Ayat
Terjemahan Per Kata
قُلۡ
katakanlah
يَٰٓأَهۡلَ
Wahai ahli
ٱلۡكِتَٰبِ
Kitab
تَعَالَوۡاْ
marilah
إِلَىٰ
kepada
كَلِمَةٖ
satu kalimat
سَوَآءِ
yang sama
بَيۡنَنَا
antara kami
وَبَيۡنَكُمۡ
dan antara kamu
أَلَّا
bahwa tidak
نَعۡبُدَ
kami menyembah
إِلَّا
kecuali
ٱللَّهَ
Allah
وَلَا
dan tidak
نُشۡرِكَ
kami menyekutukan
بِهِۦ
denganNya
شَيۡـٔٗا
sesuatu
وَلَا
dan tidak
يَتَّخِذَ
menjadikan
بَعۡضُنَا
sebagian kami
بَعۡضًا
sebagian yang lain
أَرۡبَابٗا
Tuhan
مِّن
dari
دُونِ
sisi
ٱللَّهِۚ
Allah
فَإِن
maka jika
تَوَلَّوۡاْ
mereka berpaling
فَقُولُواْ
maka katakanlah
ٱشۡهَدُواْ
saksikanlah
بِأَنَّا
bahwa kami
مُسۡلِمُونَ
orang-orang yang menyerahkan diri
قُلۡ
katakanlah
يَٰٓأَهۡلَ
Wahai ahli
ٱلۡكِتَٰبِ
Kitab
تَعَالَوۡاْ
marilah
إِلَىٰ
kepada
كَلِمَةٖ
satu kalimat
سَوَآءِ
yang sama
بَيۡنَنَا
antara kami
وَبَيۡنَكُمۡ
dan antara kamu
أَلَّا
bahwa tidak
نَعۡبُدَ
kami menyembah
إِلَّا
kecuali
ٱللَّهَ
Allah
وَلَا
dan tidak
نُشۡرِكَ
kami menyekutukan
بِهِۦ
denganNya
شَيۡـٔٗا
sesuatu
وَلَا
dan tidak
يَتَّخِذَ
menjadikan
بَعۡضُنَا
sebagian kami
بَعۡضًا
sebagian yang lain
أَرۡبَابٗا
Tuhan
مِّن
dari
دُونِ
sisi
ٱللَّهِۚ
Allah
فَإِن
maka jika
تَوَلَّوۡاْ
mereka berpaling
فَقُولُواْ
maka katakanlah
ٱشۡهَدُواْ
saksikanlah
بِأَنَّا
bahwa kami
مُسۡلِمُونَ
orang-orang yang menyerahkan diri
Terjemahan
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai Ahlulkitab, marilah (kita) menuju pada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, (yakni) kita tidak menyembah selain Allah, kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan-tuhan selain Allah.” Jika mereka berpaling, katakanlah (kepada mereka), “Saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang muslim.”
Tafsir
(Katakanlah, "Hai Ahli Kitab!) yakni Yahudi dan Nasrani (Marilah kita menuju suatu kalimat yang sama) mashdar dengan makna sifat; artinya yang serupa (di antara kami dan kamu) yakni (bahwa kita tidak menyembah kecuali Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun juga dan bahwa sebagian kita tidak mengambil lainnya sebagai Tuhan selain daripada Allah) sebagaimana halnya kamu mengambil para rahib dan pendeta. (Jika mereka berpaling) jika menyeleweng dari ketauhidan (maka katakanlah olehmu) kepada mereka ('Saksikanlah bahwa kami ini beragama Islam.'") yang bertauhid. Ayat berikut diturunkan ketika orang-orang Yahudi mengatakan bahwa Ibrahim itu seorang Yahudi dan kita adalah penganut agamanya demikian pula orang-orang Nasrani mengklaim seperti itu.
Tafsir Surat Ali-'Imran: 64
Katakanlah (Muhammad), "Wahai Ahli Kitab, marilah kita kembali kepada satu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kalian, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain dari Allah. Jika mereka berpaling, maka katakanlah (kepada mereka), 'Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)'."
