Ayat

Terjemahan Per Kata
وَلَهُۥ
dan kepunyaan-Nya
مَن
siapa
فِي
di
ٱلسَّمَٰوَٰتِ
langit(jamak)
وَٱلۡأَرۡضِۖ
dan di bumi
كُلّٞ
semua
لَّهُۥ
kepada-Nya
قَٰنِتُونَ
patuh/tunduk
وَلَهُۥ
dan kepunyaan-Nya
مَن
siapa
فِي
di
ٱلسَّمَٰوَٰتِ
langit(jamak)
وَٱلۡأَرۡضِۖ
dan di bumi
كُلّٞ
semua
لَّهُۥ
kepada-Nya
قَٰنِتُونَ
patuh/tunduk
Terjemahan

Milik-Nyalah siapa yang ada di langit dan di bumi. Semuanya tunduk kepada-Nya.
Tafsir

(Dan kepunyaan-Nyalah siapa saja yang ada di langit dan di bumi) sebagai miliknya, makhluk dan hamba-hamba-Nya. (Semuanya hanya kepada-Nya tunduk) yakni taat.
Tafsir Surat Ar-Rum: 26-27
Dan kepunyaan-Nyalah siapa saja yang ada di langit dan di bumi. Semuanya hanya kepada-Nya tunduk. Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan)nya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya. Dan bagi-Nyalah sifat Yang Mahatinggi di langit dan di bumi; dan Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (Ar-Rum: 26-27)
Ayat 26
Firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: Dan kepunyaan-Nyalah siapa saja yang ada di langit dan di bumi. (Ar-Rum: 26) Yaitu milik-Nya dan hamba-hamba-Nya. Semuanya hanya kepada-Nya tunduk. (Ar-Rum: 26) Yakni tunduk dan patuh, baik dengan taat maupun terpaksa.
Di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Darij, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id secara marfu' disebutkan: Setiap lafal qunut yang terdapat di dalam Al-Qur'an artinya tunduk (taat).
Ayat 27
Firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkannya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya. (Ar-Rum: 27) Ibnu Abi Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna ah-wani ialah lebih mudah. Mujahid mengatakan bahwa mengembalikan hidup seperti semula itu lebih mudah daripada menciptakannya pada yang pertama kali.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah dan lain-lainnya. Imam Al-Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Syu'aib, telah menceritakan kepada kami Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: Allah subhaanahu wa ta’aalaa berfirman, "Anak Adam telah mendustakan-Ku, padahal tidak layak baginya berbuat demikian. Anak Adam telah mencaci-Ku, padahal tidak layak baginya berbuat demikian. Adapun kedustaannya kepada-Ku ialah melalui ucapannya yang mengatakan, Allah tidak akan mengembalikan aku menjadi hidup sebagaimana Dia menciptakan aku pada yang pertama kali,' padahal penciptaan yang pertama tidaklah lebih mudah bagi-Ku daripada mengembalikannya seperti semula.
Adapun mengenai caci makinya terhadap-Ku ialah melalui ucapannya yang mengatakan. 'Allah telah mengambil anak,' padahal Aku Tuhan Yang Maha Esa, bergantung segala sesuatu kepada-Ku, Yang tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tiada sesuatu pun yang setara dengan-Nya. Imam Al-Bukhari mengetengahkan hadis ini secara tunggal, sebagaimana dia meriwayatkannya secara tunggal melalui hadis Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Hammam, dari Abu Hurairah dengan lafal yang semisal.
Imam Ahmad telah meriwayatkannya secara munfarid (tunggal) dengan sanad yang sama melalui Hasan ibnu Musa, dari Ibnu Lahi'ah, dari Abu Yunus Salim ibnu Jabir, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dengan lafal yang sama atau semisal Ulama lainnya mengatakan bahwa menciptakan makhluk pada yang pertama kali dan mengembalikannya menjadi hidup bila dikaitkan dengan kekuasaan Allah sama mudahnya. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa semuanya itu mudah bagi Allah. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ar-Rabi' ibnu Khaisam.
Ibnu Jarir cenderung memilih pendapat ini, lalu ia mengemukakan banyak syahid dan memperkuat alasannya. Ibnu Jarir mengatakan bahwa damir yang terdapat di dalam firman-Nya: dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya. (Ar-Rum: 27) merujuk kepada makhluk, yakni lebih memudahkan makhluk untuk dapat hidup kembali. Firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: Dan bagi-Nyalah sifat Yang Mahatinggi di langit dan di bumi. (Ar-Rum: 27) Menurut Ali ibnu AbuTalhah, dari Ibnu Abbas, makna ayat ini sama dengan firman-Nya: tidak ada sesuatu pun yang semisal dengan Dia. (Asy-Syura: 11) Qatadah mengatakan bahwa semisal dengan makna ayat ini ucapan "tidak ada Tuhan selain Dia dan tidak ada Rabb selain Dia." Hal yang semisal telah dikatakan oleh Ibnu Jarir.
