Ayat
Terjemahan Per Kata
وَلَقَدۡ
dan sesungguhnya
ءَاتَيۡنَا
Kami telah memberikan
لُقۡمَٰنَ
Luqmân
ٱلۡحِكۡمَةَ
hikmah
أَنِ
agar
ٱشۡكُرۡ
bersyukur
لِلَّهِۚ
kepada Allah
وَمَن
dan barang siapa
يَشۡكُرۡ
bersyukur
فَإِنَّمَا
maka sesungguhnya hanyalah
يَشۡكُرُ
ia bersyukur
لِنَفۡسِهِۦۖ
untuk dirinya sendiri
وَمَن
dan barang siapa yang
كَفَرَ
ingkar
فَإِنَّ
maka sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
غَنِيٌّ
Maha Kaya
حَمِيدٞ
Maha Terpuji
وَلَقَدۡ
dan sesungguhnya
ءَاتَيۡنَا
Kami telah memberikan
لُقۡمَٰنَ
Luqmân
ٱلۡحِكۡمَةَ
hikmah
أَنِ
agar
ٱشۡكُرۡ
bersyukur
لِلَّهِۚ
kepada Allah
وَمَن
dan barang siapa
يَشۡكُرۡ
bersyukur
فَإِنَّمَا
maka sesungguhnya hanyalah
يَشۡكُرُ
ia bersyukur
لِنَفۡسِهِۦۖ
untuk dirinya sendiri
وَمَن
dan barang siapa yang
كَفَرَ
ingkar
فَإِنَّ
maka sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
غَنِيٌّ
Maha Kaya
حَمِيدٞ
Maha Terpuji
Terjemahan
Sungguh, Kami benar-benar telah memberikan hikmah kepada Luqman, yaitu, “Bersyukurlah kepada Allah! Siapa yang bersyukur, sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri. Siapa yang kufur (tidak bersyukur), sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji.”
Tafsir
(Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Luqman hikmah) antara lain ilmu, agama dan tepat pembicaraannya, dan kata-kata mutiara yang diucapkannya cukup banyak serta diriwayatkan secara turun-temurun. Sebelum Nabi Daud diangkat menjadi rasul dia selalu memberikan fatwa, dan dia sempat mengalami zaman kenabian Nabi Daud, lalu ia meninggalkan fatwa dan belajar menimba ilmu dari Nabi Daud. Sehubungan dengan hal ini Luqman pernah mengatakan, "Aku tidak pernah merasa cukup apabila aku telah dicukupkan." Pada suatu hari pernah ditanyakan oleh orang kepadanya, "Siapakah manusia yang paling buruk itu?" Luqman menjawab, "Dia adalah orang yang tidak mempedulikan orang lain yang melihatnya sewaktu dia mengerjakan kejahatan." (Yaitu) dan Kami katakan kepadanya, hendaklah (bersyukurlah kamu kepada Allah) atas hikmah yang telah dilimpahkan-Nya kepadamu. (Dan barang siapa yang bersyukur kepada Allah, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri) karena pahala bersyukurnya itu kembali kepada dirinya sendiri (dan barang siapa yang tidak bersyukur) atas nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepadanya (maka sesungguhnya Allah Maha Kaya) tidak membutuhkan makhluk-Nya (lagi Maha Terpuji) Maha Terpuji di dalam ciptaan-Nya.
Tafsir Surat Luqman: 12
Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu, "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji. (Luqman: 12)
Ayat 12
Ulama Salaf berselisih pendapat tentang Luqman, apakah dia seorang nabi ataukah seorang hamba yang shalih saja tanpa predikat nabi? Ada dua pendapat mengenainya; kebanyakan ulama mengatakan bahwa dia adalah seorang hamba yang shalih, bukan seorang nabi.
Sufyan Ats-Tsauri telah meriwayatkan dari Al-Asy'as, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Luqman adalah seorang budak dari negeri Habasyah (Abesenia) dan seorang tukang kayu. Qatadah telah meriwayatkan dari Abdullah ibnuz Zubair yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Jabir ibnu Abdullah, "Sampai seberapakah pengetahuanmu tentang Luqman?" Jabir ibnu Abdullah menjawab, bahwa Luqman adalah seorang yang berperawakan pendek, berhidung lebar (tidak mancung) berasal dari Nubian.
Yahya ibnu Sa'id Al-Ansari telah meriwayatkan dari Sa'id ibnul Musayyab yang mengatakan bahwa Luqman berasal dari daerah pedalaman Mesir (berkulit hitam) dan berbibir tebal. Allah telah memberinya hikmah, tetapi tidak diberi kenabian. Al-Auza'i mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnu Harmalah yang menceritakan bahwa pernah ada seorang lelaki berkulit hitam datang kepada Sa'id ibnul Musayyab meminta-minta kepadanya. Maka Sa'id ibnul Musayyab menghiburnya, "Jangan kamu bersedih hati karena kamu berkulit hitam, karena sesungguhnya ada tiga orang manusia yang terbaik berasal dari bangsa kulit hitam, yaitu Bilal, Mahja' maula Umar ibnul Khattab, dan Luqmanul Hakim yang berkulit hitam, berasal dari Nubian dan berbibir tebal." Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Abul Asy-hab, dari Khalid Ar-Rab'i yang mengatakan bahwa Luqman adalah seorang budak Habasyah, seorang tukang kayu.