Ayat 64
Khitab (perintah) ini bersifat umum mencakup semua Ahli Kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani serta orang-orang yang sealiran dengan mereka.
Katakanlah (Muhammad), "Wahai Ahli Kitab, marilah kita kembali kepada satu kalimat." (Ali Imran: 64)
Definisi kalimat ialah sebuah pernyataan yang memberikan sesuatu yang bermakna (pengertian). Demikian pula yang dimaksud dengan kalimat dalam ayat ini. Kemudian kalimat tersebut diperjelas pengertiannya oleh firman selanjutnya, yaitu:
“Yang tidak ada perselisihan di antara kami dan kalian.” (Ali Imran: 64)
Yakni kalimat yang adil, pertengahan, dan tidak ada perselisihan di antara kami dan kalian mengenainya. Kemudian diperjelas lagi oleh firman selanjutnya:
“Bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun.” (Ali Imran: 64).
Yaitu baik dengan berhala, salib, wasan, tagut, api atau sesuatu yang selain-Nya, melainkan kita Esakan Allah dengan menyembah-Nya semata, tanpa sekutu bagi-Nya. Hal ini merupakan seruan yang dilakukan oleh semua rasul sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya:
"Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, ‘Bahwasanya tidak ada Tuhan selain Aku, maka kalian sembahlah Aku’." (Al-Anbiya: 25)
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul kepada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut’.” (An-Nahl: 36)
Adapun firman Allah ﷻ: “Dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain dari Allah.” (Ali Imran: 64)
Ibnu Juraij mengatakan, makna yang dimaksud ialah sebagian kita menaati sebagian yang lain dalam bermaksiat kepada Allah ﷻ. Sedangkan menurut Ikrimah, makna yang dimaksud ialah sebagian kita bersujud kepada sebagian yang lain.
“Jika mereka berpaling, maka katakanlah (kepada mereka), ‘Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)’." (Ali Imran: 64)
Yakni jika mereka berpaling dari kebenaran keadilan ini dan seruan ini, hendaklah mereka mempersaksikan bahwa kalian tetap berada dalam agama Islam yang telah disyariatkan oleh Allah untuk kalian. Kami menyebutkan di dalam syarah Al-Bukhari pada riwayat yang ia ketengahkan melalui jalur Az-Zuhri, dari Ubaidillah ibnu Abdullah ibnu ‘Atha’bah ibnu Mas'ud, dari Ibnu Abbas, dari Abu Sufyan tentang kisahnya ketika masuk menemui Kaisar Romawi, lalu Kaisar menanyakan kepadanya tentang nasab Rasulullah ﷺ, sifat-sifatnya, dan sepak terjangnya, serta apa yang diserukan olehnya.
Lalu Abu Sufyan menceritakan hal tersebut secara keseluruhan dengan jelas dan apa adanya. Padahal ketika itu Abu Sufyan masih musyrik dan belum masuk Islam, hal ini terjadi sesudah adanya Perjanjian Hudaibiyyah dan sebelum penaklukan kota Mekah, seperti yang dijelaskan oleh hadits yang dimaksud. Juga ketika ditanyakan kepadanya, apakah Nabi ﷺ pernah berbuat khianat? Maka Abu Sufyan menjawab, "Tidak. Dan kami berpisah dengannya selama suatu masa, dalam masa itu kami tidak mengetahui apa yang dilakukannya." Kemudian Abu Sufyan mengatakan, "Aku tidak dapat menambahkan suatu informasi pun selain dari itu." Tujuan utama dari pengetengahan kisah ini adalah bahwa surat Rasulullah ﷺ disampaikan kepada Kaisar yang isinya adalah seperti berikut: .
“Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, dari Muhammad Rasulullah, ditujukan kepada Heraklius, pembesar kerajaan Romawi, semoga keselamatan terlimpah kepada orang yang mengikuti petunjuk. Amma Ba'du: Masuk Islamlah, niscaya engkau akan selamat; dan masuk Islamlah, niscaya Allah akan memberimu pahala dua kali. Tetapi jika engkau berpaling, maka sesungguhnya engkau menanggung dosa kaum arisin (para petani).”
