Ayat
Terjemahan Per Kata
وَقَالَت
dan berkata
طَّآئِفَةٞ
segolongan
مِّنۡ
dari
أَهۡلِ
Ahli
ٱلۡكِتَٰبِ
Kitab
ءَامِنُواْ
berimanlah kamu
بِٱلَّذِيٓ
dengan yang
أُنزِلَ
diturunkan
عَلَى
atas
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
وَجۡهَ
permulaan
ٱلنَّهَارِ
siang
وَٱكۡفُرُوٓاْ
dan ingkarilah
ءَاخِرَهُۥ
pada akhirnya
لَعَلَّهُمۡ
supaya mereka
يَرۡجِعُونَ
(mereka) kembali
وَقَالَت
dan berkata
طَّآئِفَةٞ
segolongan
مِّنۡ
dari
أَهۡلِ
Ahli
ٱلۡكِتَٰبِ
Kitab
ءَامِنُواْ
berimanlah kamu
بِٱلَّذِيٓ
dengan yang
أُنزِلَ
diturunkan
عَلَى
atas
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
وَجۡهَ
permulaan
ٱلنَّهَارِ
siang
وَٱكۡفُرُوٓاْ
dan ingkarilah
ءَاخِرَهُۥ
pada akhirnya
لَعَلَّهُمۡ
supaya mereka
يَرۡجِعُونَ
(mereka) kembali
Terjemahan
Segolongan Ahlulkitab berkata (kepada sesamanya), “Berimanlah kamu pada apa yang diturunkan kepada orang-orang yang beriman pada awal siang dan ingkarlah pada akhir (siang) agar mereka kembali (pada kekufuran).
Tafsir
(Segolongan dari Ahli Kitab berkata) segolongan Yahudi kepada golongan Yahudi lainnya (berimanlah kamu kepada apa yang diturunkan atas orang-orang beriman) kepada Al-Qur'an (di awal siang) atau permulaannya (dan kafirlah) kepadanya (di akhirnya, semoga mereka) yakni orang-orang yang beriman (kembali) kafir dari agama mereka, karena mereka niscaya akan mengatakan bahwa orang-orang itu mungkin keluar dari Islam setelah memasukinya sedangkan mereka ahli-ahli ilmu, mengetahui ketidakbenarannya, dan kata mereka pula:.
Tafsir Surat Ali-'Imran: 69-74
Segolongan Ahli Kitab ingin menyesatkan kalian, padahal mereka (sebenarnya) tidak menyesatkan melainkan diri mereka sendiri, dan mereka tidak menyadarinya.
Wahai Ahli Kitab, mengapa kalian mengingkari ayat-ayat Allah, padahal kalian mengetahui (kebenarannya).
Wahai Ahli Kitab, mengapa kalian mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kalian mengetahui?
Dan segolongan (lain) dari Ahli Kitab berkata (kepada sesamanya), "Perlihatkanlah (seolah-olah) kalian beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (sahabat-sahabat Rasul) pada permulaan siang dan ingkarilah pada akhirnya, supaya mereka (orang-orang mukmin) kembali (kepada kekafiran).
Dan janganlah kalian percaya selain kepada orang yang mengikuti agama kalian." Katakanlah (Muhammad), "Sesungguhnya petunjuk (yang harus diikuti) hanyalah petunjuk Allah." (Segolongan dari Ahli Kitab berkata kepada sesamanya),"Janganlah kalian percaya bahwa akan diberikan kepada seseorang seperti apa yang diberikan kepada kalian, dan (jangan pula kalian percaya) bahwa mereka akan mengalahkan hujah (argumen) kalian di sisi Tuhan kalian." Katakanlah (Muhammad), "Sesungguhnya karunia itu di tangan Allah, Allah memberikan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui."
Allah menentukan rahmat-Nya (kenabian) kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah mempunyai karunia yang besar.
Ayat 69
Allah ﷻ memberitakan perihal kedengkian orang-orang Yahudi kepada kaum mukmin dan mereka selalu menginginkan agar kaum mukmin menjadi sesat. Allah memberitakan pula bahwa perbuatan mereka itu justru menjadi senjata makan tuan, sedangkan mereka tidak menyadari bahwa akibat buruk dari tipu daya mereka justru menimpa diri mereka sendiri.
