Ayat

Terjemahan Per Kata
ذَٰلِكَ
demikianlah
نَتۡلُوهُ
kami membacakannya
عَلَيۡكَ
atasmu/kepadamu
مِنَ
dari
ٱلۡأٓيَٰتِ
ayat-ayat/bukti-bukti
وَٱلذِّكۡرِ
dan Adz Dzikir/Al Quran
ٱلۡحَكِيمِ
yang penuh hikmah
ذَٰلِكَ
demikianlah
نَتۡلُوهُ
kami membacakannya
عَلَيۡكَ
atasmu/kepadamu
مِنَ
dari
ٱلۡأٓيَٰتِ
ayat-ayat/bukti-bukti
وَٱلذِّكۡرِ
dan Adz Dzikir/Al Quran
ٱلۡحَكِيمِ
yang penuh hikmah
Terjemahan

Itulah (kisah Isa) yang Kami bacakan kepadamu (Nabi Muhammad) sebagian bukti-bukti (kebenaranmu sebagai rasul) dan peringatan yang penuh hikmah (Al-Qur’an).
Tafsir

(Demikianlah) perihal Isa yang Kami sebutkan itu (Kami bacakan) Kami kisahkan (kepadamu) hai Muhammad (sebagian dari tanda-tanda) menjadi hal dari dhamir yang terdapat pada natluuhu sedangkan amilnya apa yang terkandung di dalamnya berupa isyarat (dan peringatan yang penuh hikmah) yakni Al-Qur'an.
Tafsir Surat Ali-'Imran: 55-58
(Ingatlah) ketika Allah berfirman, "Wahai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada Akulah kembali kalian, lalu Aku memutuskan di antara kalian tentang hal-hal yang selalu kalian berselisih padanya." Adapun orang-orang yang kafir, maka akan Kusiksa mereka dengan siksa yang sangat keras di dunia dan di akhirat, dan mereka tidak memperoleh penolong.
Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh, maka Allah akan memberikan kepada mereka dengan sempurna pahala amalan mereka; dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim. Demikianlah (kisah Isa), Kami membacakannya kepada kamu sebagian dari bukti-bukti (kerasulannya) dan (membacakan) Al-Qur'an yang penuh hikmah. Ahli tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajal mu dan mengangkat kamu kepada-Ku. (Ali Imran: 55) Qatadah dan lain-lainnya mengatakan bahwa ungkapan ini termasuk versi ungkapan muqaddam dan mu'akhkhar, yakni mendahulukan yang akhir dan mengakhirkan yang dahulu.
Bentuk lengkapnya ialah, "Sesungguhnya Aku akan mengangkat kamu kepada-Ku dan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu, sesudah diangkat." Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan mutawaffika ialah mematikan kamu. Muhammad ibnu Ishak telah meriwayatkan dari orang yang tidak dicurigai, dari Wahb ibnu Munabbih yang mengatakan bahwa Allah mematikannya selama tiga saat (jam) pada permulaan siang hari, yaitu ketika Allah mengangkatnya kepada Dia.
Ibnu Ishaq mengatakan bahwa orang-orang Nasrani menduga bahwa Allah mematikannya selama tujuh jam, kemudian menghidupkannya kembali. Ishaq ibnu Bisyr meriwayatkan dari Idris, dari Wahb, bahwa Allah mematikannya selama tiga hari, kemudian menghidupkannya dan mengangkatnya. Matar Al-Waraq mengatakan, yang dimaksud ialah sesungguhnya Aku akan mewafatkan kamu dari dunia, tetapi bukan wafat dalam arti kata mati. Hal yang sama dikatakan oleh Ibnu Jarir, bahwa yuwaffihi artinya mengangkatnya.
Kebanyakan ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan wafat dalam ayat ini ialah tidur, seperti pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya: Dan Dialah yang menidurkan kalian di malam hari. (Al-An'am: 60) Juga dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala: Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya. (Az-Zumar: 42) Disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila terbangun dari tidurnya selalu membaca doa berikut, yaitu: Segala puji bagi Allah yang telah membangunkan kami sesudah menidurkannya. Makna yang terkandung di dalam firman-Nya: Dan karena kekafiran mereka (terhadap Isa), dan tuduhan mereka terhadap Maryam dengan kedustaan besar (zina), dan karena ucapan mereka, "Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. (An-Nisa: 156-157) sampai dengan firman-Nya: .
mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa, tetapi (sebenarnya) Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. Tidak ada seorang pun dari ahli kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. Dan di hari kiamat nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka. (An-Nisa: 157-159) Damir yang terdapat di dalam firman-Nya, "Qabla mautihi," kembali (merujuk) kepada Isa ‘alaihissalam Dengan kata lain, tidak ada seorang pun dari ahli kitab melainkan akan beriman kepada Isa.
