Ayat
Terjemahan Per Kata
وَلَا
dan tidak
يَأۡمُرَكُمۡ
ia menyuruhmu
أَن
bahwa
تَتَّخِذُواْ
kamu menjadikan
ٱلۡمَلَٰٓئِكَةَ
Malaikat
وَٱلنَّبِيِّـۧنَ
dan para Nabi
أَرۡبَابًاۚ
(sebagai) Tuhan
أَيَأۡمُرُكُم
apakah ia menyuruh kamu
بِٱلۡكُفۡرِ
dengan (berbuat) kekafiran
بَعۡدَ
sesudah
إِذۡ
ketika
أَنتُم
kamu
مُّسۡلِمُونَ
(beragama) Islam
وَلَا
dan tidak
يَأۡمُرَكُمۡ
ia menyuruhmu
أَن
bahwa
تَتَّخِذُواْ
kamu menjadikan
ٱلۡمَلَٰٓئِكَةَ
Malaikat
وَٱلنَّبِيِّـۧنَ
dan para Nabi
أَرۡبَابًاۚ
(sebagai) Tuhan
أَيَأۡمُرُكُم
apakah ia menyuruh kamu
بِٱلۡكُفۡرِ
dengan (berbuat) kekafiran
بَعۡدَ
sesudah
إِذۡ
ketika
أَنتُم
kamu
مُّسۡلِمُونَ
(beragama) Islam
Terjemahan
Tidak (sepatutnya) pula dia menyuruh kamu menjadikan para malaikat dan para nabi sebagai tuhan. Apakah (patut) dia menyuruh kamu (berbuat) kekufuran setelah kamu menjadi muslim?
Tafsir
(Dan tidak pantas ia menyuruhmu) dengan baris di depan sebagai isti`naf sedangkan fa`ilnya ialah Allah. Tetapi ada pula yang membaca dengan baris di atas karena diathafkan kepada yaquula yang fa`ilnya ialah manusia (menjadikan malaikat dan nabi-nabi itu sebagai Tuhan) sebagaimana halnya orang-orang Shabiin mengambil malaikat, orang-orang Yahudi Uzeir dan orang-orang Nasrani Isa menjadi Tuhan mereka. (Patutkah ia menyuruhmu berbuat kekafiran setelah tadinya kamu menganut Islam?) hal ini tidaklah pantas baginya.
Tafsir Surat Ali-'Imran: 79-80
Tidaklah patut bagi seseorang yang Allah berikan kepadanya Al-Kitab, hikmah, dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia, "Hendaklah kalian menjadi penyembah-penyembahku, bukan penyembah Allah." Akan tetapi (hendaklah dia berkata), "Hendaklah kalian menjadi orang-orang rabbani, karena kalian selalu mengajarkan Al-Kitab dan karena kalian tetap mempelajarinya.
Dan (tidak patut pula baginya) menyuruh kalian menjadikan malaikat dan para nabi sebagai Tuhan. Apakah (patut) dia menyuruh kalian berbuat kekufuran setelah kalian (menganut agama) Islam.''
Ayat 79
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Abu Rafi’' Al-Qurazi di saat para pendeta Yahudi dan orang-orang Nasrani Najran berkumpul di hadapan Nabi ﷺ, lalu Nabi ﷺ mengajak mereka masuk Islam.
Maka ia (Abu Rafi' Al-Qurazi) berkata, "Wahai Muhammad, apakah engkau menghendaki agar kami menyembahmu, sebagaimana orang-orang Nasrani menyembah Isa ibnu Maryam?" Sedangkan seorang lelaki dari kalangan Nasrani Najran yang dikenal dengan nama Ar-Rais mengatakan, "Apakah memang seperti itu yang engkau kehendaki dari kami, wahai Muhammad, dan yang kamu serukan kepada kami?" Atau perkataan yang seperti itu pengertiannya. Maka Rasulullah ﷺ menjawab melalui sabdanya: “Kami berlindung kepada Allah agar kami tidak menyembah kepada selain Allah, dan (kami berlindung kepada Allah) agar kami tidak memerintahkan penyembahan kepada selain Allah. Bukan untuk itu Allah mengutusku, dan bukan itu pula yang diperintahkan-Nya kepadaku.” Atau dengan kalimat yang semakna dengan pengertian di atas. Maka Allah menurunkan berkenaan dengan ucapan kedua orang tersebut ayat berikut, yaitu firman-Nya: “Tidak patut bagi seseorang yang Allah berikan kepadanya Al-Kitab, hikmah, dan kenabian.” (Ali Imran: 79) sampai dengan firman-Nya: “setelah kalian (menganut agama) Islam.” (Ali Imran: 80).