Ayat 70
Selanjutnya Allah ﷻ berfirman: “Wahai Ahli Kitab, mengapa kalian mengingkari ayat-ayat Allah, padahal kalian menyaksikan.” (Ali Imran: 70). Yakni kalian mengetahui kebenarannya dan menyaksikan bahwa itu adalah kebenaran.
Ayat 71
“Wahai Ahli Kitab, mengapa kalian mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kalian mengetahui?” (Ali Imran: 71).
Yaitu kalian telah menyembunyikan sifat-sifat Nabi Muhammad yang terdapat di dalam kitab-kitab kalian, padahal kalian mengetahui dan menyaksikan kebenarannya.
Ayat 72
Segolongan dari Ahli Kitab berkata, "Perlihatkanlah (seolah-olah) kalian beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman pada permulaan siang dan ingkarilah pada akhirnya." (Ali Imran: 72), hingga akhir ayat.
Hal ini merupakan tipu daya yang mereka lancarkan untuk mengelabui kalangan du'afa (orang-orang yang lemah) dari kalangan kaum muslim terhadap perkara agama mereka. Mereka melakukan musyawarah di antara sesamanya dan memutuskan agar menyusup ke dalam tubuh kaum muslim dengan menampakkan seakan-akan mereka beriman pada permulaan siang harinya dan shalat Subuh bersama-sama kaum muslim.
Tetapi apabila hari telah petang, mereka harus kembali kepada agama mereka sendiri. Tujuannya adalah agar orang-orang yang lemah akalnya dari kalangan kaum muslim mengatakan bahwa sesungguhnya mereka kembali lagi ke agamanya tiada lain karena mereka telah melihat adanya suatu kekurangan atau suatu keaiban pada agama kaum muslim. Karena itu, disebutkan di dalam akhir ayat ini: “Supaya mereka (orang-orang mukmin) kembali (kepada kekafiran).” (Ali Imran: 72)
Ibnu Abu Nujaih meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan firman Allah ﷻ yang menceritakan perihal orang-orang Yahudi dalam ayat ini, bahwa orang-orang Yahudi ada yang ikut shalat Subuh bersama Nabi ﷺ, lalu mereka kembali kafir pada akhir siang harinya. Hal tersebut sebagai pengelabuan agar orang-orang melihat telah tampak adanya kesesatan bagi mereka dalam agama Nabi ﷺ setelah mereka mengikutinya.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa segolongan orang dari Ahli Kitab mengatakan, "Apabila kalian bertemu dengan sahabat-sahabat Muhammad pada permulaan siang hari, tampakkanlah diri kalian seolah-olah kalian telah beriman. Apabila sore hari, lakukanlah kebaktian kalian sebagaimana biasanya, supaya mereka mengatakan, 'Mereka itu Ahli Kitab, mereka lebih alim (berilmu) daripada kita'."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Qatadah, As-Suddi,Ar-Rabi', dan Abu Malik.
Ayat 73
Firman Allah ﷻ: “Dan janganlah kalian percaya, selain kepada orang yang mengikuti agama kalian.” (Ali Imran: 73)
Artinya, janganlah kalian percaya atau menampakkan rahasia kalian dan apa yang kalian simpan kecuali kepada orang yang benar-benar mengikuti agama kalian. Janganlah kalian memperlihatkan keterangan yang ada di dalam kitab kalian (mengenai Nabi ﷺ) kepada kaum muslim yang pada akhirnya mereka akan beriman kepadanya, lalu menjadikannya sebagai hujah (argumen) yang memakan kalian sendiri.
Firman Allah ﷻ: Katakanlah (Muhammad), "Sesungguhnya petunjuk (yang harus diikuti) hanyalah petunjuk Allah." (Ali Imran: 73)
Yakni hanya Allah-lah yang memberi petunjuk ke dalam kalbu kaum mukmin kepada iman yang sempurna melalui apa yang diturunkan kepada hamba dan Rasul-Nya yaitu Nabi Muhammad ﷺ berupa ayat-ayat yang jelas dan dalil-dalil yang pasti serta hujah-hujah yang gamblang; sekalipun kalian wahai orang-orang Yahudi menyembunyikan apa yang ada di tangan kalian tentang sifat Nabi Muhammad yang ummi di dalam kitab-kitab kalian yang telah kalian nukil (kutip) dari para nabi terdahulu.