Hal ini terjadi di saat Nabi Isa turun ke bumi sebelum hari kiamat, seperti yang akan diterangkan kemudian. Maka saat itu semua ahli kitab pasti beriman kepadanya karena menghapuskan jizyah dan tidak mau menerima kecuali agama Islam (yakni ia memerangi ahli kitab yang tidak mau masuk Islam). Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abu Ja'far, dari ayahnya, telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Al-Hasan, bahwa ia telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sesungguhnya Aku akan mewafatkan kamu. (Ali Imran: 55), Yaitu wafat dengan pengertian tidur.
Maksudnya, Allah mengangkatnya dalam tidurnya. Al-Hasan mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepada orang-orang Yahudi: Sesungguhnya Isa itu belum mati, dan sesungguhnya dia akan kembali kepada kalian sebelum hari kiamat. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir. (Ali Imran: 55) Yakni dengan mengangkatmu ke langit oleh-Ku. dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. (Ali Imran: 55) Dan memang demikianlah kejadiannya, karena sesungguhnya ketika Al-Masih diangkat oleh Allah ke langit, semua sahabatnya berpecah-belah menjadi berbagai macam golongan dan sekte sesudah ia tiada.
Di antara mereka ada yang tetap beriman kepada apa yang diturunkan oleh Allah kepadanya, yaitu bahwa dia adalah hamba Allah, rasul-Nya, dan anak dari hamba perempuan-Nya. Ada yang berlebih-lebihan dalam menganggapnya, lalu mereka menjadikannya sebagai anak Allah. Golongan yang lainnya mengatakan bahwa dia adalah Allah, dan golongan yang lainnya lagi mengatakan bahwa dia adalah salah satu dari tuhan yang tiga.
Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan pendapat mereka di dalam Al-Qur'an dan sekaligus membantah tiap-tiap pendapat tersebut. Mereka terus-menerus dalam keadaan demikian selama masa kurang lebih tiga ratus tahun. Kemudian muncullah bagi mereka seorang raja negeri Yunani yang dikenal dengan julukan Konstantin. Ia masuk ke dalam agama Nasrani. Menurut suatu pendapat, dia masuk ke dalam agama Nasrani sebagai siasat untuk merusaknya dari dalam, karena sesungguhnya dia adalah seorang ahli filsafat. Menurut pendapat yang lainnya lagi, dia orang yang tidak mengerti tentang agama Nasrani, tetapi dia mengubah agama Al-Masih buat mereka dan menyelewengkannya; serta melakukan penambahan dan pengurangan pada agama tersebut, lalu ia membuat kaidah-kaidah dan amanat yang besar, yang hal ini adalah merupakan pengkhianatan yang rendah.
Di masanya daging babi dihalalkan, dan mereka shalat menurutinya dengan menghadap ke arah timur, membuat gambar-gambar dan patung-patung di gereja-gereja dan tempat-tempat ibadah mereka atas perintahnya. Dan. dia menambahkan ke dalam puasa mereka sepuluh hari untuk menebus dosa yang telah dilakukannya, menurut dugaan mereka. Sehingga agama Al-Masih bukan lagi agama yang asli, melainkan agama Konstantin, hanya saja dia sempat membangun buat mereka banyak gereja dan tempat-tempat kebaktian yang jumlahnya lebih dari dua belas ribu rumah ibadat.
Lalu ia membangun sebuah kota yang namanya diambil dari nama dirinya. Alirannya ini diikuti oleh keluarga raja dari kalangan mereka. Keadaan mereka yang demikian itu dapat mengalahkan orang-orang Yahudi. Semoga Allah membantu Yahudi dalam melawan mereka, karena Yahudi lebih dekat kepada kebenaran ketimbang mereka, sekalipun semuanya adalah orang-orang kafir. Semoga tetap atas mereka laknat Allah.
Ketika Allah mengutus Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka orang-orang yang beriman kepadanya beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya dengan iman yang benar. Mereka adalah pengikut semua nabi yang ada di bumi ini, mengingat mereka percaya kepada Rasul, Nabi yang Ummi dari Arab, penutup para rasul dan penghulu Bani Adam secara mutlak. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyeru mereka untuk percaya kepada semua perkara yang hak. Oleh karena itu, mereka lebih berhak kepada setiap nabi daripada umat nabi itu sendiri yang menduga bahwa mereka berada dalam agama dan tuntunannya, padahal mereka telah mengubah dan menyelewengkannya.
Kemudian seandainya tidak ada perubahan dan tidak diselewengkan, sesungguhnya Allah telah me-nasakh syariat semua rasul dengan diutus-Nya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang membawa agama yang hak yang tidak akan berubah dan tidak akan diganti lagi sampai hari kiamat nanti. Agamanya tetap tegak, menang, dan unggul di atas agama lainnya. Karena itulah maka Allah membukakan bagi sahabat-sahabatnya belahan timur dan barat dari dunia ini. Mereka menjelajah semua kerajaan, dan semua negeri tunduk kepada mereka.
Kerajaan Kisra mereka patahkan, dan kerajaan kaisar mereka hancurkan serta semua perbendaharaannya mereka jarah, lalu dibelanjakan untuk kepentingan jalan Allah. Seperti yang diberitakan kepada mereka oleh Nabi mereka dari Tuhannya, yaitu di dalam firman-Nya: Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa.
Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. (An-Nur: 55), hingga akhir ayat. Karena itulah, mengingat mereka adalah orang-orang yang sungguh beriman kepada Al-Masih, maka mereka dapat merebut negeri Syam dari tangan orang-orang Nasrani; dan mengusir mereka ke negeri Romawi, lalu orang-orang Nasrani kembali ke kota mereka, yaitu Konstantinopel. Islam dan para pemeluknya masih tetap berada di atas mereka sampai hari kiamat.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberitakan kepada umatnya bahwa akhirnya mereka kelak akan mengalahkan Konstantinopel dan memperoleh banyak ganimah darinya serta banyak sekali pasukan Romawi yang terbunuh hingga orang-orang belum pernah melihat korban perang yang banyak seperti itu, baik sebelum ataupun sesudahnya. Kami telah menulis sehubungan dengan hal ini dalam sebuah kitab yang tersendiri. Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman: dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada Akulah kembali kalian, lalu Aku memutuskan di antara kalian tentang hal-hal yang selalu kalian berselisih padanya." Adapun orang-orang yang kafir, maka akan Kusiksa mereka dengan siksa yang sangat keras di dunia dan di akhirat, dan mereka tidak memperoleh penolong. (Ali Imran: 55-56) Demikian pula dilakukan terhadap orang-orang yang kafir kepada Al-Masih dari kalangan orang-orang Yahudi atau berlebih-lebihan menilainya atau menyanjung-nyanjungnya secara kelewat batas dari kalangan pemeluk Nasrani.
Allah pasti mengazab mereka di dunia dengan pembunuhan dan ditawan serta harta benda mereka dirampas, dan kekuasaan mereka dicabut serta di akhirat kelak azab yang diterima mereka lebih keras dan lebih berat. dan tak ada bagi mereka seorang pelindung pun dari (azab) Allah. (Ar-Ra'd: 34) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh, maka Allah akan memberikan kepada mereka dengan sempurna pahala mereka. (Ali Imran: 57) Yakni di dunia dan di akhirat.
Di dunia dengan mendapat pertolongan dan kemenangan, sedangkan di akhirat dengan mendapat surga yang tinggi. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim. (Ali Imran: 57) Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Demikian (kisah Isa), Kami membacakannya kepada kamu sebagian dari bukti-bukti (kerasulannya) dan (membacakan) Al-Qur'an yang penuh hikmah. (Ali Imran: 58) Apa yang telah Kami ceritakan kepadamu, wahai Muhammad, mengenai perkara Isa permulaan kelahirannya dan urusan yang dialaminya merupakan sebagian dari apa yang difirmankan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan diwahyukan-Nya kepadamu. Ia diturunkan kepadamu dari lauh mahfuz, maka tiada kebimbangan dan tiada keraguan padanya. Perihalnya sama dengan makna firman-Nya yang terdapat di dalam surat Maryam, yaitu: Demikianlah kisah Isa putra Maryam, kisah yang sesungguhnya, yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenarannya.
Tidak layak bagi Allah mempunyai anak, Mahasuci Dia. Apabila Dia telah menetapkan sesuatu, maka Dia hanya berkata kepadanya, "Jadilah." Maka jadilah ia. (Maryam: 34-35) Sedangkan di dalam surat ini disebutkan seperti berikut:"
Demikianlah, Kami bacakan kepadamu, wahai Nabi Muhammad, sebagian ayat-ayat atau bukti-bukti kebenaran risalahmu melalui kisahkisah umat terdahulu, antara lain, kisah Nabi Isa bin Maryam dan Nabi Zakaria, dan peringatan yang penuh hikmah; itulah Al-Qur'an.
Setelah Al-Qur'an menjelaskan tentang bukti-bukti kemuliaan Isa bin Maryam serta sikap pro dan kontra dari kaumnya, maka ayat ini menunjukkan kekeliruan mereka yang menganggap Isa sebagai anak Tuhan karena terlahir tanpa bapak. Sesungguhnya perumpamaan penciptaan Nabi Isa tanpa bapak bagi Allah bukanlah sesuatu yang mustahil, seperti penciptaan Adam yang terlahir tanpa bapak dan ibu. Dia menciptakannya, Nabi Isa, sebagaimana Adam, dari tanah, kemudian Dia berkata kepadanya, Jadilah! Maka jadilah sesuatu itu. Allah Mahakuasa. Tidak ada yang mustahil bagi-Nya. Apa pun yang dikehendaki-Nya pasti akan terwujud dan tidak ada seorang pun yang mampu menghalangi-Nya
Allah menerangkan bahwa berita yang disampaikan kepada Nabi Muhammad saw, tentang Nabi Isa, Maryam, Zakaria dan putranya Yahya, dan kisah-kisah orang-orang kaum Hawariyun dan orang Yahudi dari keturunan Israil, itulah kisah yang benar dan sebagai koreksi terhadap berbagai kepercayaan yang tersiar di kalangan Ahli Kitab pada waktu itu.
