Ayat
Terjemahan Per Kata
فَإِنَّكَ
maka sesungguhnya kamu
لَا
kamu tidak
تُسۡمِعُ
dapat menjadikan mendengar
ٱلۡمَوۡتَىٰ
orang mati
وَلَا
dan tidak
تُسۡمِعُ
kamu menjadikan mendengar
ٱلصُّمَّ
orang tuli
ٱلدُّعَآءَ
seruan
إِذَا
apabila
وَلَّوۡاْ
mereka berpaling
مُدۡبِرِينَ
membelakang
فَإِنَّكَ
maka sesungguhnya kamu
لَا
kamu tidak
تُسۡمِعُ
dapat menjadikan mendengar
ٱلۡمَوۡتَىٰ
orang mati
وَلَا
dan tidak
تُسۡمِعُ
kamu menjadikan mendengar
ٱلصُّمَّ
orang tuli
ٱلدُّعَآءَ
seruan
إِذَا
apabila
وَلَّوۡاْ
mereka berpaling
مُدۡبِرِينَ
membelakang
Terjemahan
Sesungguhnya engkau (Nabi Muhammad) tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati dan orang-orang yang tuli dapat mendengar seruan apabila mereka berpaling ke belakang.
Tafsir
(Maka sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar, dan menjadikan orang-orang yang tuli dapat mendengar seruan, apabila) lafal ad-du'aa idzaa dapat dibaca tahqiq dan tashil (mereka itu berpaling membelakangi).
Tafsir Surat Ar-Rum: 52-53
Maka sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar, dan menjadikan orang-orang yang tuli dapat mendengar seruan, apabila mereka itu berpaling membelakangi. Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang-orang yang buta (mata hatinya) dari kesesatannya. Dan kamu tidak dapat memperdengarkan (petunjuk Tuhan) melainkan kepada orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami, mereka itulah orang-orang yang berserah diri (kepada Kami). (Ar-Rum: 52-53)
Ayat 52
Allah subhaanahu wa ta’aalaa berfirman bahwa sesungguhnya kamu, Muhammad, tidak akan sanggup membuat orang-orang yang telah mati di dalam kuburnya dapat mendengar, dan kamu tidak akan dapat menyampaikan seruanmu kepada orang tuli yang tidak mau mendengar seruanmu, sedangkan mereka berpaling darimu.
Demikian pula kamu tidak akan sanggup memberi petunjuk kepada orang yang buta dari perkara yang hak, lalu menyadarkan mereka dari kesesatannya, melainkan hal itu hanya Allah-lah yang dapat melakukannya. Karena sesungguhnya Allah subhaanahu wa ta’aalaa dengan kekuasaan-Nya dapat menjadikan orang-orang yang telah mati mendengar suara orang-orang yang hidup, jika Dia menghendaki. Dan Dia dapat memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya, juga dapat menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya. Tiada seorang pun yang dapat melakukan hal tersebut selain dari Allah semata.
Ayat 53
Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: Dan kamu tidak dapat memperdengarkan (petunjuk Tuhan) melainkan kepada orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami, mereka itulah orang-orang yang berserah diri. (Ar-Rum: 53) Yakni orang-orang yang patuh, tunduk, dan mendengarkan; dan mereka itulah orang-orang yang mendengarkan perkara yang hak, lalu mengikutinya. Demikianlah ciri khas orang-orang mukmin. Bagian yang pertama merupakan gambaran perihal orang-orang kafir. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Hanya orang-orang yang mendengar sajalah yang mematuhi (seruan Allah), dan orang-orang yang mati (hatinya), akan dibangkitkan oleh Allah, kemudian kepada-Nyalah mereka dikembalikan. (Al-An'am: 36) Ummul Mu-minin Siti Aisyah radhiyallaahu ‘anhu berpegang kepada dalil ayat ini, yaitu firman-Nya: sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar. (Ar-Rum: 52) Dalam sanggahannya terhadap pendapat Abdullah ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhu dalam riwayatnya yang menceritakan pembicaraan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam kepada orang-orang musyrik yang telah gugur dalam Perang Badar, lalu mereka dilemparkan di dalam sebuah sumur di Badar.
Hal itu dilakukan oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam sesudah tiga hari. Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dalam pembicaraannya itu mencela dan mengecam mereka yang telah mati di dalam sumur itu. Sehingga sahabat Umar bertanya kepadanya, "Wahai Rasulullah, mengapa engkau berbicara kepada kaum yang telah menjadi bangkai?" Maka beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, tiadalah kalian lebih mendengar apa yang kuucapkan dari mereka, tetapi mereka tidak dapat menjawab. Hadis ini ditakwilkan oleh Siti Aisyah radhiyallaahu ‘anhu dengan pengertian 'sesungguhnya mereka yang diajak bicara itu, setelah mereka mati benar-benar mengetahui bahwa apa yang dikatakan oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam kepada mereka adalah benar belaka.' Qatadah mengatakan bahwa Allah menghidupkan mereka untuk Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam sehingga mereka dapat mendengar ucapannya, sebagai kecaman, cemoohan, dan pembalasan darinya. Menurut pendapat yang sahih di kalangan ulama adalah riwayat Abdullah ibnu Umar, mengingat riwayat ini mempunyai banyak syahid yang membuktikan kesahihannya melalui berbagai jalur yang cukup banyak.
