Ayat
Terjemahan Per Kata
كَيۡفَ
bagaimana
يَهۡدِي
memberi petunjuk
ٱللَّهُ
Allah
قَوۡمٗا
kaum
كَفَرُواْ
kafir/ingkar
بَعۡدَ
sesudah
إِيمَٰنِهِمۡ
iman mereka
وَشَهِدُوٓاْ
dan mereka mengakui
أَنَّ
bahwasanya
ٱلرَّسُولَ
Rasul
حَقّٞ
adalah benar
وَجَآءَهُمُ
dan telah datang kepada mereka
ٱلۡبَيِّنَٰتُۚ
keterangan-keterangan
وَٱللَّهُ
dan Allah
لَا
tidak
يَهۡدِي
memberi petunjuk
ٱلۡقَوۡمَ
(kepada) kaum
ٱلظَّـٰلِمِينَ
orang-orang yang dzalim
كَيۡفَ
bagaimana
يَهۡدِي
memberi petunjuk
ٱللَّهُ
Allah
قَوۡمٗا
kaum
كَفَرُواْ
kafir/ingkar
بَعۡدَ
sesudah
إِيمَٰنِهِمۡ
iman mereka
وَشَهِدُوٓاْ
dan mereka mengakui
أَنَّ
bahwasanya
ٱلرَّسُولَ
Rasul
حَقّٞ
adalah benar
وَجَآءَهُمُ
dan telah datang kepada mereka
ٱلۡبَيِّنَٰتُۚ
keterangan-keterangan
وَٱللَّهُ
dan Allah
لَا
tidak
يَهۡدِي
memberi petunjuk
ٱلۡقَوۡمَ
(kepada) kaum
ٱلظَّـٰلِمِينَ
orang-orang yang dzalim
Terjemahan
Bagaimana (mungkin) Allah akan memberi petunjuk kepada suatu kaum yang kufur setelah mereka beriman dan mengakui bahwa Rasul (Muhammad) itu benar dan bukti-bukti yang jelas telah sampai kepada mereka? Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.
Tafsir
(Bagaimana Allah akan menunjuki suatu kaum yang kafir setelah mereka beriman dan mereka menyaksikan) artinya Allah tidak akan menunjuki mereka padahal mereka telah bersaksi (bahwa Muhammad itu benar-benar rasul dan) sungguh (telah datang pula kepada mereka keterangan-keterangan) bukti-bukti yang nyata atas kebenaran Nabi ﷺ (dan Allah tidak menunjuki orang-orang yang aniaya) orang-orang yang kafir.
Tafsir Surat Ali-'Imran: 86-89
Bagaimana mungkin Allah memberi petunjuk suatu kaum yang kafir sesudah mereka beriman, serta mereka telah mengakui bahwa Rasul itu (Muhammad) benar-benar rasul, dan keterangan-keterangan yang jelas pun telah sampai kepada mereka? Allah tidak memberi petunjuk orang-orang yang zalim.
Balasan buat mereka itu adalah bahwa laknat Allah ditimpakan kepada mereka, juga laknat para malaikat dan manusia seluruhnya;
Mereka kekal di dalamnya, tidak diringankan azab buat mereka sedikit pun, dan tidak (pula) mereka diberi tangguh,
Kecuali orang-orang yang tobat, sesudah (kafir) itu dan mengadakan perbaikan. Karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ayat 86
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Bazi' Al-Basri, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Zurai,' telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Abu Hindun dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa ada seorang dari kalangan Anshar murtad sesudah masuk Islam, lalu ia bergabung dengan orang-orang musyrik, tetapi setelah itu ia menyesal. Kemudian ia mengirimkan utusan kepada kaumnya agar mereka menanyakan kepada Rasulullah ﷺ, apakah masih ada jalan tobat baginya. Lalu turunlah firman-Nya: “Bagaimana mungkin Allah memberi petunjuk suatu kaum yang kafir sesudah mereka beriman.” (Ali Imran: 86) sampai dengan firman-Nya: “Karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali Imran: 89). Lalu kaumnya memanggilnya dan ia masuk Islam kembali.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam An-Nasai, Imam Hakim, dan Imam Ibnu Hibban melalui jalur Daud ibnu Abu Hindun dengan lafal yang sama. Imam Hakim mengatakan bahwa hadits ini shahih sanadnya, tetapi keduanya (Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim) tidak mengetengahkannya.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Humaid Al-A'raj, dari Mujahid yang mengatakan bahwa Al-Haris ibnu Suwaid datang kepada Nabi ﷺ, lalu masuk Islam di tangannya. Tetapi setelah itu ia murtad dan kembali kepada kaumnya. Maka Allah menurunkan ayat berikut berkenaan dengan peristiwanya itu, yaitu firman-Nya: “Bagaimana mungkin Allah memberi petunjuk suatu kaum yang kafir sesudah mereka beriman.” (Ali Imran: 86) sampai dengan firman-Nya: “Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali Imran: 89). Kemudian hal ini disampaikan kepada seorang lelaki dari kaumnya, lalu dibacakan kepadanya. Maka Al-Haris berkata, "Sesungguhnya engkau, demi Allah, sepanjang pengetahuanku benar-benar orang yang jujur. Dan sesungguhnya Rasulullah ﷺ lebih jujur lagi daripada kamu, dan sesungguhnya Allah lebih jujur lagi di antara kesemuanya." Setelah itu Al-Haris kembali masuk Islam dan berbuat baik dalam Islamnya.
