Ayat
Terjemahan Per Kata
لِيَجۡزِيَ
karena Dia akan memberi balasan
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
وَعَمِلُواْ
dan mereka beramal
ٱلصَّـٰلِحَٰتِ
kebajikan/saleh
مِن
dari
فَضۡلِهِۦٓۚ
karunia-Nya
إِنَّهُۥ
sesungguhnya Dia
لَا
tidak
يُحِبُّ
Dia menyukai
ٱلۡكَٰفِرِينَ
orang-orang yang kafir
لِيَجۡزِيَ
karena Dia akan memberi balasan
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
وَعَمِلُواْ
dan mereka beramal
ٱلصَّـٰلِحَٰتِ
kebajikan/saleh
مِن
dari
فَضۡلِهِۦٓۚ
karunia-Nya
إِنَّهُۥ
sesungguhnya Dia
لَا
tidak
يُحِبُّ
Dia menyukai
ٱلۡكَٰفِرِينَ
orang-orang yang kafir
Terjemahan
agar Allah menganugerahkan balasan (pahala) dari karunia-Nya kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang kafir.
Tafsir
(Agar Allah memberi pahala) lafal ayat ini berta'alluq kepada lafal yashshadda'uuna pada ayat sebelumnya (kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh dari karunia-Nya) Dia memberi mereka pahala. (Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang kafir) Dia akan mengazab mereka.
Tafsir Surat Ar-Rum: 43-45
Oleh karena itu, hadapkanlah wajahmu kepada agama yang lurus (Islam) sebelum datang dari Allah suatu hari yang tak dapat ditolak (kedatangannya); pada hari itu mereka terpisah-pisah, Barang siapa yang kafir, maka dia sendirilah yang menanggung (akibat) kekafirannya itu; dan barangsiapa yang beramal shalih, maka untuk diri mereka sendirilah mereka menyiapkan (tempat yang menyenangkan), agar Allah memberi pahala kepada orang-orang yang beriman dan beramal shalih dari karunia-Nya. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang ingkar. (Ar-Rum: 43-45)
Ayat 43
Allah subhaanahu wa ta’aalaa memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya supaya cepat-cepat beristiqamah dalam ketaatan kepada-Nya dan bersegera mengerjakan kebaikan-kebaikan. Oleh karena itu, hadapkanlah wajahmu kepada agama yang lurus (Islam) sebelum datang dari Allah suatu hari yang tak dapat ditolak (kedatangannya). (Ar-Rum: 43) Yakni hari kiamat; apabila telah tiba saat kejadiannya, maka tidak dapat dielakkan lagi. Pada hari itu mereka terpisah-pisah. (Ar-Rum: 43) Maksudnya, terpecah-belah; sebagian masuk surga dan sebagian lain dimasukkan ke neraka.
Ayat 44
Karena itu, dalam firman selanjutnya disebutkan: Barang siapa yang kafir, maka dia sendirilah yang menanggung (akibat) kekafirannya itu; dan barangsiapa yang beramal shalih, maka untuk diri mereka sendirilah mereka menyiapkan (tempat yang menyenangkan). (Ar-Rum: 44)
Ayat 45
Agar Allah memberi pahala kepada orang-orang yang beriman dan beramal shalih dari karunia-Nya. (Ar-Rum: 45) Allah memberikan balasan-Nya kepada mereka yang beramal shalih dengan balasan sebagai karunia dari-Nya, suatu amal kebaikan dibalas dengan sepuluh amal kebaikan yang serupa, hingga lipatannya sampai tujuh ratus kali lipat dan hingga sampai lipatan yang dikehendaki oleh-Nya.
Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang ingkar. (Ar-Rum: 45) Selain itu Dia Maha Adil dalam memperlakukan mereka dan tidak berbuat zalim.