Dan di dalamnya disebutkan pula firman-Nya:"Wahai Ahli Kitab, marilah kita kembali kepada satu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kalian, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain dari Allah. Jika mereka berpaling, maka katakanlah (kepada mereka), 'Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)'." (Ali Imran: 64)
Muhammad ibnu Ishaq dan lain-lain yang tidak hanya seorang saja telah menyebutkan bahwa permulaan surat Ali Imran sampai dengan ayat delapan puluh lebih sedikit diturunkan berkenaan dengan delegasi Najran. Az-Zuhri mengatakan bahwa mereka adalah orang yang mula-mula membayar jizyah. Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang ayat jizyah ini, bahwa ia diturunkan sesudah penaklukan kota Mekah.
Maka timbul pertanyaan, bagaimanakah dapat digabungkan antara peristiwa penulisan ayat ini yang terjadi sebelum peristiwa kemenangan atas kota Mekah dalam surat yang ditujukan kepada Heraklius, sebagai bagian dari surat tersebut dengan apa yang telah diriwayatkan oleh Muhammad ibnu Ishaq dan Az-Zuhri? Sebagai jawabannya dapat dikemukakan alasan-alasan berikut, yaitu:
Pertama. Dapat dihipotesiskan bahwa bisa jadi ayat ini diturunkan dua kali; sekali sebelum Perjanjian Hudaibiyyah, dan kali yang lainnya sesudah peristiwa kemenangan atas kota Mekah.
Kedua. Bisa jadi permulaan surat Ali Imran diturunkan berkenaan dengan delegasi Najran sampai dengan ayat ini, yang berarti ayat ini diturunkan sebelum peristiwa itu. Dengan demikian, berarti pendapat Ibnu Ishaq yang mengatakan sampai ayat delapan puluh lebih beberapa ayat kurang dihafal, mengingat pengertian yang ditunjukkan oleh hadits Abu Sufyan di atas tadi.
Ketiga. Bisa jadi kedatangan delegasi Najran terjadi sebelum Perjanjian Hudaibiyyah, dan orang-orang yang memberikan bayaran kepada Nabi ﷺ sebagai ganti dari mubahalah bukan dianggap sebagai jizyah, melainkan sebagai gencatan senjata dan perdamaian.
Sesudah itu turunlah ayat mengenai jizyah yang sesuai dengan peristiwa tersebut. Keadaannya sama dengan peristiwa difardukannya seperlima dan empat perlima yang bersesuaian dengan apa yang dilakukan oleh Abdullah ibnu Jahsy terhadap sariyyah (pasukan) yang bersangkutan sebelum Perang Badar. Kemudian diturunkanlah hukum fardu pembagian ganimah yang sesuai dengan kebijakan tersebut.
Keempat. Bisa jadi ketika Rasulullah ﷺ memerintahkan untuk menulis surat tersebut kepada Heraklius, ayat itu masih belum diturunkan. Sesudah itu baru ayat Al-Qur'an mengenai masalah ini diturunkan bersesuaian dengan apa yang dilakukan oleh Nabi ﷺ. Sebagaimana diturunkan ayat mengenai hijab dan tawanan perang yang isinya bersesuaian dengan kebijakan yang diputuskan oleh Umar ibnul Khattab, begitu pula ayat yang melarang menyalatkan jenazah orang-orang munafik.
Juga dalam firman-Nya: “Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat shalat.” (Al-Baqarah: 125) Peristiwa yang menyangkut firman-Nya: “Jika Nabi menceraikan kalian, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kalian.” (At-Tahrim: 5), hingga akhir ayat.