Sebagian ulama tafsir saat menyebutkan ayat ini ada yang menyitir kata-kata bersyair dari sebagian ahli tasawwuf yang mengatakan: Apabila kolam itu mulai tenang dengan kejernihannya, dan terhindar dari terpaan angin yang mengusiknya, maka akan terlihatlah padanya pemandangan langit dengan jelas. Begitu pula tampak padanya pemandangan matahari dan juga bintang-bintang.
Hal yang sama terjadi pada kalbu ahli Tajalli; pada kejernihan kalbunya terlihat (kebesaran) Allah Yang Mahabesar. Dia Mahaperkasa, tidak terkalahkan dan tidak tertandingi, bahkan Dia mengalahkan segala sesuatu dan menundukkannya dengan kekuasaan dan pengaruh-Nya Yang Mahabijaksana dalam semua ucapan dan perbuatanNya dipandang dari segi mana pun. Malik dalam tafsirannya sehubungan dengan makna ayat ini melalui riwayat Muhammad ibnul Munkadir yang bersumber darinya menyebutkan bahwa firman-Nya: Dan bagi-Nyalah sifat Yang Mahatinggi. (Ar-Rum: 27) semakna dengan kalimat "Tidak ada Tuhan selain Allah."
Mahasuci dan terpujilah Allah karena hanya milik-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Semuanya hanya kepada-Nya tunduk, patuh dan siap sedia melaksanakan perintah-Nya. 27. Hari kebangkitan bukanlah sesuatu yang mustahil bagi Allah, sebab Dialah yang memulai penciptaan manusia dari tidak ada kemudian mengulanginya dengan membangkitkan kembali menjadi makhluk yang baru, dan yang demikian itu menurut akalmu, wahai orang-orang kafir, mestinya lebih mudah bagi-Nya. Hanya bagi-Nya sifat yang Mahatinggi di langit dan di bumi sebagai Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada yang serupa dengan-Nya, dan penyandang segala kesempurnaan. Dan Dia Yang Mahaperkasa tanpa tandingan, Mahabijaksana dalam penciptaan dan pengurusan-Nya.
Ayat ini merupakan kesimpulan dari ayat-ayat tersebut di atas. Dalam arti bahwa demikianlah kekuasaan dan kebesaran Tuhan. Apa saja yang berada di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya dan tunduk kepada-Nya. Namun demikian, kebanyakan manusia tidak tunduk dan tidak menyembah-Nya. Maka ketetapan yang ada di dalam ayat ini berarti tunduknya tiap-tiap sesuatu yang ada di langit dan bumi kepada iradat dan kehendak Allah. Kehendak-Nya yang mengendalikan semuanya itu sesuai dengan sunah yang telah ditentukan-Nya. Dalam hal ini, semuanya tunduk kepada sunah itu, walaupun manusia dalam perbuatan dan kerjanya ada yang durhaka dan ingkar. Sesungguhnya yang durhaka itu adalah akal dan hati mereka. Adapun yang berkenaan dengan jasad, mereka tunduk dan diatur menurut hukum-hukum alam yang disebut sunatullah. Allah berfirman:
Padahal apa yang di langit dan di bumi berserah diri kepada-Nya, (baik) dengan suka maupun terpaksa, dan hanya kepada-Nya mereka dikembalikan? (ali 'Imran/3: 83)
Selanjutnya ayat-ayat mengenai bukti kebesaran Tuhan tersebut di atas diakhiri dengan peringatan tentang hari kebangkitan, karena hal itu dilupakan manusia.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
SETENGAH DARI TANDA-TANDA KEBESARAN-NYA
Berturut-turut enam ayat di dalam surah ar-Ruum memperingatkan tanda-tanda kebesaran Allah ﷻ adalah anjuran istimewa mengajak manusia. Tidak ada dalam surah yang lain ajakan sampai menunjukkan enam tanda-tanda.
Ayat 20
“Dan setengah dari tanda-tanda kebesanan-Nya."
Keenam ayat ini sama bunyi pangkalnya, yaitu “setengah dari tanda-tanda kebesaran-Nya," yang berarti bahwa ini hanya setengah darinya saja, karena banyak lagi yang lain, yang apabila engkau pergunakan akalmu niscaya dia akan bertemu. “Bahwa Dia jadikan kamu dari tanah."
Di sini kita disuruh memikirkan salah satu dari berbagai aneka ragam tanda kebesaran dan kekuasaan Allah ﷻ Pertama sekali kita ini semuanya pada hakikatnya tidak lain ialah tanah. Guliga diri kita ini diambil dari tanah. Anasir darah yang mengalir dari diri manusia terambil dan terjadi dari tanah.
“Kemudian tiba-tiba kamu jadi manusia yang berkembang biak."