Firman Allah ﷻ: “Dan (janganlah kalian percaya) bahwa akan diberikan kepada seseorang seperti apa yang diberikan kepada kalian, dan (jangan pula kalian percaya) bahwa mereka akan mengalahkan hujah (argumen) kalian di sisi Tuhan kalian.” (Ali Imran: 73)
Mereka (Ahli Kitab) mengatakan (kepada sesamanya), "Janganlah kalian memperlihatkan ilmu (pengetahuan) yang ada pada kalian kepada kaum muslim, yang akhirnya mereka akan mempelajarinya dari kalian hingga mereka sejajar pengetahuannya dengan kalian, lalu mereka unggul dengannya atas diri kalian, mengingat kekuatan iman mereka kepadanya. Atau akan mengalahkan hujah kalian di sisi Tuhan kalian.
Dengan kata lain, hal itu akan mereka jadikan hujah terhadap diri kalian dengan memakai pengetahuan yang ada di tangan kalian, hingga akhirnya menjadi senjata makan tuan; dan kalian kalah dalam berhujah (berargumen), baik di dunia maupun di akhirat."
Allah ﷻ berfirman: “Katakanlah, ‘Sesungguhnya karunia itu di tangan Allah, Allah memberikan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya’." (Ali Imran: 73)
Yakni semua urusan berada di bawah kekuasaan Allah dan pengaturan-Nya, Dialah yang memberi dan yang mencegah/menahan. Dia memberikan anugerah-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, yaitu berupa iman, ilmu, dan kemampuan mengatur.
Dia menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya sehingga orang yang bersangkutan menjadi buta pandangan dan penglihatan hatinya, dan Allah mengunci mati kalbu dan pendengarannya serta menjadikan penghalang pada penglihatannya. Dialah yang memiliki hujah yang sempurna dan hikmah yang sangat bijaksana. Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Ayat 74
“Allah menentukan rahmat-Nya (kenabian) kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (Ali Imran: 74)
Artinya, Allah mengkhususkan karunia-Nya kepada kalian wahai orang-orang mukmin dengan karunia yang tak terbatas dan tak terperikan, yaitu dengan dimuliakan-Nya nabi kalian Muhammad ﷺ di atas semua para nabi, dan memberi petunjuk kalian dengan melaluinya kepada syariat yang paling sempurna.
Seharusnya mereka mengimani kebenaran yang dibawa oleh Rasulullah secara tulus, namun justru mereka menularkan sifat kemunafikannya kepada orang lain untuk menyesatkan kaum muslim. Segolongan Ahli Kitab berkata kepada sesamanya dan kepada orang-orang munafik, Berimanlah kamu kepada apa yang diturunkan kepada orangorang beriman, yakni Al-Qur'an pada awal siang, misalnya, dengan melaksanakan salat subuh bersama mereka dan ingkarilah atau murtadlah di akhir siang-nya, agar mereka, yakni orang-orang Islam yang lemah imannya dan yang tidak memiliki pemahaman yang benar terhadap agamanya, akan kembali kepada kekafiran. Mereka, Ahli Kitab, bahkan berusaha meyakinkan kepada sesamanya bahwa predikat rasul terakhir adalah hak mereka. Karena itu, janganlah kamu, wahai Ahli Kitab, percaya selain kepada orang yang mengikuti agama kalian. Dengan begitu, mereka tidak jadi masuk Islam. Atau, jangan percaya kepada orang-orang yang masuk Islam, yang dulunya berasal dari agama kamu, agar iman mereka menjadi guncang dan kembali kepada kekafiran. Katakanlah, wahai Nabi Muhammad, Sesungguhnya petunjuk itu, hanyalah petunjuk Allah dan akan diberikan kepada siapa saja yang dipilih-Nya sesuai dengan hukum-hukum yang telah Dia tetapkan. Kamu juga jangan percaya bahwa seseorang akan diberi seperti apa yang diberikan kepada kamu, atau bahwa mereka akan menyanggah kamu di hadapan Tuhanmu. Katakanlah, wahai Nabi Muhammad, Sesungguhnya karunia itu di tangan Allah, Dia memberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya. Allah Mahaluas karuniaNya, Maha Mengetahui kepada siapa karunia tersebut harus diberikan.