Tatkala mereka tidak berani ber-muba'halah, sehingga tampaklah kebohongan dan kelemahan mereka, maka ayat ini mengajak mereka kepada tauhid dengan cara yang lebih lunak dan santun. Katakanlah, hai Nabi Muhammad, Wahai Ahli Kitab! Jika kalian tetap menolak kebenaran hujjah tentang Isa bin Maryam padahal kalian mengetahuinya, maka marilah kita menuju kepada satu kalimat, pegangan yang sama yang memberi keputusan secara adil antara kami dan kamu, yaitu kitab Taurat dan kitab-kitab lainnya, termasuk Injil dan Al-Qur'an, bahwa di dalam kitab-kitab tersebut kita tidak diperbolehkan menyembah selain Allah dan kita tidak diperbolehkan mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan jika cara ini juga tidak membawa hasil untuk mengajak mereka, maka yang terpenting bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah untuk diikuti dan dituruti perintahnya padahal perintah itu keliru. Jika mereka tetap berpaling dari kebenaran setelah terpenuhi bukti-bukti, maka katakanlah kepada mereka, Saksikanlah, bahwa kami adalah orang muslim, yaitu orang-orang yang benar-benar berserah diri kepada Allah dan semata-mata beribadah kepada-Nya.
Mereka bukannya mengikuti ajaran tauhid, sebagai inti ajaran (millah) Nabi Ibrahim, akan tetapi mereka justru saling berbantah tentang siapa Nabi Ibrahim. Masing-masing mereka mengaku bahwa Nabi Ibrahim adalah pengikut mereka. Wahai Ahli Kitab, Yahudi dan Nasrani! Mengapa kamu berbantah-bantahan tentang Ibrahim, di mana masingmasing dari kalian menganggap Nabi Ibrahim itu dari golongan kalian, padahal Taurat dan Injil diturunkan setelah dia dengan jarak waktu yang sangat panjang. Allah menutup ayat ini dengan redaksi apakah kalian tidak mengerti atau pura-pura tidak mengerti bahwa yang datang lebih dahulu tidak mungkin mengikuti yang datang belakangan. Bukti sejarah ini sekaligus meruntuhkan klaim mereka tentang Nabi Ibrahim sebagai Ahli Kitab.
Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad, agar mengajak Ahli Kitab yaitu Yahudi dan Nasrani untuk berdialog secara adil dalam mencari asas-asas persamaan dari ajaran yang dibawa oleh rasul-rasul dan kitab-kitab yang diturunkan kepada mereka, yaitu Taurat, Injil dan Al-Qur'an. Kemudian Allah menjelaskan maksud ajakan itu yaitu agar mereka tidak menyembah selain Allah yang mempunyai kekuasaan yang mutlak, yang berhak menciptakan syariat dan berhak menghalalkan dan mengharamkan, serta tidak mempersekutukan-Nya.
Ayat ini mengandung: Tauhid Uluhiyah bagi Allah, yaitu keesaan Allah seperti tersebut dalam firman-Nya:
bahwa kita tidak menyembah selain Allah (Ali 'Imran/3: 64).
Sifat Tauhid Rububiyah dalam firman-Nya yaitu keesaan dalam mengatur makhluk-Nya:
dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah (Ali 'Imran/3: 64)
Ketentuan ini disepakati oleh semua orang, dan dapat dibuktikan, Ibrahim a.s. diutus Allah untuk membawa agama tauhid, begitu juga Nabi Musa seperti terdapat dalam kitab Taurat; Allah berfirman kepada Nabi Musa, "Sesungguhnya Tuhan adalah sembahanmu, kamu tidak mempunyai sesembahan lain di sisi Ku, jangan kamu membuat pahatan patung, dan jangan membuat gambaran apa pun juga dari apa saja yang terdapat di langit dan di bumi, maupun yang terdapat di dalam air. Jangan kamu bersujud kepada patung-patung dan gambar-gambar serta jangan menghambakan diri kepadanya. Demikian juga Nabi Isa diutus Allah dengan membawa ajaran seperti itu.
Kemudian Nabi Muhammad ﷺ sebagai Nabi penutup, beliau diutus dengan membawa ajaran yang sama. Di dalam Al-Qur'an terdapat firman Allah:
Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Yang Mahahidup, yang terus menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur (al-Baqarah/2: 255).
