Ayat
Terjemahan Per Kata
ذَٰلِكَ
demikian itu
بِأَنَّهُمۡ
karena sesungguhnya mereka
قَالُواْ
(mereka) mengatakan
لَن
tidak
تَمَسَّنَا
menyentuh
ٱلنَّارُ
api neraka
إِلَّآ
kecuali
أَيَّامٗا
beberapa hari
مَّعۡدُودَٰتٖۖ
yang dapat dihitung
وَغَرَّهُمۡ
dan memperdayakan mereka
فِي
dalam
دِينِهِم
agama mereka
مَّا
apa apa (segala)?
كَانُواْ
yang demikian itu?
يَفۡتَرُونَ
(mereka) ada-adakan
ذَٰلِكَ
demikian itu
بِأَنَّهُمۡ
karena sesungguhnya mereka
قَالُواْ
(mereka) mengatakan
لَن
tidak
تَمَسَّنَا
menyentuh
ٱلنَّارُ
api neraka
إِلَّآ
kecuali
أَيَّامٗا
beberapa hari
مَّعۡدُودَٰتٖۖ
yang dapat dihitung
وَغَرَّهُمۡ
dan memperdayakan mereka
فِي
dalam
دِينِهِم
agama mereka
مَّا
apa apa (segala)?
كَانُواْ
yang demikian itu?
يَفۡتَرُونَ
(mereka) ada-adakan
Terjemahan
Demikian itu disebabkan bahwa mereka berkata, “Api neraka tidak akan menyentuh kami, kecuali beberapa hitungan hari saja.” Mereka teperdaya dalam agamanya oleh apa yang selalu mereka ada-adakan.
Tafsir
(Hal itu) yakni berpaling dan menolak (karena mereka mengatakan) disebabkan oleh ucapan mereka (Kami tidak akan disentuh oleh api neraka kecuali beberapa hari yang berbilang) hanya 40 hari, yakni selama mereka menyembah anak lembu lalu akan dihentikan terhadap mereka. (Mereka diperdayakan dalam agama mereka) berkaitan dengan firman-Nya (oleh apa yang mereka ada-adakan) berupa ucapan mereka tadi.
Tafsir Surat Ali-'Imran: 23-25
Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang telah diberi bagian dari Kitab (Taurat)? Mereka diseru (berpegang) kepada Kitab Allah untuk memutuskan (menetapkan) hukum di antara mereka; kemudian sebagian dari mereka berpaling dan menolak (kebenaran).
Itu karena mereka mengatakan, "Kami tidak akan disentuh oleh api neraka selain beberapa hari saja." Mereka terperdaya dalam agama mereka oleh apa yang mereka ada-adakan.
Bagaimana nanti ketika mereka Kami kumpulkan di hari (kiamat) yang tidak ada keraguan tentang adanya dan disempurnakan kepada tiap-tiap diri balasan terhadap apa yang diusahakannya, sedangkan mereka tidak dizalimi.
Ayat 23
Allah ﷻ menyangkal sikap orang-orang Yahudi dan Nasrani yang berpegang kepada apa yang mereka duga di dalam kedua kitab mereka, yaitu Taurat dan Injil. Apabila mereka diseru untuk mengambil ketetapan hukum dari apa yang terkandung di dalam kedua kitab mereka, yaitu taat kepada Allah dalam semua perintah-Nya yang ditujukan kepada mereka, yang intinya berisikan agar mereka mengikuti Nabi Muhammad ﷺ, maka mereka berpaling seraya membelakangi kebenaran yang terkandung di dalam kedua kitabnya.
Hal ini merupakan celaan yang sangat pedas dan menjadikan mereka sebagai figur dari orang-orang yang menentang dan sangat ingkar.
Ayat 24
Kemudian Allah ﷻ berfirman: “Itu karena mereka mengatakan, ‘Kami tidak akan disentuh oleh api neraka selain beberapa hari saja”." (Ali Imran: 24) Yakni sesungguhnya yang mendorong dan membuat mereka berani menentang kebenaran adalah karena ulah perbuatan mereka sendiri, yaitu kebohongan-kebohongan mereka terhadap Allah yang mereka klaim untuk diri mereka sendiri, yaitu bahwa mereka hanya diazab di dalam neraka selama tujuh hari; padahal satu hari di neraka setara dengan seribu tahun di dunia. Tafsir tentang hal ini dikemukakan di dalam surat Al-Baqarah.