Allah memasukkan mereka ke surga agar Allah memberi balasan pahala kepada orang-orang yang beriman dan diwujudkan dengan mengerjakan kebajikan dari sebab karunia-Nya, bukan semata-mata keimanan dan amal salehnya. Sungguh, kenikmatan surga bagi orang mukmin sebagai wujud rahmat-Nya dan azab neraka bagi orang-orang kafir sebagai benuk keadilan-Nya, karena sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang kafir. 46. Allah menunjukkan bukti-bukti kekuasaan dan keesaan-Nya, baik melalui ayat-ayat Al-Qur'an maupun ayat-ayat yang tersebar di alam raya dan fenomena-fenomena alam. Dan di antara tanda-tanda kebesaran-Nya adalah bahwa Dia mengirimkan angin sebagai pembawa berita gembira, sebab angin meniup awan yang tebal lalu hujan pun turun; dan agar kamu merasakan sebagian dari rahmat-Nya dengan tumbuhnya biji-bijian yang telah disemaikan dan menghijaunya tanam-tanaman serta berbuahnya tetumbuhan dan sebagainya; dan agar kapal dapat berlayar dengan perintah-Nya melalui hukum alam yang telah ditetapkan; dan agar kamu dapat mencari sebagian dari karunia-Nya dengan berdagang, berlayar, mencari ilmu, dan lain-lain; dan agar kamu bersyukur atas karunia tersebut dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Mereka yang akan menerima imbalan baik dari Allah itu adalah orang-orang yang iman dan berbuat baik. Hal ini berarti bahwa iman ditunjukkan oleh perbuatan baik, dan imbalannya adalah surga. Namun demikian, imbalan itu sendiri bukanlah balasan mutlak dan pantas bagi perbuatan baik manusia. Perbuatan baik manusia tidak cukup dan belum pantas untuk diimbali surga yang penuh nikmat yang tiada taranya itu. Oleh karena itu, surga yang diterima manusia yang berbuat baik itu adalah karunia Allah, bukan imbalan perbuatannya. Dengan demikian, perolehan surga itu adalah karena Allah cinta kepada orang yang iman, dan tidak cinta kepada orang-orang kafir.
Ungkapan dalam ayat ini memang sangat ringkas, tetapi komprehensif. Ringkas karena ungkapan sebaliknya dari yang disampaikan tidak dinyatakan. Ayat ini hanya mengungkapkan bahwa, "Allah membalasi orang yang iman dan berbuat baik" dan, "Ia tidak cinta orang yang kafir". Dari dua ungkapan itu terkandung dua ungkapan lain yang berarti sebaliknya, yaitu, "Ia menghukum orang yang kafir dan berbuat jahat" dan " Ia cinta orang yang beriman dan berbuat baik." Ungkapan sebaliknya itu tidak perlu dinyatakan karena dapat dipahami dari ungkapan pertama. Dengan demikian, ayat ini menyatakan bahwa Allah membalas orang yang beriman dan berbuat baik dengan surga serta mencintai mereka, dan Allah memberi ganjaran berupa neraka bagi orang yang ingkar dan berbuat jahat serta membenci mereka.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
TEGAKKANLAH WAJAH KEPADA AGAMA
Ayat 30
“Maka tegakkanlah wajah engkau kepada agama, dalam keadaan lurus “
Tegakkanlah wajahmu, artinya berjalanlah tetap di atas jalan agama yang telah dijadikan syari'at oleh Allah ﷻ untuk engkau. Agama itu adalah agama yang disebut hanif, yang sama artinya dengan al-Mustaqim, yaitu lurus. Tidak membelok ke kiri kanan. Hanif ini pulalah yang disebut untuk agama Nabi Ibrahim. Bahkan dijelaskan bahwa yang ditegakkan oleh Muhammad ﷺ sekarang ini ialah agama hanif itu atau ash-Shirathal Mustaqim itu, sesudah banyak diselewengkan atau dibelokkan dari tujuan semula oleh anak cucunya. Baik anak cucu yang keturunan Bani Israil, atau anak cucu dari keturunan Bani Isma'il.
Yang keturunan dari pihak Bani Israil menyelewengkan agama Ibrahim itu jadi agama keluarga, lalu mereka beri nama Yahudi, dibangsakan kepada anak tertua dari Ya'qub yang bernama Yahuda. Nama Ya'qub di waktu kecil ialah Israil.
Kemudian itu keturunan selanjutnya dari Bani Israil menyelewengkan pula dengan memasukkan ajaran mitos agama-agama kuno trimurti atau trinitas ke dalam agama, lalu mereka katakan bahwa Tuhan itu adalah tiga dalam yang satu dan satu dalam yang tiga, yaitu Allah Bapa, Allah Putra, dan Allah ruh Suci.
Keturunan dari Bani Isma'il menyelewengkan pula. Ibrahim mendirikan Ka'bah sebagai rumah pertama di dunia ini yang diuntukkan bagi menyembah Allah Yang Maha Esa. Namun lama-kelamaan oleh anak cucu Ibrahim dari turunan Isma'il, yang menjadi bangsa Arab, tidak lagi mereka sembah langsung Allah Yang Maha Esa, melainkan mereka sembah berhala-berhala. Mulanya dua tiga berhala, berangsur empat dan lima berhala, kemudian jadi berpuluh berhala. Akhirnya setelah Nabi Muhammad ﷺ datang, didapati mereka itu telah menyembah 360 berhala. Sebagian besar mereka dirikan pada dinding-dinding Ka'bah itu. Bahkan dalam Ka'bah sendiri didapati berhala Maryam sedang memangku Isa al-Masih di waktu masih sarat menyusu. Semuanya itu jadi bukti, bahwa jalan telah banyak dialih orang yang datang kemudian, disadari ataupun tidak. Oleh sebab itu, tegakkanlah mukamu, ya Rasul-Ku, kepada agama ini, agama yang lurus! “Fitrah yang telah Dia fitrahkan manusia atasnya." Artinya lazimilah atau tetaplah pelihara fitrahmu sendiri, yaitu rasa asli murni dalam jiwamu sendiri yang belum kemasukan pengaruh dari yang lain, yaitu mengakui adanya kekuasaan tertinggi dalam alam ini, Yang Mahakuasa, Mahaperkasa, Maharaya, mengagumkan, penuh kasih sayang, indah, dan elok.
