Ayat
Terjemahan Per Kata
وَلَا
dan jangan
تُؤۡمِنُوٓاْ
kamu percaya
إِلَّا
melainkan
لِمَن
kepada orang
تَبِعَ
yang mengikuti
دِينَكُمۡ
agamamu
قُلۡ
katakanlah
إِنَّ
sesungguhnya
ٱلۡهُدَىٰ
petunjuk
هُدَى
petunjuk
ٱللَّهِ
Allah
أَن
bahwa
يُؤۡتَىٰٓ
akan diberikan
أَحَدٞ
seseorang
مِّثۡلَ
seperti
مَآ
apa
أُوتِيتُمۡ
diberikan kepadamu
أَوۡ
atau
يُحَآجُّوكُمۡ
mereka membantahmu
عِندَ
di sisi
رَبِّكُمۡۗ
Tuhan kalian
قُلۡ
katakanlah
إِنَّ
sesungguhnya
ٱلۡفَضۡلَ
karunia
بِيَدِ
di tangan
ٱللَّهِ
Allah
يُؤۡتِيهِ
Dia berikannya
مَن
siapa/orang
يَشَآءُۗ
Dia kehendaki
وَٱللَّهُ
dan Allah
وَٰسِعٌ
Maha Luas
عَلِيمٞ
Maha Mengetahui
وَلَا
dan jangan
تُؤۡمِنُوٓاْ
kamu percaya
إِلَّا
melainkan
لِمَن
kepada orang
تَبِعَ
yang mengikuti
دِينَكُمۡ
agamamu
قُلۡ
katakanlah
إِنَّ
sesungguhnya
ٱلۡهُدَىٰ
petunjuk
هُدَى
petunjuk
ٱللَّهِ
Allah
أَن
bahwa
يُؤۡتَىٰٓ
akan diberikan
أَحَدٞ
seseorang
مِّثۡلَ
seperti
مَآ
apa
أُوتِيتُمۡ
diberikan kepadamu
أَوۡ
atau
يُحَآجُّوكُمۡ
mereka membantahmu
عِندَ
di sisi
رَبِّكُمۡۗ
Tuhan kalian
قُلۡ
katakanlah
إِنَّ
sesungguhnya
ٱلۡفَضۡلَ
karunia
بِيَدِ
di tangan
ٱللَّهِ
Allah
يُؤۡتِيهِ
Dia berikannya
مَن
siapa/orang
يَشَآءُۗ
Dia kehendaki
وَٱللَّهُ
dan Allah
وَٰسِعٌ
Maha Luas
عَلِيمٞ
Maha Mengetahui
Terjemahan
Janganlah kamu percaya selain kepada orang yang mengikuti agamamu.” Katakanlah (Nabi Muhammad), “Sesungguhnya petunjuk (yang sempurna) itu hanyalah petunjuk Allah. (Janganlah kamu percaya) bahwa seseorang akan diberi seperti apa yang diberikan kepada kamu atau mereka akan menyanggah kamu di hadapan Tuhanmu.” Katakanlah (Nabi Muhammad), “Sesungguhnya karunia itu di tangan Allah. Dia menganugerahkannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui.”
Tafsir
(Dan janganlah kamu percaya) atau benarkan (kecuali orang) lam merupakan tambahan (yang mengikuti) atau menyetujui (agamamu). Firman Allah ﷻ: (Katakanlah) kepada mereka hai Muhammad ("Sesungguhnya petunjuk itu ialah petunjuk Allah") yang tidak lain dari agama Islam, sedangkan lainnya merupakan kesesatan dan jumlah ini mu'taridhah (bahwa) mestinya bi-an (seseorang akan diberi seperti yang diberikan kepadamu) berupa Kitab, hikmah dan keutamaan. An menjadi maf'ul bagi tu'minu sedangkan mustatsna minhu yaitu ahadun dikemudiankan dari mustatsna sehingga makna yang sebenarnya ialah: janganlah kamu sekalian percaya bahwa ada orang yang diberi demikian kecuali yang mengikuti agamamu (atau) bahwa (mereka mematahkan alasamu) orang-orang beriman akan mengalahkan kamu (di sisi Tuhanmu) pada hari kiamat karena agamamu lebih benar. Menurut suatu qiraat berbunyi a-an yakni dengan memakai hamzah yang disebut sebagai hamzah taubikh atau celaan, artinya: Apakah kamu mengakui diberinya seseorang seperti itu? Firman Allah ﷻ: (Sesungguhnya karunia itu di tangan Allah yang akan diberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya). Maka dari mana kamu peroleh berita bahwa apa yang telah diberikan kepadamu itu tidak akan diberikan kepada seorang pun juga? (Dan Allah Maha Luas) atau sangat berlimpah karunia-Nya (lagi Maha Mengetahui) siapa yang berhak untuk menerimanya.