Majikannya berkata kepadanya, "Sembelihkanlah kambing ini buat kami!" Maka Luqman menyembelih kambing itu. Lalu si majikan berkata, "Keluarkanlah dua anggota jeroannya yang paling baik." Maka Luqman mengeluarkan lidah dan hati kambing itu, sesudah itu Luqman tinggal selama masa yang dikehendaki oleh Allah. Kemudian majikannya kembali memerintahkannya, "Sembelihkanlah kambing ini buat kami!" Maka Luqman menyembelihnya, dan si majikan berkata kepadanya, "Keluarkanlah dua anggota jeroannya yang paling buruk," maka Luqman mengeluarkan lidah dan hati kambing itu.
Si majikan bertanya kepadanya, "Aku telah memerintahkan kepadamu untuk mengeluarkan dua anggota jeroannya yang terbaik, dan kamu mengeluarkan keduanya. Lalu aku perintahkan lagi kepadamu untuk mengeluarkan dua anggotanya yang paling buruk, ternyata kamu masih tetap mengeluarkan yang itu juga, sama dengan yang tadi." Maka Luqman menjawab, "Sesungguhnya tiada sesuatu anggota pun yang lebih baik daripada keduanya jika keduanya baik, dan tiada pula yang lebih buruk daripada keduanya bila keduanya buruk." Syu'bah telah meriwayatkan dari Al-Hakam, dari Mujahid, bahwa Luqman adalah seorang hamba yang shalih, bukan seorang nabi.
Al-A'masy mengatakan, Mujahid telah mengatakan bahwa Luqman adalah seorang budak berkulit hitam dari Habasyah, berbibir tebal, dan berkaki besar. Dia seorang qadi di kalangan kaum Bani Israil. Selain Mujahid menyebutkan bahwa Luqman adalah seorang qadi di kalangan kaum Bani Israil di masa Nabi Daud ‘alaihissalaam Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Qais yang mengatakan bahwa Luqman adalah seorang budak berkulit hitam, berbibir tebal, dan bertelapak kaki lebar.
Lalu ia kedatangan seorang lelaki saat ia berada di majelis sedang berbincang-bincang dengan orang banyak. Maka lelaki itu bertanya kepadanya, "Bukankah kamu yang pernah menggembalakan kambing bersamaku di tempat anu dan anu?" Luqman menjawab, "Benar." Lelaki itu bertanya, "Lalu apakah yang membuatmu menjadi seorang yang terhormat seperti yang kulihat sekarang?" Luqman menjawab, "Jujur dalam berkata, dan diam tidak ikut campur terhadap apa yang bukan urusanku." Ibnu Abi Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zur'ah, telah menceritakan kepada kami Safwan, telah menceritakan kepada kami Al-Walid, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Yazid, dari Jabir yang mengatakan bahwa sesungguhnya Allah mengangkat Luqmanul Hakim (ke kedudukan yang tinggi) berkat hikmah (yang dianugerahkan-Nya).
Pernah ada seorang lelaki yang mengenalnya di masa lalu bertanya, "Bukankah kamu budak si Fulan yang dahulu menggembalakan ternak kambingnya?" Luqman menjawab, "Benar." Lelaki itu bertanya, "Lalu apakah yang menghantarkanmu dapat mencapai kedudukan seperti yang kulihat sekarang?" Luqman menjawab, "Takdir Allah, menunaikan amanat, berkata jujur, dan tidak ikut campur terhadap apa yang bukan urusanku." Semua asar ini antara lain menjelaskan bahwa Luqman bukanlah seorang nabi, dan sebagian lainnya mengisyaratkan ke arah itu (seorang nabi).
Dikatakan bahwa dia bukan seorang nabi karena dia adalah seorang budak; hal ini bertentangan dengan sifat seorang nabi, mengingat semua rasul dilahirkan dari kalangan terpandang kaumnya. Karena itulah maka jumhur ulama Salaf menyatakan bahwa Luqman bukanlah seorang nabi. Sesungguhnya pendapat yang mengatakan bahwa dia adalah seorang nabi hanyalah menurut riwayat yang bersumber dari Ikrimah jika memang sanadnya sahih bersumber darinya.
