Ayat
Terjemahan Per Kata
إِنَّ
sesungguhnya
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَفَرُواْ
kafir/ingkar
وَمَاتُواْ
dan mereka mati
وَهُمۡ
dan/sedang mereka
كُفَّارٞ
(dalam) kekafiran
فَلَن
maka tidak
يُقۡبَلَ
diterima
مِنۡ
dari
أَحَدِهِم
seorang diantara mereka
مِّلۡءُ
sepenuhnya
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
ذَهَبٗا
emas
وَلَوِ
walaupun
ٱفۡتَدَىٰ
dia menebus diri
بِهِۦٓۗ
dengannya (emas)
أُوْلَٰٓئِكَ
mereka itu
لَهُمۡ
bagi mereka
عَذَابٌ
siksa
أَلِيمٞ
yang pedih
وَمَا
dan tidak
لَهُم
bagi mereka
مِّن
dari
نَّـٰصِرِينَ
penolong
إِنَّ
sesungguhnya
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَفَرُواْ
kafir/ingkar
وَمَاتُواْ
dan mereka mati
وَهُمۡ
dan/sedang mereka
كُفَّارٞ
(dalam) kekafiran
فَلَن
maka tidak
يُقۡبَلَ
diterima
مِنۡ
dari
أَحَدِهِم
seorang diantara mereka
مِّلۡءُ
sepenuhnya
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
ذَهَبٗا
emas
وَلَوِ
walaupun
ٱفۡتَدَىٰ
dia menebus diri
بِهِۦٓۗ
dengannya (emas)
أُوْلَٰٓئِكَ
mereka itu
لَهُمۡ
bagi mereka
عَذَابٌ
siksa
أَلِيمٞ
yang pedih
وَمَا
dan tidak
لَهُم
bagi mereka
مِّن
dari
نَّـٰصِرِينَ
penolong
Terjemahan
Sesungguhnya orang-orang yang kufur dan mati sebagai orang-orang kafir tidak akan diterima (tebusan) dari seseorang di antara mereka sekalipun (berupa) emas sepenuh bumi, sekiranya dia hendak menebus diri dengannya. Mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang pedih dan tidak ada penolong bagi mereka.
Tafsir
(Sesungguhnya orang-orang kafir dan mati dalam kekafiran tidaklah akan diterima dari seorang pun di antara mereka sepenuh bumi) maksudnya suatu jumlah yang banyaknya seisi bumi ini (berupa emas yang digunakannya sebagai penebus diri mereka) fa dimasukkan kepada khabar inna karena serupanya lafal alladziina dengan syarat dan sebagai pemberitahuan tentang sebab tidak diterimanya tebusannya terhadap orang yang mati dalam kekafiran itu. (Bagi mereka disediakan siksa yang pedih) atau menyakitkan (dan sekali-kali mereka tidak punya pembela) yang akan membela dan melindungi mereka dari siksaan itu.
Tafsir Surat Ali-'Imran: 90-91
Sesungguhnya orang-orang yang kafir sesudah beriman, kemudian bertambah kekafirannya, sekali-kali tidak akan diterima tobatnya; dan mereka itulah orang-orang yang sesat.
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang di antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus dirinya dengan emas (sebanyak) itu. Bagi mereka itu azab yang pedih dan sekali-kali mereka tidak memperoleh penolong.
Ayat 90
Allah ﷻ berfirman mengancam dan memperingatkan orang yang kafir sesudah beriman, kemudian kekafirannya makin bertambah, yakni terus-menerus dalam kekafirannya hingga mati, bahwa tobat mereka tidak diterima di saat matinya. Makna ayat ini sama dengan ayat lain, yaitu firman-Nya: “Dan tidaklah tobat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka.” (An-Nisa: 18), hingga akhir ayat. Karena itulah maka dalam ayat ini Allah ﷻ berfirman: “Sekali-kali tidak akan diterima tobatnya; dan mereka itulah orang-orang yang sesat.” (Ali Imran: 90) Yakni mereka keluar dari jalan kebenaran menuju ke jalan kesesatan.