Firman Allah ﷻ: “Bagaimana mungkin Allah memberi petunjuk suatu kaum yang kafir sesudah mereka beriman, serta mereka telah mengakui bahwa Rasul itu (Muhammad) benar-benar rasul, dan keterangan-keterangan yang jelas pun telah sampai kepada mereka?” (Ali Imran: 86)
Yakni hujah dan bukti telah jelas baginya membuktikan kebenaran apa yang disampaikan oleh Rasulullah ﷺ kepada mereka, dan beliau ﷺ telah menerangkannya kepada mereka. Kemudian mereka murtad dan kembali kepada kegelapan kemusyrikan. Maka bagaimana mungkin orang-orang seperti itu berhak mendapat petunjuk sesudah mereka diselamatkan dari kebutaannya? Karena itu, pada akhir ayat ini disebutkan: “Allah tidak memberi petunjuk orang-orang yang zalim.” (Ali Imran: 86)
Ayat 87
Selanjutnya Allah ﷻ berfirman: “Balasan buat mereka itu adalah bahwa laknat Allah ditimpakan kepada mereka, juga laknat para malaikat dan manusia seluruhnya.” (Ali Imran: 87)
Yaitu mereka dilaknat oleh Allah ﷻ, juga dilaknat oleh makhluk-Nya.
Ayat 88
“Mereka kekal di dalamnya.” (Ali Imran: 88)
Yakni berada di dalam laknat yang abadi.
“Tidak diringankan azab buat mereka dan tidak (pula) mereka diberi tangguh.” (Ali Imran: 88).
Maksudnya, azab yang menimpa mereka tidak pernah terputus dan tidak pernah diberi keringanan, sekalipun hanya sesaat saja.
Ayat 89
Kemudian Allah ﷻ berfirman: “Kecuali orang-orang yang tobat, sesudah (kafir) itu dan mengadakan perbaikan. Karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali Imran: 89).
Hal ini merupakan bagian dari sifat lemah-lembut Allah, kebaikan-Nya, belas kasihan-Nya, rahmat, dan santunan-Nya kepada makhluk-Nya; yaitu barang siapa yang bertobat kepada-Nya, niscaya Dia menerima tobatnya.
Setelah ayat sebelumnya menerangkan sikap penolakan Yahudi terhadap kebenaran Nabi Muhammad dan agama Islam, maka ayat ini menerangkan bahwa sikap tersebut mengakibatkan mereka tidak memperoleh hidayah. Bagaimana mungkin Allah akan memberi petunjuk kepada suatu kaum yang kafir setelah mereka melihat bukti-bukti kebenaran yang memungkinkan mereka beriman, serta mengakui bahwa Rasul, Muhammad, itu benar-benar rasul, dan disertai bukti-bukti yang jelas tentang hal itu, telah sampai kepada mereka seperti Al-Qur'an dan kitab-kitab suci lainnya yang menginformasikan tentang kebenaran Muhammad sebagai nabi terakhir' Sungguh, sikap semacam itu adalah wujud kezaliman, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang zalim yaitu orang yang tahu kebenaran tetapi melanggar dan mengingkarinya, bahkan menentangnya. Jika mereka tetap kafir dan tidak mau bertobat, maka mereka itu, balasannya ialah ditimpa laknat Allah, yakni dijauhkan dari rahmat-Nya. Selama mereka mendapat laknat Allah, maka para malaikat akan berulang-ulang melaknatnya, dan bahkan manusia seluruhnya juga melaknatnya, yakni melihatnya dengan pandangan hina.