Hidup manusia di muka bumi itulah yang menimbulkan sejarah dan menimbulkan yang kita sebut perikemanusiaan dan tidak kita teringat membuat sejarah perikebinatangan, meskipun binatang itu sendiri pun terjadi dari tanah juga,
Ayat 21
“Dan setengah dari tanda-tanda kebesanan-Nya bahwa Dia ciptakan untuk kamu dari dirimu sendiri akan istri-istri “
Pangkal ayat ini boleh ditafsirkan dengan dua jalan penafsiran. Pertama, kita pakai tafsir yang terbiasa, yaitu insan pertama di muka bumi ialah nenek moyang manusia yang bernama Nabi Adam. Maka adalah riwayat,yang tersebut di dalam hadits yang dirawikan oleh Ibnu Abbas dan lain-lain, bahwa tatkala Nabi Adam itu sedang tidur nyenyak seorang diri di dalam surga jannatun Na'tm, dicabut Allah-lah satu di antara tulang rusuknya sebelah kiri, lalu dijelmakan menjadi seorang manusia itu akan jadi temannya, tetapi diciptakan dia sebagai timbalan dari Adam. Terutama dalam hal kelamin, yaitu pada Adam diberi kelaki-lakian dan pada istri yang diambil dari bagian badan Adam itu diciptakan tanda keperempuanan. Lalu keduanya dikawinkan, tetapi tidak salah kalau kita menyimpang dari tafsir yang biasa itu, kalau kita ingat yang dibahasakan “Dia ciptakan untuk kamu" itu adalah buat seluruh manusia, bukan untuk satu orang nenek yang bernama Adam. Teranglah bahwa yang diambil dari bagian badannya untuk jadi istrinya itu hanyalah Nabi Adam saja. Adapun keturunan Nabi Adam, anak-anak, cucu-cucu, dan cicit Nabi Adam yang telah bertebaran di seluruh permukaan bumi ini, tidaklah seorang juga lagi yang istrinya diambilkan Allah ﷻ dari bagian badannya. Di dalam surah as-Sajdah ayat 7 dan 8 jelas sekali, bahwa yang dijadikan langsung dari tanah hanya Adam (ayat 7). Adapun keturunan Adam diciptakan dari sari pati air yang lemah, yaitu mani (ayat 8).
Maka yang diper“kamu" oleh Allah ﷻ di ayat 22 ini dengan ucapan “Dia ciptakan untuk kamu" dari dirimu sendiri akan istri-istri. Ialah seruan kepada seluruh manusia, bahwa manusia itu sebagai manusia, sebagai cucu Adam pada hakikatnya adalah satu. Ayat 1 dari surah an-Nisaa' telah menjelaskan bahwa penciptaan manusia itu ialah dari nafsin waahidarin, yaitu dan diri yang satu, manusia namanya. Dari manusia yang satu itu juga, bukan diambilkan dari tempat lain, dijadikan akan istri-istrinya. Sesuai dengan hadits Nabi ﷺ
“Dari Anas bin Malik (moga-moga rtdha Allah ﷻ terhadap dirinya), dari Nabi ﷺ, bahwa beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah ﷻ telah mewakilkan dalam hal rahim seorang malaikat. Dia berkata, “Ya Tuhan, apakah akan dijadikan nuthfah!" “Ya Tuhan' Apakah akan diteruskan jadi ‘alaqah' “Ya Tuhan, apakah akan diteruskan jadi mudhgah?" Maka bilamana Allah ﷻ telab menghendaki menciptakannya (jadi anak), berkata pulalah malaikat itu, “Ya Tuhan! Apakah akan jadi orang celaka atau akan jadi orang bahagia! Apakah akan jadi laki-laki atau akan jadi perempuan! Maka bagaimana rezekinya! Maka bagaimana ajalnya! Maka dituliskanlah demikian itu ketika dia masih dalam perut ibunya." (HR Bukhari, Muslim, dan Imam Ahmad bin Hambal)
“Dan Kami ciptakan kamu itu berpasang-pasang." (an-Naba': 8)
Yaitu berlaki-laki berperempuan, ber-jantan berbetina.
Maka dipertemukanlah oleh Allah jodoh di antara kedua pihak si jantan dengan si betina, untuk melanjutkan tugas berkembang biak di muka bumi. “Agar tenteramlah kamu kepadanya." Artinya akan gelisahlah hidup kalau hanya seorang diri karena kesepian, terpencil tidak berteman. Lalu si laki-laki mencari-cari si perempuan sampai dapat dan si perempuan menunggu-nunggu si laki-laki sampai datang. Maka hidup pun dipadukanlah jadi satu. Karena hanya dengan perpaduan jadi satu itulah akan dapat langsung pembiakan manusia. “Dan Dia jadikan di antara kamu cinta dan kasih sayang."
Cinta dan kasih sayang dengan sendirinya tumbuh. Pertama sebab positif selalu ingin menemui negatif, jantan mencari betina dan laki-laki inginkan perempuan. Segala sesuatu mencari timbalannya. Dan yang demikian tidaklah akan terjadi atau membawa hasil yang dimaksudkan, yaitu berkembang biak, kalau tidak dari yang sejenis. Orang yang mendapat sakit syahwat setubuh yang keterlaluan (sex maniac) bisa saja menyetubuhi binatang, misalnya kuda atau sapi. Namun dari per-setubuhan itu tidaklah akan menghasilkan anak Di satu penyelidikan kedokteran tentang biologi telah dicoba orang mengawinkan seorang perempuan manusia dengan gorila atau monyet besar. Mereka dapat bersetubuh dengan puas, tetapi anak tidak ada. Itulah hikmah makanya dari “kamu sendiri dijadikan akan istri-istri kamu."