Yang paling terkenal di antara riwayat-riwayat tersebut ialah yang diriwayatkan melalui Ibnu Abdul Barr yang dinilai sahih melalui Ibnu Abbas secara marfu': Tiada seorang pun yang melalui kuburan saudara muslimnya yang ia kenal semasa hidupnya, lalu ia mengucapkan salam kepadanya, melainkan Allah mengembalikan rohnya hingga menjawab salamnya. Telah terbuktikan pula melalui suatu hadis yang bersumber dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam ditujukan kepada umatnya, bahwa apabila mereka hendak mengucapkan salam kepada ahli kubur, hendaklah mereka menyalami ahli kubur sebagaimana mereka menyalami orang yang mereka ajak bicara.
Untuk itu seorang muslim dianjurkan mengucapkan salam berikut: Semoga keselamatan terlimpahkan kepada kalian, wahai (penduduk) kampung kaum yang beriman. Ini jelas pembicaraan yang ditujukan kepada orang yang mendengar dan mengerti. Seandainya pembicaraan ini tidak memakai teks tersebut, tentulah sama saja dengan berbicara kepada yang tiada atau benda mati. Ulama Salaf telah sepakat membenarkan hal ini (mengucapkan salam kepada ahli kubur). Menurut asar-asar yang berpredikat mutawatir dari mereka, mayat mengetahui orang hidup yang berziarah kepadanya dan merasa gembira dengan kunjungannya.
Ibnu Abid Dunia telah meriwayatkan di dalam Kitabul Qubur melalui Siti Aisyah radhiyallaahu ‘anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: Tiada seorang pun yang menziarahi kubur saudaranya, lalu duduk di sisinya melainkan saudaranya itu terhibur dengan kedatangannya dan menjawab salamnya hingga ia bangkit (meninggalkannya). Telah diriwayatkan pula melalui Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu yang telah mengatakan bahwa apabila seseorang melewati kuburan yang penghuninya ia kenal, lalu ia mengucapkan salam kepadanya, maka salamnya dijawab olehnya. Ibnu Abid Dunia telah meriwayatkan berikut sanadnya dari seorang lelaki dari kalangan keluarga Asim Al-Juhdari yang telah menceritakan bahwa ia pernah melihat Asim Al-Juhdari dalam mimpinya setelah Asim meninggal dunia. Lalu lelaki itu bertanya, "Bukankah kamu telah mati?" Asim menjawab, "Benar." Lelaki itu bertanya lagi, "Sekarang engkau berada di mana?" Asim menjawab, "Saya, demi Allah, berada di suatu taman dari taman surga bersama sejumlah teman-temanku.
Kami berkumpul setiap malam Jumat, dan pagi harinya di tempat Bakr ibnu Abdullah Al-Muzani. Maka kami menerima berita-berita tentang kalian." Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa lalu lelaki itu bertanya lagi, "Apakah yang berkumpul itu tubuh kalian, ataukah arwah kalian?" Asim menjawab, "Mustahil bila yang berkumpul adalah jasad kami, karena jasad kami telah hancur luluh dan yang dapat bertemu hanyalah arwah kami saja." Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa lelaki itu bertanya lagi, "Apakah kalian mengetahui bila kami berziarah kepada kalian?" Asim menjawab, "Kami mengetahuinya pada petang hari Jumat dan seluruh hari Jumat serta malam hari sabtu hingga matahari terbit." Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa lelaki itu bertanya, "Mengapa demikian, bukan pada hari-hari lainnya?" Asim menjawab, "Berkat keutamaan dan kebesaran hari Jumat." Ibnu Abid Dunia mengatakan, telah menceritakan pula kepada kami Muhammad ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Bakr ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Hasan Al-Qassab yang menceritakan bahwa ia setiap pagi hari Sabtu selalu berangkat bersama Muhammad ibnu Wasi' menuju Al-Jiban, lalu mereka berdiri di kuburan yang ada di sana, dan mengucapkan salam kepada ahli kubur serta mendoakan mereka, sesudah itu mereka pulang.
Maka pada suatu hari Hasan Al-Qassab bertanya, "Bagaimanakah kalau kita ubah kebiasaan hari ini menjadi hari Senin?" Muhammad ibnu Wasi' menjawab, "Telah sampai suatu berita kepadaku bahwa orang-orang yang telah mati mengetahui para peziarah mereka hanya pada hari Jumat dan sehari sebelumnya serta sehari sesudahnya." Ibnu Abi Dunia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Aban, telah menceritakan kepada kami Sufyan Ats-Tsauri yang mengatakan, ia pernah mendengar bahwa Adh-Dhahhak pernah mengatakan, "Barang siapa yang melakukan ziarah kubur pada hari Sabtu sebelum matahari terbit, maka mayat yang diziarahinya mengetahui kunjungannya." Ketika ditanyakan kepadanya mengenai penyebabnya, maka Adh-Dhahhak menjawab, "Itu berkat keutamaan hari Jumat (yang berdekatan dengannya)." Telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Khaddasy, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Sulaiman, dari Abut Tayyah yang mengatakan bahwa Mutarrif selalu berangkat di siang hari, dan bila hari Jumat ia berangkat pagi-pagi sekali.