Kesimpulan dari ajakan tersebut ialah: Muslimin dan Ahli Kitab sama-sama meyakini bahwa alam itu termasuk ciptaan Allah Yang Maha Esa. Dialah yang menciptakan dan mengurusnya dan Dialah yang mengutus para nabi kepada mereka, untuk menyampaikan keterangan-keterangan tentang perbuatan yang diridai dan yang tidak diridai-Nya.
Kemudian Nabi Muhammad mengajak Ahli Kitab agar bersepakat untuk menegakkan prinsip-prinsip agama, menolak hal yang meragukan, yang bertentangan dengan prinsip agama. Maka apabila orang Nasrani mendapatkan keterangan dari ajaran yang dibawa oleh Nabi Isa seperti kata-kata "Putra Tuhan" hendaklah ditakwilkan dengan takwilan yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip yang disepakati oleh para nabi, karena kita semua tidak akan mendapatkan di antara perkataan para nabi yang bisa diartikan bahwa sesungguhnya Nabi Isa itu tuhan yang disembah. Kita juga tidak akan mendapatkan keterangan yang mengatakan bahwa Isa a.s. mengajak manusia untuk menyembah dirinya dan ibunya, melainkan Nabi Isa mengajak manusia untuk menyembah Allah Yang Esa dan dengan ikhlas beribadah kepada-Nya.
Pada mulanya, orang Yahudi beragama tauhid, kemudian terjadilah malapetaka bagi mereka, yaitu waktu mereka mengakui hukum apa saja yang ditetapkan pemimpin agama adalah sama kedudukannya dengan hukum yang datang dari Allah. Demikian juga orang-orang Nasrani menempuh jalan seperti orang-orang Yahudi. Mereka menambahkan peleburan dosa dalam agamanya. Inilah yang menjadi problematik yang sangat membahayakan dalam masyarakat orang-orang Nasrani sehingga timbul penjualan surat aflat (surat penebusan dosa) dari gereja. Dengan jalan itu mereka dapat mengumpulkan uang yang banyak. Oleh sebab itu timbullah gerakan yang menuntut perbaikan. Kelompok ini terkenal dengan istilah protestan.
Diriwayatkan dari 'Adi bin hatim bahwa ia berkata, "Saya datang kepada Rasulullah saw, sedangkan di leherku terdapat kalung salib yang terbuat dari emas. Kemudian Rasulullah bersabda, "Hai 'Adi, buanglah berhala itu dari lehermu". Saya pun mendengar Nabi Muhammad membaca surah at-Taubah:
Mereka menjadikan orang-orang alim (Yahudi), dan rahib-rahibnya (Nasrani) sebagai tuhan selain Allah, (at-Taubah/9: 31).
Kemudian 'Adi berkata kepada beliau, "Wahai Rasulullah, mereka itu tidak menyembah pendeta-pendeta". Kemudian Rasulullah bersabda, "Bukankah mereka menghalalkan dan mengharamkan bagi kamu lalu kamu berpegang saja pada perkataan mereka?" Kemudian 'Adi menjawab, "Betul". Lalu Nabi Muhammad bersabda, "Itu penyembahan terhadap pendeta-pendeta itu."
Orang Yahudi dan orang Nasrani menolak dan membangkang; dan mereka tetap pada pendiriannya, yaitu menyembah selain Allah dan mempercayai adanya tuhan-tuhan di samping Allah, yang dijadikan perantara kepada Allah. Mereka taat pada ketentuan-ketentuan mereka, baik mengenai yang dihalalkan maupun yang diharamkan oleh pendeta-pendeta itu. Allah ﷻ memerintahkan agar orang-orang Muslim mengatakan kepada mereka bahwa, kaum Muslimin hanya menyembah Allah dan hanya taat kepada-Nya semata-mata.