Tentang mawaddatan wa rahmatan. Cinta dan kasih sayang yang tersebut dalam ayat itu, dapatlah kita menafsirkan bahwa mawaddatan yang kita artikan dengan cinta ialah kerinduan seorang laki-laki kepada seorang perempuan dan seorang perempuan kepada seorang laki-laki yang dijadikan Allah ﷻ tabiat atau kewajaran dari hidup itu sendiri. Tiap-tiap laki-laki yang sehat dan perempuan yang sehat, senantiasa mencari teman hidup yang disertai keinginan menumpahkan kasih yang disertai kepuasan bersetubuh. Bertambah terdapat kepuasan bersetubuh, bertambah termaterai-lah mawaddatan atau cinta kedua belah pihak. Oleh sebab itu, tidak ada salahnya dalam pandangan ajaran Islam jika kedua belah pihak suami-istri membersihkan badan, bersolek, berharum-haruman, wangi-wangian, hingga kasih mesra mawaddatan itu bertambah mendalam kedua belah pihak.
Tetapi sudahlah nyata, bahwa syahwat setubuh itu tidaklah terus-menerus selama hidup. Apabila badan sudah mulai tua, laki-laki sudah lebih dari 60 tahun dan perempuan sudah mencapai 50 tahun, syahwat setubuh dengan sendirinya mulailah mengendur. Tetapi karena hidup bersuami-istri itu bukan semata-mata mawaddatan, bertambah mereka tua, bertambahlah kasih mesra kedua pihaknya bertambah dalam. Itulah dia rahmatan, yang kita artikan kasih sayang. Kasih sayang lebih mendalam dari cinta. Bertambah mereka tua bangka, bertambah mendalam rahmatan kedua belah pihak. Apatah lagi bila melihat anak-anak dan cucu-cucu sudah besar-besar, sudah dewasa, bahkan sudah tegak pula ke tengah masyarakat.
Teranglah di sini bahwa hubungan laki-laki dan perempuan adalah satu di antara ayat-ayat Allah ﷻ atau satu di antara berbagai ragam kebesaran Allah ﷻ Dia bukanlah dosa, sebagaimana disangka oleh setengah pemimpin pikiran dari agama Kristen. Ditanam-kan dalam jiwa sejak kecil bahwa terjadinya hubungan kelamin laki-laki dengan perempuan adalah tersebab dosa Adam. Setengah mereka menafsirkan buah Khuldi yang termakan oleh Adam dan Hawa dalam surga ‘Adn itu ialah setubuh.
Islam tidak mengajarkan demikian. Dengan ayat ini ditunjukkan bahwa hubungan laki-laki dengan perempuan adalah salah satu dari ayat-ayat atau tanda-tanda kebesaran Allah ﷻ Itu mesti terjadi, kalau tidak maka punahlah manusia di dunia ini. Maka untuk mengatur hidup itu supaya berjalan dengan wajar dan teratur, dijelaskanlah bahwa agama itu gunanya ialah untuk menjaga yang lima perkara. Pertama, menjaga agama itu sendiri. Kedua, menjaga akal supaya jangan rusak. Ketiga, menjaga jiwa supaya jangan binasa menurut yang yang tidak wajar. Keempat, menjaga harta benda dan kelima menjaga keturunan.
1) Untuk menjaga agama mesti diadakan pemerintahan yang teratur. Dilarang murtad.
2) Untuk menjaga akal diperintahkan belajar dan menambah ilmu pengetahuan. Dilarang keras meminum minuman dan memakan makanan yang dapat merusakkan akal.
3) Dijaga hak hidup seseorang. Terlarang membunuh manusia atau membunuh diri sendiri, kecuali menurut peraturan yang telah tertentu, seumpama jiwa bayar jiwa.
4) Dijaga harta benda, diakui hak milik, dianjurkan berniaga, berusaha, bertani dan sebagainya pekerjaan yang halal. Dilarang mencuri, menipu harta orang, merampok, korupsi, dan sebagainya.
5) Disuruh bernikah kawin, dibenci melakukan talak kalau tidak terpaksa sangat, dilarang berzina dan segala hubungan kelamin di luar nikah. Sebab Allah ﷻ telah menyatakan bahwa manusia itu adalah makhluk Allah ﷻ yang termulia dan bersopan santun, mempunyai akhlak yang tinggi. Sebab itu, hendaklah seorang manusia menghargai dirinya sendiri, sebab Allah ﷻ telah menghargainya. Manusia baru mempunyai kebanggaan diri dari sebab keturunannya.
“Sesungguhnya pada yang demikian adalah tanda-tanda bagi kaum yang berpikir."