Tafsir Surat Ali-'Imran: 69-74
Segolongan Ahli Kitab ingin menyesatkan kalian, padahal mereka (sebenarnya) tidak menyesatkan melainkan diri mereka sendiri, dan mereka tidak menyadarinya.
Wahai Ahli Kitab, mengapa kalian mengingkari ayat-ayat Allah, padahal kalian mengetahui (kebenarannya).
Wahai Ahli Kitab, mengapa kalian mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kalian mengetahui?
Dan segolongan (lain) dari Ahli Kitab berkata (kepada sesamanya), "Perlihatkanlah (seolah-olah) kalian beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (sahabat-sahabat Rasul) pada permulaan siang dan ingkarilah pada akhirnya, supaya mereka (orang-orang mukmin) kembali (kepada kekafiran).
Dan janganlah kalian percaya selain kepada orang yang mengikuti agama kalian." Katakanlah (Muhammad), "Sesungguhnya petunjuk (yang harus diikuti) hanyalah petunjuk Allah." (Segolongan dari Ahli Kitab berkata kepada sesamanya),"Janganlah kalian percaya bahwa akan diberikan kepada seseorang seperti apa yang diberikan kepada kalian, dan (jangan pula kalian percaya) bahwa mereka akan mengalahkan hujah (argumen) kalian di sisi Tuhan kalian." Katakanlah (Muhammad), "Sesungguhnya karunia itu di tangan Allah, Allah memberikan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui."
Allah menentukan rahmat-Nya (kenabian) kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah mempunyai karunia yang besar.
Ayat 69
Allah ﷻ memberitakan perihal kedengkian orang-orang Yahudi kepada kaum mukmin dan mereka selalu menginginkan agar kaum mukmin menjadi sesat. Allah memberitakan pula bahwa perbuatan mereka itu justru menjadi senjata makan tuan, sedangkan mereka tidak menyadari bahwa akibat buruk dari tipu daya mereka justru menimpa diri mereka sendiri.
Ayat 70
Selanjutnya Allah ﷻ berfirman: “Wahai Ahli Kitab, mengapa kalian mengingkari ayat-ayat Allah, padahal kalian menyaksikan.” (Ali Imran: 70). Yakni kalian mengetahui kebenarannya dan menyaksikan bahwa itu adalah kebenaran.
Ayat 71
“Wahai Ahli Kitab, mengapa kalian mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kalian mengetahui?” (Ali Imran: 71).
Yaitu kalian telah menyembunyikan sifat-sifat Nabi Muhammad yang terdapat di dalam kitab-kitab kalian, padahal kalian mengetahui dan menyaksikan kebenarannya.
Ayat 72
Segolongan dari Ahli Kitab berkata, "Perlihatkanlah (seolah-olah) kalian beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman pada permulaan siang dan ingkarilah pada akhirnya." (Ali Imran: 72), hingga akhir ayat.
Hal ini merupakan tipu daya yang mereka lancarkan untuk mengelabui kalangan du'afa (orang-orang yang lemah) dari kalangan kaum muslim terhadap perkara agama mereka. Mereka melakukan musyawarah di antara sesamanya dan memutuskan agar menyusup ke dalam tubuh kaum muslim dengan menampakkan seakan-akan mereka beriman pada permulaan siang harinya dan shalat Subuh bersama-sama kaum muslim.