Riwayat tersebut dikemukakan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim melalui Waki', dari Israil, dari Jabir, dari Ikrimah yang mengatakan bahwa Luqman adalah seorang nabi. Jabir yang disebutkan dalam sanad riwayat ini adalah Ibnu Yazid Al-Ju'fi, seorang yang berpredikat dha’if, hanya Allah Yang Maha Mengetahui. Abdullah ibnu Wahb mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Ayyasy Al-Qatbani, dari Umar maula Gafrah yang menceritakan bahwa pernah ada seorang lelaki berdiri di hadapan Luqmanul Hakim, lalu bertanya, "Bukankah engkau adalah Luqman budak Banil Has-sas?" Luqman menjawab, "Ya." Lelaki itu bertanya lagi, "Bukankah engkau pernah menggembalakan kambing?" Luqman menjawab, "Ya." Lelaki itu bertanya lagi, "Bukankah kamu berkulit hitam?" Luqman menjawab, "Adapun warna hitam kulitku ini jelas, lalu apakah yang mengherankanmu tentang diriku?" Lelaki itu menjawab, "Orang-orang banyak yang duduk di hamparanmu, dan berdesakan memasuki pintumu, serta mereka rida dengan ucapanmu." Luqman berkata, "Hai Saudaraku, jika engkau mau mendengarkan apa yang akan kukatakan kepadamu, tentu kamu pun dapat seperti diriku." Luqman melanjutkan perkataannya, "Aku selalu menundukkan pandangan mataku (dari hal-hal yang diharamkan), lisanku selalu kujaga, makananku selalu bersih (halal), kemaluanku aku jaga (tidak melakukan zina), aku selalu jujur dalam perkataanku, semua janjiku selalu kutepati, tamu-tamuku selalu kumuliakan, para tetanggaku selalu kuhormati, dan aku tidak pernah melakukan hal yang tidak perlu bagiku.
Itulah kiat yang menghantarkan diriku kepada kedudukanku sekarang seperti yang kamu lihat." Ibnu Abi Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudail, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Waqid, dari Abdah ibnu Rabah, dari Rabi'ah, dari Abu Darda, bahwa ia pernah bercerita di suatu hari yang antara lain mengisahkan perihal Luqmanul Hakim.
Lalu ia mengatakan bahwa apa yang diberikan kepada Luqman bukan berasal dari keluarga, harta, kedudukan, bukan pula dari jasanya; melainkan dia adalah seorang yang pendiam, suka bertafakur, dan tajam pandangannya. Dia tidak pernah tidur di siang hari, dan belum pernah ada seseorang melihatnya meludah, tidak pernah mengeluarkan ingus, tidak pernah kelihatan kencing, buang air besar dan mandi, juga tidak pernah bercengkrama serta tidak pernah tertawa.
Dia tidak pernah mengulangi perkataan yang telah diucapkannya, melainkan hanya kata-kata bijak yang diminta oleh seseorang agar ia mengulanginya. Dia pernah kawin dan mempunyai banyak anak, tetapi mereka mati semuanya dan dia tidak menangisi kematian mereka (bersabar). Dia sering mendekati penguasa dan hakim-hakim untuk menimba pengalaman dan memikirkannya serta mengambil pelajaran darinya. Karena itulah maka ia berhasil meraih kedudukan yang diperolehnya.
Disebutkan dalam suatu asar yang gharib bersumber dari Qatadah diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim, disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Abbas ibnul Walid, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnu Yahya ibnu Ubaid Al-Khuza'i, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Basyir, dari Qatadah yang mengatakan bahwa Allah menyuruh Luqman memilih antara hikmah dan kenabian. Maka Luqmanul Hakim memilih hikmah, tidak mau memilih kenabian.
Qatadah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Jibril mendatanginya saat ia sedang tidur. Jibril menaburkan kepadanya atau mencipratkan kepadanya hikmah itu. Pada pagi harinya Luqman dapat mengucapkan kata-kata hikmah. Sa'id mengatakan, Qatadah pernah berkata bahwa dikatakan kepada Luqman, "Mengapa engkau memilih hikmah atau ditaburi hikmah, padahal Tuhanmu menyuruhmu memilih?" Maka Luqman menjawab, "Seandainya aku diharuskan menjadi nabi, tentulah aku berharap beroleh keberhasilan dan tentu pula aku berharap dapat menunaikan tugas risalahku sebaik-baiknya.
Tetapi ternyata Dia menyuruhku memilih, maka aku merasa khawatir bila tidak mampu menjalankan tugas kenabian. Karena itulah maka hikmah lebih aku sukai." Ini merupakan riwayat melalui jalur Said ibnu Basyir, dia berpredikat agak dha’if dan para ulama hadis banyak yang membicarakan kelemahannya. Hanya Allah Yang Maha Mengetahui. Menurut riwayat Sa'id ibnu Abu Arubah, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman. (Luqman: 12) Bahwa yang dimaksud dengan hikmah ialah pengetahuan tentang agama Islam, dan dia bukanlah seorang nabi yang diberi wahyu.
Firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman. (Luqman: 12) Yakni pemahaman, ilmu, dan ungkapan. yaitu, "Bersyukurlah kepada Allah. (Luqman: 12) Kami perintahkan kepadanya untuk bersyukur kepada Allah atas apa yang telah Dia anugerahkan kepadanya berupa keutamaan yang secara khusus hanya diberikan kepadanya, bukan kepada orang lain yang sezaman dengannya. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri. (Luqman: 12) Artinya, sesungguhnya manfaat dan pahala dari bersyukur itu kembali kepada para pelakunya, karena ada firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa yang menyebutkan: dan barangsiapa yang beramal shalih, maka untuk diri mereka sendirilah mereka menyiapkan (tempat yang menyenangkan). (Ar-Rum: 44)
Adapun firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji. (Luqman: 12) Yaitu Mahakaya, tidak memerlukan hamba-hamba-Nya. Dia tidak kekurangan, walaupun mereka tidak mensyukuri nikmat-nikmat-Nya. Seandainya semua penduduk bumi ingkar kepada nikmat-Nya, maka sesungguhnya Dia Mahakaya dari selain-Nya, tidak ada Tuhan selain Dia, dan kami tidak menyembah selain hanya kepada-Nya.