Ujung ayat memberi ingat kepada manusia agar mereka pikirkan ini kembali. Kenangkan baik-baik. Cobalah pikirkan bagaimana jadinya dunia ini, kalau kiranya manusia berhubungan di antara satu dengan yang lain, laki-laki dengan perempuan sesuka hatinya saja. Tidak ada peraturan yang bernama nikah dan tidak ada peraturan yang bernama talak. Lalu jika bertemu orang mengawan1 saja laksana binatang, sampai perempuan itu hamil. Lalu si laki-laki pergi dan mengawan lagi dengan perempuan lain, dan seorang perempuan menyerahkan dirinya pula kepada segala laki-laki yang disukai atau menyukai dia. Kalau terjadi demikian, niscaya tidaklah begini dunia sekarang, dan tidaklah ada kebudayaan, tidaklah ada rasa cemburu.
Di sinilah menyuruh kita memikirkan sekali lagi, terutama di zaman dunia telah dipengaruhi oleh paham zindiq, paham ateis, yang memandang segala sesuatu hanya dari segi materialis semata-mata, lalu dibandingkan dengan dasar ajaran agama.
Pokok ajaran agama ialah manusia itu adalah makhluk Allah ﷻ paling dimuliakan oleh Allah SWT, ditinggikan derajatnya di muka bumi. Dikatakan bahwa asal-usul kedatangan mereka ialah dari dalam surga ‘Adn. Sedang pokok ajaran Materialisme yang dimulai oleh Charles Darwin dan dijadikan dasar filsafat Histori Materialisme Komunis Karl Marx, bahwa manusia itu seasal dari monyet, bukan dari surga.
Kaum Materialis mencemoohkan surga itu. Mereka mengatakan, bahwa hal-hal yang tidak ada dalam kenyataan, yang hanya namanya saja yang ada, sedang barangnya tiada, artinya ialah tidak ada juga. Bahkan kata-kata yang ditentukan untuk umum, tidak tertentu kepada suatu barang, seumpama kata-kata (kalimat) yang disebut manusia, pada hakikatnya tidaklah ada. Sebab yang ada hanyalah tiap-tiap orang. Paham ini dinamai dalam filsafat, Nominalisme, yang berarti paham serbanama.
Sejarah dunia telah berjalan ribuan tahun. Yang nyatanya, bahwa yang menjaga se-hingga derajat kemanusiaan bertambah tinggi tidak lain ialah agama. Dan bilamana paham materialisme mulai memasukkan pengaruhnya, di waktu itulah kemanusiaan itu akan jatuh martabatnya dan dia sendiri yang menghancurkan sejarahnya.
Ayat 22
“Dan setengah dari tanda-tanda kebesaran-Nya ialah penciptaan semua langit dan bumi dan berlainan bahasa-bahasa kamu dan warna-warna kulit kamu."
Dalam susunan ayat ini seorang yang berpengertian disuruh terlebih dahulu Sesudah menengadah melihat langit dan menekur meninjau bumi, orang disuruh kembali melihat dirinya sendiri."Dan berlainan bahasa-bahasa kamu dan warna-warna kamu." Itu pun menjadi salah satu tanda pula dari berbagai tanda kebesaran Allah ﷻ Terutama perlainan, meskipun manusia hidup di atas satu bumi, di bawah kolong dari satu langit, namun terdapatlah bahasa yang berbagai-bagai. Ada bahasa Inggris, ada bahasa Perancis, ada bahasa Jerman, ada bahasa Rusia, dan berbagai bahasa lagi di Eropa Timur, dan ada bahasa Italia, ada bahasa Spanyol, jangankan demikian, sedangkan di tanah air Indonesia, negara kepulauan ini saja, tidak kurang dari tiga ratus bahasa daerah, yang kalau tidaklah ada bahasa persatuan Indonesia, yang dahulunya bernama bahasa Melayu, yang jadi bahasa lingua franca yang mempersatukan pulau-pulau ini, alangkah sukarnya buat menjadi sebuah negara besar.
Di samping perlainan bahasa yang berbagai ragam, entah berapa ribu banyak bahasa di dunia terdapat pula perlainan warna kulit, warna muka. Kulit kuning, kulit putih, dan kulit hitam dan kulit sawo matang dan kulit merah di Amerika pada bangsa Indian. Termasuk juga dalam perlainan warna kulit ialah bentuk keindahan wajah insani. Di waktu menulis Tafsir ini tidaklah kurang dari 4.000.000.000 atau empat miliar penduduk dunia ini, namun tidaklah ada yang serupa. Hanya kelihatan sepintas lalu mereka sesama manusia, namun Allah ﷻ menakdirkan buat tiap-tiap diri ada kepribadian sendiri yang berbeda satu sama lain. Sampai-sampai pun kepada ujung jari, yang bernama sidik jari, sampai pun kepada raut muka, bentuk mata, bentuk hidung, bentuk telinga, tidak ada yang serupa; yang satu melaini yang lain. Alangkah kaya Allah ﷻ dengan rupa dan bentuk yang demikian. Sudah sekian ratus tahun manusia hidup di dunia, yang datang dan yang pergi, dan ada lagi yang akan datang, menggantikan yang sekarang yang pasti pergi jika datang ajalnya, namun yang serupa tidak ada. Sungguh suatu keajaiban yang dahsyat.