Ja'far ibnu Sulaiman mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abut Tayyah mengatakan, "Mutarrif turun istirahat di Gautah saat malam akan tiba, ketika itu ia berada di dekat pekuburan dan ia masih berada di atas kudanya. Maka ia melihat ahli kubur, masing-masing sedang duduk di atas kuburnya, lalu mereka berkata (di antara sesamanya), ini Mutarrif datang pada hari Jumat dan akan mengerjakan salat Jumat di dekat kalian.' Mereka berkata, 'Benar, dan kita mengetahui apa yang dikatakan oleh burung pada hari Jumat.' Mutarrif bertanya, 'Apakah yang diucapkan oleh burung-burung itu.' Mereka menjawab, 'Salamun 'alaikum" Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Hasan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Bukair, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnul Muwaffiq (anak lelaki pamannya Sufyan ibnu Uyaynah) yang menceritakan, "Ketika ayahku meninggal dunia, aku merasa sangat sedih, dan aku selalu menziarahi kuburnya setiap hari.
Kemudian ia tidak lagi menziarahinya selama beberapa waktu yang dikehendaki oleh Allah subhaanahu wa ta’aalaa Pada suatu hari aku kembali menziarahi kubur ayahku; dan ketika aku sedang duduk di dekat kubur ayahku, tiba-tiba mataku terserang kantuk, lalu tertidur. Di dalam mimpiku aku melihat seakan-akan kubur ayahku terbuka, dan seakan-akan ayahku sedang duduk di pinggirnya dengan berpakaian kain kafannya, sedangkan rupanya adalah rupa orang yang telah mati." Al-Fadl melanjutkan kisahnya, bahwa ia menangis melihat pemandangan itu, lalu ayahnya bertanya, "Hai anakku, apakah gerangan yang membuatmu lama tidak menziarahiku?" Aku menjawab, "Apakah engkau benar-benar mengetahui kedatanganku?" Ayahnya menjawab, "Tidak sekali-kali kamu datang menziarahiku melainkan aku mengetahuinya.
Dulu kamu sering menziarahiku, dan aku merasa senang dengan kedatanganmu. Orang-orang yang ada di sekitarku merasa senang pula dengan doamu." Al-Fadl mengatakan bahwa setelah itu ia sering menziarahi kubur ayahnya. Telah menceritakan kepadaku Muhammad, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Bustam, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Suwaid At-Tafawi yang mengatakan bahwa ibunya adalah seorang wanita ahli ibadah yang dikenal dengan julukan Rahibah.
Ketika ajalnya telah dekat, Rahibah mengangkat kepalanya ke arah langit, lalu berdoa, "Wahai Tuhan yang menjadi harapan dan dambaanku selama hidup dan matiku, janganlah Engkau menjadikan aku terhina saat matiku, dan janganlah Engkau menjadikan diriku berasa asing dalam kesendirianku." Setelah ia meninggal dunia, aku (Usman ibnu Suwaid) selalu menziarahi kuburnya setiap hari Jumat, mendoakannya serta memohonkan ampunan buatnya, juga buat ahli kubur lainnya.
Pada suatu malam aku melihat ibuku dalam mimpi, maka aku bertanya kepadanya, "Ibu, bagaimanakah keadaanmu?" Ia menjawab, "Anakku, sesungguhnya maut itu benar-benar merupakan musibah yang sangat keras. Dan sesungguhnya aku, segala puji bagi Allah, benar-benar ada di alam barzakh yang terpuji yang penuh dengan bau yang harum dan dihamparkan padanya kain sutera yang tebal dan yang tipis sampai hari berbangkit nanti." Aku bertanya kepadanya, "Apakah engkau mempunyai keperluan?" Ia menjawab, "Ya." Aku bertanya, "Keperluan apa?" Ia menjawab, "Janganlah engkau meninggalkan kebiasaanmu menziarahi kami dan mendoakan bagi kami, karena sesungguhnya aku benar-benar merasa gembira dengan kedatanganmu pada hari Jumat.
Jika engkau tiba dari rumah keluargamu, maka dikatakan kepadaku, 'Hai Rahibah, inilah putramu telah datang, maka bergembiralah.' Dengan demikian, bergembiralah semua orang mati yang ada di sekitarku." Telah menceritakan kepadaku Muhammad, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul Aziz ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Mansur yang mengatakan bahwa ketika wabah ta'un (kolera) sedang menjalar, ada seorang lelaki bolak-balik pergi ke Al-Jiban.
Dia datang untuk ikut menyalati jenazah. Apabila petang hari, ia berdiri di dekat kuburan seraya berdoa, "Semoga Allah menghibur kalian dan menyayangi kalian dalam keterasingan kalian, dan semoga Dia memaafkan kesalahan-kesalahan kalian serta menerima kebaikan-kebaikan kalian." Dia tidak lebih selain mengucapkan kalimat tersebut. Bisyr ibnu Mansur melanjutkan kisahnya, bahwa di suatu petang hari lelaki itu pulang ke rumah keluarganya tanpa mampir di kuburan dan tidak berdoa sebagaimana biasanya untuk ahli kubur.