Adapun firman Allah ﷻ: “Tidak patut bagi seseorang yang Allah berikan kepadanya Al-Kitab, hikmah, dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia, "Hendaklah kalian menjadi penyembah-penyembahku, bukan penyembah Allah.” (Ali Imran: 79)
Maksudnya, tidak layak bagi seseorang yang diberi Al-Kitab, hikmah dan kenabian, berkata kepada manusia, "Sembahlah aku bersama Allah." Kalau hal ini tidak patut bagi seorang nabi dan tidak pula bagi seorang rasul, terlebih lagi bagi seorang manusia selain dari kalangan para nabi dan para rasul tentu lebih tidak patut lagi.
Karena itulah Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa tidak patut bagi seorang mukmin memerintahkan kepada manusia untuk menyembah dirinya. Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa dikatakan demikian karena umat terdahulu (yakni Ahli Kitab), sebagian dari mereka menyembah sebagian yang lain; mereka menyembah rahib-rahib dan pendeta-pendetanya. Seperti yang disebutkan di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya: “Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah.” (At-Taubah: 31), hingga akhir ayat.
Di dalam kitab Musnad dan Imam At-Tirmidzi seperti yang akan disebutkan kemudian disebutkan bahwa Addi ibnu Hatim pernah berkata: "Wahai Rasulullah, mereka sama sekali tidak menyembahnya (para rahib dan orang-orang alim mereka)." Nabi ﷺ menyangkal, "Tidak demikian, sesungguhnya mereka (para rahib dan orang-orang alim mereka) menghalalkan yang haram dan mengharamkan atas mereka yang halal, lalu mereka (para pengikutnya) mengikutinya. Yang demikian itulah cara penyembahan mereka kepada orang-orang alim dan para rahib mereka." Orang-orang yang tidak mengerti dari kalangan para rahib dan para pendeta serta pemimpin-pemimpin sesat termasuk ke dalam golongan orang-orang yang dicela dan dicemoohkan oleh ayat ini.
Lain halnya dengan para rasul dan para pengikut mereka dari kalangan ulama yang amilin (mengamalkan ilmunya). Maka sesungguhnya yang mereka perintahkan hanyalah apa-apa yang diperintahkan oleh Allah ﷻ, lalu disampaikan oleh para rasul kepada mereka. Sesungguhnya yang mereka larang hanyalah apa-apa yang dilarang oleh Allah ﷻ, kemudian disampaikan kepada mereka oleh rasul-rasul Allah yang mulia. Semua rasul merupakan delegasi yang menghubungkan antara Allah dan makhluk-Nya untuk menyampaikan risalah dan amanat yang diembankan kepada mereka oleh Allah ﷻ, lalu mereka menunaikan tugas ini dengan sempurna, menasihati makhluk Allah, dan menyampaikan kebenaran kepada makhluk-Nya.
Firman Allah ﷻ: “Akan tetapi (dia berkata), ‘Hendaklah kalian menjadi orang-orang rabbani, karena kalian selalu mengajarkan Al-Kitab dan karena kalian tetap mempelajarinya’." (Ali Imran: 79)
Maksudnya, tetapi rasul itu mengatakan kepada manusia, "Jadilah kalian orang-orang Rabbani." Arti Rabbani, menurut Ibnu Abbas, Abu Razin serta ulama lainnya yang tidak hanya seorang adalah orang-orang yang bijaksana, alim lagi penyantun. Sedangkan menurut Al-Hasan dan lain-lain adalah orang-orang ahli fiqih.
Hal yang sama diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas, Sa'id ibnu Jubair, Qatadah, ‘Atha’ Al-Khurrasani, Atiyyah Al-Aufi, dan Ar-Rabi' ibnu Anas. Disebutkan pula dari Al-Hasan, bahwa yang dimaksud dengan Rabbani ialah ahli ibadah dan ahli takwa.
Adh-Dhahhak mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Karena kalian selalu mengajarkan Al-Kitab dan karena kalian tetap mempelajarinya.” (Ali Imran: 79) Bahwa makna yang dimaksud adalah sudah merupakan suatu keharusan bagi orang yang memahami Al-Qur'an menjadi orang yang ahli fiqih.
Tu'allimuna di sini menurutnya dibaca ta'lamuna, yang artinya memahami maknanya. Menurut qiraat lain dibaca tu'allimuna yang artinya mempelajarinya, sedangkan makna tadrusuna ialah hafal lafaz-lafaznya.
Ayat 80
Kemudian Allah ﷻ berfirman: “Dan tidak patut pula baginya menyuruh kalian menjadikan malaikat dan para nabi sebagai Tuhan.” (Ali Imran: 80) Maksudnya, tidak layak baginya memerintahkan kalian menyembah seseorang selain Allah, baik dia seorang rasul ataupun malaikat yang terdekat di sisi-Nya.
“Apakah (patut) dia menyuruh kalian berbuat kekufuran setelah kalian (menganut agama) Islam?” (Ali Imran: 80).
