Ayat
Terjemahan Per Kata
يَٰبُنَيَّ
Wahai keturunan
أَقِمِ
dirikanlah
ٱلصَّلَوٰةَ
sholat
وَأۡمُرۡ
dan suruhlah
بِٱلۡمَعۡرُوفِ
dengan yang baik
وَٱنۡهَ
dan cegahlah
عَنِ
dari
ٱلۡمُنكَرِ
perbuatan yang mungkar
وَٱصۡبِرۡ
dan bersabarlah
عَلَىٰ
atas
مَآ
apa
أَصَابَكَۖ
menimpa kamu
إِنَّ
sesungguhnya
ذَٰلِكَ
demikian itu
مِنۡ
dari
عَزۡمِ
ketetapan/kesungguhan
ٱلۡأُمُورِ
perkara/perintah
يَٰبُنَيَّ
Wahai keturunan
أَقِمِ
dirikanlah
ٱلصَّلَوٰةَ
sholat
وَأۡمُرۡ
dan suruhlah
بِٱلۡمَعۡرُوفِ
dengan yang baik
وَٱنۡهَ
dan cegahlah
عَنِ
dari
ٱلۡمُنكَرِ
perbuatan yang mungkar
وَٱصۡبِرۡ
dan bersabarlah
عَلَىٰ
atas
مَآ
apa
أَصَابَكَۖ
menimpa kamu
إِنَّ
sesungguhnya
ذَٰلِكَ
demikian itu
مِنۡ
dari
عَزۡمِ
ketetapan/kesungguhan
ٱلۡأُمُورِ
perkara/perintah
Terjemahan
Wahai anakku, tegakkanlah salat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar serta bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang (harus) diutamakan.
Tafsir
(Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan mungkar serta bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu) disebabkan amar makruf dan nahi mungkarmu itu. (Sesungguhnya yang demikian itu) hal yang telah disebutkan itu (termasuk hal-hal yang ditekankan untuk diamalkan) karena mengingat hal-hal tersebut merupakan hal-hal yang wajib.
Tafsir Surat Luqman: 16-19
(Luqman berkata), "Hai Anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui. Hai Anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan muka dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (Luqman: 16-19)
Ayat 16
Inilah nasihat-nasihat yang besar manfaatnya, dikisahkan oleh Allah subhaanahu wa ta’aalaa dari apa yang diwasiatkan oleh Luqman, agar manusia mencontohinya dan mengikuti jejaknya. Untuk itu Allah subhaanahu wa ta’aalaa menyitir perkataan Luqman: Hai Anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi. (Luqman: 16) Yakni sesungguhnya perbuatan aniaya atau dosa sekecil apa pun, misalnya sebesar biji sawi. Menurut sebagian ulama, damir yang terdapat di dalam firman-Nya, "Innaha," adalah damir sya'n dan kisah (alkisah); berdasarkan pengertian ini diperbolehkan membaca rafa' lafal misqal, tetapi qiraat yang pertama membacanya nasab adalah lebih utama.
Firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). (Luqman: 16) Artinya, Allah pasti menghadirkannya pada hari kiamat di saat neraca amal perbuatan telah dipasang dan pembalasan amal perbuatan ditunaikan. Jika amal perbuatan seseorang baik, maka balasannya baik; dan jika amal perbuatan seseorang buruk, maka balasannya buruk pula, sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya: Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. (Al-Anbiya: 47), hingga akhir ayat.
Dan firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. (Az-Zalzalah: 7-8) Seandainya zarrah itu berada di dalam tempat yang terlindungi dan tertutup rapatyaitu berada di dalam sebuah batu besar, atau terbang melayang di angkasa, atau terpendam di dalam bumi sesungguhnya Allah pasti akan mendatangkannya dan membalasinya. Karena sesungguhnya bagi Allah tiada sesuatu pun yang tersembunyi barang sebesar zarrah pun, baik yang ada di langit maupun yang ada di bumi.
Karena itulah disebutkan oleh firman berikutnya: Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui. (Luqman: 16) Yakni Mahahalus pengetahuannya. Maka tiada segala sesuatu yang tersembunyi bagi-Nya, sekalipun sangat kecil dan sangat lembut. lagi Maha Mengetahui. (Luqman: 16) Allah Maha Mengetahui langkah-langkah semut di malam yang gelap gulita. Sebagian ulama berpendapat bahwa makna yang dimaksud dari firman-Nya: dan berada dalam batu. (Luqman: 16) Yakni batu yang ada di bumi lapis ke tujuh. Pendapat ini disebutkan oleh As-Suddi berikut sanadnya yang diduga bersumber dari Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas dan sejumlah sahabat, jika memang sanadnya berpredikat sahih.
Hal yang sama telah diriwayatkan melalui ‘Athiyyah Al-‘Aufi, Abu Malik, Ats-Tsauri, Al-Minhal ibnu Amr, dan lain-lainnya, hanya Allah Yang Maha Mengetahui. Yang jelas seakan-akan riwayat ini dinukil dari kisah Israiliyat yang tidak dapat dibenarkan dan tidak pula didustakan. Menurut makna lahiriah ayat hanya Allah Yang Maha Mengetahui biji zarrah yang sangat kecil ini seandainya berada di dalam sebuah batu besar, maka sesungguhnya Allah akan memperlihatkan dan menampakkannya berkat pengetahuan-Nya Yang Mahahalus.
Sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Ahmad dalam salah satu riwayatnya yang menyebutkan: telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Daraj, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id Al-Khudri, dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam yang telah bersabda: Seandainya seseorang di antara kalian melakukan amal perbuatan di dalam sebuah batu besar yang tidak ada pintu dan lubangnya, niscaya amal perbuatannya itu akan ditampakkan kepada manusia seperti apa adanya.
Ayat 17
Kemudian Luqman mengatakan lagi dalam nasihat berikutnya: Hai Anakku, dirikanlah salat. (Luqman: 17) sesuai dengan batasan-batasannya, fardu-fardunya, dan waktu-waktunya. dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar. (Luqman: 17) sesuai dengan kemampuanmu dan menurut kesanggupan kekuatanmu. dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. (Luqman: 17) Perlu kamu ketahui bahwa dalam mengerjakan amar ma'ruf dan nahi munkar terhadap manusia, pasti kamu akan beroleh gangguan dan perlakuan yang menyakitkan dari mereka. Karena itulah kamu harus bersabar terhadap gangguan mereka.
Luqman menasihati anaknya untuk bersabar dalam menjalankan perintah amar ma'ruf dan nahi munkar itu. Firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (Luqman: 17) Sesungguhnya bersikap sabar dalam menghadapi gangguan manusia benar-benar termasuk hal yang diwajibkan oleh Allah.
Ayat 18
Firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia. (Luqman: 18) Janganlah kamu memalingkan mukamu saat berbicara dengan orang lain, atau saat mereka berbicara kepadamu, kamu lakukan itu dengan maksud menganggap mereka remeh dan bersikap sombong kepada mereka.
Akan tetapi, bersikap lemah lembutlah kamu dan cerahkanlah wajahmu dalam menghadapi mereka. Di dalam sebuah hadis disebutkan seperti berikut: sekalipun berupa sikap yang ramah dan wajah yang cerah saat kamu menjumpai saudaramu. Dan janganlah kamu memanjangkan kainmu, karena sesungguhnya cara berpakaian seperti itu termasuk sikap sombong yang tidak disukai oleh Allah. Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia. (Luqman: 18) Yakni janganlah kamu bersikap sombong, menganggap remeh hamba-hamba Allah, dan kamu palingkan mukamu saat mereka berbicara denganmu.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Al-Aufi dan Ikrimah bersumber dari Ibnu Abbas. Malik Ibnu Zaid ibnu Aslam telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia. (Luqman: 18) Maksudnya, janganlah kamu berbicara dengan memalingkan mukamu. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Mujahid, Ikrimah, Yazid ibnul ‘Asham, Abul Jauza, Sa'id ibnu Jubair, Adh-Dhahhak, Ibnu Zaid, dan lain-lainnya.