Ketika aku (lelaki itu) tidur, tiba-tiba dalam mimpinya ia kedatangan sejumlah orang, lalu aku bertanya, "Siapakah kalian ini dan apa keperluan kalian?" Mereka menjawab, "Kami adalah ahli kubur." Aku bertanya, "Lalu apa keperluan kalian?" Mereka menjawab, "Biasanya engkau mengirimkan suatu hadiah kepada kami saat engkau dalam perjalanan pulangmu ke rumah keluargamu." Aku bertanya, "Hadiah apakah itu?" Mereka menjawab, "Doa-doa yang biasa engkau ucapkan di dekat kuburan kami." Aku menjawab, "Aku akan membiasakannya lagi," sejak saat itu aku tidak pernah meninggalkan kebiasaanku itu.
Dan dari peristiwa itu aku mengetahui bahwa mayat itu mengetahui amal perbuatan kaum kerabat dan saudara-saudaranya. Abdullah ibnul Mubarak mengatakan, telah menceritakan kepadaku Tsaur ibnu Yazid, dari Ibrahim, dari Ayyub yang mengatakan bahwa amal perbuatan orang-orang yang hidup ditampakkan kepada orang-orang yang telah mati (dari kalangan keluarganya). Apabila melihat kebaikan, mereka bergembira; dan apabila melihat keburukan, mereka mengatakan, "Ya Allah, maafkanlah mereka." Ibnu Abid Dunia telah meriwayatkan dari Ahmad ibnu Abul Hawari yang mengatakan, telah menceritakan kepada kami saudaraku Muhammad, bahwa Abbad ibnu Abbad berkunjung kepada Ibrahim ibnu Shalih di Palestina.
Lalu Ibrahim berkata, "Berilah saya nasihat." Abbad berkata, "Nasihat apakah yang akan kuberikan kepadamu, semoga Allah memperbaiki keadaanmu. Telah sampai kepadaku suatu riwayat yang menceritakan bahwa amal perbuatan orang-orang yang hidup ditampakkan kepada orang-orang yang telah mati dari kalangan keluarganya, maka perhatikanlah amal perbuatanmu, apakah yang akan diperlihatkan darinya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam" Maka Ibrahim menangis tersedu-sedu sehingga jenggotnya basah karena air matanya.
Ibnu Abid Dunia mengatakan, telah menceritakan pula kepadaku Muhammad ibnul Husain, telah menceritakan kepadaku Khalid ibnu Amr Al-Umawi, telah menceritakan kepada kami Sadaqah ibjiu Sulaiman Al-Ja'fari yang menceritakan bahwa dia mempunyai kebiasaan yang buruk; dan ketika ayahnya meninggal dunia, ia bertobat dan menyesali perbuatan dosa yang pernah dilakukannya. Kemudian ia tergelincir lagi melakukan kebiasaan buruk itu, maka ia melihat ayahnya dalam mimpinya, lalu ayahnya berkata, "Anakku, alangkah gembiranya aku denganmu.
Pada mulanya semua amal perbuatanmu ditampakkan kepada kami dan kami menyerupakannya dengan amal perbuatan orang-orang yang shalih. Tetapi setelah ketergelinciranmu itu aku merasa sangat malu dengan apa yang telah kamu perbuat itu. Maka janganlah engkau membuatku sedih di kalangan orang-orang yang telah mati di sekitarku." Khalid ibnu Amr Al-Umawi melanjutkan kisahnya, "Sejak saat itu aku mendengarnya selalu mengucapkan doa berikut di waktu sahurnya, yang secara kebetulan rumahnya di Kufah bertetangga denganku, yaitu: 'Ya Allah, aku memohon kepada-Mu tobat yang tidak pernah diulangi lagi dan tidak pernah terkotori lagi, wahai Allah Yang Memperbaiki keadaan orang-orang yang shalih dan wahai Allah Yang Memberi petunjuk orang-orang yang sesat, wahai Allah Maha Pelimpah Rahmat'." Pembahasan mengenai hal ini memerlukan bab tersendiri mengingat banyaknya asar dari para sahabat yang menerangkannya.
Disebutkan bahwa sebagian kalangan sahabat Ansar dari kalangan kaum kerabat Abdullah ibnu Rawwahah selalu mengucapkan doa berikut: Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari amal perbuatan yang karenanya Abdullah ibnu Rawwahah terhina. Dia mengucapkan doa tersebut setelah Abdullah ibnu Rawwahah mati syahid. Islam mensyariatkan mengucapkan salam kepada orang-orang yang telah mati. Dan seperti yang telah kita ketahui, mengucapkan salam kepada orang yang tidak dikenal serta tidak diketahui kemuslimannya merupakan suatu hal yang tidak diperbolehkan.
Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam telah mengajarkan kepada umatnya bila mereka melihat kuburan hendaknya mengucapkan doa berikut: Keselamatan semoga terlimpahkan kepada kalian, wahai ahli kubur dari kalangan orang-orang mukmin. Dan sesungguhnya kami, insya Allah, akan menyusul kalian. Semoga Allah merahmati orang-orang yang terdahulu dan yang terkemudian di antara kami dan kalian. Kami memohon kepada Allah buat kami dan kalian akan keselamatan. Salam dan pembicaraan serta seruan ini jelas ditujukan kepada yang mendengar, yang berbicara, yang memahami serta yang menjawab, sekalipun orang yang bersangkutan tidak dapat mendengar jawabannya. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
"Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Mahakuasa. (Ar-Rum: 54)
Allah subhaanahu wa ta’aalaa mengingatkan (manusia) akan fase-fase yang telah dilaluinya dalam penciptaannya, dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain. Asal mulanya manusia itu berasal dari tanah liat, kemudian dari air mani, kemudian menjadi 'alaqah, kemudian menjadi segumpal daging, kemudian menjadi tulang yang dilapisi dengan daging, lalu ditiupkan roh ke dalam tubuhnya.
Setelah itu ia dilahirkan dari perut ibunya dalam keadaan lemah, kecil, dan tidak berkekuatan. Kemudian menjadi besar sedikit demi sedikit hingga menjadi anak, setelah itu berusia balig dan masa puber, lalu menjadi pemuda. Inilah yang dimaksud dengan keadaan kuat sesudah lemah. Kemudian mulailah berkurang dan menua, lalu menjadi manusia yang lanjut usia dan memasuki usia pikun; dan inilah yang dimaksud keadaan lemah sesudah kuat.
Di fase ini seseorang mulai lemah keinginannya, gerak, dan kekuatannya; rambutnya putih beruban, sifat-sifat lahiriah dan batinnya berubah pula. Karena itulah maka di sebutkan oleh firman-Nya: kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. (Ar-Rum: 54) Yakni Dia berbuat apa yang dikehendaki-Nya dan mengatur hamba-hamba-Nya menurut apa yang dikehendaki-Nya. dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Mahakuasa. (Ar-Rum: 54) Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Fudail dan Yazid.
Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Fudail ibnu Marzuq, dari Atiyyah Al-Aufi yang mengatakan bahwa ia membacakan kepada Ibnu Umar firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali). (Ar-Rum: 54) Ibnu Umar membacakan pula firman-Nya: Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali). (Ar-Rum: 54) Kemudian Ibnu Umar berkata, "Aku belajar dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam ayat ini sebagaimana yang kamu bacakan kepadaku, dan aku menerimanya dari beliau sebagaimana aku menerimanya darimu." Imam Abu Dawud dan Imam At-Tirmidzi meriwayatkannya pula yang dinilai oleh Imam At-Tirmidzi sebagai hadis hasan, melalui hadis Fudail dengan sanad yang sama. Imam Abu Dawud meriwayatkannya melalui hadis Abdullah ibnu Jabir, dari Atiyyah, dari Abu Sa'id dengan lafal yang semisal.
Wahai Nabi Muhammad, demikianlah perilaku orang kafir, maka janganlah engkau bersedih karena sungguh, engkau tidak akan sanggup menjadikan mereka bisa mendengar ajaran agama, layaknya orang-orang yang mati itu juga tidak dapat mendengar, dan engkau juga tidak mampu menjadikan orang kafir yang serupa orang-orang yang tuli dapat mendengar seruan kebenaran, apabila mereka berpaling ke belakang meninggalkanmu. Padahal, orang tuli sekalipun bisa memahami penjelasan orang lain melalui gerakan mulut jika ia mau menghadap ke arahnya. 53. Dan begitupun engkau tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang-orang yang buta mata hatinya dari kesesatannya karena hidayah yang disertai taufik itu hanya milik Allah. Karena itu, wahai Nabi Muhammad, engkau tidak dapat memperdengarkan petunjuk Tuhan kepada mereka, kecuali kepada orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami, maka mereka itulah orang-orang yang senantiasa berserah diri dengan senantiasa tunduk dan patuh pada perintah dan larangan Kami.
Allah menegaskan kepada Nabi Muhammad bahwa ia tidak akan bisa memasukkan hidayah ke dalam hati orang yang ingkar sampai orang itu berpaling dari keingkaran dan lalu beriman. Untuk itu Allah memberikan sebuah contoh yaitu orang buta yang tersesat. Orang buta tidak mungkin menemukan jalan, karena ia tidak melihatnya, kecuali kalau dituntun. Begitu pula orang yang telah memilih kekafiran dan kemusyrikan. Orang itu hatinya sudah tertutup. Oleh karena itu, petunjuk apa pun yang disampaikan kepadanya, tidak akan didengar dan diikutinya. Bagi mereka ditunjuki atau tidak ditunjuki sama saja, mereka tidak akan beriman. Yang bisa membuka hatinya itu hanyalah Allah bila Ia menghendaki. Akan tetapi, Ia tidak akan menghendaki bila orang yang bersangkutan tidak berusaha, karena hal itu melanggar hukum-hukum yang telah ditetapkan-Nya. Ayat ini dengan demikian mengingatkan Nabi ﷺ sekali lagi agar tidak kecewa bila ada manusia yang menolak dakwahnya.