Dalam kisah ini terdapat berbagai macam teladan dan butir-butir hikmah yang sangat berharga, sehingga orang yang beriman dapat mengambil petunjuk daripadanya dan memahami syariat Allah serta prinsip-prinsip tentang kehidupan bermasyarakat.
Dalam kisah tersebut terdapat bukti-bukti yang nyata yang menolak pendapat utusan-utusan Nasrani dari penduduk Najran dan pendapat orang-orang Yahudi yang mendustakan risalah Muhammad, dan kebenaran agama yang dibawanya.
KAUM ISA TIDAK MAU PERCAYA
Ayat 52
“Maka tatkala terasa oleh Isa kekafiran mereka."
Segala seruannya dibantah dan ditolak, segala mukjizat yang telah beliau perlihatkan hanya menambah keingkaran mereka belaka."Berkatakan dia, ‘Siapakah yang akan menolongku pada Allah?'" Yaitu siapakah kiranya yang akan sudi menolong dan membelaku di dalam menegakkan jalan Allah ini? “Menjawablah Hawariyun, ‘Kamilah penolong-penolong Allah!" Artinya, kamilah yang akan berdiri di samping engkau, wahai al-Masih, membela engkau di dalam menegakkan jalan Allah itu.
"Kami percaya kepada Allah dan kami bersaksi bahwa kami ini adalah menyerahkan diri."
Siapakah yang akan sudi berkorban, meninggalkan kepentingan lain untuk menegakkan kehendak Allah? Siapa yang sudi menderita karena menegakkan kebenaran? Kadang-kadang terpisah dari keluarga yang dikasihi, kampung halaman, dan kesukaan-kesukaan yang lain? Hawari telah menjawab bahwa mereka telah menyediakan diri untuk itu. Hawari ialah gelar kemuliaan yang diberikan kepada pemuda-pemuda yang telah menyediakan jiwa raga untuk membela al-Masih karena kesucian ajarannya. Menurut cara sekarangnya ialah kader-kader pilihan yang telah tahan diterpa. Al-Qur'an tidak menjelaskan berapa bilangan mereka. Yang mengatakan bahwa bilangan mereka adalah 12 orang, 13 orang dengan Yudas yang mengkhianati lalu diganti dengan yang lain, adalah Injil-Injil catatan orang. Kristen. Hawari itu telah menyatakan iman kepada Allah dan telah menyerahkan diri dan taat kepada Isa walaupun apa penderitaan yang akan mereka tanggungkan. Sebagaimana diketahui, bagi penyerahan diri yang sungguh-sungguh itu tidak ada kata lain melainkan Islam dan orang-orangnya ialah Muslimin.
Pengakuan kesetiaan mereka itu mereka kuatkan lagi,
Ayat 53
“Ya, Tuhan kami! Kami telah percaya kepada apa yang Engkau turunkan,"
telah percaya kepada wahyu-wahyu itu ataupun mukjizat-mukjizat itu. Satu pun tidak ada yang kami bantah atau mungkiri lagi, “Dan kami pun telah mengikut Rasul itu," yaitu Isa al-Masih. Segala jejak langkahnya telah kami ikuti, perintah Engkau yang disampaikannya telah kami junjung tinggi,
“Sebab itu, tuliskanlah kiranya kami bersama-sama orang-orang yang telah menyaksikan."
Masukkanlah kami dalam daftar orang-orang yang setia kepada Engkau, ya Ilahi. Karena, segenap kehidupan kami ini telah kami sediakan buat Engkau, untuk menegakkan jalan Engkau.
Demikianlah tiap-tiap nabi mempunyai pembela, di samping orang-orang yang menolak dan menentang dia. Sebagaimana pada Nabi Muhammad saw. dari para sahabat Muhajirin dan Anshar, bahkan ada yang bergelar Hawari pula, yaitu Zubair bin Awwam, termasuk dalam sepuluh sahabat yang istimewa maka Nabi Isa al-Masih mempunyai Hawari sebagaimana tersebut itu. Nabi Isa al-Masih tidak sanggup menyusun kekuatan bersenjata sebagaimana Nabi Muhammad saw.. Karena, beliau menghadapi dua kekuatan, pertama pemerintahan yang dipegang oleh bangsa Romawi yang kuat di masa itu, kedua kaumnya sendiri Bani Israil, yang kadang-kadang lebih suka mengambil-ambil muka kepada penguasa bangsa Romawi itu daripada menerima seruan Isa. Di saat yang begitulah amat penting pengikut setia yang sudi mengorbankan segala-galanya walau jiwa sekalipun.