Kemudian Allah ﷻ berfirman: “Mereka terperdaya dalam agama mereka oleh apa yang mereka ada-adakan.” (Ali Imran: 24) Yakni mengukuhkan mereka untuk berpegang kepada agama mereka yang batil, hal-hal yang memperdayakan diri mereka sendiri, yaitu dugaan mereka yang menyatakan bahwa api neraka tidak akan menyentuh mereka karena dosa-dosa mereka kecuali hanya beberapa hari saja. Padahal mereka sendirilah yang membuat-buat kedustaan ini terhadap diri mereka, sedangkan Allah tidak pernah menurunkan suatu bukti pun yang mengukuhkan dugaan mereka itu.
Ayat 25
Allah ﷻ berfirman mengancam dan memperingatkan mereka: “Bagaimana nanti ketika mereka Kami kumpulkan di hari (kiamat) yang tidak ada keraguan tentang adanya.” (Ali Imran: 25) Yaitu bagaimanakah keadaan mereka nanti, sedangkan mereka telah berbuat kedustaan terhadap Allah, mendustakan rasul-rasul-Nya, dan membunuh nabi-nabi-Nya serta para ulama kaumnya yang ber-amar ma'ruf dan nahi munkar. Allah ﷻ akan meminta pertanggungjawaban dari mereka atas semuanya itu, dan Dia pasti akan menghukum dan memberikan balasannya kepada mereka. Karena itulah Allah ﷻ dalam ayat ini berfirman: “Bagaimana nanti ketika mereka Kami kumpulkan di hari (kiamat) yang tidak ada keraguan tentang adanya.” (Ali Imran: 25) Maksudnya, kejadian hari kiamat tidak diragukan lagi dan pasti akan terjadi. “Dan disempurnakan kepada tiap-tiap diri balasan terhadap apa yang diusahakannya, sedangkan mereka tidak dizalimi.” (Ali Imran: 25)
Mereka berani melakukan hal itu adalah karena mereka berkata dengan penuh keyakinan, Api neraka tidak akan menyentuh kami kecuali beberapa hari saja yang selanjutnya akan diganti oleh orang Islam. Mereka, kaum Yahudi, telah terpedaya oleh keyakinan mereka dalam memahami ajaran agama mereka, oleh apa yang se-cara sengaja mereka ada-adakan sendiri dengan menyimpangkan ajaran yang sebenarnya. Pada ayat sebelumnya disebutkan bahwa kaum Yahudi berani menyepelekan azab Allah dengan mengingkari kebenaran yang dibawa Rasulullah, barangkali karena mereka masih hidup di dunia, maka bagaimana jika nanti mereka, kaum Yahudi itu, Kami kumpulkan pada hari kiamat yang tidak diragukan terjadinya, dan pada hari itu juga kepada setiap jiwa diberi balasan yang sempurna atau setimpal sesuai dengan apa yang telah dikerjakannya, jika baik akan mendapatkan pahala dan jika buruk akan memperloleh siksa, dan mereka tidak akan dizalimi, yakni dirugikan atau dikurangi sedikit pun dari balasannya'
.
Ayat ini menerangkan alasan atau sebab yang mendorong orang Yahudi menentang dan berpaling dari kebenaran. Mereka mempunyai paham yang sudah melekat dalam iktikad mereka bahwa mereka tidak akan diazab api neraka kecuali beberapa hari tertentu saja.
Anggapan yang sudah melekat kuat ini meresap dalam jiwa mereka, dan akhirnya membentuk sikap mental mereka. Sehingga mereka menganggap enteng hukuman yang akan menimpa mereka. Ini disebabkan oleh karena mereka merasa ada hubungan darah dengan para nabi, dan menganggap bahwa mereka akan selamat dari siksa api neraka asal mereka tetap beragama Yahudi. Jadi menurut paham mereka hubungan keturunan dengan nabi, serta tetap tercatat sebagai penganut agama Yahudi sudah menjamin untuk dapat masuk surga.
Barang siapa yang menganggap enteng ancaman Allah, karena percaya bahwa azab itu tidak akan turun menimpanya, berarti mereka telah meremehkan perintah Allah serta larangan-Nya.
Demikianlah keadaan suatu umat, ketika mereka mulai meninggalkan agamanya, mereka sudah tidak segan lagi untuk melakukan kejahatan. Gejala membelakangi agama sedemikian ini tampak pada orang-orang Yahudi, Nasrani dan juga di kalangan orang Muslim.
Orang Yahudi mengira bahwa mereka jika masuk neraka hanya diazab dalam "beberapa hari yang dapat dihitung" ialah 40 hari; sejumlah hari yang mereka gunakan untuk menyembah anak sapi. Sebenarnya tidak ada keterangan yang dapat dipercaya untuk menegaskan kapan hari yang dimaksud, kecuali anggapan kosong dari orang Yahudi.
