didustakan. Bahkan pengertian ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Katakanlah, "Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimah-kalimah Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimah-kalimah Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan yang semisal. (Al-Kahfi: 109) Makna yang dimaksud dari lafal bimislihi bukanlah tambahan sebanyak itu, melainkan tambahan yang semisal, kemudian yang semisalnya lagi tanpa ada henti-hentinya, karena ayat-ayat Allah dan kalimah-kalimah-Nya tidak dapat dibatasi.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa seandainya semua pepohonan yang ada di bumi dijadikan pena dan lautannya dijadikan tintanya, lalu Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku akan melakukan anu dan sesungguhnya Aku akan melakukan anu," niscaya habislah lautan itu dan patahlah semua penanya. Qatadah mengatakan bahwa orang-orang musyrik pernah mengatakan, "Sesungguhnya kalam Allah ini pasti akan ada habisnya dalam waktu dekat." Maka Allah menurunkan firman-Nya: Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena. (Luqman: 27) Yakni sekiranya pepohonan yang ada di bumi dijadikan pena dan tintanya adalah lautannya ditambah dengan tujuh lautan lagi yang semisal, niscaya tidak akan habis-habisnya keajaiban Tuhanku, hikmah-hikmah-Nya, ciptaan-Nya, dan ilmu-Nya.
Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan, sesungguhnya perumpamaan ilmu semua hamba Allah dibandingkan dengan ilmu Allah sama dengan setetes air dibandingkan dengan semua lautan yang ada. Allah subhaanahu wa ta’aalaa telah menurunkan firman-Nya berkenaan dengan hal ini, yaitu: Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena. (Luqman: 27), hingga akhir ayat. Yakni seandainya laut dijadikan sebagai tinta untuk mencatat kalimah-kalimah Allah dan semua pepohonan dijadikan sebagai penanya, niscaya semua pena itu akan patah dan semua air laut kering kehabisan; sedangkan kalimah-kalimah Allah masih tetap utuh, tiada sesuatu pun yang dapat membatasinya.
Karena sesungguhnya seseorang tidak akan mampu memperkirakan batasannya dan tiada seorang pun yang dapat memuji-Nya sesuai dengan apa yang selayaknya bagi Dia, melainkan hanya Dia sendirilah yang mengetahui pujian itu sebagaimana Dia memuji diri-Nya sendiri. Sesungguhnya pujian Tuhan kami adalah seperti apa yang difirmankan-Nya, dan berada di luar jangkauan apa yang kita katakan. Menurut suatu riwayat, ayat ini diturunkan berkenaan dengan bantahan terhadap orang-orang Yahudi.
Ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Sa'id ibnu Jubair atau Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa para pendeta Yahudi berkata kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam di Madinah, "Hai Muhammad, bagaimanakah pendapatmu tentang ucapanmu: 'dan tidaklah kamu diberi pengetahuan, melainkan sedikit' (Al-Isra: 85) Apakah engkau bermaksud kami ataukah kaummu?" Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, "Kedua-duanya." Mereka berkata, "Bukankah kamu sering membaca apa yang diturunkan kepadamu menyatakan bahwa sesungguhnya kami telah diberi kitab Taurat yang di dalamnya terdapat penjelasan segala sesuatu?" Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab: Sesungguhnya kitab Taurat itu menurut ilmu Allah adalah sedikit, dan bagi kalian dari isi kitab Taurat itu terdapat apa yang menjadi kecukupan bagi kalian.
Allah menurunkan pula firman-Nya sehubungan dengan pertanyaan mereka itu, antara lain ialah firman-Nya: Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena. (Luqman: 27), hingga akhir ayat. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ikrimah dan ‘Atha’ibnu Yasar. Hal ini menunjukkan bahwa ayat ini adalah Madaniyah, bukan Makkiyyah. Tetapi menurut pendapat yang terkenal, ayat ini adalah Makkiyyah. Hanya Allah Yang Maha Mengetahui.
Firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (Luqman: 27) Yakni Mahaperkasa, Yang Menundukkan segala sesuatu dan Mengalahkannya. Maka tiada yang dapat mencegah apa yang dikehendaki-Nya, tiada yang dapat menentang-Nya, serta tiada yang mempertanyakan apa yang diputuskan-Nya. Allah Mahabijaksana dalam memperlakukan makhluk-Nya, perintah-Nya, semua ucapan dan perbuatan-Nya, syariatNya dan semua urusan-Nya.
Ayat 28
Firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kamu (dari dalam kubur) itu, melainkan hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja. (Luqman: 28) Pekerjaan menciptakan semua manusia dan membangkitkan mereka kekal di hari berbangkit bila dikaitkan dengan kekuasaan-Nya tiada lain bagaikan menciptakan dan membangkitkan satu jiwa saja, semuanya sangat mudah dan gampang bagi-Nya.
Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, "Jadilah!" Maka terjadilah ia. (Yasin: 82) Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti kejapan mata. (Al-Qamar: 50) Tidak sekali-kali Allah memerintah untuk terjadinya sesuatu melainkan hanya sekali perintah, maka sesuatu yang diperintah-Nya itu terjadi, tanpa perlu mengulang dan mengukuhkan perintah-Nya. Sesungguhnya pengembalian itu hanyalah dengan satu kali tiupan saja, maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi. (An-Nazi'at: 13-14) Adapun firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Luqman: 28) Sebagaimana Dia Maha Mendengar semua ucapan mereka, juga Maha Mengetahui semua perbuatan mereka; semuanya itu bagi Allah sama saja dengan mendengar dan melihat satu jiwa.
Begitu pula Kekuasaan Allah atas mereka, sama halnya dengan kekuasaan Allah atas satu jiwa, yakni mudah sekali hal itu bagi-Nya. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya: Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kamu (dari dalam kubur) itu melainkan hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja. (Luqman: 28), hingga akhir ayat.".
Jika kehendak dan kuasa-Nya bersifat mutlak, maka menciptakan dan membangkitkan kamu setelah kematanmu bagi Allah hanyalah seperti menciptakan dan membangkitkan satu jiwa saja; itu sama sekali bukan hal sulit bagi-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Melihat (Lihat pula: Y's'n/36: 82). 29. Allah menundukkan dan mengendalikan apa saja yang ada di langit dan bumi. Di antara bentuk pengendaliannya ditunjukkan dalam ayat berikut. Wahai manusia, tidakkah engkau memperhatikan bahwa Allah telah memasukkan malam ke dalam siang sehingga pada musim panas waktu siang lebih panjang, dan sebaliknya memasukkan siang ke dalam malam sehingga pada musim dingin waktu malam lebih panjang, dan Dia menundukkan matahari dan bulan agar sinar dan cahayanya memberi manfaat bagi makhluk hidup, di mana masing-masing terus beredar sampai kepada waktu yang ditentukan, yaitu hari kiamat. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan dan akan membalasnya sesuai amal perbuatanmu.
Ayat ini menerangkan bahwa menjadikan segala sesuatu merupakan hal yang mudah bagi Allah. Apakah menjadikan sesuatu yang besar, kecil, ruwet, atau menjadikan sesuatu dalam jumlah yang sedikit, semuanya sama saja bagi Allah. Begitu pula membangkitkan manusia dari dalam kuburnya di hari Kiamat adalah mudah bagi Allah. Membangkitkan seluruh manusia bagi Allah tidak ubahnya seperti membangkitkan seorang saja. Tidak ada sesuatu pun yang sukar bagi-Nya. Jika Allah berkehendak terjadinya sesuatu, cukuplah Dia mengucapkan, "Kun" (jadilah), maka jadilah yang dikehendaki-Nya itu. Allah berfirman:
Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata kepadanya, "Jadilah!" Maka jadilah sesuatu itu. (Yasin/36: 82)
Dan firman Allah:
Dan perintah Kami hanyalah (dengan) satu perkataan seperti kejapan mata. (al-Qamar/54: 50)
Pada akhir ayat ini, Allah menyatakan bahwa Dia mendengar segala perkataan hamba-Nya dan Maha Melihat segala perbuatan mereka.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 28
“Tidaklah penciptaan kamu dan tidak pula pembangkitan kamu, melainkan seperti satu jiwa jua."