Mengenai sebab turunnya ayat 86 sampai dengan ayat 89 dapat dikemukakan sebuah hadis riwayat Ibnu Jarir, An-Nasa'i, al-hakim dan Ibnu hibban:
Bahwa Ibnu 'Abbas berkata, "Ada seseorang dari golongan Ansar sudah masuk Islam, kemudian ia murtad dan bergabung ke golongan orang musyrik tetapi ia menyesal. Lalu ia minta kepada kaumnya agar ditanyakan kepada Rasulullah saw, "Bisakah diterima tobat saya?" Maka turunlah (ayat 86) sampai dengan (ayat 89). Kemudian disampaikanlah hal itu kepadanya, maka ia kembali masuk Islam."
Orang yang kembali menjadi kafir sesudah beriman, Allah tidak akan memberikan jalan untuk mendapatkan petunjuk. Karena, mereka tidak mengakui berita gembira tentang kedatangan Nabi Muhammad yang tercantum dalam kitab-kitab mereka. Semula mereka berkeinginan untuk mengikuti Nabi Muhammad apabila mereka diberi umur panjang, dan apabila nabi baru itu diutus dari kalangan mereka. Tetapi setelah ternyata Nabi Muhammad ﷺ datang, dan dia bukanlah dari kalangan mereka, mereka pun mengingkarinya, meskipun kedatangan Nabi Muhammad itu disertai dengan bukti-bukti yang nyata tentang kenabiannya. Orang yang mulanya beriman kemudian kafir kembali, mereka menganiaya diri sendiri, dan Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang menganiaya diri sendiri, karena Allah telah menerangkan bahwa petunjuk kepada jalan yang benar hanya dapat berpengaruh, apabila orang itu bersih jiwanya, sehingga ia dapat menerima bukti-bukti kebenaran dari petunjuk itu. Tetapi kalau orang itu hatinya telah dinodai oleh kezaliman maka ia akan menyeleweng dari jalan yang benar. Oleh sebab itu mereka tidak akan mungkin lagi menerima petunjuk Allah.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 86
“Bagaimanakah Allah akan memberi petunjuk kepada suatu kaum yang kufur sesudah mereka beriman, dan telah pernah mengaku bahwa Rasul itu benar? Dan telah datang kepada mereka ketenangan-ketenangan?"
Ayat ini berupa pertanyaan, yang berarti bahwa Allah Ta'aala tidak ada jalan buat memberi petunjuk kembali kepada kaum yang kufur sesudah beriman. Dahulu, mereka telah pernah menyatakan percaya kepada Rasul dan mereka telah banyak menerima keterangan-keterangan. Di ayat ini kita mendapat kenyataan tegas bahwasanya orang-orang yang murtad sesudah beriman, sesudah menerima kebenaran Rasul dan menerima keterangan-keterangan lengkap, masih saja kafir kembali, tidak ada jalan buat diberi ampun oleh Allah. Sebab, orang murtad itu telah kenal akan kebenaran, tidak ada lagi bagi mereka alasan yang kuat untuk membantah kebenaran itu, tetapi oleh karena hawa nafsu atau keras kepala atau karena tidak mendapat keuntungan benda yang diharapkan, mereka kembali kafir.
“Dan Allah tidaklah akan memberi hidayah kepada kaum yang aniaya."
Menurut satu riwayat bahwa yang dimaksud dengan ayat ini ialah beberapa Ahlul Kitab dari Yahudi dan Nasrani yang dahulu telah beriman kepada Muhammad ﷺ Dan, telah mengakui kerasulannya dan telah banyak mendapatkan keterangan tentang kedatangan Rasul itu dari kitab-kitab suci mereka. Sehingga, ketika Rasulullah mula pindah ke Madinah, mereka itu, khusus Yahudi, telah menerimanya dengan baik. Akan tetapi, kemudian setelah mereka mendapat peluang buat melepaskan diri, mereka menyusun kekuatan menentang Muhammad ﷺ Dan, mereka pun murtad.
Maka, datanglah ayat selanjutnya,
Ayat 87
“Meneka itu, balasan mereka ialah bahwa atas mereka laknat Allah dan Malaikat dan manusia sekalian."
Untuk mengetahui benar-benar bagaimana dalamnya maksud ayat ini, bahwa mereka dipiakan kutuk Allah dan malaikat serta manusia, baiklah kita pelajari sejarah mula-mula Rasulullah ﷺ pindah ke Madinah. Sebelum berapa lama beliau pindah ke Madinah, beliau telah membuat hubungan yang baik dengan mereka, sampai membuat perjanjian akan hidup bertetangga baik, dan kalau Madinah diserang musuh dari luar, kaum Yahudi itu akan turut mempertahankan Madinah. Di waktu permulaan itu, umumnya pemuka-pemuka Yahudi pun percaya bahwa beliau memang Rasul Allah, padahal tidaklah pernah mereka diajak dengan paksa masuk Islam, melainkan dengan dakwah yang baik juga. Akan tetapi, kian lama kian berubahlah sikap mereka, sehingga terjadilah peng-khianatan-pengkhianatan, ada yang sembunyi-sembunyi dan ada yang terang-terangan, sehingga janji-janji yang mereka telah tanda tangani sendiri tinggal menjadi “cerita di atas kertas" saja. Tentu saja setelah bukti-bukti ter-kumpul, seluruh Muslimin mengutuk mereka sebab Allah dan Malaikat-Nya pun telah mengutuk lebih dahulu.