Ayat 54
“Dan mereka telah membuat tipu daya."
yaitu kaum Nabi Isa a.s. yang tidak mau percaya kepada risalah beliau itu, kaum Bani Israil. Mereka telah mengatur siasat-siasat yang buruk hendak menyingkirkan Nabi Isa al-Masih dari muka bumi, tegasnya hendak membunuh beliau, “Tetapi Allah pun telah menipu daya pula." Artinya, tipu daya mereka yang busuk itu, hendak membunuh seorang utusan Allah, telah dibalas oleh Allah dengan tipu daya-Nya pula. Tipu daya si kafir dengan jalan yang jahat dan maksud yang jahat, sedangkan tipu daya Allah tidak lain daripada jalan yang baik dan maksud yang baik, sehingga Nabi Isa al-Masih terlepaslah dari bahaya tipu daya mereka itu.
“Dan Allah adalah sepandai-pandai (pembatas) tipu daya."
Kalau manusia yang mempunyai maksud buruk mengadakan tipu daya agar maksud buruknya itu tercapai maka Allah pun lebih pandai mengadakan tipu daya dengan maksud-Nya yang baik, sehingga kalahlah maksud tipu daya mereka itu oleh tipu daya Allah. Dengan ini, nyatalah kalau di dalam Al-Qur'an tersebut Allah membalas tipu daya manusia yang salah, bukanlah berarti Tuhan mengadakan tipu daya yang buruk sebagaimana manusia yang bermaksud jahat itu.
Pada ayat selanjutnya diterangkan Allah bagaimana pandainya Dia menjawab tipu daya manusia yang jahat itu terhadap Nabi Isa al-Masih ‘alaihis salam sehingga beliau terlepas dari bahaya maut yang telah mereka atur, yaitu supaya Nabi Isa hendaknya mati disalib.
Ayat 55
“(Ingatlah) tatkala Allah berkata. Wahai, hal Sesungguhnya, Aku akan mewafatkan engkau dan mengangkat engkau kepada-Ku dan membersihkan engkau dari orang-orang yang kafir."
Artinya yang tepat dari ayat ini ialah bahwa maksud orang-orang kafir itu hendak menjadikan Isa al-Masih mati dihukum bunuh, sebagaimana yang dikenal, yaitu dipalangkan dengan kayu, tidaklah akan berhasil. Akan te-tapi, Nabi Isa al-Masih akan wafat dengan sewajarnya dan sesudah beliau wafat, beliau akan diangkat Allah ke tempat yang mulia di sisi-Nya, dan bersihlah diri beliau dari gangguan orang yang kafir-kafir itu.
Kata mutawaffika telah kita artikan menurut logatnya yang terpakai arti asal itu diambillah arti ‘mematikan' sehingga wafat berarti mati, mewafatkan ialah mematikan. Apatah lagi bertambah kuat arti wafat ialah mati, mewafatkan ialah mematikan itu karena banyaknya bertemu dalam Al-Qur'an ayat-ayat, yang di sana disebutkan tawaffa, tawaffahumul-malaikatu, yang semuanya itu bukan menurut arti asal, yaitu mengambil sempurna ambil, melainkan berarti mati. Sehingga, sampai kepada pemakaian bahasa yang umum jarang sekali diartikan wafat dengan ambil, tetapi pada umumnya diartikan mati juga. Oleh karena itu, arti yang lebih dahulu dapat langsung dipahamkan apabila kita membaca ayat ini ialah, “Wahai Isa, Aku akan mematikan engkau dan mengangkat engkau kepada-Ku dan membersihkan engkau dari tipu daya orang yang kafir." Dia akan diangkat ke sisi Allah, ialah sebagaimana Nabi Idris yang diangkat derajatnya ke tempat yang tinggi, sebagaimana tersebut di dalam surah Maryam: 53. Sebagaimana juga orang yang mati syahid di dalam surah Aali ‘Imraan ini juga ayat 169, dikatakan bahwa dia tetap hidup.
Akan tetapi, meskipun demikian, arti ayat ini yang mula-mula masuk langsung ke dalam pikiran setelah membacanya, tetapi dalam penafsirannya telah terjadi perselisihan pendapat atau khilafiyah yang panjang di antara ahli-ahli tafsir. Satu Golongan besar ahli tafsir mengatakan bahwa arti ayat bukanlah sebagaimana yang mula-mula dipahamkan itu. Akan tetapi, inni mutawaffika artinya ialah ‘sesungguhnya Aku akan mengambil engkau jadi bukan berarti sesungguhnya Aku akan mematikan engkau. Tegasnya, Nabi Isa ‘alaihis salam, tubuh dan ruhnya dalam hidup-hidup diambil Allah dari alam ini wa rafi'uka ilayya ‘dan mengangkat engkau kepada-Ku', artinya sesudah beliau diambil dari dunia ini lalu diangkat ke langit hidup-hidup. Di langit itulah beliau sampai sekarang ini, dan di akhir zaman akan turun kembali ke dunia membunuh Dajjal.
Golongan ini menafsirkan demikian karena memang bertemu beberapa hadits yang menerangkan bahwa di akhir zaman Nabi Isa akan turun ke dunia kembali. Malahan mereka mengeluarkan pendapat bahwasanya ulama-ulama sejak zaman dahulu telah ijmak mengatakan bahwa Nabi Isa telah diangkat ke langit dan kelak dekat-dekat akan Kiamat dia akan turun ke dunia membunuh babi dan menghancurkan salib.