Beralih dari penjelasan tentang buruknya akidah orang musyrik dan kezaliman mereka, pada ayat ini Allah memaparkan nasihat Lukman kepada anaknya, yang salah satunya berisi larangan berbuat syirik. Dan sungguh, telah Kami berikan hikmah, yakni kemampu'an mendapatkan ilmu dan pemahaman serta mengamalkannya, kepada Lukman, yaitu, 'Bersyukurlah kepada Allah atas nikmat dan karunia-Nya! Dan barang siapa bersyukur kepada Allah maka sesungguhnya dia mendatangkan manfaat bersyukur itu untuk dirinya sendiri; dan sebaliknya, barang siapa tidak bersyukur lalu ingkar atas nikmat Allah maka sesungguhnya hal itu tidak akan merugikan Allah sedikit pun, sebab Allah Mahakaya dan tidak butuh penyembahan hamba-Nya, Maha Terpuji meski sekiranya tidak ada yang memuji-Nya. '13. Dan ingatlah ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia sesaat demi sesaat memberi pelajaran kepadanya, 'Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, dan ketauhilah bahwa sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar karena telah merendahkan martabat Sang Mahaagung ke posisi yang hina. '.
Ayat ini menerangkan bahwa Allah menganugerahkan kepada Lukman hikmah, yaitu perasaan yang halus, akal pikiran, dan kearifan yang dapat menyampaikannya kepada pengetahuan yang hakiki dan jalan yang benar menuju kebahagiaan abadi. Oleh karena itu, ia bersyukur kepada Allah yang telah memberinya nikmat itu. Hal itu menunjukkan bahwa pengetahuan dan ajaran-ajaran yang disampaikan Lukman itu bukanlah berasal dari wahyu yang diturunkan Allah kepadanya, tetapi semata-mata berdasarkan ilmu dan hikmah yang telah dianugerahkan Allah kepadanya.
Berdasarkan riwayat Ibnu Abi Syaibah, Ahmad, Ibnu Abi Dunya, Ibnu Jarir ath-thabari, Ibnu Mundzir, dan Ibnu Abi hatim dari Ibnu 'Abbas bahwa Lukman adalah seorang hamba/budak dan tukang kayu dari Habasyah. Kebanyakan ulama mengatakan bahwa Lukman adalah seorang yang arif, bijak, dan bukan nabi.
Banyak riwayat yang menerangkan asal-usul Lukman ini, dan riwayat-riwayat itu antara yang satu dengan yang lain tidak ada kesesuaian. Said bin Musayyab mengatakan bahwa Lukman berasal dari Sudan, sebelah selatan Mesir. Zamakhsyari dan Ibnu Ishaq mengatakan bahwa Lukman termasuk keturunan Bani Israil dan salah seorang cucu Azar, ayah Ibrahim. Menurut pendapat ini, Lukman hidup sebelum kedatangan Nabi Daud. Sedang menurut al-Waqidi, ia salah seorang qadhi Bani Israil. Ada pula riwayat yang menerangkan bahwa Lukman hanyalah seorang yang sangat saleh (wali), bukan seorang nabi.
Terlepas dari semua pendapat riwayat di atas, apakah Lukman itu seorang nabi atau bukan, apakah ia orang Sudan atau keturunan Bani Israil, maka yang jelas dan diyakini ialah Lukman adalah seorang hamba Allah yang telah dianugerahi hikmah, mempunyai akidah yang benar, memahami dasar-dasar agama Allah, dan mengetahui akhlak yang mulia. Namanya disebut dalam Al-Qur'an sebagai salah seorang yang selalu menghambakan diri kepada-Nya.
Sebagai tanda bahwa Lukman itu seorang hamba Allah yang selalu taat kepada-Nya, merasakan kebesaran dan kekuasaan-Nya di alam semesta ini adalah sikapnya yang selalu bersyukur kepada Allah. Ia merasa dirinya sangat tergantung kepada nikmat Allah itu dan merasa dia telah mendapat hikmah dari-Nya.
Menurut riwayat dari Ibnu 'Umar bahwa ia pernah mendengar Rasulullah bersabda, "Lukman bukanlah seorang nabi, tetapi ia adalah seorang hamba yang banyak melakukan tafakur, ia mencintai Allah, maka Allah mencintainya pula."
Pada akhir ayat ini, Allah menerangkan bahwa orang yang bersyukur kepada Allah, berarti ia bersyukur untuk kepentingan dirinya sendiri. Sebab, Allah akan menganugerahkan kepadanya pahala yang banyak karena syukurnya itu. Allah berfirman:
Barang siapa bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barang siapa ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya, Mahamulia. (an-Naml/27: 40)
Sufyan bin Uyainah berkata, "Siapa yang melakukan salat lima waktu berarti ia bersyukur kepada Allah, dan orang yang berdoa untuk kedua orang tuanya setiap usai salat, ia telah bersyukur kepada keduanya."