“Sekali-kali tidaklah ada pergantian pada ciptaan Allah." Artinya bahwa Allah ﷻ telah menentukan demikian. Yaitu kepercayaan atas adanya Yang Mahakuasa adalah fitri dalam jiwa dan akal manusia. Itu tidak dapat diganti dengan yang lain. Pada pokoknya seluruh manusia, tidak pandang kedudukan, tidak pandang bangsa dan iklim tempat dilahirkan, benua tempat dia berdiam, namun mereka dilahirkan ke dunia adalah atas keadaan yang demikian itu.
“Itulah agama yang lurus." Atau itulah agama yang bernilai tinggi. Berharga buat direnungkan. Yaitu berpegang teguh dengan syari'at yang telah diatur oleh Allah ﷻ berdasar kepada fitrah yang bersih,
“Tetapi banyaklah manusia yang tidak mengetahui."
Tertutup bagi mereka jalan buat mengetahui hakikat yang benar itu. Adakalanya karena hawa nafsu, adakalanya karena segan melepaskan pegangan lama yang telah di-pusakai dari nenek moyang, adakalanya karena kesombongan karena merasa dilintasi.
Ayat 31
“Dalam keadaan pulang kembali kepada-Nya."
Karena kita ini pada hakikatnya adalah datang dari Dia. Sebab itu akan datang masa-nya kita kembali kepada-Nya.
Yang perlu ialah kesadaran bahwa kita adalah dalam perjalanan pulang. Yang men-celakakan kita ialah kalau kita tidak sadar, bahwa kita dalam perjalanan kembali. Apabila gelora hawa nafsu masih belum tertahankan juga, an-Nafsul Lawwamah dan an-NafsuI Ammarah belum teratasi, jalan buat kembali belumlah kita sadari. Tetapi bilamana telah banyak pengalaman pahit dalam hidup, kegagalan dan kejayaan, gembira bergantian dengan ratap tangis, tercapailah an-Nafsul Muthma'innah, di waktu itulah akan terdengar panggilan Allah ﷻ
“Dan takwalah." Artinya takwa ialah memelihara hubungan yang baik dengan Allah SWT, menuntut ridha-Nya, mengharapkan kasih-Nya, menakuti siksa-Nya, dan ingat selalu kepada-Nya (dzikir) sehingga gerak-gerik hidup terpelihara dari gangguan musuh-musuh diri, yaitu hawa dan nafsu, dunia dan setan."Dan dirikanlah shalat." Karena shalat itulah tanda taat setia yang sejati.
“Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan."
Apabila shalat lima waktu telah dikerjakan dengan sungguh-sungguh, dipahamkan dan dihayati, akan terhindar sendirilah seseorang dari mempersekutukan yang lain dengan Allah ﷻ Sejak mengangkat takbir “Allahu Akbar" saja pun telah jelas tujuan hanya satu. Yang Mahabesar hanya Allah SWT, ke sana jiwa dihadapkan. Dan jika dihayati lagi permulaan al-Faatihah, yaitu “Alhamdulillah", segala apa jua pun pujian hanya teruntuk bagi Allah SWT, dan Dia yang Pengasih. Dia yang Penyayang dan hanya Dia yang akan menentukan pembalasan dan ganjaran di Hari Kemudian (Maliki yaumiddin), niscaya tidaklah orang akan jadi musyrik.
Lalu dijelaskan lagi siapakah dan apakah ciri-ciri dari orang-orang yang mempersekutukan yang lain dengan Allah ﷻ
Ayat 32
“(Yaitu) orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan jadilah mereka beberapa golongan."
Pokok agama hanya satu, tidak dua. Kedatangan rasul-rasul membawa syari'at, sejak Nabi Nuh sampai nabi-nabi yang lain, sampai Nabi Muhammad ﷺ adalah membawa inti agama yang satu, yaitu mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah ﷻ Nabi datang silih berganti, namun seruan mereka hanya kepada jalan yang satu itu. Tetapi seketika datang Nabi Isa yang mengakui dengan tulus ikhlas bahwa kedatangan beliau adalah menggenapkan syari'at Nabi Musa, orang yang mengakui diri pengikut ajaran Musa menolak dia, bahkan menuduh bahwa kelahirannya ke dunia adalah dalam cara yang tidak halal.