Segala kebohongan yang telah mereka adakan telah menipu mereka dalam agama, misalnya ucapan mereka, "Kami adalah anak-anak Tuhan dan kekasih-Nya" dan kata-kata mereka, "Sesungguhnya nenek moyang kami para nabi yang akan memberikan syafaat kepada kami" dan "Sesungguhnya Allah telah berjanji kepada Yakub tidak akan mengazab anak-anak keturunannya, kecuali hanya dalam tempo yang pendek.".
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
HAKIKAT ISLAM
Ayat 18
“Allah telah menjelaskan bahwa tiada Tuhan selain Dia."
Syahida kita artikan menjelaskan. Dengan segala amal ciptaan-Nya ini, pada langit dan bumi, pada lautan dan daratan, pada tumbuh-tumbuhan dan binatang, dan segala semat-semesta, Allah telah menjelaskan bahwa hanya Dia yang Tuhan, hanya Dia yang mengatur. Maka, segala yang ada ini adalah penjelasan atau kesaksian dari Allah, menunjukkan bahwa tiada Tuhan melainkan Allah."Demikianpun malaikat!' dalam keadaan mereka yang gaib itu; semuanya telah menyaksikan, telah memberikan syahadah bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah. Oleh sebab itu, di dalam tangan kita sendiri kita telah mendapat salah satu bekas syahadah dari malaikat.
"Dan orang-orang yang berilmu" pun telah menyampaikan sya-hadahnya pula bahwa tidak ada Tuhan me-lainkan Allah. Bertambah mendalam ilmu, bertambah menjadi kesaksianlah dia bahwa alam ini ada ber-Tuhan dan Tuhan itu hanya satu, yaitu Allah, dan tidak ada Tuhan yang lain sebab yang lain adalah makhluk-Nya belaka."Bahwa Dia berdiri dengan keadilan", yakni setelah Allah menyaksikan dengan qudrat-iradat-Nya, dan malaikat menyaksikan dengan ketaatannya, dan manusia yang berilmu menyaksikan dengan penyelidikan akalnya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah maka timbul pulalah kesaksian bahwa Allah itu berdiri dengan keadilan. Bahwa Tuhan mencipta alam dengan perseimbangan dan Allah menurunkan perintah-Nya dengan adil serta seimbang.
Adil ciptaan-Nya atas seluruh alam sehingga manusia berjalan dengan teratur, tidak lain adalah karena adil pertimbangannya. Adil pula perintah dan syari'at yang ditutunkan-Nya, sehingga seimbang dunia dengan akhirat, ruhani dengan jasmani. Kata qisthi mengandung akan maksud adil, seimbang, setimbang; semuanya bisa kita dapati di mana-mana dengan teropong ilmu pengetahuan.
“Tidaklah ada Tuhan selain dari Dia. Mahagagah lagi Bijaksana."
Hendaklah menarik perhatian kita tentang kedudukan mulia yang diberikan Allah kepada ulil ‘ilmi, yaitu orang-orang yang mempunyai ilmu di dalam ayat ini. Setelah Tuhan menyatakan kesaksian-Nya yang tertinggi sekali bahwa tiada Tuhan selain Allah dan kesaksian itu datang dari Allah sendiri maka Allah pun menyatakan pula bahwa kesaksian tertinggi itu pun diberikan oleh Malaikat. Setelah itu, kesaksian itu pun diberikan pula oleh orang-orang yang berilmu. Artinya, tiap-tiap orang yang berilmu, yaitu orang-orang yang menyediakan akal dan pikirannya buat menyelidiki keadaan alam ini, baik di bumi maupun di langit, di laut dan di darat, di binatang dan di tumbuh-tumbuhan, niscaya manusia itu akhirnya akan sampai juga, tidak dapat tidak, kepada kesaksian yang murni, bahwa memang tidak ada Tuhan melainkan Allah.
Ayat 19
“Sesungguhnya, yang agama di sisi Allah ialah Islam."