“Sesungguhnya pada yang demikian adalah tanda-tanda bagi orang-orang yang berpengetahuan."
Ujung ayat ini membayangkan tentang pentingnya orang mempunyai ilmu penge-tahuan di samping pada ayat yang sebelumnya orang dianjurkan buat berpikir. Bahkan segala tanda-tanda yang telah disebutkan itu sungguh-sungguh menggalakkan manusia untuk berpikir dan belajar. Mengajak manusia mendirikan berbagai universitas dengan berbagai fakultas. Ilmu alam yang meminta pengetahuan tentang bintang-bintang di langit, ilmu bumi tempat kita berdiam. Sangat banyak ilmu yang timbul di atas permukaan bumi ini. Yang ber-kenaan dengan kemanusiaan saja berbagai cabang bagiannya: etnologi, antropologi, sosiologi, psikologi, histori, ilmu purbakala (arkeologi), ekonomi, politik, dan sosial. Belum tentang bumi itu sendiri dengan berbagai ragam ilmunya: ilmu tumbuh-tumbuhan, ilmu pertambangan, ilmu berkebun, ilmu tentang hidup (ilmu hayat) yang mengenai manusia, binatang, serangga, ikan, dan burung. Ilmu tentang lautan dengan berbagai ragamnya (oseanologi). Dan semuanya itu bertali pula dengan ilmu alat penting sejak dari ilmu ukur, ilmu berhitung, dan berbagai macam ilmu pasti yang akan membawa kepada teknologi.
Ayat 23
“Dan setengah dari tanda-tanda kebesaran-Nya, tidur kamu di waktu malam dan siang"
Apabila matahari telah terbenam udara yang panas berubah jadi sejuk. Kesejukan udara dan bumi yang diliputi gelap menyebabkan keadaan yang demikian jadi sesuai untuk istirahat, maka mata pun meluyu tidur. Siang hari pun kadang-kadang karena kepayahan kita pun tidur di waktu yang dinamai dalam bahasa Arab waqtu qailulah, di waktu itu pun kadang-kadang kita mengambil istirahat, walaupun hanya sejenak.
“Dan usaha kamu mencari sebagian dari karunia-Nya." Yaitu semenjak matahari telah terbit, terbukalah waktu lapang buat berusaha mencari kebahagiaan dari karunia Allah ﷻ untuk hidup, mencari minum dan makan, untuk mencari nafkah perbelanjaan anak dan istri, membangun rumah tangga sederhana, kendaraan yang jadi sebagian keperluan berusaha dan menghubungi tetangga dan masyarakat sehingga setiap hari siang yang kita lalui, penuhlah dengan amal bakti yang saleh dan timbul dari iman.
“Sesungguhnya pada yang demikian adalah tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan."
Perhatikan pulalah ujung ayat yang menyebutkan tentang orang-orang yang sukamen-dengarkan, suka memasang pendengarannya. Karena dengan pancaindra, di antara kelima indra yang menghubungkan pribadi tiap-tiap kita dengan alam keliling kita ialah melihat dan mendengar.
Ayat 24
“Dan setengah dari tanda-tanda kebesaran-Nya ialah Dia perlihatkan kepada kamu kilat, menimbulkan ketakutan dan keinginan."
Sekarang kita disuruh melihat dengan mata kepala sendiri betapa dahsyat tanda kebesaran Allah ﷻ itu di ruang angkasa. Mula-mula kelihatanlah langit yang tadinya cerah, tidak berawan panas matahari laksana membakar. Tiba-tiba mulailah angin berembus, mulanya sepoi tetapi tidak lama kemudian sudah mulai embusannya itu keras. Di lihat ke langit, dalam masa yang tidak lama, hanya dari menit ke menit, bukan dari jam ke jam, awan tadi mulai berkumpul dan bergumpal. Mulanya memutih tetapi dengan segera menjadi berwarna hitam dan kian pekat. Mulailah kedengaran guruh agak keras dan angin pun ber-tambah keras. Tiba-tiba memancarlah sinar listrik yang kita namai kilat atau petir itu, cepat sekali, laksana cemeti memukul di ruang angkasa. Sejenak saja sesudah kilat yang hebat itu kedengaranlah bunyi petir atau petus yang sangat dahsyat bunyinya, lebih berpuluh kali hebatnya dari letusan bom atau meriam bikinan manusia. Ketika itu tumbuhlah takut, demi mendengar bunyi dahsyat sesudah melihat cemeti kilat. Tetapi takut bercampur dengan keinginan, yaitu keinginan agar hujan segera turun. Karena sudah lama kemarau saja.
Sesudah itu barulah, “Dan Dia turunkan air dari langit." Yaitu hujan, “Maka hiduplah dengan sebabnya bumi itu sesudah matinya," yaitu dengan sebab telah turunnya air dari langit itu, yaitu dari angkasa yang di atas kita itu, yang disebut langit karena tingginya. Turun air itu dari sana, menjadilah hujan. Hujan yang telah lama ditunggu. Hujan yang telah lama dinantikan dengan penuh keinginan dan harapan.