Ada golongan dari Ahli Kitab yang mengajak kawan-kawannya agar pura-pura beriman kepada kitab yang diturunkan kepada Muhammad di pagi hari, kemudian mengingkarinya pada waktu sore. Mereka bersikap demikian untuk menimbulkan kesan di hati umat Islam, kalau agama Islam itu benar tentulah orang-orang Yahudi yang baru masuk Islam tadi tidak akan murtad lagi. Sikap serupa ini tiada lain hanya tipu daya mereka untuk mempengaruhi orang-orang Islam agar kembali kepada kekafirannya.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Imam Mujahid, ia berkata bahwa, segolongan orang Yahudi salat subuh bersama Nabi. Kemudian mereka kafir pada petang harinya. Apabila mereka melakukan tipu daya serupa itu, bukanlah hal yang aneh, karena mengetahui bahwa di antara tanda-tanda kebenaran itu ialah, apabila seseorang telah mengetahui sesuatu itu benar, tentu dia tidak akan meninggalkannya. Hal ini dapat dipahami dari pernyataan Heraklius, Kaisar Rumawi kepada Abu Sufyan ketika dia menanyakan kepadanya tentang keadaan Muhammad, yaitu ketika Nabi Muhammad ﷺ menyeru Heraklius dengan suratnya untuk masuk Islam, "Adakah orang yang keluar dari agamanya setelah ia memeluknya?" Abu Sufyan menjawab, "Tidak ada."
Ayat ini memperingatkan Nabi Muhammad akan tipu daya Ahli Kitab dan memberitahukan siasat mereka, agar tipu daya itu tidak mempengaruhi hati orang mukmin yang masih lemah. Peringatan ini berguna untuk menggagalkan usaha mereka; sebab apabila latar belakang dari tipu daya mereka telah diketahui, tentulah usaha mereka tidak akan berhasil. Ayat ini sebagai mukjizat bagi Nabi Muhammad saw, karena mengandung berita gaib yang membukakan rahasia niat busuk orang Yahudi.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 69
“Ingin sekali segolongan dari Ahlul Kitab itu kalau dapat menyesatkan kamu."
Inilah satu peringatan Allah kepada kaum yang beriman. Mungkin mereka tidak dapat mengadakan seruan untuk meninggalkan Islam dan masuk ke agama mereka dengan alasan yang teguh, tetapi mereka akan memilih jalan yang lain yaitu dengan cara menyesatkan. Memberikan keterangan yang salah, memberikan tafsir yang berbeda dari yang sebenarnya. Niscaya orang yang lemah imannya akan bisa mereka tarik. Akan tetapi, apabila bertemu dengan orang yang mengerti perbedaan tauhid dengan syirik, mereka akan bertemu dengan batu karang. Dan, kemudian berfirman Allah,
“Namun, tidaklah akan mereka sesatkan kecuali diri mereka sendiri, sedangkan mereka tidaklah merata."
Di zaman Rasulullah ﷺ mereka telah mencoba hendak menyesatkan kaum yang beriman dengan berbagai usaha. Akhirnya mereka telah menuju keruntuhan sendiri dengan perbuatan mereka. Di zaman zaman yang seterusnya demikian pula; kerap kali kejadian, karena maksud hendak menyesatkan kaum Muslimin dari ajaran agama mereka, mereka telah menyesatkan diri sendiri dengan tidak merasa, yaitu mereka telah tersesat dari kejujuran kepada kedustaan.
Setengah ahli tafsir meriwayatkan bahwa orang-orang Yahudi pernah membujuk tiga orang sahabat yang terkemuka, yaitu Mu'az bin Jabal, Huzaifah bin al-Yaman, dan Ammar bin Yasir. Mereka bercakap-cakap secara halus, mempropagandakan kepada mereka keindahan agama Yahudi dan kelemahan Islam.
Ayat-ayat yang selanjutnya menjelaskan betapa kesesatan mereka itu,
Ayat 70
“Wahai, Ahlul Kitab! Mengapa kamu tidak mau percaya kepada ayat-ayat Allah, padahal kamu menyaksikan?"