Kata ad-din biasa kita artikan ke dalam bahasa kita dengan agama. Ada yang menyebut agama dan ada juga menyebut agama. Adapun arti ad-din itu menurut asli Arabnya ialah tha'at ‘tunduk' dan juga ‘balasan'. Sebab itu, Yaumid-Din berarti Hari Pembalasan. Maka, di dalam ta'rif syari'at, segala perintah yang dipikulkan oleh syara' kepada hamba yang telah baligh, tetapi berakal (mukallaf), itulah dia agama. Kata Islam adalah mashdar, asal kata. Kalau telah menjadi fi'il madhi (perbuatan), dia menjadi aslama. Artinya dalam bahasa kita ialah menyerah diri. Pokok asal sekali ialah hubungan tiga huruf s-I-m yang artinya selamat sejahtera. Menjadi juga menyerah, damai, dan bersih dari segala sesuatu. Kalau disebut dalam bahasa Arab salaman li rajulin, artinya ialah sesuatu kepunyaan seorang laki-laki yang tidak berserikat dengan yang lain. Maka, setelah memahami arti dari kata ad-din dan al-lslam sebagaimana yang diutarakan di atas, dapatlah dipahamkan maksud ayat ini, “Sesungguhnya, yang agama di sisi Allah ialah Islam" Atau lebih dapat ditegaskan bahwa yang benar-benar agama pada sisi Allah hanyalah semata menyerahkan diri kepada-Nya saja. Kalau bukan begitu, bukanlah agama.
Oleh karena itu, sekalian agama yang diajarkan nabi-nabi yang dahulu, sejak Adam lalu kepada Muhammad, termasuk Musa dan Isa, tidak lain daripada Islam. Beliau-beliau mengajak manusia supaya Islam, menyerah diri dengan tulus ikhlas kepada Allah, percaya kepada-Nya, kepada-Nya saja. Itulah Islam. Sekalian manusia yang telah sampai menyerah diri kepada Allah yang Tunggal, tidak bersekutu yang lain dengan Dia, walaupun dia memeluk agama apa, dengan sendirinya dia telah mencapai Islam. Syari'at nabi-nabi bisa berubah ka-rena perubahan zaman dan tempat, tetapi hakikat agama yang mereka bawa hanya satu: Islam.
“Akan tetapi, tidaklah berselisih orang-orang yang diberi Kitab itu melainkan sesudah didatangkan kepada mereka ilmu, lantaran pelanggaran batas di antara mereka"
Dengan sambungan ayat ini, kita dapat memahamkan bahwasanya masing-masing manusia dengan akal murni dan ilmunya sendiri bisa mencapai dasar percaya kepada keesaan Allah, bisa sampai kepada suasana pe-nyerahan diri kepada Allah Yang Mahakuasa dengan sendirinya. Sehingga, kelak apabila dicocokkannya hasil penyerahan diri (Islam) dengan wahyu, tidak akan berapa selisihnya lagi. Akan tetapi, timbul kesulitan bukan pada mereka, melainkan pada orang-orang yang keturunan Kitab, yang Yahudi dan Nasrani, sesudah mereka mendapat ilmu, ialah karena agama sudah diikat dengan ketentuan-ketentuan pendeta. Sehingga, bukan lagi agama Allah, melainkan agama pendeta. Misalnya, pikiran murni manusia telah mencapai kesimpulan bahwa Allah itu memang pasti Esa, tetapi pendeta memutuskan bahwa itu tidak benar! Yang benar ialah mesti diakui bahwa Allah itu beranak atau bahwa Nabi Isa bukan saja anak Allah, tetapi dia pun Allah atau satu dari tiga oknum.
“Dan barangsiapa yang kufur terhadap ayat-ayat Allah," yaitu tidak menerima ketentuan-ketentuan dari Allah bahwasanya hakikat agama hanyalah satu, yaitu menyerahkan diri kepada Allah Yang Maha Esa, persatuan manusia di dalam pokok kepercayaan, dan memandang bahwa tujuan segala rasul Allah hanyalah satu, yaitu membawa manusia dari gelap gulita syirik kepada sinar tauhid,
“Maka sesungguhnya Allah adalah amat cepat perhitungan-Nya."
Pada tafsir dari ayat 212 surah al-Baqarah telah diterangkan apa artinya “Allah cepat sekali mengambil tindakan", yaitu apabila langkah telah salah dari permulaan, akibatnya akan segera terasa.
Ayat 20
“Maka jika mereka membantah engkau, katakanlah, ‘Aku telah menyeiah diri kepada Allah, demikian juga orang-orang yang mengikutiku.'"
Artinya, kalau orang-orang Ahlul Kitab itu, baik mereka Yahudi yang tinggal di Madinah maupun tetamu yang datang dari Najran itu, kalau mereka masih saja berbantah dengan engkau, katakanlah dengan terus terang bahwasanya engkau dan orang-orang yang menjadi pengikutmu telah mempunyai suatu pendirian yang bulat, yaitu menyerah diri kepada Allah, tegasnya: ISLAM. Pendirian kami telah jelas. Orang-orang yang mempergunakan akalnya pasti sampai kepada penyerahan diri kepada Allah.