Ayat 88
“Kekal mereka di dalamnya."
Yakni, di dalam kutuk Allah, kutuk malaikat, dan kutuk manusia, sebab perbuatan mereka yang kian lama kian rusak, sampai mau membunuh Nabi ﷺ"Tidak akan diringankan atas mereka itu siksaan." Yaitu siksaan dunia dan siksaan akhirat. Siksaan dunia, sampai Bani Nadhir diusir habis dari Madinah karena terdapat persekutuan jahat hendak membunuh Nabi ﷺ Dan, Bani Quraizhah dibunuhi semua laki-lakinya, anak-istrinya menjadi tawanan, dan harta benda mereka dirampas sebab ternyata masuk dalam persekutuan (al-ahzab) ketika kaum Quraisy mengepung Madinah dalam Perang Khandaq. Pertahanan mereka yang terakhir yaitu di Khaibar akhirnya pun ditaklukkan. Dan, siksaan di akhirat tentu telah sedia pula neraka Jahannam,
“Dan tidaklah mereka akan diberi kesempatan."
Mereka dikejar terus oleh kutuk Allah, tidak pernah bersenang-diam, sehingga di zaman Sayyidina Umar, diusir habislah mereka dari Tanah Arab maka bertebaranlah mereka di seluruh dunia. Akan tetapi, satu cobaan Allah datang lagi kepada penduduk Muslim di Palestina karena dengan bantuan bangsa-bangsa yang membenci mereka sendiri pada mulanya, yang mengusir-usir mereka dari negerinya, anak-cucu penentang Rasul itu mendirikan negeri baru bernama Israel, di tanah air orang Arab yang sebagian besar memeluk Islam itu. Niscaya ini bukanlah suatu penyelesaian yang baik. Niscaya akhirnya mereka akan terusir juga dari negeri itu, lambat atau cepat, untuk melanjutkan kutuk yang telah mereka terima itu.
Ayat 89
“Kecuali orang-orang yang tobat sesudah demikian dan memperbaiki."
Pangkal ayat ini adalah menunjukkan garis keadilan Allah. Kalau yang memungkiri kembali kebenaran Allah sampai mendapat kutuk-temurun maka tentu ada pula yang insaf lalu tobat. Di segala masa, pintu tobat itu tidaklah tertutup. Kesalahan satu golongan tentu ada akibatnya, tetapi kebaikan dari golongan yang insaf ada pula akibatnya yang baik. Asal tobat diiringi dengan memperbaiki. Sebagai pepatah “sesat surut terlangkah kembali; kufur tobat gawa (khilaf) memperbaiki". Akibat dari tobat yang sebenarnya tidak lain ialah memperbaiki langkah. Kalau sudah sampai di sini, bukan saja di zaman Nabi atau sesudah jauh dari zaman Nabi lagi yang dituju, tetapi sudah segala manusia yang telanjur salah; kalau diam segera tobat dan terus memperbaiki langkah, Allah akan menerima tobatnya itu,
“Maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun, lagi Penyayang."
Sifat Allah Pengampun dan Penyayang. Dia akan menerima orang yang tobat sesudah telanjur, sebab tobat artinya kembali. Dia telah kembali kepada jalan yang benar karena dia telah menyesal. Bukti tobatnya telah tampak pula, yaitu telah diperbaikinya langkahnya. Sebab, dia manusia, tentu sekali-sekali telanjur dia, tidak dapat mengekang hawa nafsunya. Akan tetapi, kemudian dia menyesal, dia mendapat tekanan batin. Bagaimana Allah tidak akan mengampuni dosa orang yang demikian? Bahkan kadang-kadang orang yang bertobat seperti itu, pada langkah kehidupannya yang selanjutnya lebih hati-hati dan lebih taat.
Ayat 90
“Sesungguhnya, orang-orang yang kafir sesudah mereka beriman."