Ibrahim An-Nakha'i mengatakan, makna yang dimaksud ialah membual. Akan tetapi, yang benar adalah pendapat yang pertama. Ibnu Jarir mengatakan bahwa asal kata as-sa'r ialah suatu penyakit yang bersarang di leher dan bagian kepala unta, dan lama kelamaan dapat memisahkan leher dari kepalanya. Lalu kata ini dijadikan perumpamaan bagi orang yang bersikap takabur, sebagaimana yang disebutkan oleh seorang penyair bernama Amr ibnut Taglabi dalam salah satu bait syairnya: Dan adalah kami bila menghadapi orang sombong yang memalingkan mukanya, maka kami luruskan dia dari kesombongannya hingga ia kembali ke jalan yang lurus.
Abu Talib telah mengatakan pula dalam salah satu bait syairnya: Dan dahulu kami tidak pernah membiarkan suatu perbuatan aniaya pun. Bila mereka mendapat pujian, lalu bersikap sombong, maka kami meluruskannya.
Firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. (Luqman: 18) Yaitu dengan langkah yang angkuh, sombong, serta takabur.
Janganlah kamu bersikap demikian, karena Allah pasti akan membencimu. Dalam firman berikutnya disebutkan: Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (Luqman: 18) Yakni orang yang sombong dan merasa bangga dengan dirinya terhadap orang lain. Dalam ayat yang lain disebutkan oleh firman-Nya hal yang semakna, yaitu: Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung. (Al-Isra: 37) Tafsir ayat ini telah dikemukakan pada pembahasannya.
Al-Hafidzh Abul Qasim Ath-Thabarani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah Al-Hadrami, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Imran ibnu Abu Laila, dari Isa, dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila, dari Sabit ibnu Qais Syammas yang menceritakan bahwa pada suatu hari disebutkan masalah takabur di hadapan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam Maka beliau memperingatkannya dengan keras dan bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang-sombong lagi membanggakan diri. Maka seorang lelaki dari kaum yang hadir bertanya, "Demi Allah, wahai Rasulullah, sesungguhnya saya biasa mencuci pakaian saya karena saya suka dengan warna putihnya. Saya juga suka dengan tali sandal saya serta tempat gantungan cemeti saya.
Maka beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, "Itu bukan takabur namanya, sesungguhnya yang dinamakan takabur itu ialah bila kamu meremehkan perkara yang hak dan merendahkan orang lain. Imam Ath-Thabarani telah meriwayatkan hal yang semisal melalui jalur lain, yang mengandung kisah yang cukup panjang, juga tentang gugurnya Sabit serta wasiatnya.
Ayat 19
Firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: Dan sederhanalah kamu dalam berjalan. (Luqman: 19) Maksudnya, berjalanlah kamu dengan langkah yang biasa dan wajar, tidak terlalu lambat dan tidak terlalu cepat, melainkan pertengahan di antara keduanya.
Firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: dan lunakkanlah suaramu. (Luqman: 19) Janganlah kamu berlebihan dalam bicaramu, jangan pula kamu keraskan suaramu terhadap hal yang tidak ada faedahnya. Karena itulah disebut dalam firman berikutnya: Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (Luqman: 19) Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan, sesungguhnya suara yang paling buruk ialah suara keledai, yakni suara yang keras berlebihan itu diserupakan dengan suara keledai dalam hal keras dan nada tingginya, selain itu suara tersebut tidak disukai oleh Allah subhaanahu wa ta’aalaa Adanya penyerupaan dengan suara keledai ini menunjukkan bahwa hal tersebut diharamkan dan sangat dicela, karena Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: Tiada pada kita suatu perumpamaan buruk terhadap orang yang mengambil kembali hibahnya (melainkan) seperti anjing yang muntah, lalu ia memakan lagi muntahannya.
Imam An-Nasai dalam tafsir ayat ini mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qutaibah ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Al-Laits, dari Ja'far ibnu Rabi'ah, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam yang telah bersabda: Apabila kalian mendengar suara kokokan ayam jago, maka mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Dan apabila kalian mendengar suara lengkingan keledai, maka mohonlah perlindungan kepada Allah dari gangguan setan, karena sesungguhnya keledai itu sedang melihat setan. Jamaah yang lainnya kecuali Ibnu Majah telah mengetengahkan hadis ini melalui berbagai jalur dari Ja'far ibnu Rabi'ah dengan sanad yang sama.
Dan di dalam sebagian teksnya disebutkan kalimat 'di malam hari'. Hanya Allah Yang Maha Mengetahui. Itulah wasiat-wasiat yang sangat bermanfaat yang dikisahkan oleh Al-Qur'anul Karim mengenai Luqmanul Hakim. Telah diriwayatkan pula dari Luqman hikmah-hikmah dan nasihat-nasihat lainnya yang cukup banyak. Berikut ini akan dikemukakan sebagian darinya sebagai contoh dan pelajaran. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepadaku Nahsyal ibnu Majma'ud Dabbi, dari Quza'ah, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah bercerita tentang Luqman kepada para sahabatnya.
Beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya Luqmanul Hakim pernah mengatakan bahwa sesungguhnya Allah itu apabila dititipi sesuatu pasti Dia pelihara. Ibnu Abi Hatim telah meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Yunus, dari Al-Auza'i, dari Musa ibnu Sulaiman, dari Al-Qasim ibnu Mukhaimirah, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: Luqmanul Hakim berkata kepada putranya saat ia menasihatinya, "Hai Anakku, janganlah kamu meminta-minta karena sesungguhnya perbuatan ini menjadikan ketakutan di malam hari dan kehinaan di siang hari. Ibnu Abi Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Usman ibnu Damrah, telah menceritakan kepada kami As-Sari ibnu Yahya yang mengatakan bahwa Luqman pernah mengatakan kepada anaknya, "Hai Anakku, sesungguhnya hikmah itu dapat menghantarkan orang-orang miskin kepada kedudukan para raja." Ibnu Abi Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdah ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman Al-Mas'udi, dari Aun ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa Luqman berkata kepada anaknya, "Hai Anakku, apabila kamu mendatangi tempat berkumpulnya suatu kaum, maka lemparkanlah kepada mereka anak panah Islam yakni ucapan salam, kemudian duduklah di tempat mereka.
Janganlah kamu berbicara sebelum kamu lihat mereka telah berbicara semuanya. Dan apabila mereka membicarakan tentang zikrullah, maka tangguhkanlah anak panahmu bersama mereka (yakni jangan kamu pergi meninggalkan mereka). Dan jika ternyata mereka membicarakan hal selain zikrullah, maka beranjaklah kamu dari mereka dan bergabunglah dengan kaum yang lain." Ibnu Abi Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Usman ibnu Sa'id ibnu Katsir ibnu Dinar, telah menceritakan kepada kami Damrah, dari Hafs ibnu Umar yang menceritakan bahwa Luqman meletakkan sekantong biji sawi di sisinya, lalu ia menasihati anaknya dengan suatu nasihat seraya mengeluarkan biji sawinya sebiji demi sebiji hingga habislah semua biji sawi kantungnya dikeluarkan.
Lalu Luqman berkata, "Hai Anakku, sesungguhnya aku telah menasihatimu dengan suatu nasihat yang seandainya ditujukan kepada sebuah bukit niscaya bukit itu akan terbelah." Maka saat itu juga terbelahlah anak Luqman. Abul Qasim Ath--Thabarani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdul Baqi Al-Masisi, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman Al-Khuza'i, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Abdur Rahman Ath-Thuraifi, telah menceritakan kepada kami Anas ibnu Sufyan Al-Maqdisi, dari Khalifah ibnu Salam, dari ‘Atha’ibnu Abu Rabah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: Pakailah oleh kalian orang-orang yang berkulit hitam, karena sesungguhnya ada tiga orang dari kalangan mereka yang menjadi penghulu ahli surga, yaitu Luqmanul Hakim, An-Najasyi, dan Bilal juru azan.