Nabi Isa mengatakan pula bahwa sesudah dia kelak akan datang lagi nabi yang lain menyempurnakan ajaran itu, itulah Paraclit. Orang yang Terpuji. Demi setelah dia datang, umat yang mengaku pengikut Nabi Isa menuduhnya nabi palsu dan perusak. Dan yang mengikuti Nabi Musa tadi pun membenci dia, bahkan di kala hidupnya pernah bersekongkol hendak membunuh dia. Itulah contoh dari orang yang mempersekutukan Allah SWT, yaitu orang-orang yang memecah-belah agama, lalu menjadi beberapa golongan. Kemudian dari golongan itu terpecah-pecah lagi menjadi beberapa golongan, sekte-sekte, kelompok-kelompok.
“Tiap-tiap kelompok dengan apa yang ada pada mereka merasa bangga."
Merasa diri benar sendiri dan orang lain salah belaka, dan tidak ada yang ingin mencari atau kembali kepada titik pertemuan, yaitu iman kepada Keesaan Allah ﷻ
***
(35)
Ayat 33
“Dan apabila suatu bahaya menyentuh manusia, mereka setulah Tuhan mereka, mereka kembali kepada-Nya."
Tegasnya ialah bilamana bahaya datang, mereka bergegas menyeru Allah ﷻ Waktu itu mereka ingat Allah ﷻ Waktu itu mereka benar-benar ingin kembali kepada Allah ﷻ Karena sudah terang dan nyata banyak soal dalam hidup ini yang tenaga manusia tidak dapat lagi mengatasinya.
“Kemudian apabila Atlah mengenyamkan rahmat dari-Nya, tiba-tiba sebagian dari mereka mempersekutukan."
Mereka tidak ingat lagi, bahwa rahmat itu semata-mata datang dari Allah SWT, ada yang mempersekutukan Allah ﷻ dengan pemimpinnya, bahwa pemimpin itulah yang berjasa. Ada yang mempersekutukan Allah ﷻ dengan keris yang dia pakai atau dengan jimat bertuah pusaka nenek moyangnya, atau mereka puji hari dan tanggal. Kadang-kadang memuja benda lebih daripada semestinya.
Ayat 34
“Jadilah mereka kafir dengan apa yang didatangkan Allah kepada mereka."
Artinya dengan terang-terangan mereka memungkiri peranan ilahi dalam kenangan yang mereka dapati dan terlepasnya mereka dari bahaya. Seakan-akan Allah ﷻ tidak ada campur tangan dalam kebahagiaan yang dia capai. Dia bersuka ria menyambut kemenangan, tetapi Allah ﷻ mereka lupakan. Bahkan kerapkali kejadian bahwa dengan sebab rahmat Allah ﷻ yang mereka terima, mereka lupa sama sekali berterima kasih kepada Ilahi yang menurunkan rahmat “Ber-senang-senanglah kamu!" Sehingga lantaran bersenang-senang, gembira ria, kamu lupa bahwa keadaan berubah dan Allah ﷻ bisa saja mencabut kembali nikmat rahmat yang Dia berikan itu.
“Maka akan tahu sendirilah kamu “
Akan tahu sendirilah kamu bahaya lain yang akan menimpa kelak, yang kamu tidak pula akan sanggup mengatasi dan menyelesaikannya kalau tidak dengan pertolongan Allah ﷻ
Ayat 35
“Atau apakah pernah Kami menurunkan alasan kuat kepada mereka?"
Di dalam ayat disebutkan Sulthan, lalu kita tafsirkan dengan alasan kuat. Sulthan banyak artinya. Kadang-kadang artinya ialah penguasa atau kepala negara dan kadang-kadang diartikan juga dengan kekuatan atau dengan alasan yang kuat Kadang-kadang diartikan juga dengan keterangan yang cukup dan bisa diterima. Dalam ayat ini kita ambil arti alasan yang kuat Maka maksud pangkal ayat ini ialah bertanya, pernahkah Allah ﷻ menurunkan kepada mereka alasan atau perintah yang dapat dipertanggungjawabkan, bahwa Atlah ﷻ dapat dipersekutukan dengan yang lain? Pernahkah ada perintah dan keterangan dari Allah ﷻ bahwa Allah ﷻ melimpahkan wewenang atau membagi kuasa dengan makhluk-Nya dalam menguasai alam ini?
“Lalu dia berkata dengan apa yang telah mereka pensekutukan itu."
Artinya, bahwa Sulthan atau alasan kuat itulah yang berkata, tegasnya lagi memberikan keterangan bahwa pekerjaan mereka itu adalah benar.
Tentu saja pertanyaan ini adalah istifham inkari, yaitu pertanyaan yang mengandung sendiri arti bantahan. Bahwa Allah ﷻ tidak pernah menurunkan wahyu atau perintah bahwa selain dari Allah ﷻ patut disembah dan dipuja. Itu hanya karangan dan khayat manusia saja sebab kelam otaknya dari sinar kebenaran.