Cara Allah ﷻ membangkitkan manusia kembali, setelah menempuh alam barzakh akan menempuh hari Kiamat serupa saja juga dengan ketika menciptakan-nya, Manusia pada mulanya dijadikan dari sari tanah, yaitu makan-makanan yang semuanya berasal dari tanah; baik sayur, atau buah-buahan ataupun daging. Makanan itu yang membentuk darah. Darah yang menyarikan mani. Mani yang jadi nuthfah bila telah bergabung mani laki-laki dengan mani perempuan, lalu dipelihara di dalam rahim, jadi nuthfah, jadi ‘alaqah, jadi mudghah. Inilah yang berangsur jadi manusia, sampai lahir ke dunia. Maka kelak bilamana mereka akan dibangkitkan kembali dalam hidup yang kedua kali, mereka akan timbul kembali dalam cara yang lain, yang Allah ﷻ saja yang tahu bagaimana caranya. Karena kejadian penciptaan manusia dari tidak ada kepada ada yang sekarang ini, kita hanya tahu berkembangnya dari sari tanah sampai jadi orang, namun demikian dia masih tetap mengagumkan dan tidak dapat ditiru oleh satu kekuatan yang lain, bagaimana jua pun tidaklah dapat menirunya. Kita aduk-adukkan mani laki-laki dengan mani perempuan, tidaklah dia akan tercipta jadi orang.
“Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar, Maha Melihat."
Maha Mendengar apa yang dikatakan dan apa yang dikeluhkan oleh manusia. Maha Melihat apa yang dikerjakan dan apa yang mereka lalaikan.
Ayat 29
“Apakah tidak engkau perhatikan bahwasanya Allah menyelinapkan malam ke dalam siang dan menyelinapkan siang ke dalam malam."
Menyelinap kalau dalam bahasa yang biasa bisa saja disebutkan memasukkan. Tetapi oleh karena masuknya malam ke dalam siang dan siang ke dalam malam itu halus sekali, tidak kelihatan dari mana masuknya, tahu-tahu bila fajar telah menyingsing, malam berangsur hilang dan siang berangsur terang, dan sebaliknya bila matahari telah mulai ter-benam, malam telah menyelimuti bumi, tahu-tahu hari telah malam saja, memang di kedua kalinya itu terjadi pemasukan, tetapi dengan menyelinap; tahu-tahu telah siang, tahu-tahu telah malam. “Dan Dia tundukkan matahari dan bulan." Yaitu tunduk ke bawah peraturan Allah Yang Mahaperkasa sehingga tidak boleh berubah jalan keduanya dan yang telah ditentukan.
“Dan sesungguhnya Allah terhadap apa yang kamu kerjakan adalah sangat teliti."
Bukan saja dengan teliti Allah ﷻ menguasai dan menundukkan perjalanan falak sampai sehalus-halusnya, sampai kepada menit dan detik perjalanan matahari, bumi, bulan dan bintang-bintang, bahkan perbuatan kita manusia sendiri pun dilihat dan diperhatikan oleh Allah ﷻ dengan teliti sekali. Ketelitian adalah salah satu dari sifat dan nama Allah ﷻ Maka manusia pun dianjurkan agar menuruti sifat Allah ﷻ dalam ketelitian ini sekadar kekuatannya sebagai manusia.
Ayat 30
“Demikianlah, adanya."