Dan alasan mereka pula, ketika Nabi Muhammad saw. Mi'raj, beliau bertemu Nabi Isa bersama Nabi Yahya.
Akan tetapi, oleh karena di dalam agama Islam benar-benar ada kebebasan pikiran di dalam menafsirkan ayat-ayat Allah, meskipun yang menafsirkan demikian itu golongan besar yang disebut dalam istilah berita dengan jumhur, (hanya sekali) dan ada yang mengatakan bahwa paham menafsirkan itu telah ijmak, telah sama pendapat seluruh ulama, tetapi yang mengeluarkan pendapat berbeda sangat dengan tafsiran itu telah timbul pula.
Al-Alusi di dalam tafsirnya yang terkenal Ruhul Ma'ani, setelah memberikan keterangan beberapa pendapat tentang arti mutawaffika, akhirnya menyatakan pendapatnya sendiri bahwa artinya ‘telah mematikan engkau', yaitu menyempurnakan ajal engkau (mustaufi ajalika) dan mematikan engkau menurut jalan biasa, tidak sampai dapat dikuasai oleh musuh yang hendak membunuh engkau.
Dan beliau menjelaskan lagi bahwa arti warafi'uka ilayya ‘dan mengangkat engkau kepada-Ku', telah mengangkat derajat beliau, memuliakan beliau, mendudukkan beliau di tempat yang tinggi, yaitu Ruh beliau sesudah mati. Bukan mengangkat badannya. Al-Alusi lalu mengemukakan beberapa kata rafa'a yang berarti angkat itu terdapat pula dalam beberapa ayat dalam Al-Qur'an yang tiada lain artinya daripada mengangkat kemuliaan ruhani sesudah meninggal.
Syekh Muhammad Abduh menerangkan tentang tafsir ayat ini demikian, “Ulama di dalam menafsirkan ayat ini menempuh dua jalan. Yang Pertama dan yang masyhur ialah bahwa dia diangkat Allah dengan tubuhnya dalam keadaan hidup dan nanti dia akan turun kembali di akhir zaman dan menghukum di antara manusia dengan syari'at kita.... Dan, jalan penafsiran yang kedua ialah memahamkan ayat menurut asli yang tertulis, mengambil arti tawaffa dengan maknanya yang nyata, yaitu mati seperti biasa, dan rafa'a (angkat) ialah ruhnya diangkat sesudah beliau mati...."
Dan kata beliau pula, “Golongan yang mengambil tafsir cara yang kedua ini terhadap hadits-hadits yang menyatakan Nabi Isa telah naik ke langit dan akan turun kembali, mereka mengeluarkan dua kesimpulan (takhrij). Kesimpulan pertama: hadits-hadits itu ialah hadits-hadits ahad yang bersangkut paut dengan soal (kepercayaan), sedangkan soal-soal yang bersangkutan dengan kepercayaan tidaklah dapat diambil kalau tidak qath'i (tegas). Padahal dalam perkara ini tidak ada sama sekali hadits yang mutawatir." Kemudian beliau terangkan pula takhrij (kesimpulan) golongan kedua ini tentang nuzul Isa (akan turun Nabi Isa di akhir zaman) itu. Menurut golongan ini, kata beliau, turunnya Isa bukanlah turun tubuhnya, tetapi akan datang masanya pengajaran isa yang asli bahwa inti sari pelajaran beliau yang penuh rahmat, cinta, dan damai, dan mengambil maksud pokok dari syari'at, bukan hanya semata-mata memang kulit, yang sangat beliau cela pada perbuatan kaum Yahudi ketika beliau datang dahulu, akan bangkit kembali. Demikianlah keterangan Syekh Muhammad Abduh.
Sayyid Rasyid Ridha pernah menjawab pertanyaan dari Tunisia. Bunyi pertanyaan, “Bagaimana keadaan Nabi Isa sekarang? Di mana tubuh dan nyawanya? Bagaimana pendapat tuan tentang ayat innii mutawaffika wa rafi'uka ilayya. Kalau memang dia sekarang masih hidup, sebagai di dunia ini, dari mana dia mendapat makanan yang amat diperlukan bagi tubuh jasmani-haiwani itu? Sebagaimana yang telah menjadi sunnatullah atas makhluk-Nya?"