Orang-orang yang mengingkari nikmat Allah dan tidak bersyukur kepada-Nya berarti ia telah berbuat aniaya terhadap dirinya sendiri, karena Allah tidak akan memberinya pahala bahkan menyiksanya dengan siksaan yang pedih. Allah sendiri tidak memerlukan syukur hamba-Nya karena syukur hamba-Nya itu tidak akan memberikan keuntungan kepada-Nya sedikit pun, dan tidak pula akan menambah kemuliaan-Nya. Dia Mahakuasa lagi Maha Terpuji.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
WASIAT LUQMAN KEPADA ANAKNYA
Ayat 12
“Dan sesungguhnya telah Kami karuniakan kepada Luqman al-Hikmah."
Ar-Razi telah menerangkan dalam tafsirnya bahwa hikmah itu ialah, “Sesuai di antara perbuatan dengan pengetahuan."
Maka tiap-tiap orang yang telah diberi taufik oleh Allah ﷻ sehingga sesuai per-buatannya dengan pengetahuannya, atau amalnya dengan ilmunya, itulah orang yang telah mendapat karunia hikmah. Sebaliknya jika ada orang yang bersungguh-sungguh bekerja, padahal ilmunya tentang yang dikerjakannya itu tidak ada akan tersia-sialah usianya. Kadang-kadang tenaga habis, hasilnya tidak sebagaimana yang diinginkan. Dan ada juga orang yang berilmu banyak sekali, teorinya berbagai ragam, tetapi dia berdiam diri saja, tidak dikerjakannya, orang lainlah yang akan mendapat hasil, bukan dia.
Maka di dalam ayat ini diterangkanlah, bahwa Luqman telah mendapat hikmah itu. Dia telah sanggup mengerjakan suatu amal dengan tuntutan ilmunya sendiri."Bahwa ber-syukurlah kepada Allah “. Inilah puncak hikmah yang didapati oleh Luqman. Dia sudah ber-pengetahuan, baik karena pengalaman atau karena berguru kepada orang lain bahwasanya nikmat Allah ﷻ meliputi seluruh hidupnya. Sebab itu tidak ada jalan lain hanyalah satu, yaitu bersyukur. Adalah terlalu rendah budi manusia kalau dia telah tahu bahwa seluruh hidupnya diliputi oleh nikmat Allah SWT, padahal didiamkannya saja. “Dan barangslapa yang bersyukur," atas berbagai ragam nikmat dan rahmat yang diberikan oleh Allah SWT, yang tidak dapat dihitung berapa banyaknya, sejak manusia lahir ke dunia sampai dia menjalani hidup, sampai dia dimasukkan ke balik bumi “lain tidak, adalah dia bersyukur kepada dirinya sendiri." Sebab barangsiapa yang mengenang dan menghargai jasa orang lain kepada dirinya, terhitunglah dia orang yang budiman. Apatah lagi yang memberikan nikmat dan rahmat itu Allah ﷻ sendiri. Oleh sebab itu, bersyukur adalah mempertinggi nilai diri sendiri, yang sudah layak dan wajar bagi insan yang sadar akan harga dirinya. “Dan barangsiapa yang kufur yaitu tidak bersyukur, tidak mengenang jasa, tidak berterima kasih “Maka sesungguhnya Allah adalah Mahakaya," tidaklah akan kurang kekayaan Allah ﷻ karena ada hamba-Nya yang tidak ingat kepada-Nya. Yang rugi hanya si hamba tadi juga. Adapun Allah ﷻ tidaklah akan rugi. Entah berapa banyak malaikat di langit dan di bumi, dan beberapa makhluk lain selalu mengucapkan tasbih dan puji-pujian kepada Allah ﷻ
“Mahaterpuji."
Terpuji oleh orang yang berakal budi.
Ayat 13
“Dan ingatlah tatkala Luqman berkata kepada putranya, di kala dia mengajarinya."
Yaitu bahwasanya inti hikmah yang telah dikaruniakan oleh Allah ﷻ kepada Luqman telah disampaikannya dan diajarkannya kepada anaknya, sebagai pedoman utama dalam kehidupan. “Wahai Anakku! Janganlah engkau persekutukan dengan Allah." Artinya janganlah engkau mempersekutukan Tuhan yang lain dengan Allah ﷻ Karena tidak ada Tuhan selain Allah. Malahan yang selain dari Tuhan itu adalah alam belaka, ciptaan Allah ﷻ belaka. Tidaklah Allah ﷻ itu bersekutu atau berkongsi dengan Tuhan yang lain di dalam menciptakan alam ini.
“Sesungguhnya mempersekutukan itu adalah aniaya yang amat besar."
Yaitu menganiaya diri sendiri, memperbodoh diri sendiri.