Imam Ath-Thabarani mengatakan, yang dimaksud dengan orang yang berkulit hitam dalam hadis ini ialah orang-orang Abesenia. Sebuah Pasal tentang Rendah Diri dan Tidak Ingin Terkenal Pembahasan ini berkaitan dengan wasiat Luqmanul Hakim kepada putranya. Al-Hafidzh Abu Bakar Ibnu Abid Dunia telah menghimpun sebuah kitab tersendiri yang membahas mengenainya. Berikut ini akan diketengahkan sebagian dari kandungan intinya.
Ibnu Abid Dunia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Munzir, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Musa Al-Madani, dari Usamah ibnu Zaid ibnu Hafs ibnu Abdullah ibnu Anas, dari kakeknya (yaitu Anas ibnu Malik), yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: Banyak dijumpai orang yang rambutnya berdebu, berpakaian tambal sulam yang terusir dari pintu rumah orang-orang. Apabila ia memohon kepada Allah, niscaya Allah mengabulkannya. Kemudian Ibnu Abid Dunia meriwayatkannya melalui Ja'far ibnu Sulaiman, dari Sabit dan Ali ibnu Zaid, dari Anas, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, lalu disebutkan hadis yang semisal, dan di akhirnya ada tambahan, yaitu: di antara mereka adalah Al-Barra ibnu Malik.
Dia telah meriwayatkan pula melalui Anas radhiyallaahu ‘anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: Beruntunglah orang-orang yang bertakwa lagi kaya, yaitu mereka yang apabila hadir tidak dikenal dan bila tidak hadir tidak ada yang mencarinya. Mereka bagaikan pelita-pelita (yang bersinar cemerlang) lagi terbebas dari semua fitnah yang kotor lagi kacau. Abu Bakar ibnu Sahl At-Tamimi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Maryam, telah menceritakan kepada kami Nafi' ibnu Yazid, dari Iyasy Ibnu Abbas, dari Isa ibnu Abdur Rahman, dari Zaid ibnu Aslam, dari ayahnya, dari Umar radhiyallaahu ‘anhu yang menceritakan bahwa saat memasuki masjid ia bersua dengan Mu’adz ibnu Jabal radhiyallaahu ‘anhu yang sedang menangis di sisi kuburan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam Maka Umar bertanya, "Apakah yang menyebabkan kamu menangis, hai Mu’adz?" Mu’adz menjawab, bahwa ia teringat akan hadis Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam yang ia dengar langsung darinya, yaitu: Sesungguhnya sedikit ria (pamer) merupakan perbuatan musyrik, dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa, tidak dikenal lagi kaya, yaitu mereka yang apabila tidak hadir tiada orang yang mencarinya, dan apabila hadir tidak dikenal.
Hati mereka bagaikan pelita pemberi petunjuk, mereka selamat dari semua fitnah yang kotor lagi gelap. Telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Syuja', telah menceritakan kepada kami Ganam ibnu Ali, dari Humaid ibnu ‘Atha’Al-A'raj, dari Abdullah ibnul Haris, dari Abdullah ibnu Mas'ud radhiyallaahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam yang telah bersabda: Banyak dijumpai orang yang berpakaian tambal sulam tidak diindahkan. Seandainya dia berdoa kepada Allah, niscaya Allah mengabulkannya. Seandainya dia berdoa, "Ya Allah, sesungguhnya saya memohon kepada-Mu surga, "niscaya Allah akan memberinya surga, tetapi Allah tidak memberinya bagian dari duniawi barang sedikit pun.
Abu Bakar ibnu Sahl At-Tamimi mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy,dari Salim ibnu Abul Ja'd yang mengatakan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: Sesungguhnya di antara umatku terdapat seseorang yang seandainya dia mendatangi pintu rumah seseorang dari kalian untuk meminta dinar atau dirham atau uang recehan, pastilah dia tidak diberi. Dan seandainya dia meminta surga kepada Allah, tentulah Allah akan memberinya surga.
Dan seandainya dia meminta bagian duniawi kepada-Nya, Allah tidak akan memberinya; dan tiadalah Allah menolaknya meminta dunia, melainkan karena duniawi itu tiada arti baginya. Dia berpakaian tambal sulam lagi tidak diindahkan (tidak dikenal); seandainya dia bersumpah atas nama Allah, tentulah dia menunaikannya. Ditinjau dari segi sanadnya hadis ini berpredikat mursal. Dia mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Auf yang mengatakan bahwa Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu pernah mengatakan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: Sesungguhnya di antara raja-raja surga terdapat (dari kalangan) orang (yang sewaktu di dunia) rambutnya awut-awutan lagi berdebu, berpakaian tambal sulam, lagi tidak dikenal.
Yaitu mereka yang apabila meminta izin untuk menemui amir pasti tidak diberi izin masuk, dan apabila melamar wanita pasti tidak diterima, dan apabila berbicara ucapannya tidak didengar; kebutuhan seseorang dari mereka bertumpang tindih tersimpan dalam hatinya. Seandainya cahaya dia kelak di hari kiamat dibagikan kepada semua manusia, niscaya dapat memuat mereka. Dia mengatakan bahwa Umar ibnu Syaibah telah mengucapkan bait-bait syair berikut dari Ibnu Aisyah yang mengatakan bahwa Abdullah ibnul Mubarak pernah berkata dalam bait syairnya: Ingatlah, banyak didapati orang yang berpakaian tambal sulam, besok (pada hari kiamat) bertempat tinggal di gedung yang permadani-permadaninya terhampar dan bantal-bantalnya (yang tersusun), cahayanya menyinari sekitar gedung tempat tinggalnya dengan cahaya yang cemerlang, dan dikelilingi oleh taman-taman yang indah-indah di sekitarnya.
Abu Bakar ibnu Sahl At-Tamimi telah meriwayatkan pula melalui hadis Ubaidillah Ibnu Zahr, dari Ali ibnu Zaid, dari Al-Qasim, dari Abu Umamah secara marfu': Allah subhaanahuu wa ta’aalaa berfirman, "Di antara kekasih-kekasih-Ku yang paling disukai di sisi-Ku ialah orang mukmin yang rendah diri, banyak mengerjakan salat, beribadah kepada Tuhannya dengan baik dan taat kepada-Nya secara sembunyi-sembunyi, dan tidak dikenal di kalangan manusia, bukan termasuk orang yang menjadi perhatian orang banyak," jika dia sabar dalam melakukan hal tersebut.
Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam berisyarat dengan tangannya dan bersabda: Maut datang cepat menjemputnya, ahli warisnya sedikit dan sedikit pula orang yang menangisi kepergiannya. Diriwayatkan dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa hamba yang paling disukai oleh Allah ialah orang-orang yang terasing. Ketika ditanyakan, "Siapakah yang dimaksud dengan orang-orang yang terasing itu?" Abdullah ibnu Amr menjawab, "Orang-orang yang lari menyelamatkan agamanya, kelak mereka dihimpunkan di hari kiamat bersama Isa putra Maryam." Al-Fudail ibnu Iyad mengatakan, "Telah sampai kepadaku suatu berita yang mengatakan bahwa kelak di hari kiamat Allah subhaanahu wa ta’aalaa berfirman kepada hamba-Nya, 'Bukankah Aku telah menyenangkanmu, bukankah Aku telah memberimu, bukankah Aku telah menutupimu, dan bukankah Aku telah menjadikan baik sehutanmu?'." Kemudian Al-Fudail mengatakan, "Jika engkau mampu untuk tidak dikenal, lakukanlah.
Tidaklah membahayakan dirimu bila dirimu tidak dipuji, dan tidaklah membahayakanmu bila kamu dicela di mata manusia, tetapi disukai di sisi Allah." Ibnu Muhairiz sering mengatakan dalam doanya, "Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu untuk tidak dikenal." Khalil ibnu Ahmad sering mengucapkan doa berikut, "Ya Allah, jadikanlah diriku di sisi-Mu termasuk orang yang paling tinggi di kalangan makhluk-Mu, dan jadikanlah aku menurut pandangan diriku termasuk orang yang paling rendah di kalangan makhluk-Mu, dan menurut pandangan orang lain termasuk orang yang paling pertengahan di kalangan makhluk-Mu."