Sayyid Rasyid Ridha, sesudah menguraikan pendapat-pendapat ahli tafsir tentang ayat yang ditanyakan ini, mengambil kesimpulan, “Jumlah kata, tidaklah ada nash yang sharih (tegas) di dalam Al-Qur'an bahwa Nabi Isa telah diangkat dengan tubuh dan nyawa ke langit dan hidup di sana seperti di dunia ini, sehingga perlu menurut sunnatullah tentang makan dan minum, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang makan beliau sehari-hari. Dan, tidak pula ada nash yang sharih menyatakan beliau akan turun dari langit. Itu hanyalah aqidah dari kebanyakan orang Nasrani, sedangkan mereka itu telah berusaha sejak lahirnya Islam menyebarkan kepercayaan ini dalam kalangan kaum Muslimin." Lalu beliau teruskan lagi, “Masalah ini adalah masalah khilafiyah sampai pun tentang masih diangkat ke langit dengan Ruh dan badannya itu."46
Dan berkata pula Syekh Mustafa al-Maraghi, Syekh Jami al-Azhar yang terkenal sebelum Perang Dunia ke-2, menjawab pertanyaan orang tentang ayat ini, “Tidak ada dalam Al-Qur'an suatu nash yang sharih dan putus tentang Isa a.s. diangkat ke langit dengan tubuh dan nyawanya itu, dan bahwa dia sampai sekarang masih hidup, dengan tubuh nyawanya. Adapun Firman Tuhan mengatakan, ‘Aku akan mewafatkan engkau dan mengangkat engkau kepada-Ku dan membersihkan engkau dari orang-orang yang kafir itu." Jelaslah bahwa Allah mewafatkannya dan mematikannya dan mengangkatnya, zahirlah (nyata) dengan diangkatnya sesudah wafat itu, yaitu diangkat derajatnya di sisi Allah, sebagaimana Idris a.s. dikatakan Allah, ‘Dan Kami angkatkan dia ke tempat yang tinggi/ Dan ini pun jelas pula, yang jadi pendapat setengah ulama-ulama Muslimin, bahwa beliau diwafatkan Allah, wafat yang biasa, kemudian diangkatkan derajatnya. Maka, dia pun hiduplah dalam kehidupan ruhani, sebagaimana hidupnya orang-orang yang mati syahid dan kehidupan nabi-nabi yang lain juga."
Akan tetapi, jumhur ulama menafsirkan bahwa beliau diangkat Allah dengan tubuh dan nyawanya sehingga dia sekarang ini hidup dengan tubuh dan nyawa, karena berpegang kepada hadits yang memperkatakan ini, lalu mereka tafsirkan Al-Qur'an disejalankan dengan maksud hadits-hadits itu.
Lalu kata beliau, “Tetapi hadits-hadits ini tidaklah sampai kepada derajat hadits-hadits yang mutawatir, yang wajib diterima sebagai aqidah. Sebab, aqidah tidaklah wajib melainkan dengan nash Al-Qur'an dan hadits-hadits yang mutawatir. Oleh karena itu, tidaklah wajib seorang Muslim beritikad bahwa Isa al-Masih hidup sekarang dengan tubuh dan nyawanya, dan orang yang menjalani aqidah itu tidaklah kafir dari syari'at Islam."
Berkata pula Syekh Mahmoud Syaltout, Syekh Jami' al-Azhar (meninggal tahun 1963), tentang hadits-hadits bahwa Nabi Isa akan turun. Demikian kata beliau, “Riwayat-riwayat itu adalah kacau-balau, berlain-lain saja lafalnya dan maknanya yang tidak dapat dipertemukan. Kekacaubalauan ini dijelaskan benar-benar oleh ulama hadits. Dan, di atas dari itu semua, yang membawa riwayat ini ialah Wahab bin Munabbih dan Ka'ab al-Ahbar, keduanya itu ialah Ahlul Kitab yang kemudian memeluk Islam, dan sudahlah dikenal derajat keduanya dalam penilaian ahli-ahli jarh dan ta'dil (ahli penyelidik nilai hadits)."
Meskipun hadits yang dirawikan Abu Hurairah tentang Nabi Isa akan turun ada pula, apabila hadits itu shahih, tetapi dia adalah hadits ahad. Dan, ulama telah ijmak bahwasanya hadits Ahad tidak berfaedah untuk dijadikan dasar aqidah dan tidak sah dipegang dalam urusan-urusan yang gaib.
Kemudian datanglah lanjutan ayat, “Dan akan menjadikan orang-orang yang mengikut engkau lebih atas dari orang-orang yang kafir itu sampai Hari Kiamat" Artinya, orang-orang yang teguh memegang ajaran Nabi Isa al-Masih yang asli, yaitu tauhid, akan tetap lebih atas karena kebenarannya, tidak dapat dijatuhkan, dan kepercayaan-kepercayaan yang kuat itu kian lama kian hilang pasarannya dari muka bumi, Pengetahuan manusia akan bertambah maju. Kemajuan pengetahuan akhir-kelaknya tidaklah akan sampai kepada mengatakan bahwa Allah itu bertiga dalam satu dan satu dalam tiga. Bertambah orang menyelidiki kebenaran dan suka membebaskan dirinya dari paksaan taklid kepada pemimpin agama dan pendeta, bertambahlah akan tampak kemenangan orang-orang yang benar-benar mencari kebenaran dalam dunia ini. Sebab, Allah itu sendiri adalah kebenaran: Al-Haq."Maka kepada Akulah tempat kamu kembali." Artinya, meskipun betapa perselisihan dan pertengkaran, yang satu mengatakan dia saja yang benar dan yang lain tidak mau menerima jika semuanya akan kembali kepada-Nya, untuk mempertanggungjawabkan segala keyakinan dan anutan kita pada masa hidup di dunia yang fana ini.