Dalam ayat ini terdapat sebuah ketentuan bahwa semua masalah yang berhubungan dengan ibadah atau dengan halal dan haram, hanya ada di dalam Al-Qur'an dan Hadis, yang dijadikan pokok pegangan dalam menetapkannya, bukan pendeta pemimpin dan bukan pula pendapat ahli hukum yang kenamaan sekalipun. Sebab kalau demikian, tentulah hal itu akan menyebabkan adanya persekutuan dalam keesaan rububiyah dan penyimpangan dari petunjuk Al-Qur'an seperti tersebut dalam firman Allah:
Apakah mereka mempunyai sesembahan selain Allah yang menetapkan aturan agama bagi mereka yang tidak diizinkan (diridai) Allah? Dan sekiranya tidak ada ketetapan yang menunda (hukuman dari Allah) tentulah hukuman di antara mereka telah dilaksanakan. Dan sungguh, orang-orang zalim itu akan mendapat azab yang sangat pedih. (asy-Syura/42: 21)
Tersebut pula dalam firman Allah:
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "Ini halal dan ini haram," (an-Nahl/16: 116).
Adapun masalah yang tidak berkaitan langsung dengan akhirat dan ibadah, seperti urusan peradilan, dan urusan politik, Allah telah melimpahkan kekuasaan-Nya kepada manusia yang berilmu, seperti Ahlul Halli wal 'Aqdi, yaitu para ahli berbagai bidang dalam masyarakat. Maka apa yang ditetapkan mereka hendaklah ditaati selama tidak bertentangan dengan pokok-pokok agama. Ayat ini menjadi dasar dan pokok pegangan bagi dakwah Nabi ﷺ untuk mengajak Ahli Kitab mempraktekkannya. Pada waktu Nabi mengajak mereka untuk masuk Islam, seperti terdapat dalam surat beliau yang ditujukan kepada Heraklius dan Muqauqis dan Kisra Persia.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 64
“Wahai, Ahlul Kitab! Marilah kemari! Kepada kalimat yang sama di antara kami dan di antara kamu."
Artinya, betapa pun pada kulitnya kelihatan kita ada perbedaan—ada Yahudi, ada Nasrani, dan ada Islam—namun pada kita ketiganya terdapat satu kalimat yang sama, satu kata yang menjadi titik pertemuan kita. Sekiranya saudara-saudara sudi kembali kepada satu kalimat itu, niscaya tidak akan ada selisih kita lagi, “Yaitu bahwa janganlah kita menyembah melainkan kepada Allah, dan jangan kita menyekutukan sesuatu dengan Dia, dan jangan menjadikan sebagian dari kita akan yang sebagian menjadi Tuhan-Tuhan selain dari Allah!'
Mari kita bersama kembali kepada pokok ajaran itu, satu kalimat tidak berbilang, satu Allah tidak bersekutu dengan yang lain, satu derajat manusia di bawah kekuasaan Ilahi, tidak ada perantaraan. Dalam hal ini tidak ada selisih pokok kita. Ini sumber kekuatan kami dan ini pula sumber kekuatan kamu.
Kepada mereka yang menegakkan syari'at Musa, yang menamai diri mereka Yahudi, kami serukan, marilah kemari, kita kembali kepada dasar ajaran yang ditinggalkan Musa sendiri, yang ada dalam catatan kamu, dalam kitab yang kamu namai Taurat. Di dalam apa yang kamu namai “Hukum Sepuluh" ada termaktub:
Jangan padamu ada Allah lain di hadapan hadiratku.
Janganlah diperbuat olehmu akan patung ukiran atau akan barang peta dari barang yang dalam langit di atas, atau barang yang di atas bumi di bawah, atau dari barang yang di dalam air di bawah bumi.