Menurut ahli tafsir ar-Razi, ayat ini adalah teguran kepada Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani) yang telah melihat di dalam Taurat sendiri tanda-tanda bahwa Nabi Muhammad ﷺ akan datang di akhir zaman, menyem-purnakan isi kitab Taurat itu. Demikian pula keterangan yang dibawa oleh Nabi Isa di dalam Injil. Mereka telah bertemu tanda-tanda itu di dalam kitab-kitab mereka dan mereka telah menyaksikan sendiri persesuaian tanda-tanda itu. Dengan alasan apa mereka tolak kerasulan Muhammad, padahal kesaksiannya sudah terang? Kalau bukan karena pengaruh dengki dan pengaruh karena agama telah dijadikan golongan, sehingga tidak ada lagi pertalan kepada kebenaran. Padahal bertambah lama bukanlah bertambah suram cahaya risalah dan nubuwwat Muhammad itu, melainkan bertambah terang.
Tidak mengakui suatu kenyataan kebenaran, lalu mencari dalih-dalih yang lain untuk menolaknya, padahal kenyataan kebenaran itu tidak dapat ditutup. Padahal meskipun mereka belum mau mengaku dan belum mau. Akan tetapi, buat mengakui tidak percaya, padahal ayat-ayat Allah sudah terang, pastilah suatu jalan yang salah (sesat).
Ayat 71
“Wahai, Ahlul Kitab! Mengapa kamu campur aduk kebenaran itu dengan kepalsuan dan kamu sembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahui."
Mencampur aduk yang benar dengan yang palsu. Yang benar ialah pokok ajaran agama mereka, yang tertulis dengan nyata di dalam kitab-kitab suci itu. Terutama sekali ialah mengakui Tuhan Yang Maha Esa, tidak bersekutu yang lain dengan Allah, berbuat kebajikan, mencintai sesama manusia, dan termasuk juga kabar selamat menyatakan seorang nabi akan dibangkitkan dalam Bani Israil yang besar itu. Akan tetapi, kebenaran ini telah mereka campur aduk dengan penafsiran yang ditentukan oleh pendeta, oleh ruhban dan ahbar. Sehingga, kebenaran yang sedianya nyata dapat dipahamkan, menjadi kacau kembali, sebab dicampuradukkan dengan penafsiran pendeta itu.
Lalu mereka sembunyikan kebenaran, padahal mereka tahu akan kebenaran itu. Kalau bertemu dalam kitab suci mereka kebenaran tentang Nabi Muhammad ﷺ akan datang, mereka berikanlah tafsir yang lain, padahal sudah sangat berjauhan dari maksud apa yang tertulis.
Seorang orientalis Graaf Henry du Castrie, mengakui sebagai hasil penyelidikannya bahwa untuk propaganda menimbulkan kebencian kepada Islam dan nabinya, sebelum umat-umat Eropa dikerahkan kepada Peperangan Salib yang terkenal, disiarkanlah berita-berita bohong. Dikatakan bahwa orang Islam itu adalah penyembah berhala dan nama berhala itu ialah Tarfagant, terletak dalam Ka'bah, dan nama Nabi Muhammad dikatakan berasal dari nama anjing, yaitu Mahound, dan berbagai lagi tuduhan dan fitnahan atau keterangan-keterangan yang menyesatkan. Sekarang, meskipun sudah hampir seribu tahun sesudah terjadi Perang Salib itu, fitnahan demikian masih saja ada sisa-sisanya di kalangan orang-orang awam di Barat, sehingga ketika Mussolini mengerahkan pemuda Fasscist Italia menghancurkan Tripoli, dalam nyanyian-nyanyian perang mereka juga disebutkan bahwa mereka pergi berperang ialah melakukan tugas suci, menghancurkan orang Islam penyembah berhala. Bahkan walaupun pada zaman terdekat ini, di waktu pemberontakan kaum Muslimin Aljazair kepada Perancis disebut juga bahwa mereka hendak menghancurkan kaum Muslimin yang jahat.
Ayat 72
“Dan, berkata segolongan dari Ahlul Kitab itu, ‘Berimanlah, kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang yang beriman itu di siang hari, dan kufurlah kepadanya di waktu petang, supaya mereka kembali.'"