Ayat 36
“Dan apabila Kami berikan kepada manusia suatu rahmat, bergembiralah mereka dengan dia."
Ini pun suatu kritik kepada perangai kebanyakan manusia. Yaitu kalau rahmat datang, keuntungan tiba, mereka bergembira-ria. Saking gembiranya kadang-kadang dia lupa dari mana nikmat rahmat itu dia terima, dari mana sumber tempat datangnya
“Dan jika menimpa kepada mereka kesusahan, tersebab dari tangan mereka sendiri, tiba-tiba mereka pun putus asa."
Di saat kesusahan itu banyaklah orang yang putus asa. Kadang-kadang kita melihat kejadian itu serentak berdekatan. OKB (Orang Kaya Baru) menyelimpangkan kakinya di mobil yang mewah, dengan tangannya disangkutkannya di tempat berpegangan dalam mobil dengan megah dan sombongnya. Anak-anak dan istri nya duduk dengan pongah karena berenang di atas uang banyak, entah dari mana asal didapat. Mereka melayang menderu di atas jembatan. Sedang di bawah jembatan itu bergelimpangan tidur orang-orang yang telah putus asa dari hidup, yang telah tertutup pintu pencarian, urban (pindah dari desa ke kota) karena di desa pun hidup sudah sangat sulit. Mereka putus asa, yang laki-laki jadi pencopet pencuri kain jemuran. Yang perempuan siang tidur-tiduran, malam menjadi kupu-kupu ma-lam, menyebarkan penyakit sipilis.
Kekosongan jiwa dari yang terlompat ke atas mobil mewah dengan yang jatuh ter-sungkur ke bawah jembatan, sebenarnya sama saja.
Ayat 37
“Dan apakah mereka tidak melihat bahwa Allah membentangkan rezeki untuk banangsiapayang Dia kehendaki dan mengagokkan".
Ini adalah tanda kekayaan dari Allah ﷻ itu sendiri. Allah ﷻ menentukan pemberian rezeki, dan rezeki itu bukanlah semata-mata kekayaan harta benda, bahkan terutama sekali pikiran, cita-cita, kecerdasan, dan seumpamanya. Ada orang yang terbentang lebar rezekinya, sebab itu ada orang yang berpikiran tinggi, bercita-cita besar, filsuf, pemimpin negara, pemimpin bangsa, jenderal memimpin peperangan. Sebaliknya ada orang yang bodoh, yang cita-citanya, hidupnya hanya sekadar mencari makan, prajurit yang dikerahkan dan mati di medan perang sebagai prajurit yang tidak dikenal. Ada orang bernasib baik jadi sultan, jadi presiden dan jadi menteri, ada pula yang hanya jadi sopir presiden, jadi tukang membersihkan kamar atau tukang rumput. Ada orang yang mendapat rezeki kekayaan berlimpah, tetapi ada yang hanya diagakkan saja, sekadar dapat makan, itu pun susah mencarinya.
“Sesungguhnya pada yang demikian adalah tanda-tanda bagi kaum yang beriman."
Pintar dan bodoh, jenderal dan prajurit, filsuf dan si goblok, kaya raya dan miskin papa, semuanya itu adalah tanda bahwa alam ini ada Yang Mengatur. Itulah Allah ﷻ Terdapatnya pertimbalan di antara dua yang berlawanan, yaitu di antara yang tinggi dengan yang rendah, adalah tanda Allah Mahasem-purna. Kalau Allah ﷻ hanya Mahakuasa menciptakan yang tinggi, sehingga tidak ada yang rendah, atau hanya Mahakuasa men-ciptakan yang besar-besar, sehingga tidak ada yang kecil, dan seterusnya dan seterusnya, di manakah kita akan dapat mengenal kekayaan Allah SWT? Tidaklah mungkin manusia sama rata kayanya, atau miskin melarat semua. Karena kalau demikian dapatlah dikatakan bahwa Allah ﷻ itu tidak kaya dan di dunia ini tidak ada perjuangan hidup dan berusaha.
Di ujung ayat ini Allah ﷻ menjelaskan bahwa jika Allah ﷻ membentangkan atau mengembangkan rezeki seluas-luasnya kepada setengah hamba-Nya dan yang setengahnya lagi dihinggakan terbatas, atau diagakkan, bahwa itu adalah salah satu dari tanda-tanda Kebesaran Ilahi juga. Kalau tidak ada begitu, maka tidaklah ada lagi di dunia ini persoalan yang dinamai perikemanusiaan.
Ayat 38
“Maka berikanlah kepada kaum kerabat akan haknya dan orang miskin dan anak perjalanan."