Demikianlah adanya peraturan dan ketentuan Allah ﷻ itu, Perkasa, Bijaksana, Teliti, Teratur, Berukuran, Berjangkaan, dan yang seberes dan sesempurna itu hanya ada pada Allah ﷻ saja. “Karena sesungguhnya Allah, Dialah Yang Benar." Kebenaran itu dapat engkau buktikan di dalam alam seluruhnya, baik di langit atau di bumi. Sampai kepada perjalanan hidup binatang-binatang, kayu-kayuan, tumbuh-tumbuhan, bertambah diperhatikan bertambah mengagumkan. “Dan apa yang mereka seru selain Dia adalah batil," kacau-balau, rapuh, tidak tahan lama, tidak teratur, tidak sempurna, tidak teliti, tidak perkasa dan tidak bijaksana.
“Dan sesungguhnya Allah adalah Mahatinggi, Mahaagung."
Dan setelah berhala yang kamu sembah dan kamu puja, baik orang ataupun barang, kayu ataupun batu, entah pohon beringin, entah gunung yang tinggi, yang kamu sebut Mahameru, semuanya itu tidak ada ketinggiannya. Dia tinggi hanya karena kamu saja yang meninggi-ninggikan dan besar karena kamu saja yang membesar-besarkan. Kadang-kadang manusia-manusia yang ditinggi-tinggi-kan dan diagung-agungkan itu hanyalah manusia-manusia tengik, keji dan membosankan; yang jika bertambah tingginya bertambah jelas kekurangannya dan bertambah dibesarkan, bertambah tampak kekanak-kanakannya,
Ayat 31
“Tidakkah engkau lihat bahwasanya bahtera belayar di lautan dengan nikmat Allah, supaya Dia perlihatkan kepada kamu setengah dari ayat-ayat-Nya."
Sesudah disuruh manusia memerhatikan pergantian siang dan malam, penundukan matahari bersama bulan, di ayat seterusnya ini manusia dibawa pula beralih ke lautan, melihat bahtera (kapal) berlayar. Mula-mula sekali bandingkanlah kebesaran dan keluasan laut dengan kecilnya bahtera yang belayar di atasnya. Ingatlah bahwa bumi ini hanya seper-lima tanah daratan dan yang empat perlima adalah lautan belaka. Dengan bahtera manusia belayar mencari pulau dan benua lain. Kebesaran laut dengan airnya yang terus bergerak tidak berhenti-henti. Yang memecah ke tepi pantai adalah ombak, dan ujung ombak itu ialah riak, dan ombak tadi diantarkan oleh gelombang, dan gelombang itu berjalan di atas yang dinamai alun, yang besar alun itu kadang-kadang laksana gunung. Alun yang besar itulah yang diseruak oleh kapal. Kadang-kadang miringlah kapal itu, sampai seakan-akan bertaut dengan laut dan dalam pelayaran dengan kapal melalui samudra yang luas itu. benar-benar kita melihat ayat-ayat atau tanda-tanda kebesaran Allah ﷻ Kadang-kadang terpikirlah kita dan timbullah keinsafan tentang nilai manusia, dengan berkat karunia. Manusia seakan-akan tidak ada arti lagi, jika kita telah duduk di geladak kapal melihat lautan. Sejauh-jauh mata memandang, ke segala ufuk hanya lautan belaka. Kapal-kapal yang besar hanya laksana daun kayu terapung saja kelihatan dari jauh. Manusia yang merasa dirinya memegang peranan penting, seakan-akan tidak ada lagi. Hilang dalam kebesaran laut.
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar jadi tanda-tanda bagi tiap-tiap orang yang berkorban lagi bersyukur."
Perubahan angin di laut itu pun berbagai macam. Kadang-kadang dia tenang berembus, enak membuat diri jadi segar. Kadang-kadang ombak dan gelombang itu mengamuk meninggi dan alun yang besar itu laksana raksasa tak kenal ampun. Namun kapal mesti belayar melalui punggungnya. Dalam saat-saat yang demikian, baik penumpang kapal, apatah lagi para pengemudinya, nakhoda dan para mualim mesti sabar. Karena barangsiapa berumah di tepi pantai pasti bertemu pasang naik dan barangsiapa berani berlayar pasti bertemu gelombang.