Tetapi apabila hari telah petang, mereka harus kembali kepada agama mereka sendiri. Tujuannya adalah agar orang-orang yang lemah akalnya dari kalangan kaum muslim mengatakan bahwa sesungguhnya mereka kembali lagi ke agamanya tiada lain karena mereka telah melihat adanya suatu kekurangan atau suatu keaiban pada agama kaum muslim. Karena itu, disebutkan di dalam akhir ayat ini: “Supaya mereka (orang-orang mukmin) kembali (kepada kekafiran).” (Ali Imran: 72)
Ibnu Abu Nujaih meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan firman Allah ﷻ yang menceritakan perihal orang-orang Yahudi dalam ayat ini, bahwa orang-orang Yahudi ada yang ikut shalat Subuh bersama Nabi ﷺ, lalu mereka kembali kafir pada akhir siang harinya. Hal tersebut sebagai pengelabuan agar orang-orang melihat telah tampak adanya kesesatan bagi mereka dalam agama Nabi ﷺ setelah mereka mengikutinya.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa segolongan orang dari Ahli Kitab mengatakan, "Apabila kalian bertemu dengan sahabat-sahabat Muhammad pada permulaan siang hari, tampakkanlah diri kalian seolah-olah kalian telah beriman. Apabila sore hari, lakukanlah kebaktian kalian sebagaimana biasanya, supaya mereka mengatakan, 'Mereka itu Ahli Kitab, mereka lebih alim (berilmu) daripada kita'."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Qatadah, As-Suddi,Ar-Rabi', dan Abu Malik.
Ayat 73
Firman Allah ﷻ: “Dan janganlah kalian percaya, selain kepada orang yang mengikuti agama kalian.” (Ali Imran: 73)
Artinya, janganlah kalian percaya atau menampakkan rahasia kalian dan apa yang kalian simpan kecuali kepada orang yang benar-benar mengikuti agama kalian. Janganlah kalian memperlihatkan keterangan yang ada di dalam kitab kalian (mengenai Nabi ﷺ) kepada kaum muslim yang pada akhirnya mereka akan beriman kepadanya, lalu menjadikannya sebagai hujah (argumen) yang memakan kalian sendiri.
Firman Allah ﷻ: Katakanlah (Muhammad), "Sesungguhnya petunjuk (yang harus diikuti) hanyalah petunjuk Allah." (Ali Imran: 73)
Yakni hanya Allah-lah yang memberi petunjuk ke dalam kalbu kaum mukmin kepada iman yang sempurna melalui apa yang diturunkan kepada hamba dan Rasul-Nya yaitu Nabi Muhammad ﷺ berupa ayat-ayat yang jelas dan dalil-dalil yang pasti serta hujah-hujah yang gamblang; sekalipun kalian wahai orang-orang Yahudi menyembunyikan apa yang ada di tangan kalian tentang sifat Nabi Muhammad yang ummi di dalam kitab-kitab kalian yang telah kalian nukil (kutip) dari para nabi terdahulu.
Firman Allah ﷻ: “Dan (janganlah kalian percaya) bahwa akan diberikan kepada seseorang seperti apa yang diberikan kepada kalian, dan (jangan pula kalian percaya) bahwa mereka akan mengalahkan hujah (argumen) kalian di sisi Tuhan kalian.” (Ali Imran: 73)
Mereka (Ahli Kitab) mengatakan (kepada sesamanya), "Janganlah kalian memperlihatkan ilmu (pengetahuan) yang ada pada kalian kepada kaum muslim, yang akhirnya mereka akan mempelajarinya dari kalian hingga mereka sejajar pengetahuannya dengan kalian, lalu mereka unggul dengannya atas diri kalian, mengingat kekuatan iman mereka kepadanya. Atau akan mengalahkan hujah kalian di sisi Tuhan kalian.
Dengan kata lain, hal itu akan mereka jadikan hujah terhadap diri kalian dengan memakai pengetahuan yang ada di tangan kalian, hingga akhirnya menjadi senjata makan tuan; dan kalian kalah dalam berhujah (berargumen), baik di dunia maupun di akhirat."