Disebut terlebih dahulu, atau diprioritaskan kaum kerabat, keluarga yang terdekat, hendaklah mereka terlebih dahulu ditolong. Sebelum menolong orang lain, tolonglah yang terdekat.
Lanjutan ayat ialah,
“Itulah yang baik bagi orang yang menghendaki wajah Allah." Yaitu kalau Allah ﷻ telah memberikan keluasan pada rezeki, sehingga telah mendapat kehidupan yang layak, janganlah lupa membantu dan menolong orang yang berkekurangan, karena Allah ﷻ Bukan karena mengharapkan dipuji orang, bukan beramal karena riya. Ingatlah bahwa kekayaan dan kelebihan yang ada padamu, adalah semata-mata anugerah dari Allah ﷻ Bersyukurlah atas nikmat itu dengan menolong orang lain.
“Dan itulah orang-orang yang beruntung."
Orang yang dermawan karena Allah SWT, adalah orang yang beruntung. Dia tidak dibenci orang karena bakhilnya. Malahan orang yang diberi bantuan akan mendoakannya, moga-moga diberi Allah ﷻ dia rezeki yang berlipat ganda. Tetapi orang kaya yang bakhil senantiasa akan diomeli dan diumpat orang, apa lagi orang kaya yang memberi tetapi selalu menyebut-nyebut pemberiannya.
Ayat 39
“Dan apa yang kamu berikan dari rtiba supaya dibungai pada harta benda manusia, maka tidaklah dia berbunga di sisi Allah ﷻ"
Arti riba sudah sama kita ketahui, yaitu meminjami orang harta dengan janji ketika membayar pinjaman itu diberinya bunganya, atau rente-nya. Riba yang demikian sudah nyata terlarang. Tetapi ada lagi semacam riba, tidak begini tidak terlarang, karena tidak dijadikan syarat. Yaitu kita memberikan pertolongan, baik tenaga, atau benda kepada orang lain, tetapi ada harapan tersembunyi, moga-moga kelak dibalasinya pula sebagai balas jasa, dengan balasan yang lebih besar. Maka bertalian dengan ayat 38 yang sebelumnya, diperingatkanlah kepada seseorang yang hendak menolong orang lain moga-moga kelak dia membalas jasa, membalas terima kasih dengan berlipat ganda; tidaklah baik. Maka arti ayat ini ialah jika kamu menolong orang lain dengan harapan moga-moga suatu waktu orang itu tidak lupa akan jasa kamu, moga-moga dia membalas, maka cara yang demikian itu kuranglah baiknya. Karena tidak selalu orang itu akan terkenang membalas jasa, atau akan sanggup membalas jasa. Misalnya menolong seorang miskin. Apa balasan yang akan diharap dari orang miskin? Apakah diharapkan, bahwa dia suka datang ke rumah untuk membersihkan pekarangan rumah kita? Alangkah rendahnya dasar cita ketika kita memberi kalau demikian halnya.
Sebab itu dalam ayat ditegaskan, kalau orang memberi pertolongan mengharapkan balas jasa dari orang itu, maka di sisi Allah ﷻ pertolongannya itu tidak akan diberi penghargaan.
“Tetapi apa yang kamu berikan dari zakat, yang kamu harapkan wajah Allah, maka itulah dia mereka yang melipatgandakan."
Tetapi jika kamu berbuat sebaliknya, yaitu kamu keluarkan hartamu berupa zakat, baik zakat wajib atau zakat tathawwu', timbul dari keikhlasan hati, karena zakat itu sendiri artinya ialah bersih, timbul dari hati yang bersih, membersihkan jiwa dari mengharapkan manusia, membersihkan harta dari hak yang wajib diterima oleh fakir miskin. Maka kalau harta itu dikeluarkan bersifat zakat, bukan mengharapkan balasan manusia, melainkan mengharap wajah Allah SWT, dijelaskanlah di ujung ayat bahwa orang yang berbuat demikian itu telah memperlipatgandakan hartanya itu. Dia telah kaya. Rezeki yang diberikan Allah ﷻ itu telah diperbuatnya bernilai tinggi sekali. Karena harta benda yang dipergunakan untuk meratakan jalan Allah SWT, adalah harta yang bernilai sangat tinggi. Dan pahala di sisi Allah ﷻ pun akan diterimanya pula berlipat ganda.
Ayat 40
“Allah-lah yang telah menciptakan kamu."
Menciptakan kamu dari tanah, kemudian menjadi manusia yang bertebaran di muka bumi, seperti tersebut pada ayat 20 yang telah lalu. “Kemudian itu memberimu rezeki, “sebagai jaminan hidup, selama kamu masih hidup di atas dunia ini." Kemudian itu mematikan kamu, apabila ajalmu telah sampai. “Kemudian itu menghidupkan kamu," dengan datangnya panggilan kepada kamu yang disebut hari Kiamat. Kiamat artinya kebangkitan.