Ayat yang selanjutnya adalah menggambarkan orang yang tidak beriman menghadapi pelayaran.
Ayat 32
“Dan apabila mereka dihantam gelombang laksana gunung, mereka serulah Allah dalam keadaan mengikhlaskan agama kepada-Nya."
Melihat tidak ada lagi tempat berlindung, tanah daratan tidak tampak sama sekali, pulau pun tidak, dan langit gelap diselaputi awan yang tebal dan hujan yang lebat, ketika itu barulah mereka ingat hanya Allah sajalah Yang Mahakuasa melepaskannya dari bahaya. Misalnya kalau waktu itu di dalam kapal tersebut mereka ada membawa jimat, atau patung berhala, atau keris yang dikatakannya bertuah, sekali-kali tidaklah teringat olehnya hendak meminta tolong kepada alat-alat yang dipunyai selain Allah ﷻ itu. Waktu itulah mereka betul-betul menghimbau Allah SWT, “Ya Tuhanku! Ya Rabbi, tolonglah kami!" Betul-betul ikhlaslah hati mereka waktu itu, tidak bercampur sedikit pun ingatan mereka kepada yang lain. Hanya Allah ﷻ “Tetapi setelah Dia selamatkan mereka ke daratan, maka sebagian saja yang berhati-hati." Hanya sebagian yang muqtashid, yang berasal dari mashdar iqtishad yang berarti memperhitungkan segala pengalaman, menaksir kekuatan diri dan melangkah dengan hati-hati menuju apa yang dimaksud. Bersiap dengan baik. Hanya sebagian, tidak semua. “Dan tidaklah memungkiri akan ayat-ayat Kami," bukti-bukti dari Maha Kekuasaan Kami.
“Kecuali orang-orang yang melupakan jasa lagi kafir."
Setelah mereka tiba kembali di daratan yang aman, mereka telah lupa bahwa mereka pernah terancam bahaya maut di lautan. Mereka pernah merintih, meratap, berdoa memohon kepada Allah ﷻ agar ditolong. Namun setelah sampai di daratan, semuanya itu tidak diingatnya lagi. Orang-orang begitu tidaklah ingat kepada jasa, tidaklah pembalas guna.
Ayat 33
“Wahai manusia! Takwalah kamu kepada Tuhan kamu dan takutlah akan hari, yang seorang bapak tidak dapat membela anaknya dan si anak pun tidak dapat membela ayahnya sedikit pun."
Takwa kepada Allah ﷻ hendaknya usaha sendiri-sendiri. Jangan menggantungkan harapan karena bertali kekeluargaan dengan orang lain, walaupun dengan ayah, walaupun dengan anak. Nabi Nuh tidaklah akan dapat membela anaknya yang tidak mau masuk bahtera ketika topan besar itu akan datang, lalu anak itu tenggelam Nabi Ibrahim tidaklah akan dapat membela ayah kandungnya, Azar, yang dia cintai. Maka pendakwaan setengah orang yang mengaku dirinya keturunan Rasulullah ﷺ yang disebut bangsa Sayyid atau bangsa Habib, keturunan Rasulullah ﷺ, bahwa mereka akan selamat di akhirat, walaupun mereka berbuat berbagai dosa, sebab mereka keturunan Nabi Muhammad ﷺ, ajaran yang demikian tidaklah bersumber dari Al-Qur'an dan tidak dari sabda Rasulullah ﷺ sendiri yang dapat dipertanggungjawabkan.