Bab Hadis-Hadis yang Membahas tentang Syuhrah (ketenaran)
Abu Bakar ibnu Sahl At-Tamimi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Isa Al-Masri, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, dari Umar ibnul Haris dan Ibnu Lahi'ah, dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Sinan ibnu Sa'd, dari Anas, dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam yang telah bersabda: Cukuplah keburukan bagi seseorang, terkecuali orang yang dipelihara oleh Allah, bila ia menjadi seorang yang menjadi pusat perhatian orang-orang lain dalam hal agama dan dunianya.
Dan sesungguhnya Allah tidak akan memandang kepada rupa kalian, tetapi kepada hati dan amal perbuatan kalian. Dia telah meriwayatkan hal yang semisal dari Ishaq ibnu Bahlul, dari Ibnu Abi Fudaik, dari Muhammad ibnu Abdul Wahid Al-Akhnasi, dari Abdul Wahid ibnu Abu Katsir, dari Jabir ibnu Abdullah secara marfu' dengan lafal yang semisal. Ia meriwayatkan pula dari Al-Hasan hal yang semisal.
Maka dikatakan kepada Al-Hasan, "Bukankah engkau termasuk orang yang menjadi pusat perhatian orang banyak?" Maka Al-Hasan menjawab, bahwa sesungguhnya yang dimaksud dengan ketenaran yang tercela dalam hadis ini ialah orang yang tenar dengan bid'ahnya dalam agamanya dan fasik dalam masalah dunianya. Diriwayatkan melalui Ali radhiyallaahu ‘anhu, bahwa ia telah mengatakan, "Janganlah kamu berusaha untuk menjadi orang yang tenar, dan janganlah kamu angkat dirimu untuk menjadi buah bibir dan terkenal.
Tetapi diamlah dan jangan banyak bicara, niscaya kamu selamat, maka kamu akan membuat senang orang-orang yang bertakwa dan menjengkelkan orang-orang yang durhaka." Ibrahim ibnu Adam telah mengatakan bahwa bukanlah termasuk orang yang percaya kepada Allah seseorang yang menyukai ketenaran. Ayyub mengatakan, tidaklah seorang hamba percaya kepada Allah, melainkan bila ia merasa senang jika ia dijadikan orang yang tidak mengetahui kedudukan dirinya.
Muhammad ibnul Ala telah mengatakan bahwa barangsiapa yang cinta kepada Allah, maka Allah menjadikannya orang yang suka bila tidak dikenal oleh orang banyak. Sammak ibnu Salamah telah mengatakan, janganlah engkau menjadi orang yang mempunyai banyak teman dekat. Aban ibnu Usman telah mengatakan bahwa jika kamu menginginkan agar selamat dalam memegang agamamu, maka persedikitlah kenalan-kenalanmu.
Disebutkan bahwa Abul Aliyah apabila duduk di majelisnya sebanyak tiga orang lebih, maka ia bangkit dan pergi meninggalkan mereka. Telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Ja'd, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Auf, dari Abu Raja yang menceritakan bahwa Talhah melihat suatu kaum berjalan bersamanya, maka ia berkata, "Mereka adalah para pemburu ketamakan dan bagaikan kupu-kupu yang menjerumuskan dirinya ke dalam api." Ibnu Idris telah meriwayatkan dari Harun ibnu Abu Isa, dari Salim ibnu Hanzalah yang menceritakan, "Ketika kami berada di sekeliling ayahku, tiba-tiba Umar ibnul Khattab memukulnya dengan cambuk seraya berkata, 'Sesungguhnya keadaan seperti ini berakibat kehinaan bagi orang yang diikuti dan menjadi fitnah bagi orang yang mengikutinya.'" Ibnu Aun telah meriwayatkan dari Al-Hasan, bahwa Ibnu Mas'ud keluar dan diikuti oleh sejumlah orang banyak.
Maka Ibnu Mas'ud berkata, "Demi Allah, seandainya kalian mengetahui apa yang tersimpan di balik pintu rumahku yang terkunci, pasti tidak akan ada dua orang pun dari kalian yang mengikutiku." Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, bahwa Ayyub kelihatan memakai baju gamis yang berlengan panjang, maka ditanyakan kepadanya mengenai hal tersebut, lalu ia menjawab, "Sesungguhnya ketenaran di masa lalu terletak pada pakaian baju gamis yang berlengan panjang, tetapi sekarang terletak pada pakaian yang berlengan pendek." Pada suatu waktu Ayyub membuat sepasang terompah yang serupa dengan terompah milik Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, lalu ia memakainya selama beberapa hari, kemudian mencabutnya (menanggalkannya) dan mengatakan, "Aku tidak melihat ada orang lain yang memakai terompah seperti ini." Ibrahim An-Nakha'i telah mengatakan, "Janganlah kamu memakai pakaian yang membuat dirimu disangka sebagai orang-orang yang terkemuka, dan jangan pula kamu berpakaian yang membuat orang lain merendahkan dirimu." Ats-Tsauri mengatakan bahwa di masa lalu orang-orang tidak menyukai pakaian yang bagus-bagus yang menyebabkan pemakainya terkenal dan menjadi pusat perhatian orang banyak, tidak pula menyukai pakaian jelek yang menyebabkan pemakainya dipandang hina dan penghayatan agamanya direndahkan.
Telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Khaddasy, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Abu Hasanah (teman Az-Ziyadi) yang telah menceritakan, "Ketika kami berada di majelis Abu Qilabah, tiba-tiba masuklah seorang lelaki yang berpakaian necis dan mewah, maka Abu Qilabah berkata, 'Janganlah kalian meniru keledai yang banyak melengking ini'." Al-Hasan mengatakan, sesungguhnya ada suatu kaum yang di dalam kalbu mereka penuh dengan rasa takabur, dan pakaian mereka berpenampilan rendah diri (sederhana).
Dalam keadaan seperti ini orang yang berpakaian sederhana lebih takabur ketimbang orang yang berpakaian mewah, tetapi tidak takabur hatinya. Di dalam salah satu kisah terdahulu disebutkan bahwa Musa ‘alaihissalaam pernah berkata kepada kaum Bani Israil, "Mengapa kalian datang kepadaku dengan berpakaian seperti rahib, padahal hati kalian bagaikan hati serigala. Berpakaianlah seperti raja, tetapi lunakkanlah hati kalian dengan rasa takut (kepada Tuhan)." Sebuah Pasal tentang Akhlak yang Baik Abut Tayyah telah meriwayatkan dari Anas radhiyallaahu ‘anhu hadis berikut: Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling baik akhlaknya. Diriwayatkan pula dari Ata, dari Ibnu Umar, bahwa pernah ditanyakan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, "Wahai Rasulullah, manakah orang mukmin yang paling utama?" Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab: Orang yang paling baik akhlaknya dari mereka.
Diriwayatkan dari Nuh ibnu Abbad, dari Sabit, dari Anas secara marfu': Sesungguhnya seorang hamba benar-benar dapat mencapai tingkatan yang tinggi di akhirat dan kedudukan yang mulia berkat akhlaknya yang baik, padahal sesungguhnya ia lemah dalam hal ibadah. Dan sesungguhnya dia benar-benar dijerumuskan ke dalam dasar Jahanam karena keburukan akhlaknya, walaupun dia adalah seorang ahli ibadah.
Diriwayatkan dari Sinnan ibnu Harun, dari Humaid, dari Anas secara marfu': Akhlak yang baik memborong semua kebaikan dunia dan akhirat. Diriwayatkan dari Siti Aisyah secara marfu': Sesungguhnya seorang hamba benar-benar dapat mencapai derajat orang yang selalu salat di malam hari dan puasa di siang harinya berkat kebaikan akhlaknya. Ibnu Abid Dunia mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abu Muslim Abdur Rahman ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Idris, telah menceritakan kepadaku ayahku dan pamanku, dari kakekku, dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya tentang amal perbuatan yang banyak memasukkan orang ke dalam surga, maka beliau menjawab: “Takwa kepada Allah dan akhlak yang baik.”
Beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah pula ditanya tentang amal perbuatan yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam neraka. Beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab: Dua lubang, yaitu mulut dan kemaluan. Usamah ibnu Syarik menceritakan bahwa ketika ia berada di sisi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba datanglah orang-orang Badui dari setiap daerah pedalaman, lalu mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah anugerah terbaik yang diperoleh manusia?" Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab: Akhlak yang baik. Ya'la ibnu Samak telah meriwayatkan dari Ummu Darda, dari Abu Darda yang menyampaikan hadis ini, bahwa tiada sesuatu amal pun yang lebih berat dalam neraca timbangan amal perbuatan selain dari akhlak yang baik. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ata, dari Ummu Darda dengan sanad yang sama.
Telah diriwayatkan pula dari Masruq, dari Abdullah ibnu Amr secara marfu': Sesungguhnya orang yang terbaik di antara kalian ialah orang yang paling baik akhlaknya. Telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abud Badr, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ubaid, dari Muhammad ibnu Abu Sarah, dari Al-Hasan ibnu Ali yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah bersabda: Sesungguhnya Allah benar-benar memberi seorang hamba pahala berkat kebaikan akhlaknya, sebagaimana Dia memberi pahala kepada seorang mujahid di jalan Allah; pahala berlimpahan baginya di setiap pagi dan petang.
Diriwayatkan dari Mak-hul, dari Abu Sa'labah secara marfu': Sesungguhnya orang yang paling aku sukai dari kalian dan paling dekat kedudukannya denganku adalah orang-orang yang paling baik akhlaknya. Dan sesungguhnya orang yang paling aku benci dari kalian dan paling jauh kedudukannya dariku di surga nanti adalah orang-orang yang paling buruk akhlaknya, yaitu orang-orang yang banyak bicara, suka membual (menyakiti orang lain melalui lisannya), lagi angkuh.
Diriwayatkan dari Abu Uwais, dari Muhammad ibnul Munkadir, dari Jabir secara marfu': Maukah aku beri tahukan kepada kalian tentang orang yang paling sempurna imannya dari kalian? Yaitu orang-orang yang paling baik akhlaknya, lagi rendah diri, yaitu orang-orang yang disukai dan menyukai. Al-Laits telah meriwayatkan dari Yazid ibnu Abdullah ibnu Usamah, dari Bakr ibnu Abul Furat yang telah menceritakan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: Tidaklah Allah menjadikan baik bentuk dan akhlak seseorang, lalu membiarkannya dimakan api (neraka).
Diriwayatkan dari Abdullah ibnu Galib Al-Haddani, dari Abu Sa'id secara marfu': Ada dua pekerti yang keduanya tidak dapat terhimpun di dalam diri seorang mukmin, yaitu kikir dan akhlak yang buruk. Maimun ibnu Mahran telah meriwayatkan dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam: Tiada suatu dosapun yang lebih besar di sisi Allah selain dari akhlak yang buruk. Dikatakan demikian karena pelakunya tidak sekali-kali terlepas dari suatu dosa, melainkan terjerumus ke dalam dosa itu di lain waktu.
Dia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Jahd, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah Al-Ahmasi, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Ishaq, dari seorang lelaki dari kalangan kabilah Quraisy yang telah menceritakan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: Tiada Suatu Dosa yang besar disisi Allah selain dari akhlak yang buruk. Sesungguhnya akhlak yang baik itu benar-benar dapat melebur dosa-dosa, sebagaimana sinar mentari mencairkan salju. Dan sesungguhnya akhlak yang buruk itu benar-benar merusak amal (baik) sebagaimana cuka merusak madu.
Abdullah ibnu Idris telah meriwayatkan dari ayahnya, dari kakeknya, dari Abu Hurairah secara marfu': Sesungguhnya kalian tidak akan dapat memikat hati manusia dengan harta kalian, tetapi kalian dapat memikat mereka dengan sikap wajah yang berseri dan akhlak yang baik. Muhammad ibnu Sirin telah mengatakan bahwa akhlak yang baik menunjang agama. Sebuah Pasal mengenai Celaan terhadap Takabur -: Alqamah telah meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud yang me-rafa'-kan hadis berikut: Tidak dapat masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat sifat takabur seberat biji sawi, dan tidak dapat masuk neraka seseorang yang di dalam hatinya terdapat iman seberat biji sawi.
Ibrahim ibnu Abu Ablah telah meriwayatkan dari Abu Salamah, dari Abdullah ibnu Amr secara marfu': Barang siapa yang di dalam hatinya terdapat sifat takabur seberat biji sawi, Allah akan menjungkalkannya dengan muka di bawah ke dalam neraka. Telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Umar ibnu Rasyid, dari Iyas ibnu Salamah, dari ayahnya secara marfu': Seseorang yang terus-menerus memperturutkan hawa nafsunya pada akhirnya ia akan dicatat di sisi Allah termasuk ke dalam orang-orang yang sewenang-wenang, kemudian dia akan ditimpa azab seperti azab yang menimpa mereka.
Malik ibnu Dinar telah menceritakan bahwa pada suatu hari Sulaiman ibnu Daud menaiki permadani terbang bersama dua ratus ribu tentara manusianya dan dua ratus ribu tentara jinnya. Lalu ia diangkat hingga mencapai ketinggian langit yang darinya ia dapat mendengar suara tasbih para malaikat. Kemudian ia diturunkan hingga telapak kakinya menyentuh air laut, lalu mereka mendengar suara (yang menyerukan), "Seandainya di dalam hati seseorang dari teman-teman kamu terdapat sifat takabur sebesar biji sawi, pastilah ia akan dibenamkan lebih jauh dari jarak saat ia diangkat tinggi." Telah menceritakan kepada kami Abu Khaisamah, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, dari Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari Anas yang menceritakan bahwa khalifah Abu Bakar radhiyallaahu ‘anhu berkhotbah kepada kami, lalu ia menceritakan tentang permulaan kejadian manusia, hingga seseorang dari kami benar-benar merasa jijik terhadap dirinya sendiri karena ia keluar dari tempat keluarnya air seni sebanyak dua kali, kata Abu Bakar radhiyallaahu ‘anhu Asy-Sya'bi mengatakan, "Barang siapa yang membunuh dua orang, maka dia termasuk orang yang sewenang-wenang," lalu ia membacakan firman-Nya: Apakah kamu bermaksud hendak membunuhku, sebagaimana kamu kemarin telah membunuh seorang manusia? Kamu tidak bermaksud melainkan hendak menjadi orang yang berbuat sewenang-wenang di negeri (ini). (Al-Qasas: 19) Al-Hasan telah mengatakan, bahwa sungguh mengherankan anak Adam itu, dia mencuci bekas kotorannya dengan tangannya sebanyak dua kali sehari, kemudian ia bersikap takabur (sombong) menyaingi Tuhan Yang Menguasai langit.
Telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Khaddasy, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, dari Ali ibnul Hasan, dari Adh-Dhahhak ibnu Sufyan yang menceritakan hadis tentang perumpamaan keduniawian yang diserupakan dengan kotoran yang keluar dari perut anak Adam. Al-Hasan telah meriwayatkan dari Yahya, dari Ubay yang mengatakan bahwa sesungguhnya makanan anak Adam sekalipun dibumbui dan digarami (keluarnya tetap menjadi kotoran).
Muhammad ibnul Husain ibnu Ali (salah seorang dari cucu Ali radhiyallaahu ‘anhu) pernah mengatakan bahwa tidaklah merasuk ke dalam hati seseorang sesuatu dari perasaan takabur, melainkan akalnya berkurang dalam kadar yang sama dengan takabur yang merasuk ke dalam hatinya itu. Yunus ibnu Ubaid telah mengatakan, tiada takabur berbarengan dengan sujud, dan tiada nifaq berbarengan dengan tauhid. Tawus memandang Umar ibnu Abdul Aziz yang sedang berjalan dengan langkah-langkah yang angkuh, demikian itu terjadi sebelum dia diangkat menjadi khalifah.