Memang aniaya besarlah orang kepada dirinya kalau dia mengakui ada lagi Tuhan selain Allah, padahal selain dari Allah ﷻ itu adalah alam belaka. Dia aniaya atas dirinya sebab Allah ﷻ mengajaknya agar membebaskan jiwanya dari segala sesuatu, selain Allah ﷻ jiwa manusia adalah mulia. Manusia adalah makhluk yang djadikan oleh Allah ﷻ menjadi Khalifah-Nya di muka bumi. Sebab itu maka hubungan tiap manusia dengan Allah ﷻ hendaklah langsung. Jiwa yang dipenuhi oleh tauhid adalah jiwa yang merdeka. Tidak ada sesuatu jua pun yang dapat mengikat jiwa itu, kecuali dengan Allah ﷻ Apabila manusia telah mempertuhan yang lain, sedang yang lain itu adalah benda belaka atau makhluk belaka, manusia itu sendirilah yang membawa jiwanya jadi budak dari yang lain. Jelas bahwa ruh manusia itu adalah Allah ﷻ sendiri yang empunya. Mengapa maka ruh yang begitu mulia, yang berasal dari Allah ﷻ akan ditundukkan kepada yang selain Allah?
Mempersekutukan yang lain dengan Allah ﷻ adalah aniaya paling besar. Sebab tujuan hidup bisa jadi pecah' baderai. Sebab alam itu pecah berderai. Dan manusia itu sendiri pun jadi berpecah-belah karena syirik. Sebab masing-masing menghadap dan menyembah apa yang dipertuhannya itu, padahal tidak sama.
Ayat 14
“Dan Kami wasiatkan kepada manusia terhadap kedua ibu-bapaknya."
Wasiat kalau datang dari Allah ﷻ sifatnya ialah perintah. Tegasnya ialah bahwa Allah ﷻ memerintahkan kepada manusia agar mereka menghormati dan memuliakan kedua ibu-bapaknya. Sebab dengan melalui jalan kedua ibu-bapak itulah manusia dilahirkan ke muka bumi. Sebab itu sudah sewajarnya jika keduanya dihormati. Maka jauhlah berbeda anggapan dan ajaran Islam dengan ajaran lain yang mengatakan bahwa persetubuhan kedua ibu-bapak menyebabkan manusia menderita malang dalam dunia ini. Malahan ada satu ajaran di kalangan Kristen yang memandang, bahwa persetubuhan adalah akibat dari dosa Adam dan Hawa sehingga manusia lahir buat hidup menanggung dosa. Dalam Islam diajarkan bahwa hidup di dunia adalah buat beribadah kepada Allah SWT, buat berterima kasih. Dan buat jadi khalifah. Semuanya tidak dapat dilaksanakan kalau kita tidak lahir ke dunia. Sebab itu hormatilah ibu-bapak yang tersebab dia kita telah dimunculkan oleh Allah ﷻ ke dunia.
“Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan payah bertambah payah." Dalam sepatah ayat ini digambarkan bagaimana payah ibu mengandung, payah bertambah payah. Payah sejak dari mengandung bulan pertama, bertambah payah tiap bertambah bulan dan sampai di puncak kepayahan di waktu anak dilahirkan. Lemah sekujur badan ketika menghajan anak keluar. “Dan memeliharanya dalam masa dua tahun." Yaitu sejak melahirkan lalu mengasuh, menyusukan, memomong, menjaga, memelihara sakit senangnya. Sejak dia masih tertelentang tidur, sampai berangsur pandai menangkup, sampai berangsur bersingsut, sampai berangsur merangkak, sampai bergantung berangsur berjalan, beransur, tegak dan jatuh dan tegak, sampai tidak jatuh lagi. Dalam masa dua tahun.
“Bahwa bersyukurlah kamu kepada Allah dan kepada kedua orang tuamu." Syukur pertama ialah kepada Allah ﷻ Karena semuanya itu, sejak mengandung sampai mengasuh dan sampai mendidik dengan tidak ada rasa bosan, dipenuhi rasa cinta dan kasih, adalah berkat rahmat Allah ﷻ belaka. Setelah itu bersyukurlah kepada kedua orang tuamu. Ibu yang mengasuh dan ayah yang membela dan melindungi ibu dan melindungi anak-anaknya.
“Kepada-Kulah tempat kembali."
Dibayangkanlah di ujung ayat ini keharusan yang mesti ditempuh. Yaitu lambat atau cepat ibu-bapak itu akan dipanggil oleh Allah ﷻ dan anak yang ditinggalkan akan bertugas pula mendirikan rumah tangga, mencari teman hidup dan beranak bercucu; untuk semuanya akhirya pulang jua kepada Allah ﷻ
Ayat 15
“Dan jika keduanya mendesak engkau bahwa hendak mempersekutukan Aku dalam hal yang tidak ada ilmu engkau padanya."
Ilmu yang sejati niscaya diyakini oleh manusia. Manusia yang telah berilmu amat payah buat digeserkan oleh sesamanya manusia kepada sesuatu pendirian yang tidak ber-dasar ilmiah. Bahwa Allah ﷻ itu adalah Esa, adalah puncak dari segala ilmu dan hikmah. Satu waktu seorang anak yang setia kepada orang tuanya akan didesak, dikerasi, kadang-kadang dipaksa oleh orang tuanya buat mengubah pendirian yang telah diyakini. Sekarang terjadi ibu-bapak yang wajib dihormati itu sendiri yang mengajak agar menukar ilmu dengan kebodohan, menukar tauhid dengan syirik. Tegas-tegas dalam ayat ini Allah ﷻ memberikan pedoman, “Janganlah engkau ikuti keduanya."
Tentu timbul pertanyaan, “Apakah dengan demikian si anak bukan mendurhaka kepada orang tua?"