Maka di penutup ayat ini, Allah ﷻ berfirman, “Sesungguhnya pada yang demikian." Yaitu pada kilat yang sabung-menyabung, laksana cemeti malaikat melecut setan yang gentayangan di udara layaknya, lalu diiringi oleh petir atau petus yang dahsyat bunyinya hingga menimbulkan ngeri dan takut, tetapi keinginan akan turunnya hujan masih tetap ada pada manusia karena keduanya itu, takut dan ingin, adalah naluri ataugharizah manusia belaka, yaitu insting ingin mempertahankan hidup. Maka semuanya itu,
“Adalah tanda-tanda bagi kaum yang berakal."
Barang maklum, bahwa tanda-tanda kebesaran Allah ﷻ yang sebanyak itu tidak-lah akan dapat ditanggapi kalau alat tidak ada. Pikiran mesti diasah, kecerdasan mesti diper-tinggi. Berpikir yang teratur dengan logika atau dengan belajar ilmu pasti. Dengan itu pula kita mencari ilmu pengetahuan, mengadakan survei dan riset. Pendengaran mesti dipertajam. Supaya orang jangan lupa bahwa bukan mata saja yang melihat, telinga pun mesti dinyaringkan. Dan puncak dari semuanya itu ialah akal.
Ayat 25
“Dan setengah dari tanda-tanda kebesanan-Nya bahwa berdirilah langit dan bumi dengan kehendak-Nya."
Dalam ayat ini telah dijelaskan bahwa berdiri keduanya itu adalah atas kehendak Allah ﷻ atau atas perintah-Nya. Kita boleh menyelidik lebih dalam tentang teori Isaac Newton tentang hubungan daya tarik di antara bumi dan langit atau di antara bintang dengan bintang. Jarak ukuran yang tertentu di antara yang satu dengan yang lain, menyebabkan tidak ada yang jatuh, tidak ada yang gugur."Kemudian itu apabila Dia memanggil kamu dengan sekali panggil dari bumi." Masing-masing kita yang hidup di atas bumi ini, jika telah sampai ajal kita pun mati. Kembalilah tubuh kita kepada asal tempat dia diambil. Hancurlah dia di sana menurut undang-undang alam yang telah tertentu. Kemudian Kiamat pun datang.
Begitu pulalah tafsiran dari ujung ayat,
“Tiba-tiba kamu pun dikeluarkan."
Yakni setelah siap wajah bumi diganti, manusia pun dipanggil dengan Israfil meniup serunai sangkakala. Semua manusia dikeluarkan dari dalam bumi lama untuk hidup kekal dalam bumi yang baru. Bumi telah berubah dari yang dahulu, langit pun telah berubah dari langit yang dahulu, malah manusia pun telah pula berubah dari manusia yang dahulu, ialah manusia yang akan menerima khuluud, abadi. Akan datang menghadap Allah SWT, untuk diperhitungkan dan untuk menentukan di antara dua tempat, surga atau neraka.
Ayat 26
“Dan kepunyaan-Nyalah siapa pun yang berada di semua langit dan bumi."
Dari Dia datangnya semua dan kepada-Nya akan kembali. Tumbuh, subur, berdaun, dan berbuah lalu kian tua, gugur, dan akhirnya mati. Begitu semuanya, masing-masing me-nurut apa yang Dia tentukan.
“Semuanya hanya kepada-Nya saja bertanduk."
Tidak ada yang dapat bertahan. Diibaratkan kepada manusia sendiri. Banyaklah di antara manusia itu yang tidak sadar akan kebenaran Allah ﷻ dan engganlah dia menempuh maut, bahkan mengenangkan mati itu saja pun dia takut. Namun dia pasti mati juga. Dia mesti tunduk kepada ketentuan Allah ﷻ
Ayat 27
“Dan Dialah yang memulai penciptaan, kemudian mengembalikannya dan itu lebih."
Firman Allah ﷻ ini adalah peringatan bagi orang yang ragu akan pastinya hari Kiamat. Allah ﷻ telah memulai menciptakan manusia, bahkan menciptakan langit dan bumi. Sebagaimana dikatakan dalam ayat 25, semuanya yang ada ini akan binasa, manusia akan mati, langit dan bumi akan tenggelam dan hancur. Tetapi bumi dan langit akan digilirkan dengan bumi dan langit baru, dan manusia pun akan dipanggil supaya hidup kembali. Itu adalah mudah bagi Allah Yang Mahakuasa. Dia yang memulai penciptaan dan Dia pula yang akan menghidupkannya kembali. Menghidupkan kembali itu lebih mudah bagi Allah ﷻ daripada penciptaan semula. “Dan bagi-Nyalah segala perumpamaan yang mahaagung di semua langit dan bumi". Segala sifat yang terpuji dan mulia, pada Allah-lah puncak keagungan dan kesempurnaannya. Kalau misalnya kita menyebut perihal hidup, maka Allah-lah sumber hidup sejati dari segala yang hidup. Dan segala yang hidup ini jika datang ajalnya, dia pasti mati. Namun Allah ﷻ tidak akan pernah mati selamanya.