Orang yang akan menerima bila ditunjuki oleh Nabi ﷺ hanyalah yang beriman. Hal itu karena hati mereka terbuka menerima segala kebenaran yang disampaikan kepadanya. Setelah menerima kebenaran itu, mereka melaksanakannya dengan sepenuh hati untuk membaktikan diri kepada-Nya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 52
“Maka sesungguhnya engkau tidaklah akan sanggup membuat mendengan mang yang mati."
Ingatlah bahwasanya ada orang yang hidup, tetapi sama dengan mati. Karena mati hatinya. Orang yang tidak mempunyai aqidah yang teguh sama juga dengan mati. Allah ﷻ berfirman,
“Wahai orang-orang yang beriman! Sambutlah panggilan Allah dan Rasul ketika Dia menyeru untuk hal yang akan menghidupkan kamu."
(al-Anfaal: 24)
Dengan ayat ini berartilah, bahwa apabila seseorang mengembangkan dirinya untuk menyambut seruan Allah SWT, berartilah dia hidup. Kalau seruan Allah ﷻ tidak disambut berarti mati. Maka kepada Nabi Muhammad ﷺ dijelaskanlah oleh Allah SWT, bahwa nabi tidaklah akan sanggup membuat hidup orang yang telah mati. Yaitu yang mati pikirannya, mati cita-citanya, mati hari depannya. Dia hanya semata-mata bernyawa, namun hidupnya tidaklah berarti. Sebab itu maka dia lebih mati dari mati. “Dan tidaklah engkau akan sanggup membuat mendengar orang yang tuli akan suatu doa." Bukanlah telinganya yang tuli, melainkan hatinya atau jiwanya. Meskipun betapa nilai yang engkau anjurkan kepadanya, dia akan tetap tuli. Sebab hatinya tidak mendengarkan apa yang engkau katakan itu. Baik karena bodohnya ataupun karena pikirannya itu telah dikarut oleh kepercayaan dan pegangan yang salah,
“Apabila mereka itu telah berpaling membelakang."
Di belakangi seruan atau dakwah itu, tidak dipedulikannya, tidak diacuhkannya. Dia telah mematikan hatinya, memekakkan telinganya.
Ayat 53
“Dan tidaklah engkau akan sanggup memberi petunjuk orang yang buta dari kesesatannya."
Ini pun buta hati. Walaupun dia hendak dibimbing ke jalan yang benar, namun dia tidak mau. Dia tetap berpaling membelakang. “Tidak ada yang akan engkau buat jadi mendengar melainkan orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami." Bila imannya telah ada, dia akan memulai hidup, matanya akan mulai melihat dan telinganya akan mulai mendengar, sebab iman itu sendiri adalah hakikat dari hidup. Sebab iman itu adalah kesadaran hidup.
“Maka mereka itu pun orang yang bensenah diri."
Berserah diri adalah arti dari Muslimun, dan Muslimun ialah orang yang Islam. Iman adalah permulaan langkah, sebab dia adalah kepercayaan. Apabila telah percaya, maka mulailah orang tidak merasa keberatan buat berserah diri kepada Allah ﷻ Mengerjakan perintah, menghentikan larangan disertai dengan cinta.
Maka teranglah bahwa yang dimaksud dengan ayat 52 dan 53 ini, tentang orang mati yang tidak mendengar, tentang orang pekak dan buta, ialah mati semangat, mati cita-cita, tuli mendengar petunjuk dan buta dari kebenaran. Maka bukanlah maksud ayat ini untuk menerangkan bahwa orang yang telah mati tidak mendengar lagi apa yang kita serukan kepadanya dari dunia ini. Dan yang terang ialah orang yang telah meninggal tidaklah lagi memikul taklif. Tegasnya tidak wajib lagi mengerjakan perintah dan menghentikan larangan. Maka tidaklah berfaedah jika kita suruh juga orang yang telah mendengarkan seruan kita dari alam dunia kepada mereka di dalam alam kubur atau alam barzakh.
Ayat 54
“Allah yang menciptakan kamu dari lemah “
Mula lahir ke dunia kita manusia masih serba lemah. Lemah sejak dari jasmani sampai kepada ruhani. Lemah akal dan budi, lemah ikhtiar dan usaha, bahkan sama sekali belum dapat berdiri sendiri. Syukurlah dilimpahkan Allah ﷻ rasa kasih sayang ke dalam hati ibu dan bapak sehingga dengan rasa kasih ibu dan bapak itulah terjamin lanjutan hidup kita, sampai kita berangsur dapat tegak sendiri. “Kemudian itu dari sesudah lemah Dia jadikan kuat." Dan sejak tidur terguling, sampai pandai merangkak, sampai berangsur berlatih tegak dan jatuh dan tegak lagi, sampai dapat berdiri dan tegak lurus dan berjalan dan sampai akal pun tumbuh dan kuat berdiri sendiri. Sampai dapat mendirikan rumah tangga dan memimpin pula anak dan istri, berusaha mencari rezeki anugerah Allah SWT, hingga kuat menghadapi hidup. “Kemudian Dia jadikan dari sesudah kuat menjadi lemah dan tua." Kelak akan tiba masanya puncak masa kuat, mendatar sebentar kemudian menurun. Kekuatan dikurangi sedikit demi sedikit. Ingatan yang tadinya kuat, akhirnya jadi lemah dan pelupa. Badan yang tadinya teguh dan sehat, berangsurlah tua. Meskipun penyakit tidak ada, namun masa tua sudah terasa sebagai rasa sakit yang berlimpit-limpit. Mata mulai kabur, uban mulai bertabur, gigi mulai gugur, jengat mulai kendur, ingatan mulai mundur. Bertambah lama hidup, bertambah lemah diri. Sehingga kadang-kadang kembali seperti kanak-kanak yang mulai menjejak dunia tadi. Kalau di masa kanak-kanak kekuatan baru mulai akan tumbuh, maka setelah tua kekuatan yang tadinya telah cukup tadi, telah berkurang, menipis dan hilang. Malahan pelupa. Kadang-kadang lebih buruk lagi, yaitu pikun. Kembali seperti kanak-kanak. “Dia ciptakan apa yang Dia kehendaki." Artinya bahwa yang menentukan demikian ialah Allah ﷻ sendiri, menurut sunnah-Nya yang telah Dia tentukan.