Allah ﷻ berfirman: “Katakanlah, ‘Sesungguhnya karunia itu di tangan Allah, Allah memberikan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya’." (Ali Imran: 73)
Yakni semua urusan berada di bawah kekuasaan Allah dan pengaturan-Nya, Dialah yang memberi dan yang mencegah/menahan. Dia memberikan anugerah-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, yaitu berupa iman, ilmu, dan kemampuan mengatur.
Dia menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya sehingga orang yang bersangkutan menjadi buta pandangan dan penglihatan hatinya, dan Allah mengunci mati kalbu dan pendengarannya serta menjadikan penghalang pada penglihatannya. Dialah yang memiliki hujah yang sempurna dan hikmah yang sangat bijaksana. Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Ayat 74
“Allah menentukan rahmat-Nya (kenabian) kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (Ali Imran: 74)
Artinya, Allah mengkhususkan karunia-Nya kepada kalian wahai orang-orang mukmin dengan karunia yang tak terbatas dan tak terperikan, yaitu dengan dimuliakan-Nya nabi kalian Muhammad ﷺ di atas semua para nabi, dan memberi petunjuk kalian dengan melaluinya kepada syariat yang paling sempurna.
Mereka, Ahli Kitab, bahkan berusaha meyakinkan kepada sesamanya bahwa predikat rasul terakhir adalah hak mereka. Karena itu, janganlah kamu, wahai Ahli Kitab, percaya selain kepada orang yang mengikuti agama kalian. Dengan begitu, mereka tidak jadi masuk Islam. Atau, jangan percaya kepada orang-orang yang masuk Islam, yang dulunya berasal dari agama kamu, agar iman mereka menjadi guncang dan kembali kepada kekafiran. Katakanlah, wahai Nabi Muhammad, Sesungguhnya petunjuk itu, hanyalah petunjuk Allah dan akan diberikan kepada siapa saja yang dipilih-Nya sesuai dengan hukum-hukum yang telah Dia tetapkan. Kamu juga jangan percaya bahwa seseorang akan diberi seperti apa yang diberikan kepada kamu, atau bahwa mereka akan menyanggah kamu di hadapan Tuhanmu. Katakanlah, wahai Nabi Muhammad, Sesungguhnya karunia itu di tangan Allah, Dia memberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya. Allah Mahaluas karuniaNya, Maha Mengetahui kepada siapa karunia tersebut harus diberikan. Dia juga menentukan rahmat-Nya, yakni kenabian dan risalah, kepada siapa yang Dia kehendaki. Allah memiliki karunia yang besar, tidak seorang pun bisa melawan-Nya dan menghalangi-Nya kepada siapa karunia itu akan diberikan. Rangkaian ayat-ayat ini mengajari manusia agar tidak dengki atas karunia yang Allah berikan kepada orang lain, sebab hal itu hanya akan mendorong seseorang melakukan perilaku buruk lainnya.
Allah mengungkapkan adanya perkataan pemimpin-pemimpin Yahudi yang melarang kaumnya menyatakan kepercayaan mereka kepada orang lain yang bukan Yahudi, bahwa kenabian itu boleh saja diberi oleh Allah kepada orang lain, selain orang-orang Yahudi. Sebab jika hal itu dikatakan kepada umat Islam tentu umat Islam akan menjadikannya alasan untuk menguatkan kerasulan Muhammad, yang diutus oleh Allah dari kalangan orang Arab, bukan dari kalangan orang Yahudi. Sikap semacam itu timbul karena orang-orang Yahudi itu memang mengetahui bahwa Allah dapat mengutus seorang rasul, biarpun tidak dari kalangan bangsa Yahudi, tetapi mereka mengingkari kenabian Muhammad adalah karena kesombongan dan kedengkian mereka.
Sesungguhnya petunjuk yang baru diikuti itu ialah petunjuk Allah. Maksudnya bahwa petunjuk itu tidak hanya untuk satu bangsa tertentu di antara hamba-hamba-Nya. Petunjuk itu disampaikan melalui nabi-nabi yang diangkat oleh Allah sesuai dengan kehendak-Nya. Oleh sebab itu orang yang diberi petunjuk oleh Allah swt, ia tidak akan sesat dan tidak ada seorang pun yang sanggup menyesatkannya. Maka tipu daya Ahli Kitab tidak akan memberi pengaruh sedikit pun kepada orang Muslim dan tidak ada yang dapat menghalangi kehendak Allah terhadap nabi-nabi-Nya.