Yakni tidak patut baginya melakukan itu; hanya pantas dilakukan oleh orang yang menyeru kepada penyembahan selain Allah; dan barang siapa yang menyeru orang lain menyembah selain Allah, maka sesungguhnya dia menyeru kepada kekufuran.
Tetapi para nabi hanya memerintahkan orang-orang untuk beriman, yaitu menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya:
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, ‘Bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka kalian sembahlah Aku’." (Al-Anbiya: 25)
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut’." (An-Nahl: 36), hingga akhir ayat.
“Dan tanyakanlah kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu, ’Adakah Kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah Yang Maha Pemurah’?" (Az-Zukhruf: 45)
Allah ﷻ berfirman menceritakan hal malaikat: “Dan barang siapa di antara mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya aku adalah tuhan selain dari Allah’, maka orang itu Kami beri balasan dengan Jahanam. Demikianlah Kami memberikan pembalasan kepada orang-orang zalim.” (Al-Anbiya: 29)
Begitu juga, tidak mungkin bagi seorang rasul menyuruh kalian menjadikan para malaikat dan para nabi sebagai Tuhan. Apakah patut dia menyuruh kamu menjadi kafir setelah kamu menjadi muslim, pemeluk Islam yang inti ajarannya adalah tauhid' Ini menunjukkan sifat utama para rasul'juga mereka yang melanjutkan dakwah para rasul'yaitu al-amin, atau bisa dipercaya dalam segala hal, terutama dalam melaksanakan tugas dakwah.
Setelah ayat sebelumnya menginformasikan tuduhan-tuduhan tidak benar yang ditujukan kepada para nabi dan rasul, maka ayat ini menegaskan bahwa para nabi dan rasul itu telah diambil sumpah janjinya oleh Allah untuk membenarkan Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir. Ingatlah ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi dan rasul, Manakala Aku memberikan kitab dan hikmah yaitu ilmu yang bermanfaat dan kemampuan untuk mengamalkannya, kepada kamu, lalu datang kepada kamu seorang Rasul, yakni Nabi Muhammad, yang membenarkan apa yang ada pada kamu berupa ajaran tauhid yang tercantum dalam kitab-kitab mereka, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolong agama-nya. Allah berfirman, Apakah kamu setuju dan menerima perjanjian dengan-Ku atas yang demikian itu, yakni membenarkan Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir' Mereka menjawab, Kami setuju. Allah berfirman, Kalau begitu bersaksilah kamu, wahai para nabi, dan Aku menjadi saksi bersama kamu bahwa Nabi Muhammad adalah rasul dan nabi terakhir. Ayat ini juga menjadi bukti bahwa manusia itu cenderung lalai terhadap aturan Ilahi, sehingga perlu diturunkan nabi dan rasul secara berkesinambungan yang berakhir pada Nabi Muhammad, saat ini dilanjutkan oleh para pewaris beliau, yaitu para ulama.
. Tidak pantas bagi seorang manusia yang telah diberi wahyu oleh Allah, kemudian memerintahkan kepada manusia untuk menjadikan malaikat dan para nabi sebagai Tuhan. Hal itu seluruhnya tidak pernah dilakukan oleh para Nabi termasuk Nabi Muhammad ﷺ Yang pernah terjadi ialah orang-orang Arab menyembah malaikat. Orang Yahudi menyembah Uzair dan orang-orang Nasrani menyembah Al-Masih, yang dianggap sebagai putra Tuhan. Semua tindakan ini bertentangan dengan ajaran-ajaran yang dibawa oleh para nabi karena nabi-nabi itu semuanya menyuruh manusia untuk menyembah Allah Yang Maha Esa.
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
SEORANG RASUL TIDAKLAH CURANG
Ayat 79
“Tidaklah layak bagi kalangan manusia yang diberikan Allah kepadanya Kitab dan hukum dan nubuwwat kemudian dia berkata kepada manusia, ‘Hendaklah kamu menjadi hamba-hamba bagiku, bukan hamba Allah.'"
Di dalam ayat ini Rasulullah disuruh menyampaikan kepada manusia hakikat kesetiaan nabi-nabi, baik diri beliau sendiri maupun nabi-nabi yang dahulu darinya, termasuk Nabi Isa al-Masih sendiri. Bahwasanya setelah mereka menerima tiga kemuliaan dari Allah, yaitu diturunkan kepada mereka Kitab dan diberi pula hukum untuk membedakan benar dan salah, adil atau tidak adil, dan dilengkapi semuanya itu dengan nubuwwat, lalu dia berlaku curang kepada amanah yang diturunkan Allah kepadanya itu. Sesudah dia berpengaruh, diajarkannya kepada manusia ajaran-ajaran yang bukan lagi menyembah Allah, dibujuknya manusia supaya jangan menyembah berhala, tetapi lama-lama disuruhnya manusia itu menjadi hamba dari dirinya sendiri. Dalam ayat ini, Nabi Muhammad ﷺ mengatakan yang demikian itu tidaklah pantas bagi seorang rasul, bahkan pantang bagi seorang rasul, sebab itu adalah pengkhianatan kepada tugas. Lalu ayat berkata seterusnya bahwa yang dikatakan oleh manusia yang menjadi nabi itu adalah sebaik dari itu,
“Namun (dia berkata), ‘Jadilah kamu orang-orang ketuhanan, dari sebab kamu mengajarkan kitab itu dan dari sebab kamu membacanya."