Manusia ingin panjang umur. Baik, kalau kamu diberi Allah ﷻ panjang umur tentu lemah dan tua sesudah kuat perkasa itu akan kamu lalui. Sesudah kamu tua itu tentu kamu akan berbalik kembali seperti kanak-kanak. Malahan lebih menjemukan dari kanak-kanak. Kalau kanak-kanak kencing dalam celana, ibunya tertawa karena kasih. Kalau nenek-nenek kencing dalam celana sebagaimana kanak-kanak itu pula, sekurangnya dalam hati saja, anak-cucu itu akan berdoa, “Moga-moga lekaslah orang tua itu mati!"
Firman Allah ﷻ di surah Yaasiin ayat
“Dan barangsiapa yang Kami panjangkan umurnya, akan Kami sungsangkan dia pada kejadian; apakah mereka tidak pikirkan itu?"
(Yaasiin: 68)
Maka tidaklah mungkin, bahwa umur dipanjangkan Allah SWT, sedang tenaga sekuat ketika usia 25 tahun juga.
“Dan Dia adalah Maha Mengetahui, Maha Menentukan."
Maha Mengetahui apa yang patut bagi tiap-tiap manusia, apakah patut dia berusia panjang lalu tua renta sampai pikun, ataukah muda remaja, lalu mati dalam keadaan muda itu. Dia pula yang Maha Menentukan ukuran hidup, ukuran tubuh, pengalaman manusia, daya dan upayanya, batas-batas kekuatannya dan keistimewaan yang akan tumbuh dari tiap-tiap orang. Dia Yang Menentukan jalan hidup yang akan ditempuh manusia; apakah kelak dia akan jadi saudagar atau jadi pelayan, jadi menteri atau jadi sopir, jadi jenderal atau prajurit, atau jadi presiden memimpin suatu negeri, atau mati syahid karena berjuang me-negakkan suatu keyakinan.
Ayat 55
“Dan pada hari berdiri Kiamat itu, akan bersumpahlah orang-orang yang durhaka itu. Tidaklah mereka beriman melainkan sesaat saja “
Pangkal ayat ini membayangkan keadaan yang akan dihadapi oleh mereka yang durhaka itu, yang menyembah kepada yang selain Allah SWT, yang tidak mengacuhkan ajaran dan seruan rasul. Mereka berlalai diri di waktu hidup. Tiba-tiba maut datang di dalam keadaan mereka ragu menempuh jalan yang benar. Tiba-tiba Kiamat datang sesudah beberapa lamanya mereka berhenti di alam barzakh. Disangkanya masih lama lagi mereka akan dipertimbangkan. Setelah panggilan Kiamat datang, mereka tersentak. Waktu itu barulah mereka tahu bahwa masa yang amat ditakuti itu sudah di hadapan mata, lekas sekali. Di waktu itu mereka rasakan bahwa tertegunnya mereka dalam alam barzakh hanya sesaat. Ini adalah membayangkan, bahwa tiap-tiap manusia merasakan amat cepat datangnya hal yang amat ditakuti. Mengelakkan diri tidaklah mungkin.
“Demikianlah keadaan mereka dipalingkan."
Ujung ayat yang menyebutkan bahwa mereka dipalingkan dari khayatan kepada kenyataan, dari kebingungan kepada menghadapi kebenaran. Pahit yang mesti dilulur. Tak dapat mengelak diri.
Ayat 56
“Dan berkatalah orang-orang yang telah diberi Umu dan iman, “Sesungguhnya kamu telah berdiam di dalam ketentuan Allah sampai hari kebangkitan."
Artinya bahwa Allah ﷻ telah menentukan di dalam kitab-Nya, di dalam peraturan dan ketentuan-Nya yang tidak satu kekuatan pun yang dapat mengubahnya, bahwa sejak kamu meninggal dunia dahulu, kamu ditentukan buat didiamkan, dinonaktifkan dalam kehidupan alam barzakh sampai hari kebangkitan. Yaitu hari seluruh manusia yang telah meninggal itu disuruh berbangkit. Berapa lamanya masa didiamkan atau dinonaktifkan itu? Hanya Allah ﷻ saja yang Mahatahu. “Maka inilah dia hari kebangkitan itu." Dia telah datang dan kamu telah menghadapi kenyataannya,
“Tetapi adalah kamu tidak mengetahui."