Kerasulan itu adalah karunia dari Tuhan yang berada di dalam kekuasaan-Nya secara mutlak. Allah Maha Pemberi dan Maha Mengetahui, siapa saja yang berhak mendapatkan karunia-Nya. Maka Allah akan memberikan karunia-Nya kepada orang yang berhak menerimanya. Dalam pernyataan ini terdapat peringatan bahwa orang-orang Yahudi. telah mempersempit pengertian tentang karunia Tuhan Yang Mahaluas.
Karunia Allah sangat luas dan rahmat-Nya diberikan secara merata menurut kehendak-Nya. Ini merupakan bantahan terhadap tuduhan Ahli Kitab yang mengatakan bahwa kenabian dan kerasulan itu hanya bagi orang-orang Bani Israil saja.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa Allah mempunyai hak mutlak untuk mengutus nabi dan rasul sesuai dengan keadilan dan rahmat-Nya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 69
“Ingin sekali segolongan dari Ahlul Kitab itu kalau dapat menyesatkan kamu."
Inilah satu peringatan Allah kepada kaum yang beriman. Mungkin mereka tidak dapat mengadakan seruan untuk meninggalkan Islam dan masuk ke agama mereka dengan alasan yang teguh, tetapi mereka akan memilih jalan yang lain yaitu dengan cara menyesatkan. Memberikan keterangan yang salah, memberikan tafsir yang berbeda dari yang sebenarnya. Niscaya orang yang lemah imannya akan bisa mereka tarik. Akan tetapi, apabila bertemu dengan orang yang mengerti perbedaan tauhid dengan syirik, mereka akan bertemu dengan batu karang. Dan, kemudian berfirman Allah,
“Namun, tidaklah akan mereka sesatkan kecuali diri mereka sendiri, sedangkan mereka tidaklah merata."
Di zaman Rasulullah ﷺ mereka telah mencoba hendak menyesatkan kaum yang beriman dengan berbagai usaha. Akhirnya mereka telah menuju keruntuhan sendiri dengan perbuatan mereka. Di zaman zaman yang seterusnya demikian pula; kerap kali kejadian, karena maksud hendak menyesatkan kaum Muslimin dari ajaran agama mereka, mereka telah menyesatkan diri sendiri dengan tidak merasa, yaitu mereka telah tersesat dari kejujuran kepada kedustaan.
Setengah ahli tafsir meriwayatkan bahwa orang-orang Yahudi pernah membujuk tiga orang sahabat yang terkemuka, yaitu Mu'az bin Jabal, Huzaifah bin al-Yaman, dan Ammar bin Yasir. Mereka bercakap-cakap secara halus, mempropagandakan kepada mereka keindahan agama Yahudi dan kelemahan Islam.
Ayat-ayat yang selanjutnya menjelaskan betapa kesesatan mereka itu,
Ayat 70
“Wahai, Ahlul Kitab! Mengapa kamu tidak mau percaya kepada ayat-ayat Allah, padahal kamu menyaksikan?"
Menurut ahli tafsir ar-Razi, ayat ini adalah teguran kepada Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani) yang telah melihat di dalam Taurat sendiri tanda-tanda bahwa Nabi Muhammad ﷺ akan datang di akhir zaman, menyem-purnakan isi kitab Taurat itu. Demikian pula keterangan yang dibawa oleh Nabi Isa di dalam Injil. Mereka telah bertemu tanda-tanda itu di dalam kitab-kitab mereka dan mereka telah menyaksikan sendiri persesuaian tanda-tanda itu. Dengan alasan apa mereka tolak kerasulan Muhammad, padahal kesaksiannya sudah terang? Kalau bukan karena pengaruh dengki dan pengaruh karena agama telah dijadikan golongan, sehingga tidak ada lagi pertalan kepada kebenaran. Padahal bertambah lama bukanlah bertambah suram cahaya risalah dan nubuwwat Muhammad itu, melainkan bertambah terang.