Al-Hafidzh Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Bazi', telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Zurai', telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Abu Hindun, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa ada suatu kaum masuk Islam, setelah itu mereka murtad, lalu masuk Islam lagi, dan murtad kembali. Kemudian mereka mengirimkan utusan kepada kaumnya, meminta kepada kaumnya untuk menanyakan hal tersebut bagi mereka. Lalu kaum mereka menceritakan hal tersebut kepada Rasulullah ﷺ. Maka turunlah ayat berikut, yaitu firman-Nya: “Sesungguhnya orang-orang kafir sesudah beriman, kemudian bertambah kekafirannya, sekali-kali tidak akan diterima tobatnya.” (Ali Imran: 90) Demikianlah bunyi riwayat Al-Bazzar, sanadnya adalah jayyid (bagus).
Kemudian Allah ﷻ berfirman: ‘Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang di antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus dirinya dengan emas (sebanyak) itu.” (Ali Imran: 91)
Maksudnya, barang siapa yang mati dalam keadaan kafir, maka tidak akan diterima darinya suatu kebaikan pun untuk selama-lamanya, sekalipun dia telah menginfakkan emas sepenuh bumi yang menurutnya dianggap sebagai amal taqarrub (mendekatkan diri kepada Allah).
Seperti yang pernah ditanyakan kepada Nabi ﷺ tentang hal Abdullah ibnu Jad'an. Abdullah ibnu Jad'an semasa hidupnya gemar menjamu tamu, memberikan pertolongan kepada orang miskin, dan memberi makan orang kelaparan. Pertanyaan yang diajukan kepada beliau ialah, "Apakah hal itu bermanfaat baginya?" Maka Rasulullah ﷺ menjawab: “Tidak, sesungguhnya dia belum pernah mengucapkan barang sehari pun sepanjang hidupnya, ‘Ya Tuhanku, ampunilah semua kesalahanku di hari pembalasan nanti’."
Demikian pula seandainya dia menebus dirinya dengan emas sepenuh bumi, niscaya hal itu tidak akan diterima darinya. Seperti yang dinyatakan di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
“Dan tidak akan diterima darinya suatu tebusan pun dan tidak akan memberi manfaat kepadanya suatu syafaat pun.” (Al-Baqarah: 123)
“Yang pada hari itu tidak ada jual beli dan persahabatan.” (Ibrahim: 31) “Sesungguhnya orang-orang yang kafir, sekiranya mereka mempunyai apa yang di bumi ini seluruhnya dan mempunyai yang sebanyak itu (pula) untuk menebus diri mereka dengan itu dari azab di hari kiamat, niscaya (tebusan itu) tidak akan diterima dari mereka, dan mereka mendapat azab yang pedih.” (Al-Maidah: 36)
Karena itulah dalam ayat berikut ini disebutkan: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang di antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus dirinya dengan emas (sebanyak) itu.” (Ali Imran: 91) Huruf ataf (wawu) yang terdapat di dalam firman-Nya: “walaupun dia menebus diri dengan emas (sebanyak) itu.” (Ali Imran: 91) di-'ataf-kan kepada jumlah yang pertama. Hal ini menunjukkan bahwa yang kedua adalah bukan yang pertama. Pendapat yang kami kemukakan ini lebih baik daripada pendapat yang mengatakan bahwa huruf wawu di sini adalah zaidah (tambahan).
Makna ayat ini menyimpulkan bahwa tidak ada sesuatu pun yang dapat menyelamatkan dirinya dari azab Allah, sekalipun dia telah menginfakkan emas sebesar bumi. Walaupun dia berupaya menebus dirinya dari azab Allah dengan emas sebesar bumi yang beratnya sama dengan berat semua gunung-gunung, semua lembah-lembah, semua tanah, pasir, dataran rendah dan hutan belukarnya, serta daratan dan lautannya (niscaya tidak akan diterima).
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, telah menceritakan kepadaku Syu'bah, dari Abu Imran Al-Juni, dari Anas ibnu Malik, bahwa Nabi ﷺ bersabda: "Dikatakan kepada seorang lelaki penghuni neraka kelak di hari kiamat, ‘Apakah yang akan kamu lakukan seandainya kamu mempunyai segala sesuatu yang ada di permukaan bumi, apakah itu akan engkau pakai untuk menebus dirimu (dari azab-Ku)?’ Ia menjawab, ‘Ya.’ Allah berfirman, ‘Padahal Aku menghendaki darimu hal yang lebih ringan daripada itu. Sesungguhnya Aku telah mengambil janji darimu ketika kamu masih berada di dalam tulang sulbi kakek moyangmu, yaitu Adam; agar kamu tidak mempersekutukan Aku dengan sesuatu pun. Tetapi kamu menolak dan tetap mempersekutukan (Aku)’."