“Apakah dari apa-apa yang kamu persekutukan itu yang berbuat semacam yang demikian itu agak secuil?" Adakah berhala yang kamu sembah itu yang sanggup membuat manusia? Adakah kuburan yang kamu puja itu yang sanggup memberimu rezeki? Adakah barang yang kamu anggap sakti itu yang sanggup memberimu hidup atau menentukan ajal-mu? Jika kamu kelak dibangunkan kembali di hari Kiamat, ikut sertakah yang kamu puja itu membangunkan kamu kembali?
“Mahasuci Dia dan Mahaagung, dari apa yang kamu pensekutukan itu."
Satu tantangan yang tegas sekali terhadap orang-orang yang memperbodoh dan mem-perhina diri sendiri dengan mempersekutukan yang lain dengan Allah ﷻ
***
Ayat 41
“Telah nyata kerusakan di darat dan di laut dari sebab buatan tangan manusia."
Allah ﷻ telah mengirimkan manusia ke atas bumi ini ialah untuk menjadi Khalifah Allah, yang berarti pelaksana dari kemauan Allah ﷻ Banyaklah rahasia kebesaran dan kekuasaan Ilahi menjadi jelas dalam dunia karena usaha manusia. Sebab itu maka menjadi khalifah hendaklah menjadi Mushiih, berarti suka memperbaiki dan memperindah.
Janganlah kita terpesona melihat berdirinya bangunan-bangunan raksasa, jembatan-jembatan panjang, gedung-gedung bertingkat menjulang langit, menara Eiffel, sampainya manusia ke bulan di penggal kedua dari abad kedua puluh ini. Janganlah dikatakan bahwa itu pembangunan, kalau kiranya jiwa bertambah jauh dari Allah ﷻ Terasa dan dikeluhkan oleh manusia seisi alam di zaman sekarang dalam kemajuan ilmu pengetahuan ini hidup mereka bertambah sengsara. Kemajuan teknik tidak membawa bahagia, melainkan cahaya. Perang selalu mengancam. Perikemanusiaan tinggal dalam sebutan lidah, namun niat jahat bertambah subur hendak menghancurkan orang lain.
Di daratan memang telah maju pengangkutan, jarak dunia bertambah dekat. Namun hati bertambah jauh. Heran! Banyak orang membunuh diri karena bosan dengan hidup yang serba mewah dan serba mudah ini. Banyak orang yang dapat sakit jiwa. Tepat sambungan ayat, “Supaya mereka deritakan setengah dari apa yang mereka kerjakan “ Dalam sambungan ayat ini terang sekali, bahwa tidaklah semua pekerjaan manusia jahat, bahkan hanya setengah. Seumpama kemajuan kecepatan kapal udara; yang setengah ada faedahnya bagi manusia, sehingga mudah berhubungan. Tetapi yang setengahnya lagi kapal udara itu telah digunakan untuk melemparkan bom, bahkan bom atom, bom hidrogen dan senjata-senjata nuklir.
Kadang-kadang termenung kagum kita memikirkan ayat ini. Sebab dia dapat saja di-tafsirkan sesuai dengan perkembangan zaman sekarang ini. Ahli-ahli pikir yang memikirkan apa yang akan terjadi kelak, ilmu yang diberi nama futurologi, yang berarti pengetahuan tentang yang akan kejadian karena memperhitungkan perkembangan yang sekarang. Misalnya tentang kerusakan yang terjadi di darat karena bekas buatan manusia ialah apa yang mereka namai polusi, yang berarti pe-ngotoran udara, akibat asap dari zat-zat pem-bakar, minyak tanah, bensin, solar, dan se-bagainya. Bagaimana bahaya dari asap pabrik-pabrik yang besar-besar bersama dengan asap mobil dan kendaraan bermotor yang jadi kendaraan orang ke mana-mana. Udara yang telah kotor itu diisap tiap saat sehingga paru-paru manusia penuh dengan kotoran.
Kemudian diperhitungkan orang pula kerusakan yang timbul di lautan. Air laut yang rusak karena kapal tangki yang besar-besar membawa minyak tanah atau bensin pecah di laut. Demikian pula air dari pabrik-pabrik kimia yang mengalir melalui sungai-sungai menuju lautan, kian lama kian banyak. Hingga air laut penuh racun dan ikan-ikan jadi mati. Pernah Sungai Seine di Eropa mengempaskan bangkai seluruh ikan yang hidup dalam air itu, terdampar ke tepi sungai jadi membusuk, tidak bisa dimakan. Demikian pula pernah beratus ribu, berjuta ikan mati terdampar ke tepi Pantai Selat Teberau di antara Ujung Semenanjung Tanah Melayu dan pulau Singapura. Besar kemungkinan bahwa ikan-ikan itu keracunan.