Tidak mengakui suatu kenyataan kebenaran, lalu mencari dalih-dalih yang lain untuk menolaknya, padahal kenyataan kebenaran itu tidak dapat ditutup. Padahal meskipun mereka belum mau mengaku dan belum mau. Akan tetapi, buat mengakui tidak percaya, padahal ayat-ayat Allah sudah terang, pastilah suatu jalan yang salah (sesat).
Ayat 71
“Wahai, Ahlul Kitab! Mengapa kamu campur aduk kebenaran itu dengan kepalsuan dan kamu sembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahui."
Mencampur aduk yang benar dengan yang palsu. Yang benar ialah pokok ajaran agama mereka, yang tertulis dengan nyata di dalam kitab-kitab suci itu. Terutama sekali ialah mengakui Tuhan Yang Maha Esa, tidak bersekutu yang lain dengan Allah, berbuat kebajikan, mencintai sesama manusia, dan termasuk juga kabar selamat menyatakan seorang nabi akan dibangkitkan dalam Bani Israil yang besar itu. Akan tetapi, kebenaran ini telah mereka campur aduk dengan penafsiran yang ditentukan oleh pendeta, oleh ruhban dan ahbar. Sehingga, kebenaran yang sedianya nyata dapat dipahamkan, menjadi kacau kembali, sebab dicampuradukkan dengan penafsiran pendeta itu.
Lalu mereka sembunyikan kebenaran, padahal mereka tahu akan kebenaran itu. Kalau bertemu dalam kitab suci mereka kebenaran tentang Nabi Muhammad ﷺ akan datang, mereka berikanlah tafsir yang lain, padahal sudah sangat berjauhan dari maksud apa yang tertulis.
Seorang orientalis Graaf Henry du Castrie, mengakui sebagai hasil penyelidikannya bahwa untuk propaganda menimbulkan kebencian kepada Islam dan nabinya, sebelum umat-umat Eropa dikerahkan kepada Peperangan Salib yang terkenal, disiarkanlah berita-berita bohong. Dikatakan bahwa orang Islam itu adalah penyembah berhala dan nama berhala itu ialah Tarfagant, terletak dalam Ka'bah, dan nama Nabi Muhammad dikatakan berasal dari nama anjing, yaitu Mahound, dan berbagai lagi tuduhan dan fitnahan atau keterangan-keterangan yang menyesatkan. Sekarang, meskipun sudah hampir seribu tahun sesudah terjadi Perang Salib itu, fitnahan demikian masih saja ada sisa-sisanya di kalangan orang-orang awam di Barat, sehingga ketika Mussolini mengerahkan pemuda Fasscist Italia menghancurkan Tripoli, dalam nyanyian-nyanyian perang mereka juga disebutkan bahwa mereka pergi berperang ialah melakukan tugas suci, menghancurkan orang Islam penyembah berhala. Bahkan walaupun pada zaman terdekat ini, di waktu pemberontakan kaum Muslimin Aljazair kepada Perancis disebut juga bahwa mereka hendak menghancurkan kaum Muslimin yang jahat.
Ayat 72
“Dan, berkata segolongan dari Ahlul Kitab itu, ‘Berimanlah, kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang yang beriman itu di siang hari, dan kufurlah kepadanya di waktu petang, supaya mereka kembali.'"
Ada beberapa riwayat sebab turunnya ayat ini. Ada yang diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dari Ibnu Abbas, dan yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Qatadah serta beberapa riwayat lain yang hampir serupa maksudnya, yaitu beberapa pemuka Yahudi bermufakat, “Mari kita pura-pura masuk ke agama Muhammad itu pagi-pagi lalu kita ikut mendengar dan ikut sembahyang dengan dia. Nanti setelah hari petang kita pulang kembali. Dan, kalau pengikutpengikut Muhammad itu bertanya, kita nyatakan bahwa kita telah keluar kembali dari agama Muhammad itu sebab telah terbukti bagi kita bahwa Muhammad itu adalah seorang pendusta. Sebab, itulah, kami kembali kepada pemuka-pemuka dan pendeta-pendeta kami. Dengan jalan demikian, nanti tentu akan tertarik pula keluar pengikut Muhammad yang lain, yang imannya masih goyah maka kembalilah dia kepada agama kita."