Demikian pula apa yang diketengahkan oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim.
Jalur lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Sabit, dari Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Didatangkan seorang lelaki dari penduduk surga, lalu dikatakan kepadanya, ‘Wahai anak Adam, bagaimanakah kamu temukan tempat kedudukanmu?’ Lelaki itu menjawab, ‘Wahai Tuhanku, (aku temukan tempat tinggalku adalah) sebaik-baik tempat tinggal.’ Allah berfirman, ‘Mintalah dan berharaplah.’ Lelaki itu menjawab, ‘Aku tidak akan meminta dan berharap lagi, kecuali kumohon Engkau mengembalikan aku ke dunia, lalu aku akan berperang hingga gugur di jalan-Mu,’ sebanyak sepuluh kali ia mengatakan demikian karena keutamaan yang dirasakannya berkat mati syahid.
Dan didatangkan pula seorang lelaki dari penduduk neraka, lalu dikatakan kepadanya, ‘Wahai anak Adam, bagaimanakah kamu temukan tempat tinggalmu?’ Ia menjawab, ‘Wahai Tuhanku (aku temukan tempat tinggalku adalah) seburuk-buruk tempat tinggal.’ Dikatakan kepadanya, ‘Apakah engkau mau menebus dirimu dari (azab)-Nya dengan emas sepenuh bumi?’ Ia menjawab, ‘Ya, wahai Tuhanku.’ Allah berfirman, ‘Kamu dusta, karena sesungguhnya Aku pernah memintamu melakukan hal yang lebih ringan daripada itu dan lebih mudah, tetapi kamu tidak mau melakukannya.’ Lalu lelaki itu dicampakkan kembali ke dalam neraka.”
Karena itulah dalam ayat ini disebutkan: “Bagi mereka itu azab yang pedih dan sekali-kali mereka tidak memperoleh penolong.” (Ali Imran: 91) Yakni tidak ada seorang pun yang dapat menyelamatkan mereka dari azab Allah, dan tidak ada seorang pun yang melindungi mereka dari siksa-Nya yang amat pedih.
[Inilah akhir juz ke-4]
Sungguh, orang-orang yang kafir dan terus-menerus dalam kekafirannya hingga mereka mati dalam kekafiran, maka tidak akan diterima tebusan dari seseorang di antara mereka sekalipun berupa emas sepenuh bumi, sekiranya dia hendak menebus diri-nya dari azab Allah dengan harta tebusan-nya itu. Sebab, mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang pedih dan tidak memperoleh penolong, karena saat itu hanya Allah yang bisa menolong. Ayat ini memberi pemahaman bahwa sebanyak apa pun infak seseorang itu tidak akan diterima jika perbuatan yang dilakukan tersebut justru akan menghapus pahala dari amal itu sendiri, seperti syirik Pada ayat sebelumnya dijelaskan bahwa orang yang meninggal dalam kekufuran, maka sebesar apa pun harta dan infak yang mereka keluarkan, tidak akan bisa dijadikan tebusan agar mereka bebas dari azab Allah. Pada ayat ini dijelaskan tentang harta dan infak yang bermanfaat hendaknya harta yang dicintai, karena kamu tidak akan memperoleh kebajikan yang paling utama dan sempurna sebelum kamu menginfakkan, dengan cara yang baik dan tujuan yang benar, sebagian harta yang kamu cintai, yang paling bagus dari apa yang kamu miliki. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah Maha Mengetahui niat dan tujuan kamu berinfak, apakah karena ingin dipuji atau dilihat orang (riya'), ingin dipuji orang yang mendengar (sum'ah), atau semata-mata karena Allah. Jika infak dilaksanakan hanya karena Allah maka Allah akan membalasnya dengan kebaikan di dunia maupun akhirat.
.
Orang yang bergelimang dalam kekafiran dan terombang-ambing oleh perbuatan yang jahat, hingga ajal merenggut mereka, sedang mereka masih tetap dalam kekafirannya, sedikit pun mereka tidak akan diterima tebusannya, meskipun jumlah tebusan itu senilai dengan kekayaan emas seluruh isi bumi. Maksudnya ialah, andaikata mereka bersedekah dengan emas seberat isi bumi untuk dijadikan tebusan dosa yang telah mereka lakukan, maka pahalanya tidak akan mampu untuk menyelamatkannya dari siksaan neraka karena kekafiran melenyapkan amal kebaikan mereka.