Ada beberapa riwayat sebab turunnya ayat ini. Ada yang diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dari Ibnu Abbas, dan yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Qatadah serta beberapa riwayat lain yang hampir serupa maksudnya, yaitu beberapa pemuka Yahudi bermufakat, “Mari kita pura-pura masuk ke agama Muhammad itu pagi-pagi lalu kita ikut mendengar dan ikut sembahyang dengan dia. Nanti setelah hari petang kita pulang kembali. Dan, kalau pengikutpengikut Muhammad itu bertanya, kita nyatakan bahwa kita telah keluar kembali dari agama Muhammad itu sebab telah terbukti bagi kita bahwa Muhammad itu adalah seorang pendusta. Sebab, itulah, kami kembali kepada pemuka-pemuka dan pendeta-pendeta kami. Dengan jalan demikian, nanti tentu akan tertarik pula keluar pengikut Muhammad yang lain, yang imannya masih goyah maka kembalilah dia kepada agama kita."
Kepalsuan itu niscaya diketahui Allah dan turunlah ayat ini memberi peringatan bahwa ada orang-orang tidak jujur seperti ini akan masuk Islam pura-pura di waktu pagi dan kembali kafir di petang hari.
Tentu maksud mereka tidak akan berhasil terhadap orang yang beriman. Tepatlah apa yang pernah ditanyakan oleh Heraclius Raja Romawi di Syam itu kepada Abu Sufyan ketika itu masih musyrik, ketika telah menerima surat Rasulullah mengajaknya masuk Islam. Dia bertanya kepada Abu Sufyan, “Adakah orang-orang yang telah memeluk agama yang diajaknya itu kembali kepada agamanya yang lama?" Abu Sufyan menjawab, ‘Tidak ada!" Maka Heraclius mengangguk-angguk dan berkata, “Ini adalah suatu seruan yang sungguh!"
Ayat 73
“Dan janganlah kamu pencaya melainkan kepada orang-orang yang menuruti agama kamu."
Inilah kesan dari fanatik golongan, sebagaimana juga yang selalu kita dengar ucapan orang yang hanya memandang hanya pihak dia yang benar."Apa saja kata Muhammad itu jangan dipercaya. Pendeknya, bagaimana juga bagusnya dan enaknya perkataan mereka, jangan diikut. Kalau bukan perkataan gurumu sendiri, nanti kamu akan tertarik. Sebab, orang itu pintar benar bercakap-cakap." Apatah lagi pada orang Yahudi di zaman Rasulullah itu, mereka masih tetap berkeyakinan bahwa yang berhak menjadi rasul atau nabi hanyalah dari bani Israil. Sebab itu, segala perkataan yang keluar dari mulut orang yang bukan yahudi, jangan percaya. Untuk menangkis sikap yang sempit ini, Allah berfirman kepada Rasul-Nya, “Katakanlah, ‘Sesungguhnya, yang petunjuk ialah petunjuk Allah.'“ Yang menentukan petunjuk ialah Allah sendiri, dan petunjuk bukanlah monopoli hak kamu saja, “Bahwa akan diberikan kepada seseorang sebagaimana pemberian yang diberikan kepada kamu" Artinya, dia bukan hanya khusus untuk orang Yahudi dan Bani Israil.
Menurut ahli tafsir az-Zamakhsyari di dalam tafsirnya al-Kasysyaf sejak pangkal ayat, “Dan, janganlah kamu percaya melainkan kepada orang-orang yang menuruti agama kamu" adalah bersambungan terus dengan perkataan, “Bahwa akan diberikan kepada seseorang sebagaimana pemberian yang diberikan kepada kamu." Akan tetapi, pendirian Yahudi yang demikian sempit dan sombong, telah disela di tengahnya dengan peringatan Allah kepada Rasul-Nya, “Katakanlah, ‘Sesungguhnya, yang petunjuk ialah petunjuk Allah!" Tegasnya, pendeta-pendeta Yahudi melarang pengikut mereka atau kaum mereka mengakui orang bukan Yab'uil, telah disela … oleh peringatan Allah bahwa petunjuk bukanlah Yahudi yang punya, tetapi Allah yang empunya dan sama rata bagi sekalian manusia. Kemudian, diteruskan lagi pesan pendeta Yahudi kepada pengikutnya, jangan kamu percaya bahwa akan diberikan kepada kaum Bani Israil. Meskipun Muhammad itu mengakui dirinya sebagai rasul dan nabi, kamu jangan mau percaya, sebab yang berhak menjadi rasul dan nabi hanyalah Bani Israil. Sebab, Bani Israil adalah kaum pilihan Allah untuk menegakkan kemuliaan di dalam alam ini.