Kepalsuan itu niscaya diketahui Allah dan turunlah ayat ini memberi peringatan bahwa ada orang-orang tidak jujur seperti ini akan masuk Islam pura-pura di waktu pagi dan kembali kafir di petang hari.
Tentu maksud mereka tidak akan berhasil terhadap orang yang beriman. Tepatlah apa yang pernah ditanyakan oleh Heraclius Raja Romawi di Syam itu kepada Abu Sufyan ketika itu masih musyrik, ketika telah menerima surat Rasulullah mengajaknya masuk Islam. Dia bertanya kepada Abu Sufyan, “Adakah orang-orang yang telah memeluk agama yang diajaknya itu kembali kepada agamanya yang lama?" Abu Sufyan menjawab, ‘Tidak ada!" Maka Heraclius mengangguk-angguk dan berkata, “Ini adalah suatu seruan yang sungguh!"
Ayat 73
“Dan janganlah kamu pencaya melainkan kepada orang-orang yang menuruti agama kamu."
Inilah kesan dari fanatik golongan, sebagaimana juga yang selalu kita dengar ucapan orang yang hanya memandang hanya pihak dia yang benar."Apa saja kata Muhammad itu jangan dipercaya. Pendeknya, bagaimana juga bagusnya dan enaknya perkataan mereka, jangan diikut. Kalau bukan perkataan gurumu sendiri, nanti kamu akan tertarik. Sebab, orang itu pintar benar bercakap-cakap." Apatah lagi pada orang Yahudi di zaman Rasulullah itu, mereka masih tetap berkeyakinan bahwa yang berhak menjadi rasul atau nabi hanyalah dari bani Israil. Sebab itu, segala perkataan yang keluar dari mulut orang yang bukan yahudi, jangan percaya. Untuk menangkis sikap yang sempit ini, Allah berfirman kepada Rasul-Nya, “Katakanlah, ‘Sesungguhnya, yang petunjuk ialah petunjuk Allah.'“ Yang menentukan petunjuk ialah Allah sendiri, dan petunjuk bukanlah monopoli hak kamu saja, “Bahwa akan diberikan kepada seseorang sebagaimana pemberian yang diberikan kepada kamu" Artinya, dia bukan hanya khusus untuk orang Yahudi dan Bani Israil.
Menurut ahli tafsir az-Zamakhsyari di dalam tafsirnya al-Kasysyaf sejak pangkal ayat, “Dan, janganlah kamu percaya melainkan kepada orang-orang yang menuruti agama kamu" adalah bersambungan terus dengan perkataan, “Bahwa akan diberikan kepada seseorang sebagaimana pemberian yang diberikan kepada kamu." Akan tetapi, pendirian Yahudi yang demikian sempit dan sombong, telah disela di tengahnya dengan peringatan Allah kepada Rasul-Nya, “Katakanlah, ‘Sesungguhnya, yang petunjuk ialah petunjuk Allah!" Tegasnya, pendeta-pendeta Yahudi melarang pengikut mereka atau kaum mereka mengakui orang bukan Yab'uil, telah disela … oleh peringatan Allah bahwa petunjuk bukanlah Yahudi yang punya, tetapi Allah yang empunya dan sama rata bagi sekalian manusia. Kemudian, diteruskan lagi pesan pendeta Yahudi kepada pengikutnya, jangan kamu percaya bahwa akan diberikan kepada kaum Bani Israil. Meskipun Muhammad itu mengakui dirinya sebagai rasul dan nabi, kamu jangan mau percaya, sebab yang berhak menjadi rasul dan nabi hanyalah Bani Israil. Sebab, Bani Israil adalah kaum pilihan Allah untuk menegakkan kemuliaan di dalam alam ini.
“Atau akan ada orang yang menempelak kamu di sisi Tuhan kamu." Di akhirat kelak. Artinya, jangan pula kamu percaya kalau ada orang mengatakan bahwa kalau ajaran-ajaran Muhammad ini tidak diikuti, niscaya di akhirat kelak akan ditempelak Allah karena mendurhakai ajaran Rasul-Nya. Itu pun jangan kamu percaya.