Yang dihargai Allah pada hari akhirat hanyalah iman kepada Allah, dan hari akhir, serta amal saleh yang mendekatkan diri kepada Allah.
Maka pada hari ini tidak akan diterima tebusan darimu maupun dari orang-orang kafir. Tempat kamu di neraka. Itulah tempat berlindungmu, dan itulah seburuk-buruk tempat kembali." (al-hadid/57: 15)
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada hari itu tidak ada jalan bagi mereka untuk menyelamatkan diri, baik dengan hartanya, maupun dengan pangkatnya. Segala urusan pada hari itu hanyalah didasarkan semata-mata pada kesucian jiwa, maka barang siapa yang memelihara kesucian jiwanya dengan iman dan amal saleh mereka itu akan berbahagia. Sebaliknya, barang siapa yang mengotorinya dengan kekafiran dan dengan amal yang jahat, ia akan merugi dalam arti yang sebenar-benarnya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 86
“Bagaimanakah Allah akan memberi petunjuk kepada suatu kaum yang kufur sesudah mereka beriman, dan telah pernah mengaku bahwa Rasul itu benar? Dan telah datang kepada mereka ketenangan-ketenangan?"
Ayat ini berupa pertanyaan, yang berarti bahwa Allah Ta'aala tidak ada jalan buat memberi petunjuk kembali kepada kaum yang kufur sesudah beriman. Dahulu, mereka telah pernah menyatakan percaya kepada Rasul dan mereka telah banyak menerima keterangan-keterangan. Di ayat ini kita mendapat kenyataan tegas bahwasanya orang-orang yang murtad sesudah beriman, sesudah menerima kebenaran Rasul dan menerima keterangan-keterangan lengkap, masih saja kafir kembali, tidak ada jalan buat diberi ampun oleh Allah. Sebab, orang murtad itu telah kenal akan kebenaran, tidak ada lagi bagi mereka alasan yang kuat untuk membantah kebenaran itu, tetapi oleh karena hawa nafsu atau keras kepala atau karena tidak mendapat keuntungan benda yang diharapkan, mereka kembali kafir.
“Dan Allah tidaklah akan memberi hidayah kepada kaum yang aniaya."
Menurut satu riwayat bahwa yang dimaksud dengan ayat ini ialah beberapa Ahlul Kitab dari Yahudi dan Nasrani yang dahulu telah beriman kepada Muhammad ﷺ Dan, telah mengakui kerasulannya dan telah banyak mendapatkan keterangan tentang kedatangan Rasul itu dari kitab-kitab suci mereka. Sehingga, ketika Rasulullah mula pindah ke Madinah, mereka itu, khusus Yahudi, telah menerimanya dengan baik. Akan tetapi, kemudian setelah mereka mendapat peluang buat melepaskan diri, mereka menyusun kekuatan menentang Muhammad ﷺ Dan, mereka pun murtad.
Maka, datanglah ayat selanjutnya,
Ayat 87
“Meneka itu, balasan mereka ialah bahwa atas mereka laknat Allah dan Malaikat dan manusia sekalian."
Untuk mengetahui benar-benar bagaimana dalamnya maksud ayat ini, bahwa mereka dipiakan kutuk Allah dan malaikat serta manusia, baiklah kita pelajari sejarah mula-mula Rasulullah ﷺ pindah ke Madinah. Sebelum berapa lama beliau pindah ke Madinah, beliau telah membuat hubungan yang baik dengan mereka, sampai membuat perjanjian akan hidup bertetangga baik, dan kalau Madinah diserang musuh dari luar, kaum Yahudi itu akan turut mempertahankan Madinah. Di waktu permulaan itu, umumnya pemuka-pemuka Yahudi pun percaya bahwa beliau memang Rasul Allah, padahal tidaklah pernah mereka diajak dengan paksa masuk Islam, melainkan dengan dakwah yang baik juga. Akan tetapi, kian lama kian berubahlah sikap mereka, sehingga terjadilah peng-khianatan-pengkhianatan, ada yang sembunyi-sembunyi dan ada yang terang-terangan, sehingga janji-janji yang mereka telah tanda tangani sendiri tinggal menjadi “cerita di atas kertas" saja. Tentu saja setelah bukti-bukti ter-kumpul, seluruh Muslimin mengutuk mereka sebab Allah dan Malaikat-Nya pun telah mengutuk lebih dahulu.