Jangan kamu menyembah sujud atau berbuat bakti kepadanya, karena Akulah Tuhan, Allahmu, Allah yang cemburu adanya. (Keluaran, pasal 20, ayat 3 sampai 5)
Kepada orang Nasrani pun diserukan, marilah kemari kepada kalimat yang satu di antara kita, yang sama sekali tidak ada perbedaan kita dalam pokok kalimat itu, sebagai sabda dari Nabi Isa al-Masih sendiri, sebagai yang dimukilkan oleh Yahya (Yohannes) di dalam Injil karangannya:
Inilah hidup yang kekal, yaitu supaya mereka mengenal engkau, Allah Yang Esa dan Benar, dan Yesus Kristus yang telah Engkau suruhkan itu. (Injil karangan Yahya (Yohannes), pasal 17, ayat 3)
Nabi Muhammad ﷺ sendiri tidaklah tahu isi kitab itu dan tidaklah dia tahu persis di mana letak ayat-ayat itu. Akan tetapi, wahyu telah menerangkan kepadanya bahwa inti kalimat persatuan itu ada dan tidak sampai terhilang meskipun naskahnya telah banyak dari salin ke salin. Kita yang datang di belakang inilah yang telah bertemu kembali pokok itu, setelah kedua “Perjanjian Lama" dan ‘Perjanjian Baru" beredar pula di tangan kita.
Alangkah tepatnya apa yang dikatakan Rasul itu: renungkanlah apa yang tersebut di dalam ayat tentang kalimatin sawaa-in bainana atau kata-kata yang sama di antara kita itu. Bandingkanlah ayat Al-Qur'an dengan bunyi isi kitab Keluaran itu, akan terdapatlah bahwa itulah pegangan kita kaum Muslimin dan itulah pokok asal pegangan orang Yahudi.
Dan bunyi catatan Yahya (Yohannes) dalam Injilnya itu pun tepat; itu pulalah pendirian kami. Kehidupan yang kekal ialah bila ada kepercayaan terhadap Allah Yang Maha Esa adanya, tidak bersekutu Dia dengan yang lain, tercapailah hidup yang kekal. Kepercayaan seperti ini adalah pokok pegangan hidup. Dengan memegang kepercayaan ini kita tidak mengenal maut; maut hanyalah gerbang kecil dan sesaat pendek buat pindah dari hidup yang fana (lenyap) kepada hidup yang baqa (kekal). Dan, kebenaran sejati dan mutlak hanya Dia; tiada yang lain. Di ujung sabda itu, Isa al-Masih atau Yesus Kristus mengakui keadaan dirinya yang sebenarnya, yaitu bahwa dia hanya semata-mata disuruh oleh Allah ke dunia ini, dia semata-mata pesuruh atau rasul, atau utusan membawa perintah. Sebab itu, dia bukan Tuhan. Tuhan hanya Esa, hanya satu.
Mari kita berjabat tangan karena kita telah mula bertemu.
Kami orang Islam pun mengakui bahwa Yesus Kristus adalah pesuruh atau utusan Allah. Sebagaimana juga Musa adalah pesuruh atau utusan Allah. Dan, yang mengutusnya itu adalah Allah Yang Maha Esa dan Benar, tidak bersekutu yang lain dengan Dia. Dan, Muhammad pun adalah pesuruh atau utusan Allah, yaitu Allah Yang Maha Esa.
Kalau saudara-saudaraku kembali kepada kalimatin sawaa-in bainana, kata yang sama di antara kita ini, dengan sendirinya kita telah bertemu. Segala perselisihan dengan sendirinya hilang.
Kalau saudaraku belum mau masuk Islam sekarang, itu terserah. Namun, titik pertemuan telah terlukis di dalam kitab tuan sendiri.
Kemudian diterangkan pula, janganlah hendaknya kita menjadikan sebagian dari kita menjadi tuhan-tuhan pula selain dari Allah, yaitu meskipun tidak diakui dengan mulut bahwa mereka yang lain itu adalah tuhan, tetapi kalau perintahnya atau ketentuannya telah disamakan dengan ketentuan dan perintah Allah Yang Tunggal, samalah itu dengan menuhankan.