Jawabnya sudah diteruskan oleh Allah ﷻ pada lanjutan ayat, “Dan pergaulilah keduanya di dunia ini dengan sepatutnya". Artinya bahwa keduanya selalu dihormati, di-sayangi, dicintai dengan sepatutnya, dengan yang ma'ruf. Jangan mereka dicaci dan dihina, melainkan tunjukkan saja bahwa dalam hal aqidah memang berbeda aqidah engkau dengan aqidah beliau. Kalau mereka sudah tua, asuh jugalah mereka dengan baik. Tunjukkan bahwa seorang Muslim adalah seorang budiman tulen!
“Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada Aku." Yaitu jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang beriman. Karena itulah jalan yang selamat, yang tidak berbahaya. “Kemudian itu kepada Akulah kamu sekalian akan pulang." Karena datangnya kita ini adalah dari Allah SWT, perjalanan hidup di dunia dalam jaminan Allah ﷻ dan kelaknya akan pulang kepada-Nya jua.
“Maka akan Aku beritakan kepada kamu apa yang telah kamu kenjakan."
Allah-lah kelak yang akan menilai buruk baiknya apa yang kamu amalkan selama dalam dunia ini. Sebab itulah maka dari sekarang pula bimbingan Allah ﷻ wajib diterima, dengan menempuh jalan yang ditempuh oleh orang yang beriman. Jangan menempuh jalan sendiri.
Ayat 16
“Wahai anakku! Sesungguhnya jika ada sesuatu."
Yang dimaksud ialah sesuatu amalan, sesuatu amal dan usaha, sesuatu jasa kebajikan “sebesar biji sawi dari dalam batu" biji sawi adalah amat halus. Kalau biji sawi itu terletak di dalam batu sehingga tersembunyi, tidak ada orang lain yang menampak “ataupun di semua langit," terletak jauh di salah satu dari langit yang tujuh tingkat, “ataupun di bumi," tersembunyi entah di mana. Tidak ada orang yang tahu, tidak ada orang yang peduli karena sebesar biji sawi sangatlah halusnya “niscaya Allah akan mendatangkannya." Maka amalan yang kecil sebesar biji sawi itu, yang jauh tersembunyi di dalam batu sehingga tidak akan ada orang yang melihatnya ataupun mengetahuinya. Bahkan entah lebih jauh lagi terletaknya di salah satu langit yang tujuh tingkat, di muka bumi yang mengandung lima benua dan lautan besar. Manusia tidak tahu, namun Allah ﷻ tahu juga. Sebab Dia yang empunya. Dia Yang Maha Mengetahui. Sebab itu jika berbuat baik janganlah semata-mata ingin hendak diketahui oleh manusia. Sebab tidaklah dapat semua manusia mengetahui semua amal usaha kita. ‘Haraplah penghargaan dari Allah ﷻ sendiri yang akan dapat menilai dan menghargainya. Sesungguhnya Allah itu adalah Mahaluas," sehingga tidak ada yang lepas dari perhitungan-Nya dan keadilan-Nya.
“Mahateliti."
Sehingga sejak dari yang serba kasar dan besar sampai kepada yang serba halus dalam pengetahuan-Nya semua.
***
SHALAT DAN MASYARAKAT
Kemudian Luqman meneruskan wasiatnya,
Ayat 17
“Wahai anakku! Dirikanlah shalat, dan menyuruhlah berbuat yang ma'ruf, dan mencegahlah berbuat yang mungkar dan sabarlah atas apa pun yang menimpa engkau."
Inilah empat modal hidup diberikan Luqman kepada anaknya dan dibawakan men-jadi modal pula bagi kita semua, disampaikan oleh Muhammad ﷺ kepada umatnya.
Untuk memperkuat pribadi dan meneguhkan hubungan dengan Allah SWT, untuk memperdalam rasa syukur kepada Allah ﷻ atas nikmat dan perlindungan-Nya yang selalu kita terima, dirikanlah shalat. Dengan shalat kita melatih lidah, hati, dan seluruh anggota badan selalu ingat kepada Allah ﷻ Dalam agama kita Islam telah ditentukan bahwa wajib kita mengerjakan shalat itu sekurang-kurangnya lima kali sehari semalam, jangan kurang! Lebih boleh! Dapatlah kita hitungkan sendiri betapa besar kesannya kepada jiwa kalau nama Allah ﷻ selalu jadi sebutan, “Allahu Akbar, Alhamdulillah, Subhanallah", dengan merundukkan badan ketika ruku', dengan mencecahkan kening ketika sujud, dengan tegak yang lurus tidak melenggong ke kiri-kanan, kita akan mendapat kekuatan pribadi, lahir dan batin, moral dan mental.