Ayat 88
“Kekal mereka di dalamnya."
Yakni, di dalam kutuk Allah, kutuk malaikat, dan kutuk manusia, sebab perbuatan mereka yang kian lama kian rusak, sampai mau membunuh Nabi ﷺ"Tidak akan diringankan atas mereka itu siksaan." Yaitu siksaan dunia dan siksaan akhirat. Siksaan dunia, sampai Bani Nadhir diusir habis dari Madinah karena terdapat persekutuan jahat hendak membunuh Nabi ﷺ Dan, Bani Quraizhah dibunuhi semua laki-lakinya, anak-istrinya menjadi tawanan, dan harta benda mereka dirampas sebab ternyata masuk dalam persekutuan (al-ahzab) ketika kaum Quraisy mengepung Madinah dalam Perang Khandaq. Pertahanan mereka yang terakhir yaitu di Khaibar akhirnya pun ditaklukkan. Dan, siksaan di akhirat tentu telah sedia pula neraka Jahannam,
“Dan tidaklah mereka akan diberi kesempatan."
Mereka dikejar terus oleh kutuk Allah, tidak pernah bersenang-diam, sehingga di zaman Sayyidina Umar, diusir habislah mereka dari Tanah Arab maka bertebaranlah mereka di seluruh dunia. Akan tetapi, satu cobaan Allah datang lagi kepada penduduk Muslim di Palestina karena dengan bantuan bangsa-bangsa yang membenci mereka sendiri pada mulanya, yang mengusir-usir mereka dari negerinya, anak-cucu penentang Rasul itu mendirikan negeri baru bernama Israel, di tanah air orang Arab yang sebagian besar memeluk Islam itu. Niscaya ini bukanlah suatu penyelesaian yang baik. Niscaya akhirnya mereka akan terusir juga dari negeri itu, lambat atau cepat, untuk melanjutkan kutuk yang telah mereka terima itu.
Ayat 89
“Kecuali orang-orang yang tobat sesudah demikian dan memperbaiki."
Pangkal ayat ini adalah menunjukkan garis keadilan Allah. Kalau yang memungkiri kembali kebenaran Allah sampai mendapat kutuk-temurun maka tentu ada pula yang insaf lalu tobat. Di segala masa, pintu tobat itu tidaklah tertutup. Kesalahan satu golongan tentu ada akibatnya, tetapi kebaikan dari golongan yang insaf ada pula akibatnya yang baik. Asal tobat diiringi dengan memperbaiki. Sebagai pepatah “sesat surut terlangkah kembali; kufur tobat gawa (khilaf) memperbaiki". Akibat dari tobat yang sebenarnya tidak lain ialah memperbaiki langkah. Kalau sudah sampai di sini, bukan saja di zaman Nabi atau sesudah jauh dari zaman Nabi lagi yang dituju, tetapi sudah segala manusia yang telanjur salah; kalau diam segera tobat dan terus memperbaiki langkah, Allah akan menerima tobatnya itu,
“Maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun, lagi Penyayang."
Sifat Allah Pengampun dan Penyayang. Dia akan menerima orang yang tobat sesudah telanjur, sebab tobat artinya kembali. Dia telah kembali kepada jalan yang benar karena dia telah menyesal. Bukti tobatnya telah tampak pula, yaitu telah diperbaikinya langkahnya. Sebab, dia manusia, tentu sekali-sekali telanjur dia, tidak dapat mengekang hawa nafsunya. Akan tetapi, kemudian dia menyesal, dia mendapat tekanan batin. Bagaimana Allah tidak akan mengampuni dosa orang yang demikian? Bahkan kadang-kadang orang yang bertobat seperti itu, pada langkah kehidupannya yang selanjutnya lebih hati-hati dan lebih taat.
Ayat 90
“Sesungguhnya, orang-orang yang kafir sesudah mereka beriman."