“Maka akan Aku putuskan nanti antara kamu, dati hal apa-apa yang telah kamu perselisihkan padanya itu."
Ujung ayat ini sangatlah dalam artinya bagi mendidik kita di dalam menempuh pergolakan hidup. Adalah satu kenyataan bahwa kita telah terdiri atas berbagai golongan. Kadang-kadang kita bertengkar dan bertukar pikiran, kadang-kadang berebut pasaran dan pengaruh. Sehingga, lantaran bertengkar kadang-kadang kita lupa akan kewajiban kita yang sebenarnya, yaitu mengabdikan diri kepada Allah.
Ayat 56
“Maka, adapun orang-orang yang kafir itu maka akan Aku siksalah mereka dengan siksaan yang sangat di dunia dan di akhirat."
Di dalam ayat ini tampak bahwasanya ajaran agama bukanlah semata-mata untuk keselamatan akhirat saja. Bahkan terlebih dahulu siksaan dunia akan dirasainya. Di dalam ilmu akhlak diterangkan betapa hidup yang lurus di dunia ini, dengan kebersihan akhlak, moral, dan mental. Tanggung jawab kepada Allah dan tanggung jawab kepada sesama manusia. Kufur, tidak mau percaya kepada Allah sebagai unit, sebagai pusat dan pokok pangkal tempat bertolak di dalam hidup, akan menyebabkan hidup itu sendiri penuh dengan siksaan.
"Dan tidaklah ada bagi mereka orang-orang yang akan menolong."
Cobalah kita pikirkan baik-baik, siapakah yang akan dapat menolong kita sekiranya kita sendiri yang dari semula telah memilih jalan salah? Kita telah menentang Al-Haq (kebenaran), sedangkan kebenaran itu hanya satu, Allah itu sendiri bernama Kebenaran. Maka, siapakah orang lain yang akan sudi menolong kita dalam menempuh jalan yang di luar kebenaran itu? Padahal, kebenaran itu hanya satu?
Ayat 57
“Dan adapun orang-orang yang beriman dan mengamalkan perbuatan-perbuatan yang saleh maka akan Dia sempurna ganjaran-ganjaran meneka."
Kalau pada ayat yang terdahulu dikatakan bahwa orang yang menolak ajaran Allah akan mendapat siksaan di dunia dan di akhirat maka orang-orang yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang saleh pun akan diberi Allah ganjaran dengan sempurna, sejak dari dunia sampai ke akhirat. Bila iman telah tumbuh di dalam jiwa, belumlah mereka akan puas kalau itu belum dibuktikan dengan amal. Bilamana satu amal sudah selesai dengan baik, sebab kewajiban yang timbul dari dalam seruan baik telah dilaksanakan. Amal usaha yang banyak memberikan kepuasan di dalam diri sendiri sebab hidup telah bernilai. Dan, kelak di akhirat akan mendapat bahagia lipat ganda lagi.
“Dan Allah tidaklah suka kepada orang-orang yang aniaya."
Sebesar-besar aniaya ialah mendustai diri sendiri. Ayat ini menjelaskan bahwa kalau kita menganiaya diri, adalah itu di luar kesukaan Allah. Melainkan pilihan kita sendiri. Kalau Allah telah menyatakan tidak menyukainya, tandanya kita dilarang mendekat kepada sikap aniaya.
Ayat 58
“Demikianlah telah Kami bacakan dia kepada engkau."
Yaitu telah diceritakan betapa Bani Israil, tegasnya Yahudi, mencoba segala tipu daya mereka hendak menjerumuskan Isa al-Masih ke dalam lembah kesengsaraan, bahkan hendak membunuhnya sekali, karena mereka telah kafir tidak mau menerima risalah Nabi Isa. Maksud mereka hendak menghinakan beliau tidak tercapai, bahkan al-Masih bertambah dimuliakan Allah. Mereka hendak membunuh beliau, tetapi Allah memeliharanya. Dan, si penolak kebenaran itu tidaklah berdaya dalam usahanya, melainkan mendapat kegagalan total. Yang dikisahkan Allah kepada Nabi Muhammad saw. ini adalah,
“Sebagian dan ayat-ayat dan peringatan yang amat bijaksana."
Dijelaskan di ujung ayat ini bahwasanya kisah kemuliaan Nabi Isa ini barulah sebagian kecil saja dari ayat-ayat Allah, yaitu tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah. Isinya pun ialah satu peringatan bahwasanya ke-curangan pasti gagal dan seorang yang dimuliakan oleh Allah, tidak ada makhluk yang sanggup menghinakanya. Lalu ditekankan di ujung ayat tentang hal bijaksana, yaitu kalau kita pelajari dari hanya sebagian ayat yang dikisahkan Allah ini dan kita bandingkan pula kepada kejadian-kejadian yang lain, akan selalu kelihatan betapa kebijaksanaan Ilahi di dalam mengatur siasat-Nya.