Ujung ayat ini menjelaskan lagi bahwa nabi-nabi hanya mengajak agar manusia berhubungan langsung dengan Allah. Nabi hanya sebagai penunjuk jalan, mengajari bagaimana cara manusia mendekati Allah dengan melakukan dzikir, shalat, dan ibadah lain yang diajarkan oleh Allah sendiri dengan perantaraan rasul itu. Nabi tidak menyuruh supaya pengikutnya itu menjadi budak-budak penyembah nabi, tetapi menuntun agar manusia itu sendiri menjadi keluarga yang sangat dekat kepada Allah. Orang yang telah sangat dekat kepada Allah itu di dalam ayat ini disebut orang “rabbani", yang di dalam ayat kita artikan ‘orang-orang ketuhanan' Kalimat rabbani ini berpokok dari rabb, yang berarti Tuhan. Rabbul ‘alamin artinya Tuhan seru sekalian alam. Sebagaimana kata ruhani berasal dari ruh, hurufya yang di belakangya-n/sbah (ya untuk membangsakan). Maka, rabbani artinya ialah orang yang dibangsakan kepada Tuhan, sebagaimana ruhani berarti sesuatu hai yang dibangsakan kepada urusan keruhanian.
Biarlah masing-masing orang berhubungan langsung dengan Tuhannya dengan tidak memakai perantara. Dan, di dalam ayat ini pula ditegaskan bagaimana manusia dapat mencapai tingkat Rabbani itu, yaitu mana-mana orang yang telah mempelajarinya dan telah pandai, hendaklah dia mengajarkannya pula kepada orang lain, dan yang kedua hendaklah dia selalu mengkajinya atau mempelajarinya pula, dan membahas, sampai dia kenal betul akan maksud Allah.
Kemudian dilanjutkan lagi firman Allah tentang manusia yang menjadi nabi, mendapat Kitab dan hukum serta nubuwwat itu,
Ayat 80
“Dan tidaklah dia menyuruh kamu mengambil Malaikat dan nabi-nabi menjadi tuhan-tuhan."
Tidak dia mengajak orang lain untuk menuhankan dirinya sendiri, tidak pula buat menuhankan Malaikat dan tidak pula mengajak manusia mempertuhankan nabi-nabi yang lain. Dia hanya mengajak manusia supaya menghubungi Allah dengan langsung. Betapapun jasa dan kebesaran Malaikat, tetapi dia adalah hamba Allah yang terhormat, mengerjakan apa yang diperintahkan Allah kepada mereka. Di antara Malaikat itu ialah Jibril ‘alaihis salam, yang disebut Ruhul Amin (Ruh yang dipercaya), disebut juga Ruhul Qudus (Ruh yang suci), penghulu dari segala Malaikat, pembawa wahyu kepada seluruh rasul-rasul Allah, tetapi dia pun tidaklah disuruh mempertuhankannya. Apatah lagi nabi-nabi yang mereka itu adalah manusia dan hamba Allah belaka. Tujuan ajaran segala nabi, termasuk Nabi Isa al-Masih ‘alaihis salam, hanya mengajak seluruh umat manusia berbakti kepada Allah Yang Maha Esa dan Mahabenar, dan itulah dia hidup yang kekal. Bukan sekali-kali untuk kepentingan diri mereka sendiri.
"Apakah (mungkin) dia akan menyuruh kamu kufur sesudah kamu menjadi orang yang berserah diri?"
Apakah mungkin di akal, seorang manusia yang telah dipercaya oleh Allah, telah dipilih (mushthafa) oleh Allah dari kalangan manusia buat menjadi utusan-Nya, mengajarkan tauhid dan menyerahkan diri dengan sepenuh keikhlasan (Islam), lalu mengajak orang kembali menjadi kafir? Apakah mungkin Isa al-Masih yang telah mengucapkan sendiri bahwa hidup yang kekal ialah percaya kepada Allah Yang Esa dan Benar, dan dia sendiri datang ke dunia semata-mata disuruh Allah, lalu menyuruh orang menyembah dirinya dan menyembah Malaikat Jibril yang disebut Ruhul Qudus?