“Dan Dia adalah Mahaperkasa, Mahabijaksana."
Mahaperkasa, berwibawa, berdisiplin, maka keras aturannya, selamat siapa yang me-matuhi dan celaka siapa yang mengingkari. Mahabijaksana, sehingga dikirim-Nya terlebih dahulu utusan-utusan, rasul-rasul dan nabi-nabi yang terpilih dan kalangan manusia sendiri buat menyampaikan pesan-pesan dan peringatan-Nya kepada manusia, agar mereka menempuh jalan yang benar dan mulia, supaya selamat hidup di dunia dan bahagia di akhirat. Sehingga kalau ada orang yang menempuh jalan salah, lalu terlempar ke dalam neraka Jahannam, mereka tidak lagi akan menyesal kepada Allah SWT, sebab pemberitahuan dan bimbingan telah diberikan lebih dahulu.
***
Ayat 28
“Dia (Allah) telah membuat untuk kamu perumpamaan dari diri kamu sendiri."
Supaya dapat kamu pahamkan betapa pentingnya tauhid itu, kepercayaan tentang Ke-esaan Allah SWT, yang tidak bisa dipersekutukan dengan yang lain. Apabila perumpamaan ini telah kami pahamkan dan renungkan niscaya kamu tidak akan suka lagi mempersekutukan yang lain dengan Allah ﷻ “Apakah ada di antara hamba-hamba yang dimiliki oleh tangan kananmu suatu persekutuan pada rezeki yang Kami anugerahkan kepadamu, sehingga kamu sama-sama berhak?"
Yang dimiliki oleh tangan kanan ialah kata lain untuk orang yang tidak merdeka, yaitu hamba sahaya atau budak. Seorang budak tidaklah dia merdeka dan tidaklah dia duduk sama rendah, tegak sama tinggi dengan tuan yang mempunyai dia. Harta milik kepunyaan tuan yang mempunyai budak itu tidaklah berkongsi mempunyai dengan budak yang dimilikinya itu. Bahkan budak itu sama saja nilainya dengan barang-barang rezeki yang diberikan Allah ﷻ kepada seseorang. Misalkan seorang tuan yang merdeka menyuruh budaknya bekerja mengurus kebun, mencangkul sawah, atau menggembalakan kambing atau melayani kedai tempat berjualan. Teranglah, bahwa budak itu tidak turut berkongsi dengan tuannya itu menguasai dan mempunyai barang-barang kekayaan tuannya itu. “Kamu takut kepada mereka setakut kamu kepada diri kamu sendiri?" Takut misalnya akan rugi, karena takut kongsinya marah dan kecil hati.
“Seperti demikianlah Kami menguraikan tanda-tanda bagi kaum yang berakal."
Di sini diperingatkanlah suatu hal yang digali dari perasaan wajar manusia sendiri. Kalau dia berbudak, tidaklah manusia merdeka itu merasa berkongsi dengan budak itu atas harta kekayaan si tuan sendiri. Si budak pun akan insaf, jangankan berkongsi mempunyai harta kepunyaan tuannya dengan dia, sedang dirinya sendiri pun dia tidak berkongsi lagi dengan tuannya. Inilah kemalangan nasib jadi budak.
Ayat 29
“Tetapi orang-orang yang zalim telah mengikuti hawa nafsu mereka tidak dengan ilmu."
Orang-orang yang zalim ialah orang yang aniaya. Sebab orang itu melawan hati nuraninya sendiri, lalu disembahnya barang yang tidak patut disembah karena ilmu tentang Allah ﷻ yang sejati tidak ada padanya. Oleh sebab mereka telah aniaya dan berjalan di dalam gelap karena tidak ada ilmu, pastilah dia tersesat. Kalau mereka telah tersesat, “Maka siapakah yang akan memberi petunjuk bagi orang-orang yang telah disesatkan Allah?" Dalam ayat ini jelas sekali bahwa mereka dijadikan Allah ﷻ tersesat karena mereka sendiri yang zalim, aniaya, tidak mau menempuh jalan yang benar, dan tidak mau menuntut ilmu tentang hakikat kebenaran. Yang akan dapat menolongnya melepaskannya dari jalan yang sesat itu hanya Allah ﷻ saja. Yang lain tidak sanggup.
“Dan tidaklah ada bagi mereka siapa jua pun yang akan menolong."
Oleh sebab itu, sejak semula hendaklah manusia sudi menerima kebenaran. Sudi me-nuruti jalan yang telah digariskan oleh rasul ﷺ. Karena kalau sekali telah salah memilih jalan, lalu terpotong ke jalan salah, keluar dari garis jalan yang lurus, dia pasti terjungkir ke dalam lurah yang dalam. Di waktu itu tidak ada orang yang dapat menolongnya lagi, kecuali hanya menunggu kasihan Allah ﷻ jua.