Dahulu, mereka ini orang Islam dan telah mengetahui hukum-hukum dan peraturan-peraturan Islam, bahkan juga mengetahui rahasia-rahasia pertahanan Islam, lalu entah oleh karena dorongan, hawa nafsu apa, mereka pun murtad. Contoh pertama ialah Abu Amir ar-Rahib tadi."Kemudian bertambah-tambah kufur mereka." Biasanya memang ada orang demikian. Dia khianat dari perjuangan yang suci murni, biasanya karena dorongan kepentingan diri sendiri lalu mereka khianati perjuangan, mereka menjadi kufur kembali. Setelah mereka berbalik haluan maka kufurnya bertambah-tambah. Dia bersedia membukakan rahasia-rahasia pertahanan Islam kepada musuh Islam. Bahaya yang datang dari orang yang semacam ini lebih besar berlipat ganda daripada bahaya musuh yang dari luar sendiri. Maka, Allah menegaskan, “Sekali-kali tidaklah akan diterima tobat mereka." Orang yang semacam itu tidak dipercaya tobatnya. Orang itu mudah berkhianat kalau dia masuk kembali ke dalam kalangan Islam. Maka, kalau Allah sudah nyata tidak mau menerima, masyarakat, Rasulullah ﷺ, dan pengikut Rasul pun tidak akan menerima kembali orang yang seperti itu.
“Dan mereka itulah orang-orang yang telah sesat."
Yang tersesat itu adalah jiwanya sendiri, artinya mentalnya telah rusak, bagaimana diajak ke jalan yang benar, karena jiwanya yang telah bengkok itu, dia akan kembali lagi ke dalam bengkoknya. Laksana anjing perayam, Bagaimana pun dihalau dan dilempari, bila ada peluang dia akan mencuri ayam.
Lalu datang sambungan ayat yang lebih menegaskan lagi,
Ayat 91
“Sesungguhnya, orang-orang yang kafir, lalu mati, sedang mereka tetap dalam kafir"
Inilah macam kafir yang ketiga, yaitu kafir terus sejak semula, tidak mau menerima, baik dahulu atau kini dan seterusnya.
Itulah orang yang jiwanya tidak pernah naik, melainkan di sini ke sini saja, bagai menghasta kain sarung. Segala macam peringatan telah disampaikan, tetapi dia masih berkepala batu. Di dunia ini ruhnya tidak mencapai kenaikan, sehingga sampai matinya tidak ada perubahan. Orang seperti ini mesti menerima adzabnya, tak lepas dari Jahannam."Sekali-kali tidaklah akan dapat diterima dari mereka, sekalipun emas sepenuh bumi, untuk menebus diri dengan dia" Hanya di dunia inilah kebobrokan dapat diselimuti dengan emas. Manusia-manusia jahat dapat saja menyembunyikan kebobrokan jiwanya dengan menabur emas. Adapun di hadapan Allah, dalam perhitungan Ilahi, tidak dapat lagi sebab jiwa telah ditelanjangi. Pada hari akhirat itu, harta benda tidak berfaedah, emas-perak tidak laku, dan anak-keturunan tidak dapat menolong. Hanyalah orang yang datang ke hadapan Allah bi qalbin salim ‘dengan hati yang bersih' Bagaimana kalau hati telah kotor sejak dari dunia.
“Mereka itu, bagi mereka adalah siksaan yang pedih, dan tidaklah mereka akan mendapat orang-orang yang akan membantu."
Adapun di dunia ini saja, apabila seorang telah terang bersalah, lalu dihadapkan ke muka hakim dengan disediakan baginya seorang pembela, lagi sulit bagi pembela itu membela dan mempertahankannya kalau kesalahan itu sudah terang dan nyata. Pembela di dalam mahkamah dunia ini hanyalah semata-mata mengimbangi tuduhan oditur (jaksa) karena tuduhannya lebih berat kepada menghitung kesalahannya. Hakim menyediakan pembela sebab hakim itu manusia, dia tidak berani langsung memutuskan kalau segi-segi yang baik atau yang tidak salah dari si tertuduh itu tidak jelas pula olehnya.
Mahkamah dunia adalah kerja sama penuduh dan pembela, yang satu memandang dari segi kesalahan, sedangkan yang lain memandang dari segi tidak salah, adapun hakim berjalan di te ngah setelah mempertimbangkan kedua hal yang ditonjolkan oleh kedua belah pihak. Adapun Mahkamah Allah di akhirat tidak-lah demikian. Seluruh kekuasaan adalah pada Allah, yang mengetahui seluruh kekuatan dan kelemahan manusia. Pada waktu itu, jiwa manusia benar-benar sudah ditelanjangi. Sebab itu, pembantu bagi si bersalah tidak perlu lagi.