Maka Tawus menotok lambungnya dengan jari telunjuknya seraya berkata, "Ini bukan cara jalan orang yang di dalam perutnya terdapat kotoran (tahi)." Maka Umar ibnu Abdul Aziz menjawab seraya meminta maaf kepadanya, "Hai paman, sesungguhnya semua anggota tubuhku telah kena pukul untuk mempelajari langkah ini hingga aku membiasakannya." Abu Bakar ibnu Abud Dunia telah mengatakan bahwa orang-orang Bani Umayyah memukuli anak-anak mereka sampai mereka biasa dengan langkah-langkah seperti itu.
Sebuah Pasal tentang Sikap Angkuh
Diriwayatkan dari Ibnu Abi Laila, dari Ibnu Buraidah, dari ayahnya secara marfu': Barang siapa yang menyeret kainnya dengan sikap sombong, maka Allah tidak mau melihatnya (kelak di hari kiamat). Ibnu Abi Laila telah meriwayatkan yang semisal melalui Ishaq ibnu Ismail, dari Sufyan, dari Zaid ibnu Aslam, dari Ibnu Umar secara marfu'. ". Telah menceritakan pula kepada kami Muhammad ibnu Bakkar, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abuz Zanad, dari ayahnya, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah secara marfu': Allah tidak akan memandang orang yang menyeret kainnya kelak di hari kiamat.
Dan ketika seorang lelaki sedang melangkah dengan angkuhnya memakai baju burdah dua lapis seraya merasa besar diri, (tiba-tiba) Allah membenamkannya ke dalam tanah, dan dia terus terbenam ke dalam bumi sampai hari kiamat nanti. Az-Zuhri telah meriwayatkan dari Salim, dari ayahnya, bahwa ketika seorang lelaki, hingga akhir hadis.
Wahai anakku! Laksanakanlah salat secara sempurna dan konsisten, jangan sekali pun engkau meninggalkannya, dan suruhlah manusia berbuat yang makruf, yakni sesuatu yang dinilai baik oleh masyarakat dan tidak bertentangan dengan syariat, dan cegahlah mereka dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu sebab hal itu tidak lepas dari kehendak-Nya dan bisa jadi menaikkan derajat keimananmu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting dan tidak boleh diabaikan. 18. Dan janganlah kamu sombong. Janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia secara congkak dan janganlah berjalan di muka bumi dengan angkuh. Bersikaplah tawaduk dan rendah hati kepada siapa pun. Sungguh, Allah tidak menyukai dan tidak pula melimpahkan kasih sayang-Nya kepada orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
Pada ayat ini, Lukman mewasiatkan kepada anaknya hal-hal berikut:
a. Selalu mendirikan salat dengan sebaik-baiknya, sehingga diridai Allah. Jika salat yang dikerjakan itu diridai Allah, perbuatan keji dan perbuatan mungkar dapat dicegah, jiwa menjadi bersih, tidak ada kekhawatiran terhadap diri orang itu, dan mereka tidak akan bersedih hati jika ditimpa cobaan, dan merasa dirinya semakin dekat dengan Tuhannya.
Nabi ﷺ bersabda:
Sembahlah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, maka jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat engkau. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
b. Berusaha mengajak manusia mengerjakan perbuatan-perbuatan baik yang diridai Allah, berusaha membersihkan jiwa dan mencapai keberuntungan, serta mencegah mereka agar tidak mengerjakan perbuatan-perbuatan dosa. Allah berfirman:
Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu), dan sungguh rugi orang yang mengotorinya. (asy-Syams/91: 9-10)
c. Selalu bersabar dan tabah terhadap segala macam cobaan yang menimpa, akibat dari mengajak manusia berbuat baik dan meninggalkan perbuatan yang mungkar, baik cobaan itu dalam bentuk kesenangan dan kemegahan, maupun dalam bentuk ke-sengsaraan dan penderitaan.
Pada akhir ayat ini diterangkan bahwa Allah memerintahkan tiga hal tersebut di atas karena merupakan pekerjaan yang amat besar faedahnya bagi yang mengerjakannya dan memberi manfaat di dunia dan di akhirat.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
WASIAT LUQMAN KEPADA ANAKNYA
Ayat 12
“Dan sesungguhnya telah Kami karuniakan kepada Luqman al-Hikmah."
Ar-Razi telah menerangkan dalam tafsirnya bahwa hikmah itu ialah, “Sesuai di antara perbuatan dengan pengetahuan."
Maka tiap-tiap orang yang telah diberi taufik oleh Allah ﷻ sehingga sesuai per-buatannya dengan pengetahuannya, atau amalnya dengan ilmunya, itulah orang yang telah mendapat karunia hikmah. Sebaliknya jika ada orang yang bersungguh-sungguh bekerja, padahal ilmunya tentang yang dikerjakannya itu tidak ada akan tersia-sialah usianya. Kadang-kadang tenaga habis, hasilnya tidak sebagaimana yang diinginkan. Dan ada juga orang yang berilmu banyak sekali, teorinya berbagai ragam, tetapi dia berdiam diri saja, tidak dikerjakannya, orang lainlah yang akan mendapat hasil, bukan dia.
Maka di dalam ayat ini diterangkanlah, bahwa Luqman telah mendapat hikmah itu. Dia telah sanggup mengerjakan suatu amal dengan tuntutan ilmunya sendiri."Bahwa ber-syukurlah kepada Allah “. Inilah puncak hikmah yang didapati oleh Luqman. Dia sudah ber-pengetahuan, baik karena pengalaman atau karena berguru kepada orang lain bahwasanya nikmat Allah ﷻ meliputi seluruh hidupnya. Sebab itu tidak ada jalan lain hanyalah satu, yaitu bersyukur. Adalah terlalu rendah budi manusia kalau dia telah tahu bahwa seluruh hidupnya diliputi oleh nikmat Allah SWT, padahal didiamkannya saja. “Dan barangslapa yang bersyukur," atas berbagai ragam nikmat dan rahmat yang diberikan oleh Allah SWT, yang tidak dapat dihitung berapa banyaknya, sejak manusia lahir ke dunia sampai dia menjalani hidup, sampai dia dimasukkan ke balik bumi “lain tidak, adalah dia bersyukur kepada dirinya sendiri." Sebab barangsiapa yang mengenang dan menghargai jasa orang lain kepada dirinya, terhitunglah dia orang yang budiman. Apatah lagi yang memberikan nikmat dan rahmat itu Allah ﷻ sendiri. Oleh sebab itu, bersyukur adalah mempertinggi nilai diri sendiri, yang sudah layak dan wajar bagi insan yang sadar akan harga dirinya. “Dan barangsiapa yang kufur yaitu tidak bersyukur, tidak mengenang jasa, tidak berterima kasih “Maka sesungguhnya Allah adalah Mahakaya," tidaklah akan kurang kekayaan Allah ﷻ karena ada hamba-Nya yang tidak ingat kepada-Nya. Yang rugi hanya si hamba tadi juga. Adapun Allah ﷻ tidaklah akan rugi. Entah berapa banyak malaikat di langit dan di bumi, dan beberapa makhluk lain selalu mengucapkan tasbih dan puji-pujian kepada Allah ﷻ
“Mahaterpuji."
Terpuji oleh orang yang berakal budi.
Ayat 13
“Dan ingatlah tatkala Luqman berkata kepada putranya, di kala dia mengajarinya."
Yaitu bahwasanya inti hikmah yang telah dikaruniakan oleh Allah ﷻ kepada Luqman telah disampaikannya dan diajarkannya kepada anaknya, sebagai pedoman utama dalam kehidupan. “Wahai Anakku! Janganlah engkau persekutukan dengan Allah." Artinya janganlah engkau mempersekutukan Tuhan yang lain dengan Allah ﷻ Karena tidak ada Tuhan selain Allah. Malahan yang selain dari Tuhan itu adalah alam belaka, ciptaan Allah ﷻ belaka. Tidaklah Allah ﷻ itu bersekutu atau berkongsi dengan Tuhan yang lain di dalam menciptakan alam ini.