Menurut suatu riwayat, seorang Nasrani yang besar, yaitu Ady bin Hatim, putra dariHatim Thay yang masyhur karena dermawannya, ketika akan masuk Islam, telah datang kepada Rasulullah ﷺ memakai sebuah dokoh salib emas tergantung pada lehernya. Lalu panjanglah Rasulullah ﷺ memberikan keterangan tentang tauhid sebagai pokok ajaran agama Allah dan disebut beliau pula tentang Ahlul Kitab menuhankan sesama manusia itu. Ady bin Hatim yang belum paham apa maksudnya, mengatakan bahwa di dalam agama Nasrani tidaklah ada menuhankan manusia-manusia itu. Lalu Rasulullah ﷺ menyatakan bahwa dalam agama Nasrani segala peraturan halal dan haram yang ditentukan oleh pendeta, wajib diterima sebagaimana menerima peraturan dari Allah sendiri. Waktu itu, barulah Ady bin Hatim paham dan mengakui bahwa dalam agama Nasrani memang ketentuan pendeta itu dianggap sebagai hukum Tuhan. Ady bin Hatim sesudah mendengar keterangan itu menjadi seorang Islam dan sahabat Rasulullah yang baik.
Aqidah menuhankan peraturan pendeta itulah yang kemudiannya menimbulkan pertentangan hebat di antara pemeluk Kristen Katolik dengan Kristen Protestan yang dipimpin oleh Martin Luther dan Calvin. SampAl-sampai Paus, sebagai kepala gereja Kristen, dapat mengampuni sendiri dosa orang yang berdosa dan surat ampunan itu dapat diperjualbelikan dan dapat tawar-menawar. Sampai terjadi pemerasan harta benda orang, sampai harta benda raja-raja sekalipun. Sampai gereja mempunyai kekayaan sendiri dan tanah sendiri di bawah kuasanya, yang membawa impitan dan tindasan kepada rakyat kecil. Inilah salah satu sebab yang menimbulkan Revolusi Perancis yang terkenal itu.
Dan, inilah yang diperingatkan Allah, dengan perantaraan Rasul-Nya, di dalam ayat ini. Yang pertama mengajak mari kita kemari kepada pokok ajaran agama yang menjadi pegangan kita bersama, yaitu bahwa Allah adalah Esa. Kedua, marilah kita bebaskan diri dari menuhankan sesama manusia, yaitu penguasa-penguasa agama.
Kemudian lanjutan Firman Allah, “Maka jika mereka berpaling." Artinya tidak mau menerima ajakan kembali kepada pokok kata itu dan masih tetap pada pendirian yang demikian, mempersekutukan Tuhan, menganggap al-Masih anak Allah, atau Yahudi yang lebih mementingkan Talmud yaitu kitab kedua sesudah Taurat, yang disusun dari sabda-sabda pendeta mereka, sehingga Taurat sendiri jadi ketinggalan. Maka, kalau mereka berpaling, tegasnya membuang muka ketika diajak kembali ke pangkalan yang asal itu,
“Hendaklah kamu katakan, ‘Saksikanlah olehmu bahwasanya kami ini adalah orang-orang yang Islam.
Inilah suatu penegasan, yaitu bahwa pendirian kami ialah menyerahkan diri kepada Allah saja, tidak mempersekutukan Dia dengan yang lain, tidak menuhankan manusia, baik nabi ataupun pemuka-pemuka agama. Dalam pendirian ini tidaklah kami membuat-buat yang baru, bahkan ada dalam kitab saudara-saudara kembali saja kepada pokok ajaran Taurat Musa dan Injil Isa. Kalau saudara tidak mau, kami akan jalan terus. Dan, saksikanlah olehmu bahwa kami adalah orang-orang yang menyerahkan diri kepada Allah, yang di dalam kata ringkas disebut orang Islam. Kami telah ajak kamu kembali kepada kata yang sama di antara kita, kamu tidak mau. Mentang-mentang kamu tidak mau, tidaklah kami akan mengubah pendirian kami. Kami tetap percaya kepada isi kitab yang kamu pegang itu. Kami penjunjung tinggi keaslian ajaran kedua kitab itu dan kami percaya bahwa Musa adalah pesuruh Allah dan kami menghormatinya sebagaimana menghormati nabi-nabi yang lain juga. Dan, kami pun setuju sepenuhnya dengan sabda Isa al-Masih atau Yesus Kristus itu bahwa dia adalah semata-mata pesuruh Allah yang datang ke dunia ini.