Sudah jelaslah, bahwa shalat berjamaah adalah 27 kali pahalanya daripada shalat sendiri. Bahkan di antara ulama, sebagaimana Imam Ahmad bin Hambal, mengatakan bahwa shalat wajib berjamaah, walaupun hanya dua orang. Menurut Imam Abu Hanifah, jiran masjid shalatnya hendaklah di masjid. Hikmahnya ialah agar pribadi jangan lepas dari masyarakat. Islam adalah agama untuk diri dan masyarakat, atau untuk diri dalam masyarakat. Maka apabila pribadi telah kuat karena ibadah, terutama tiang agama, yaitu shalat lakukantah tugas selanjutnya, yaitu berani menyuruhkan berbuat yang ma'ruf. Ma'ruf ialah perbuatan baik yang diterima baik oleh masyarakat. Berusahalah engkau jadi pelopor dari perbuatan yang ma'ruf itu. Orang yang telah teguh kukuh pribadinya karena ibadah, terutama shalat, dia akan berani menyampaikan kebenaran kepada sesama manusia, sekadar ilmu dan kesanggupan yang ada padanya. Sekurang-kurangnya menyuruh anak dan istri mengerjakan shalat. Sesudah itu hendaklah berarti pula menegur mana perbuatan yang mungkar. yang tidak dapat diterima oleh masyarakat. Berani mengatakan yang benar, walaupun pahit. Tinggal lagi kebijaksanaan. Yaitu membungkus obat kinine yang pahit dengan untuk terlepas dari kerongkongan saja.
Apabila sudah berani menegur mana yang salah, mencegah yang mungKar. haruslah diketahui bahwa akan ada orang yang tidak senang ditegur. Jika ditegur mereka marah, untuk ini mesti tabah, mesti sabar. Ingatlah bahwa sekalian Rasul yang dikirim Allah ﷻ memberi bimbingan kepada manusia, semuanya disakiti oleh kaumnya. Modal utama mereka ialah sabar.
“Sesungguhnya yang demikian itu adalah termasuk yang sepenting-pentingnya pekerjaan."
Yakni kalau kita ingin hendak jadi manusia yang berarti dalam pergaulan hidup di dunia ini. Shalat peneguh pribadi, amar ma'ruf nahi munkar daiam hubungan dengan masyarakat, dan sabar untuk mencapai apa yang dicita-cita. Karena apa jua pun lapangan hidup yang kita masuki, kalau kita tidak sabar, kita akan patah di tengah jalan. Nabi sendiri, karena keras reaksi dari kaumnya, pernah terlintas dalam hatinya suatu perasaan hendak melompat saja dari puncak bukit yang tinggi ke dalam lurah yang dalam (baakhi'un nafsaka). Tetapi perasaan itu ditahannya dengan tabah. Namun dakwah diteruskannya juga. Itu sebabnya maka disebutkan bahwa pekerjaan ini sangat penting. Apa saja rencana, sabarlah kuncinya. Yang tidak sabar akan gagal di tengah jalan.
Ayat 18
“Dan janganlah engkau palingkan muka engkau dari manusia “
Ini adalah termasuk budi pekerti, sopan santun dan akhlak yang tertinggi. Yaitu kalau sedang bercakap berhadap-hadapan dengan seseorang, hadapkanlah muka engkau kepadanya. Menghadapkan muka adalah tanda dari menghadapkan hati. Dengarkanlah dia bercakap, simakkan baik-baik. Kalau engkau bercakap dengan seseorang, padahal mukamu engkau hadapkan ke jurusan lain, akan tersinggunglah perasaannya. Dirinya tidak dihargai, perkataannya tidak sempurna didengarkan.
Dalam bersalam mula bertemu, apatah lagi bersalam dengan orang banyak berganti-ganti, ketika berjabat tangan itu, tengoklah matanya dengan gembira. Hatinya akan besar dan silaturahim akan teguh. Apatah lagi kalau namanya tetap diingat dan disebut.
“Sesungguhnya Allah tidaklah menyukai tiap-tiap yang sombong membanggakan diri."
Congkak, sombong, takabur, membanggakan diri, semuanya itu menurut penyelidikan ilmu jiwa, terbitnya ialah dari sebab ada perasaan, bahwa diri itu sebenarnya tidak begitu tinggi harganya. Di angkat-angkat ke atas, ditonjol-tonjolkan karena di dalam lubuk jiwa terasa, bahwa diri itu memang rendah atau tidak kelihatan. Dia hendak meminta perhatian orang. Sebab merasa tidak diperhatikan. Dikaji dari segi iman, nyatalah bahwa iman orang itu masih cacat.
Ayat 19
“Dan sederhanakanlah dalam berjalan."
Jangan cepat mendorong-dorong, takut kalau-kalau lekas payah. Jangan lambat ter-tegun-tegun, sebab itu membawa malas dan membuang waktu di jalan, bersikaplah seder-hana."Dan lunakkanlah suara." Jangan bersuara keras tidak sepadan dengan yang hadir. Apatah lagi jika bergaul dengan orang ramai di tempat umum. Orang yang tidak tahu sopan santun lupa, bahwa di tempat itu bukanlah dia berdua dengan temannya itu saja yang duduk. Lalu dia bersuara keras-keras.
“Sesungguhnya yang seburuk-buruk suara, ialah suara keledai."
Mujahid berkata, “Memang suara keledai itu jelek sekali. Maka orang yang bersuara keras, menghardik-hardik, sampai seperti akan pecah kerongkongannya, suaranya jadi ter-balik, menyerupai suara keledai, tidak enak didengar. Dan dia pun tidak disukai oleh Allah ﷻ"