Dahulu, mereka ini orang Islam dan telah mengetahui hukum-hukum dan peraturan-peraturan Islam, bahkan juga mengetahui rahasia-rahasia pertahanan Islam, lalu entah oleh karena dorongan, hawa nafsu apa, mereka pun murtad. Contoh pertama ialah Abu Amir ar-Rahib tadi."Kemudian bertambah-tambah kufur mereka." Biasanya memang ada orang demikian. Dia khianat dari perjuangan yang suci murni, biasanya karena dorongan kepentingan diri sendiri lalu mereka khianati perjuangan, mereka menjadi kufur kembali. Setelah mereka berbalik haluan maka kufurnya bertambah-tambah. Dia bersedia membukakan rahasia-rahasia pertahanan Islam kepada musuh Islam. Bahaya yang datang dari orang yang semacam ini lebih besar berlipat ganda daripada bahaya musuh yang dari luar sendiri. Maka, Allah menegaskan, “Sekali-kali tidaklah akan diterima tobat mereka." Orang yang semacam itu tidak dipercaya tobatnya. Orang itu mudah berkhianat kalau dia masuk kembali ke dalam kalangan Islam. Maka, kalau Allah sudah nyata tidak mau menerima, masyarakat, Rasulullah ﷺ, dan pengikut Rasul pun tidak akan menerima kembali orang yang seperti itu.
“Dan mereka itulah orang-orang yang telah sesat."
Yang tersesat itu adalah jiwanya sendiri, artinya mentalnya telah rusak, bagaimana diajak ke jalan yang benar, karena jiwanya yang telah bengkok itu, dia akan kembali lagi ke dalam bengkoknya. Laksana anjing perayam, Bagaimana pun dihalau dan dilempari, bila ada peluang dia akan mencuri ayam.
Lalu datang sambungan ayat yang lebih menegaskan lagi,
Ayat 91
“Sesungguhnya, orang-orang yang kafir, lalu mati, sedang mereka tetap dalam kafir"
Inilah macam kafir yang ketiga, yaitu kafir terus sejak semula, tidak mau menerima, baik dahulu atau kini dan seterusnya.
Itulah orang yang jiwanya tidak pernah naik, melainkan di sini ke sini saja, bagai menghasta kain sarung. Segala macam peringatan telah disampaikan, tetapi dia masih berkepala batu. Di dunia ini ruhnya tidak mencapai kenaikan, sehingga sampai matinya tidak ada perubahan. Orang seperti ini mesti menerima adzabnya, tak lepas dari Jahannam."Sekali-kali tidaklah akan dapat diterima dari mereka, sekalipun emas sepenuh bumi, untuk menebus diri dengan dia" Hanya di dunia inilah kebobrokan dapat diselimuti dengan emas. Manusia-manusia jahat dapat saja menyembunyikan kebobrokan jiwanya dengan menabur emas. Adapun di hadapan Allah, dalam perhitungan Ilahi, tidak dapat lagi sebab jiwa telah ditelanjangi. Pada hari akhirat itu, harta benda tidak berfaedah, emas-perak tidak laku, dan anak-keturunan tidak dapat menolong. Hanyalah orang yang datang ke hadapan Allah bi qalbin salim ‘dengan hati yang bersih' Bagaimana kalau hati telah kotor sejak dari dunia.
“Mereka itu, bagi mereka adalah siksaan yang pedih, dan tidaklah mereka akan mendapat orang-orang yang akan membantu."
Adapun di dunia ini saja, apabila seorang telah terang bersalah, lalu dihadapkan ke muka hakim dengan disediakan baginya seorang pembela, lagi sulit bagi pembela itu membela dan mempertahankannya kalau kesalahan itu sudah terang dan nyata. Pembela di dalam mahkamah dunia ini hanyalah semata-mata mengimbangi tuduhan oditur (jaksa) karena tuduhannya lebih berat kepada menghitung kesalahannya. Hakim menyediakan pembela sebab hakim itu manusia, dia tidak berani langsung memutuskan kalau segi-segi yang baik atau yang tidak salah dari si tertuduh itu tidak jelas pula olehnya.
Mahkamah dunia adalah kerja sama penuduh dan pembela, yang satu memandang dari segi kesalahan, sedangkan yang lain memandang dari segi tidak salah, adapun hakim berjalan di te ngah setelah mempertimbangkan kedua hal yang ditonjolkan oleh kedua belah pihak. Adapun Mahkamah Allah di akhirat tidak-lah demikian. Seluruh kekuasaan adalah pada Allah, yang mengetahui seluruh kekuatan dan kelemahan manusia. Pada waktu itu, jiwa manusia benar-benar sudah ditelanjangi. Sebab itu, pembantu bagi si bersalah tidak perlu lagi.