Di ujung ayat disampaikan seruan agar manusia berpikir,
“Mudah-mudahan mereka kembali."
Arti kembali itu tentu sangat dalam. Bukan maksudnya mengembalikan jarum sejarah ke belakang. Melainkan kembali menilik diri dari mengoreksi niat, kembali memperbaiki hubungan dengan Allah ﷻ Jangan hanya ingat akan keuntungan diri sendiri, lalu me-rugikan orang lain. Jangan hanya ingat laba sebentar dengan merugikan bersama, tegasnya dengan meninggalkan kerusakan di muka bumi. Dengan ujung ayat mudah-mudahan, di-tampakkanlah bahwa harapan belum putus.
Ayat 42
“Katakanlah! Mengembaralah di bumi, maka perhatikanlah betapa adanya akibat orang-orang yang terdahulu."
Di sinilah timbul pepatah Minang, “Melihat tuah pada yang menang, melihat celaka pada yang kalah." Bahwasanya sejarah jalan hidup manusia itu adalah sama. Barang mana pun manusia yang sanggup memikul tanggung jawab menjadi Khalifah Allah di muka bumi, bertemulah bekas peninggalan mereka yang baik-baik, akan jadi kenangan dan suri teladan bagi anak cucu. Tetapi barangsiapa yang melalaikan tugasnya, lalu bekas buruk yang mereka tinggalkan, maka akan jelas pulalah bekas yang buruk itu. Umat yang datang kemudian tidak pula akan berubah dari demikian, karena manusia tetaplah manusia dahulu dan sekarang dan nanti.
“Adalah kebanyakan mereka itu musyrik"
Yang berarti bahwa selama mereka itu masih mengingat Allah SWT, masih bertuhan satu, tidaklah mereka akan ditimpa keruntuhan sehancur itu.
Sesudah itu sekali lagi Allah ﷻ berpesan kepada Rasul-Nya,
Ayat 43
“Maka tegakkanlah wajah engkau kepada agama yang lurus."
Di samping Rasul ﷺ disuruh menyampaikan dakwah yang tegas kepada kaumnya dan umat manusia seluruhnya, Allah ﷻ pun memperingatkan kembali supaya dia selalu memperkuat diri, membuat pribadi sendiri jadi teguh dan tabah. Jalannya ialah dengan selalu menegakkan wajah kepada agama yang lurus, agama Islam. Penyerahan diri yang bulat-bulat semata kepada Allah ﷻ"Sebelum bahwa datang hari yang tidak dapat menolaknya dari Allah." Hari yang tidak dapat menolaknya jika Allah ﷻ telah menentukan adalah dua, pertama untuk diri sendiri, kedua untuk alam seluruhnya. Yang bagi diri ialah maut. Maka sampai nyawa bercerai dengan badan janganlah lelah dari muraaqabah, yaitu selalu menegakkan muka dengan penuh kesadaran meneguhkan iman dalam agama itu, jangan dipalingkan muka kepada yang lain, agar mati dalam husnul khatimah.
Yang kedua, ialah bila Kiamat datang. Jika hari itu datang dan dia pun pasti sepasti mati bagi tiap orang, tidaklah dunia ini dapat dielakkan dari saat itu. Bumi ini hanya laksana sebutir pasir kecil saja di samping berjuta bintang di ruang angkasa. Semua kecil di hadapan Allah ﷻ
"Di hari itu mereka akan bercerai-berai." Masing-masing orang akan dibawa untungnya masing-masing menurut timbangan amalnya di dunia. Bercerai-berai, yang masuk surga dan yang masuk neraka. Walaupun ayah dengan anak, suami dengan istri dan keluarga dekat dan jauh, berpisah dibawa untung. Kalau nasib baik, masuk juga ke dalam surga bersama-sama, di sanalah baru bertemu.
Ayat 44
“Barangsiapa yang kafir, maka atasnyalah kafirnya."
Artinya bahwa barangsiapa yang kafir, akibat dari kekafirannya itu akan ditanggung-nya sendiri.
“Dan barangsiapa yang beramal yang saleh, maka mereka telah menyiapkan jalan bagi diri mereka sendiri."
Jelas sekali maksud ayat ini, yaitu bilamana seseorang mengerjakan amalan yang saleh ketika hidup di dunia ini, berarti mereka telah menyiapkan sendiri jalan yang akan ditempuhnya di akhirat kelak, yaitu jalan bahagia, jalan masuk ke dalam surga.
Ayat 45
“Karena itu, “yaitu Allah, “Akan memberikan ganjaran bagi orang-orang yang beriman dan beramal yang saleh-saleh dari karunia-Nya."
Kemudian itu sebaliknya,
“Sesungguhnya Dia tidak suka kepada orang-orang yang kufur."