“Sesungguhnya mempersekutukan itu adalah aniaya yang amat besar."
Yaitu menganiaya diri sendiri, memperbodoh diri sendiri.
Memang aniaya besarlah orang kepada dirinya kalau dia mengakui ada lagi Tuhan selain Allah, padahal selain dari Allah ﷻ itu adalah alam belaka. Dia aniaya atas dirinya sebab Allah ﷻ mengajaknya agar membebaskan jiwanya dari segala sesuatu, selain Allah ﷻ jiwa manusia adalah mulia. Manusia adalah makhluk yang djadikan oleh Allah ﷻ menjadi Khalifah-Nya di muka bumi. Sebab itu maka hubungan tiap manusia dengan Allah ﷻ hendaklah langsung. Jiwa yang dipenuhi oleh tauhid adalah jiwa yang merdeka. Tidak ada sesuatu jua pun yang dapat mengikat jiwa itu, kecuali dengan Allah ﷻ Apabila manusia telah mempertuhan yang lain, sedang yang lain itu adalah benda belaka atau makhluk belaka, manusia itu sendirilah yang membawa jiwanya jadi budak dari yang lain. Jelas bahwa ruh manusia itu adalah Allah ﷻ sendiri yang empunya. Mengapa maka ruh yang begitu mulia, yang berasal dari Allah ﷻ akan ditundukkan kepada yang selain Allah?
Mempersekutukan yang lain dengan Allah ﷻ adalah aniaya paling besar. Sebab tujuan hidup bisa jadi pecah' baderai. Sebab alam itu pecah berderai. Dan manusia itu sendiri pun jadi berpecah-belah karena syirik. Sebab masing-masing menghadap dan menyembah apa yang dipertuhannya itu, padahal tidak sama.
Ayat 14
“Dan Kami wasiatkan kepada manusia terhadap kedua ibu-bapaknya."
Wasiat kalau datang dari Allah ﷻ sifatnya ialah perintah. Tegasnya ialah bahwa Allah ﷻ memerintahkan kepada manusia agar mereka menghormati dan memuliakan kedua ibu-bapaknya. Sebab dengan melalui jalan kedua ibu-bapak itulah manusia dilahirkan ke muka bumi. Sebab itu sudah sewajarnya jika keduanya dihormati. Maka jauhlah berbeda anggapan dan ajaran Islam dengan ajaran lain yang mengatakan bahwa persetubuhan kedua ibu-bapak menyebabkan manusia menderita malang dalam dunia ini. Malahan ada satu ajaran di kalangan Kristen yang memandang, bahwa persetubuhan adalah akibat dari dosa Adam dan Hawa sehingga manusia lahir buat hidup menanggung dosa. Dalam Islam diajarkan bahwa hidup di dunia adalah buat beribadah kepada Allah SWT, buat berterima kasih. Dan buat jadi khalifah. Semuanya tidak dapat dilaksanakan kalau kita tidak lahir ke dunia. Sebab itu hormatilah ibu-bapak yang tersebab dia kita telah dimunculkan oleh Allah ﷻ ke dunia.
“Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan payah bertambah payah." Dalam sepatah ayat ini digambarkan bagaimana payah ibu mengandung, payah bertambah payah. Payah sejak dari mengandung bulan pertama, bertambah payah tiap bertambah bulan dan sampai di puncak kepayahan di waktu anak dilahirkan. Lemah sekujur badan ketika menghajan anak keluar. “Dan memeliharanya dalam masa dua tahun." Yaitu sejak melahirkan lalu mengasuh, menyusukan, memomong, menjaga, memelihara sakit senangnya. Sejak dia masih tertelentang tidur, sampai berangsur pandai menangkup, sampai berangsur bersingsut, sampai berangsur merangkak, sampai bergantung berangsur berjalan, beransur, tegak dan jatuh dan tegak, sampai tidak jatuh lagi. Dalam masa dua tahun.
“Bahwa bersyukurlah kamu kepada Allah dan kepada kedua orang tuamu." Syukur pertama ialah kepada Allah ﷻ Karena semuanya itu, sejak mengandung sampai mengasuh dan sampai mendidik dengan tidak ada rasa bosan, dipenuhi rasa cinta dan kasih, adalah berkat rahmat Allah ﷻ belaka. Setelah itu bersyukurlah kepada kedua orang tuamu. Ibu yang mengasuh dan ayah yang membela dan melindungi ibu dan melindungi anak-anaknya.
“Kepada-Kulah tempat kembali."
Dibayangkanlah di ujung ayat ini keharusan yang mesti ditempuh. Yaitu lambat atau cepat ibu-bapak itu akan dipanggil oleh Allah ﷻ dan anak yang ditinggalkan akan bertugas pula mendirikan rumah tangga, mencari teman hidup dan beranak bercucu; untuk semuanya akhirya pulang jua kepada Allah ﷻ
Ayat 15
“Dan jika keduanya mendesak engkau bahwa hendak mempersekutukan Aku dalam hal yang tidak ada ilmu engkau padanya."
Ilmu yang sejati niscaya diyakini oleh manusia. Manusia yang telah berilmu amat payah buat digeserkan oleh sesamanya manusia kepada sesuatu pendirian yang tidak ber-dasar ilmiah. Bahwa Allah ﷻ itu adalah Esa, adalah puncak dari segala ilmu dan hikmah. Satu waktu seorang anak yang setia kepada orang tuanya akan didesak, dikerasi, kadang-kadang dipaksa oleh orang tuanya buat mengubah pendirian yang telah diyakini. Sekarang terjadi ibu-bapak yang wajib dihormati itu sendiri yang mengajak agar menukar ilmu dengan kebodohan, menukar tauhid dengan syirik. Tegas-tegas dalam ayat ini Allah ﷻ memberikan pedoman, “Janganlah engkau ikuti keduanya."
Tentu timbul pertanyaan, “Apakah dengan demikian si anak bukan mendurhaka kepada orang tua?"
Jawabnya sudah diteruskan oleh Allah ﷻ pada lanjutan ayat, “Dan pergaulilah keduanya di dunia ini dengan sepatutnya". Artinya bahwa keduanya selalu dihormati, di-sayangi, dicintai dengan sepatutnya, dengan yang ma'ruf. Jangan mereka dicaci dan dihina, melainkan tunjukkan saja bahwa dalam hal aqidah memang berbeda aqidah engkau dengan aqidah beliau. Kalau mereka sudah tua, asuh jugalah mereka dengan baik. Tunjukkan bahwa seorang Muslim adalah seorang budiman tulen!
“Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada Aku." Yaitu jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang beriman. Karena itulah jalan yang selamat, yang tidak berbahaya. “Kemudian itu kepada Akulah kamu sekalian akan pulang." Karena datangnya kita ini adalah dari Allah SWT, perjalanan hidup di dunia dalam jaminan Allah ﷻ dan kelaknya akan pulang kepada-Nya jua.
“Maka akan Aku beritakan kepada kamu apa yang telah kamu kenjakan."
Allah-lah kelak yang akan menilai buruk baiknya apa yang kamu amalkan selama dalam dunia ini. Sebab itulah maka dari sekarang pula bimbingan Allah ﷻ wajib diterima, dengan menempuh jalan yang ditempuh oleh orang yang beriman. Jangan menempuh jalan sendiri.
Ayat 16
“Wahai anakku! Sesungguhnya jika ada sesuatu."