Pendeknya, apa pun yang dibicarakan orang, walaupun siapa yang berbicara, kalau dia bukan dari Bani Israil, janganlah diikuti pembicaraannya itu dan jangan dipercayai.
Inilah setengah dari nasihat atau pesan dari pemuka-pemuka mereka kepada para pengikut mereka pada waktu itu. Nasihatnya yang pertama atau pangkal dari nasihatnya telah disela dengan firman Allah kepada Rasul-Nya agar disambut kata yang demikian. Dengan keterangan bahwa petunjuk yang sejati adalah petunjuk Allah, bukan petunjuk manusia. Kedua, ujung pesan mereka ini telah disuruh sambut lagi oleh Allah kepada Rasul-Nya, “Katakanlah, ‘Sesungguhnya, karunia itu adalah di tangan Allah, diberikan-Nya akan dia kepada barangsiapa yang Dia kehendaki Oleh sebab itu, karunia Ilahi, mengangkat manusia menjadi utusan-Nya atau nabi-Nya, yang demikian itu adalah karunia Allah sendiri, diberikan-Nya kepada barangsiapa yang Dia kehendaki, dengan tidak menentukan hanya Bani Israil saja. Karunia Allah yang Allah limpahkan kepada barangsiapa yang Dia kehendaki itu, bukanlah hak khusus bagi satu golongan atau satu bangsa. Sedangkan melahirkan Yahya dari ayah yang tua dan ibu yang mandul, Allah Mahakuasa. Sedangkan melahirkan Isa al-Masih hanya dengan perantaraan ibu saja, Allah Berkuasa. Bahkan menciptakan Adam langsung dari tanah, dengan tidak memakai ayah dan ibu,
Dia pun berkuasa, apalah akan sukarnya bagi Allah jika dahulu banyak rasul/nabi dipilih-Nya dari Bani Israil, sekarang dipilih-Nya pula dari Bani Ismail? Kalau hendak mencari asal-usul keturunan, bukankah Israel dan Ismail yang menurunkan dua bangsa besar itu adalah keduanya anak kandung Ibrahim? Ibrahim yang diakui kebenarannya oleh segala pihak, baik Yahudi, Nasrani, maupun orang Arab? Mengapa kehendak Allah akan diberi batas oleh manusia? Mengapa kebenaran yang keluar dari mulut seorang rasul tidak akan dipedulikan kalau dia bukan dari Bani Israil? Inilah suatu pendirian yang amat salah, sangat berlawanan dengan kehendak Allah, yang di ujung ayat ditegaskan, “Dan Allah itu adalah Mahaluas" meliputi dan menaungi seluruh hamba-Nya, tidak hanya melebihkan Bani Israil dari Bani Ismail atau penduduk atau bagian bumi dari bagian bumi yang lain. Sehingga, manusia bukanlah diperhitungkan dari keturunan. Sebab, keturunan seluruh manusia itu hanya satu jua, yaitu Adam, dan semuanya pun dijadikan dari unsur yang satu, yaitu unsur bumi atau tanah.
“Lagi Mengetahui."
Yaitu, diketahui-Nya kepada siapa Dia yang patut menjatuhkan piiihan-Nya yang akan dijadikan rasul. Sehingga, sudah sepatutnya pula Bani Israil atau kaum Yahudi menyelidiki kembali kesalahan mereka.
Ayat 74
“Dia menentukan rahmat-Nya kepada barangsiapa yang Dia kehendaki."
Sekarang, rahmat itu jatuh kepada Ismail, tetapi dia bukan diutus khusus untuk Bani Ismail dan Arab saja, melainkan untuk seluruh manusia dan dunia, rahmat bagi seluruh alam.
"Dan Allah adalah mempunyai karunia yang besar."
Maka, sudah sepatutnyalah jika kamu bersama-sama pun, wahai Ahlul Kitab, wahai Bani Israil, jika kamu pun turut menampung-kan jiwa ragamu, menerima rahmat itu.