Sekarang baru kamu tercengang-cengang, kamu bingung. Padahal dari dahulu di masa hidupmu hal ini telah berulang-ulang diberikan ingat.
Ayat 57
“Maka pada hari itu tidaklah bermanfaat bagi orang yang aniaya itu permintaan maaf mereka."
Mereka itu disebut orang yang aniaya, karena mereka menganiaya diri sendiri. Ke-celakaan yang akan menimpa diri mereka adalah tersebab kesalahan mereka sendiri. Jika mereka mengemukakan uzur, atau berbagai alasan apa sebab mereka berbuat demikian di kala hidup, tidak ada lagi permintaan uzur itu yang akan diterima. Sebab keterangan yang diberikan Allah ﷻ dengan perantaraan Rasui-Nya sudah sangat cukup dan mereka sendiri pun bukan tidak diberi akal dan pikiran buat menimbang di antara buruk dan baik yang akan ditempuh dan keadaan di hari depan.
“Dan tidaklah mereka diberi kesempatan lagi".
Karena kesempatan itu memang sudah tidak ada. Mereka meminta diberi kesempatan dan mengulangi hidup karena mereka telah menyesal atas kesalahan. Niscaya permintaan itu tidak dapat lagi dikabulkan karena hidup yang dahulu itu sudah habis di dunia. Sekarang adalah hidup baru, hidup akhirat. Sebagaimana orang yang masih di dunia menyesali nasib di hari tua, lalu ingin hendak kembali ke dalam kandungan ibunya, demikianlah orang yang meminta diberi kesempatan pulang ke dunia; sama-sama tidak dapat dikabulkan. Peraturan Allah ﷻ yang serupa itu tidaklah dapat diubah, melainkan manusialah yang seyogianya menyesuaikan diri dan jalan hidup yang ditentukan Allah ﷻ
Ayat 58
“Dan sesungguhnya telak Kami perbuat bagi manusia di dalam Al-Qur'an ini dari berbagai-bagai perumpamaan."
Berbagai-bagailah perumpamaan yang dikemukakan Allah ﷻ di dalam Al-Qur'an. Agar mendekatkan pahamnya bagi manusia. Perumpamaan sejak dari lalat, nyamuk, laba-laba, keledai, fatamorgana (gejala panas menyerupai air), gelombang dan ombak besar tengah malam, hujan lebat, bahtera di lautan, burung terbang, dan berbagai perumpamaan yang lain. Semuanya itu ialah buat menggerakkan akal dan pikiran mereka menerima keterangan yang diberikan."Dan sekiranya engkau datang kepada mereka dengan bukti-bukti, “ dengan keterangan dan alasan yang cukup, sampai memakai juga berbagai macam perumpamaan,
“Sesungguhnya akan berkatalah orang-orang yang kafir itu,
“Tidak lain kamu ini, hanyalah orang-orang pemalsu."
Rasul serta orang yang berimanlah yang mereka tuduh pemalsu karena mencela dan meruntuhkan keyakinan mereka kepada berhala mereka.
Ayat 59
“Demikianlah telah dikunci oleh Allah hati mereka yang tidak mau memahami."
Hati yang terkunci itulah kelak yang akan membawa celaka mereka sampai di akhirat Kekerasan kepala merekalah yang menyebabkan sampai akhir hayat hati mereka jadi terkunci.
Setelah melihat kenyataan yang demikian itu berfirmanlah Allah ﷻ kepada Rasul-Nya untuk meneguhkan hatinya dan mengobat kecewanya.
Ayat 60
“Maka bersabarlah engkau!"
Dalam menghadapi segala kenyataan itu. Bersabarlah dalam melakukan dakwah besar ini, berhadapan dengan orang-orang yang telah aniaya akan diri mereka sendiri. Karena di samping yang ingkar, pasti akan ada yang menerima. “Sesungguhnya janji Allah itu adalah benar." Yaitu bahwa orang yang bersungguh-sungguh berjuang di jalan Allah ﷻ akan diberi petunjuk dan janji-Nya pula bahwa Dia telah mewajibkan atas dirinya sendiri akan menolong orang-orang yang beriman.
“Dan janganlah engkau dibuai gelisah oleh orang-orang yang tidak yakin."
Ujung ayat ini jadi pedoman bagi Rasulullah ﷺ dalam berjuang melakukan dak-wah. Allah ﷻ memberi peringatan bahwasanya beliau mesti sabar, teguh hati dan yakin selalu akan janji Allah SWT, bahwa orang yang berjuang di jalan Allah ﷻ pasti mendapat pertolongan dari Allah ﷻ Adapun gangguan dan yang keras kepala sudah pasti ada dalam perjuangan. Namun orang yang ragu itu, yang kurang keyakinan, yang mundur maju, yang kecil jiwanya, semuanya itu jangan menyebabkan engkau mundur atau ragu pula. Teruskan langkahmu!
Ini pun menjadi sagu hati bagi tiap orang yang berjuang meneruskan dakwah Nabi. Karena dakwah ini tidaklah akan berhenti sampai dunia Kiamat.
Selesai Tafsir Surah ar-Ruum. Alhamdulillah.