Yang dimaksud ialah sesuatu amalan, sesuatu amal dan usaha, sesuatu jasa kebajikan “sebesar biji sawi dari dalam batu" biji sawi adalah amat halus. Kalau biji sawi itu terletak di dalam batu sehingga tersembunyi, tidak ada orang lain yang menampak “ataupun di semua langit," terletak jauh di salah satu dari langit yang tujuh tingkat, “ataupun di bumi," tersembunyi entah di mana. Tidak ada orang yang tahu, tidak ada orang yang peduli karena sebesar biji sawi sangatlah halusnya “niscaya Allah akan mendatangkannya." Maka amalan yang kecil sebesar biji sawi itu, yang jauh tersembunyi di dalam batu sehingga tidak akan ada orang yang melihatnya ataupun mengetahuinya. Bahkan entah lebih jauh lagi terletaknya di salah satu langit yang tujuh tingkat, di muka bumi yang mengandung lima benua dan lautan besar. Manusia tidak tahu, namun Allah ﷻ tahu juga. Sebab Dia yang empunya. Dia Yang Maha Mengetahui. Sebab itu jika berbuat baik janganlah semata-mata ingin hendak diketahui oleh manusia. Sebab tidaklah dapat semua manusia mengetahui semua amal usaha kita. ‘Haraplah penghargaan dari Allah ﷻ sendiri yang akan dapat menilai dan menghargainya. Sesungguhnya Allah itu adalah Mahaluas," sehingga tidak ada yang lepas dari perhitungan-Nya dan keadilan-Nya.
“Mahateliti."
Sehingga sejak dari yang serba kasar dan besar sampai kepada yang serba halus dalam pengetahuan-Nya semua.
***
SHALAT DAN MASYARAKAT
Kemudian Luqman meneruskan wasiatnya,
Ayat 17
“Wahai anakku! Dirikanlah shalat, dan menyuruhlah berbuat yang ma'ruf, dan mencegahlah berbuat yang mungkar dan sabarlah atas apa pun yang menimpa engkau."
Inilah empat modal hidup diberikan Luqman kepada anaknya dan dibawakan men-jadi modal pula bagi kita semua, disampaikan oleh Muhammad ﷺ kepada umatnya.
Untuk memperkuat pribadi dan meneguhkan hubungan dengan Allah SWT, untuk memperdalam rasa syukur kepada Allah ﷻ atas nikmat dan perlindungan-Nya yang selalu kita terima, dirikanlah shalat. Dengan shalat kita melatih lidah, hati, dan seluruh anggota badan selalu ingat kepada Allah ﷻ Dalam agama kita Islam telah ditentukan bahwa wajib kita mengerjakan shalat itu sekurang-kurangnya lima kali sehari semalam, jangan kurang! Lebih boleh! Dapatlah kita hitungkan sendiri betapa besar kesannya kepada jiwa kalau nama Allah ﷻ selalu jadi sebutan, “Allahu Akbar, Alhamdulillah, Subhanallah", dengan merundukkan badan ketika ruku', dengan mencecahkan kening ketika sujud, dengan tegak yang lurus tidak melenggong ke kiri-kanan, kita akan mendapat kekuatan pribadi, lahir dan batin, moral dan mental.
Sudah jelaslah, bahwa shalat berjamaah adalah 27 kali pahalanya daripada shalat sendiri. Bahkan di antara ulama, sebagaimana Imam Ahmad bin Hambal, mengatakan bahwa shalat wajib berjamaah, walaupun hanya dua orang. Menurut Imam Abu Hanifah, jiran masjid shalatnya hendaklah di masjid. Hikmahnya ialah agar pribadi jangan lepas dari masyarakat. Islam adalah agama untuk diri dan masyarakat, atau untuk diri dalam masyarakat. Maka apabila pribadi telah kuat karena ibadah, terutama tiang agama, yaitu shalat lakukantah tugas selanjutnya, yaitu berani menyuruhkan berbuat yang ma'ruf. Ma'ruf ialah perbuatan baik yang diterima baik oleh masyarakat. Berusahalah engkau jadi pelopor dari perbuatan yang ma'ruf itu. Orang yang telah teguh kukuh pribadinya karena ibadah, terutama shalat, dia akan berani menyampaikan kebenaran kepada sesama manusia, sekadar ilmu dan kesanggupan yang ada padanya. Sekurang-kurangnya menyuruh anak dan istri mengerjakan shalat. Sesudah itu hendaklah berarti pula menegur mana perbuatan yang mungkar. yang tidak dapat diterima oleh masyarakat. Berani mengatakan yang benar, walaupun pahit. Tinggal lagi kebijaksanaan. Yaitu membungkus obat kinine yang pahit dengan untuk terlepas dari kerongkongan saja.
Apabila sudah berani menegur mana yang salah, mencegah yang mungKar. haruslah diketahui bahwa akan ada orang yang tidak senang ditegur. Jika ditegur mereka marah, untuk ini mesti tabah, mesti sabar. Ingatlah bahwa sekalian Rasul yang dikirim Allah ﷻ memberi bimbingan kepada manusia, semuanya disakiti oleh kaumnya. Modal utama mereka ialah sabar.
“Sesungguhnya yang demikian itu adalah termasuk yang sepenting-pentingnya pekerjaan."
Yakni kalau kita ingin hendak jadi manusia yang berarti dalam pergaulan hidup di dunia ini. Shalat peneguh pribadi, amar ma'ruf nahi munkar daiam hubungan dengan masyarakat, dan sabar untuk mencapai apa yang dicita-cita. Karena apa jua pun lapangan hidup yang kita masuki, kalau kita tidak sabar, kita akan patah di tengah jalan. Nabi sendiri, karena keras reaksi dari kaumnya, pernah terlintas dalam hatinya suatu perasaan hendak melompat saja dari puncak bukit yang tinggi ke dalam lurah yang dalam (baakhi'un nafsaka). Tetapi perasaan itu ditahannya dengan tabah. Namun dakwah diteruskannya juga. Itu sebabnya maka disebutkan bahwa pekerjaan ini sangat penting. Apa saja rencana, sabarlah kuncinya. Yang tidak sabar akan gagal di tengah jalan.
Ayat 18
“Dan janganlah engkau palingkan muka engkau dari manusia “
Ini adalah termasuk budi pekerti, sopan santun dan akhlak yang tertinggi. Yaitu kalau sedang bercakap berhadap-hadapan dengan seseorang, hadapkanlah muka engkau kepadanya. Menghadapkan muka adalah tanda dari menghadapkan hati. Dengarkanlah dia bercakap, simakkan baik-baik. Kalau engkau bercakap dengan seseorang, padahal mukamu engkau hadapkan ke jurusan lain, akan tersinggunglah perasaannya. Dirinya tidak dihargai, perkataannya tidak sempurna didengarkan.
Dalam bersalam mula bertemu, apatah lagi bersalam dengan orang banyak berganti-ganti, ketika berjabat tangan itu, tengoklah matanya dengan gembira. Hatinya akan besar dan silaturahim akan teguh. Apatah lagi kalau namanya tetap diingat dan disebut.
“Sesungguhnya Allah tidaklah menyukai tiap-tiap yang sombong membanggakan diri."
Congkak, sombong, takabur, membanggakan diri, semuanya itu menurut penyelidikan ilmu jiwa, terbitnya ialah dari sebab ada perasaan, bahwa diri itu sebenarnya tidak begitu tinggi harganya. Di angkat-angkat ke atas, ditonjol-tonjolkan karena di dalam lubuk jiwa terasa, bahwa diri itu memang rendah atau tidak kelihatan. Dia hendak meminta perhatian orang. Sebab merasa tidak diperhatikan. Dikaji dari segi iman, nyatalah bahwa iman orang itu masih cacat.
Ayat 19
“Dan sederhanakanlah dalam berjalan."
Jangan cepat mendorong-dorong, takut kalau-kalau lekas payah. Jangan lambat ter-tegun-tegun, sebab itu membawa malas dan membuang waktu di jalan, bersikaplah seder-hana."Dan lunakkanlah suara." Jangan bersuara keras tidak sepadan dengan yang hadir. Apatah lagi jika bergaul dengan orang ramai di tempat umum. Orang yang tidak tahu sopan santun lupa, bahwa di tempat itu bukanlah dia berdua dengan temannya itu saja yang duduk. Lalu dia bersuara keras-keras.
“Sesungguhnya yang seburuk-buruk suara, ialah suara keledai."
Mujahid berkata, “Memang suara keledai itu jelek sekali. Maka orang yang bersuara keras, menghardik-hardik, sampai seperti akan pecah kerongkongannya, suaranya jadi ter-balik, menyerupai suara keledai, tidak enak didengar. Dan dia pun tidak disukai oleh Allah ﷻ"