“Atau akan ada orang yang menempelak kamu di sisi Tuhan kamu." Di akhirat kelak. Artinya, jangan pula kamu percaya kalau ada orang mengatakan bahwa kalau ajaran-ajaran Muhammad ini tidak diikuti, niscaya di akhirat kelak akan ditempelak Allah karena mendurhakai ajaran Rasul-Nya. Itu pun jangan kamu percaya.
Pendeknya, apa pun yang dibicarakan orang, walaupun siapa yang berbicara, kalau dia bukan dari Bani Israil, janganlah diikuti pembicaraannya itu dan jangan dipercayai.
Inilah setengah dari nasihat atau pesan dari pemuka-pemuka mereka kepada para pengikut mereka pada waktu itu. Nasihatnya yang pertama atau pangkal dari nasihatnya telah disela dengan firman Allah kepada Rasul-Nya agar disambut kata yang demikian. Dengan keterangan bahwa petunjuk yang sejati adalah petunjuk Allah, bukan petunjuk manusia. Kedua, ujung pesan mereka ini telah disuruh sambut lagi oleh Allah kepada Rasul-Nya, “Katakanlah, ‘Sesungguhnya, karunia itu adalah di tangan Allah, diberikan-Nya akan dia kepada barangsiapa yang Dia kehendaki Oleh sebab itu, karunia Ilahi, mengangkat manusia menjadi utusan-Nya atau nabi-Nya, yang demikian itu adalah karunia Allah sendiri, diberikan-Nya kepada barangsiapa yang Dia kehendaki, dengan tidak menentukan hanya Bani Israil saja. Karunia Allah yang Allah limpahkan kepada barangsiapa yang Dia kehendaki itu, bukanlah hak khusus bagi satu golongan atau satu bangsa. Sedangkan melahirkan Yahya dari ayah yang tua dan ibu yang mandul, Allah Mahakuasa. Sedangkan melahirkan Isa al-Masih hanya dengan perantaraan ibu saja, Allah Berkuasa. Bahkan menciptakan Adam langsung dari tanah, dengan tidak memakai ayah dan ibu,
Dia pun berkuasa, apalah akan sukarnya bagi Allah jika dahulu banyak rasul/nabi dipilih-Nya dari Bani Israil, sekarang dipilih-Nya pula dari Bani Ismail? Kalau hendak mencari asal-usul keturunan, bukankah Israel dan Ismail yang menurunkan dua bangsa besar itu adalah keduanya anak kandung Ibrahim? Ibrahim yang diakui kebenarannya oleh segala pihak, baik Yahudi, Nasrani, maupun orang Arab? Mengapa kehendak Allah akan diberi batas oleh manusia? Mengapa kebenaran yang keluar dari mulut seorang rasul tidak akan dipedulikan kalau dia bukan dari Bani Israil? Inilah suatu pendirian yang amat salah, sangat berlawanan dengan kehendak Allah, yang di ujung ayat ditegaskan, “Dan Allah itu adalah Mahaluas" meliputi dan menaungi seluruh hamba-Nya, tidak hanya melebihkan Bani Israil dari Bani Ismail atau penduduk atau bagian bumi dari bagian bumi yang lain. Sehingga, manusia bukanlah diperhitungkan dari keturunan. Sebab, keturunan seluruh manusia itu hanya satu jua, yaitu Adam, dan semuanya pun dijadikan dari unsur yang satu, yaitu unsur bumi atau tanah.
“Lagi Mengetahui."
Yaitu, diketahui-Nya kepada siapa Dia yang patut menjatuhkan piiihan-Nya yang akan dijadikan rasul. Sehingga, sudah sepatutnya pula Bani Israil atau kaum Yahudi menyelidiki kembali kesalahan mereka.
Ayat 74
“Dia menentukan rahmat-Nya kepada barangsiapa yang Dia kehendaki."
Sekarang, rahmat itu jatuh kepada Ismail, tetapi dia bukan diutus khusus untuk Bani Ismail dan Arab saja, melainkan untuk seluruh manusia dan dunia, rahmat bagi seluruh alam.
"Dan Allah adalah mempunyai karunia yang besar."
Maka, sudah sepatutnyalah jika kamu bersama-sama pun, wahai Ahlul Kitab, wahai Bani Israil, jika kamu pun turut menampung-kan jiwa ragamu, menerima rahmat itu.