Maka adalah amat rendah, tidak sesuai dengan ruh ajaran Islam yang mendidik manusia dengan ajaran tauhid, mempunyai jiwa merdeka, kalau ada yang mengajarkan bahwa seseorang dapat bersenang-senang “lenggang-kangkung" masuk surga sebab neneknya Nabi, atau bapaknya kiyai, atau cucunya waliullah. Surah al-Lahab, yang menerangkan kecelakaan dan kesialan Abu Lahab adalah i'tibar yang patut diperhatikan oleh setiap orang dan golongan yang ingin menumpang ke surga karena hubungan keluarga. Abu Lahab adalah abang dari ayah Nabi ﷺ, namun sikapnya yang menentang Islam termaktub terus-menerus selama Al-Qur'an masih ada di dunia ini. “Sesungguhnya janji Allah adalah benar." Janganlah ada yang menyangka bahwa janji Allah ﷻ dapat dipemainkan. “Maka sekali-kali janganlah memperdayakan kamu hidup di dunia." Tidaklah kamu akan lama tinggal di sini. Meskipun engkau mendapat kedudukan yang baik pada lahirnya dalam dunia ini, namun jika tidak ada bekal takwa kepada Allah ﷻ untuk dibawa ke akhirat, percumalah kemegahan dunia.
“Pan sekali-kali janganlah kamu dapat diperdayakan pada jalan Allah oleh orang yang memperdayakan."
Karena orang lain itu hanya pandai membujukmu supaya tersesat. Bilamana kamu te-lah tersesat, terperosok jatuh ke dalam lembah kehinaan, tidak Seorang jua pun yang memperdayakan kamu itu yang akan datang menolong.
Ayat 34
“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang bila hari akan Kiamat."
Tidak ada seorang jua pun yang tahu selain Allah SWT, bila akan terjadi saat, yang berarti Kiamat itu. Malaikat pun tidak ada yang tahu. Nabi-nabi pun tidak. “Dan Dialah yang menurunkan hujan," sehingga tidaklah ada satu kekuasaan pun yang sanggup menentukan turun hujan menurut kehendaknya. Hujan turun atau tidak turun, hanyalah menurut kehendak Allah ﷻ Meskipun kita mengetahui pula tentang kebiasaan yaitu bahwa di musim dingin sekitar Desember, Januari dan Februari lebih banyak hujan turun di daerah khatulistiwa, dan dari Juli, Agustus, dan September lebih banyak panas, dan Mei sampai Juni udara lebih bagus dan hujan belum banyak turun, Maret dan April hujan masih agak banyak. Namun semuanya itu hanyalah kebiasaan, yang tidak selalu tepat. Sebab itu dapat diyakinkan bahwa yang menentukan turun hujan itu semata-mata Allah ﷻ saja.
“Dan hanyalah Dia yang tahu apa yang dikandung dalam rahim." Apakah anak yang dikandung itu akan laki-laki atau akan perempuan. Meskipun ini kadang-kadang dapat memberatkan sangka karena melihat perangai ibunya selama mengandung, namun masih banyak yang tidak dapat diketahui manusia. Bagaimana nasib anak yang dikandung ini kelak kalau lahir ke dunia. Apakah akan jadi orang pintar atau jadi orang bodoh, akan jadi menteri atau jadi saudagar; akan jadi dokter atau jadi insinyur, apakah akan berjaya (sukses) atau akan apes, yang tahu hanya Allah ﷻ saja. “Dan tidaklah seorang jua pun yang tahu apa yang akan diusahakan besok." Kesanggupan manusia hanyalah merencana; adapun kepastian tetap di tangan Allah ﷻ
“Dan tidak seorang jua pun yang tahu di bumi mana dia akan meninggal". Walaupun orang zaman sekarang telah menyediakan kuburannya atau mewasiatkan agar dia kalau mati dia dikuburkan di bumi anu, namun dia pun tidak dapat memastikan apakah di negeri tempat kubur yang diwasiatkannya itu dia akan mati. Jenazah di zaman modern kita ini mudah saja mengangkatnya dengan kapal udara dari ujung dunia ke ujung dunia. Tetapi tempat di mana akan meninggal, tidaklah ada manusia yang tahu.
“Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Mahateliti."
Selesai Tafsir Surah Luqmaan. Alhamdulillah!.