Sekarang, Rasulullah pula disuruh menanyakan kepada mereka, “Dan tanyakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Kitab itu!" Baik mereka Yahudi yang telah menerima dan mengerti kitab Taurat maupun dia orang Nasrani yang mengakui telah menerima kitab Injil. Teranglah sudah bahwa inti sejati dari kitab-kitab itu ialah mengajak manusia agar berserah diri kepada Allah."Dan kepada orang-orang yang ummi" yaitu orang-orang Arab sendiri yang tidak memeluk Yahudi atau Nasrani, tidak menerima Taurat ataupun Injil, tetapi mengakui bahwa mereka menerima ajaran Nabi Ibrahim, sedangkan Nabi Ibrahim pun mengakui penganut agama “Menyerah Diri"; tanyakanlah kepada mereka semuanya, “Sudahkah kamu menyerah diri? Sudahkah mereka Islam? Sudahkah mereka kembali kepada ajaran agama dan kitab mereka yang asli, tidak dihambat-hambat oleh penafsiran yang berbeda-beda, keputusan pendeta atau pihak kekuasaan?" “Maka jika mereka telah menyerah diri maka sesungguhnya telah mendapat petunjuklah mereka." Artinya, tidaklah ada lagi beda antara kami dan kamu."Dan jika mereka berpaling maka tidak lain kewajiban engkau hanyalah menyampaikan" jangan berhenti-henti menyampaikan seruan itu agar mereka kembali kepada pokok asli agama, menyerah diri kepada Allah. Dan, tegas, kewajiban Rasul ini pula yang terpikul ke atas pundak kita pengikutnya yang datang di belakang, yaitu tidak berhenti-henti menyampaikan, menyerukan, dakwah dan tablig.
“Dan Allah adalah amat memandang kepada hamba-Nya"
***
Ayat 21
“Sesungguhnya, orang-orang yang kufur kepada perintah-perintah Allah" tidak mau menerima kebenaran, ditutupnya telinga dan hatinya, “dan membunuh nabi-nabi dengan tidak benar," sebagaimana yang kerap kali telah dilakukan oleh orang Yahudi kepada nabi-nabi mereka sendiri. Berpuluh nabi-nabi yang tidak mereka senangi mereka bunuh. Dan, telah mereka bunuh pula Nabi Zakaria dan putranya Nabi Yahya, bahkan mereka coba pula hendak menarik tangan pihak penguasa supaya Nabi Isa al-Masih pun dibunuh, tetapi Isa al-Masih dipelihara oleh Allah, Meskipun orang Yahudi yang hidup di zaman Rasulullah penyerahan diri itu tidak lain ialah kepatuhan dan taat; mengerjakan yang diperintahkan dan menghentikan yang dilarang. Penyerahan itu menjadi bulat kepada yang satu, itulah tauhid, itulah dia islam yang sejati. Siapa yang tidak insaf, mereka pun menyerah diri kepada thaghut dan setan.
“Maka beri ancamanlah mereka dengan siksa yang pedih."
Ancaman siksa yang pedih pada orang-orang yang berjiwa demikian rendah, yang karena tidak sanggup menolak seruan yang benar dengan kebenaran pula, lalu dengan secara hina membenarkan pendirian yang salah, sampai membunuh segala, dijelaskan pada ayat selanjutnya,
Ayat 22
“Itulah orang-orang yang telah percuma amal-amal mereka."
Sehingga “arang habis, besi binasa" sebab amal yang berhasil adalah yang timbul dari hati yang tulus, bukan dari hati yang penuh kebencian."Di dunia dan di akhirat." Dalam dunia, segala amal mereka percuma, gagal dan gugur, bekasnya tidak akan ada. Kalau di dunia sudah tidak ada, niscaya di akhirat pun kosong, malahan adzab siksalah yang akan mereka derita.
“Dan tidak ada bagi mereka orang-orang yang akan menolong."
Siapa orang yang akan dapat menolong kalau siksaan Allah telah datang? Siapa yang akan dapat menolong kalau satu bangunan telah diruntuh sendiri oleh Allah? Siapa yang akan dapat membela orang yang jatuh lantaran salahnya sendiri?
Seorang sopir mobil mengantuk. Di suatu tikungan jalan ada tertulis “awas kalau hujan licin", tetapi tidak dipedulikannya tulisan peringatan itu, mobil dijalankannya juga dengan acuh tak acuh, tiba-tiba di tempat yang menurun dia slip sehingga jatuh londong-pondong masuk lurah yang dalam. Siapa yang akan dapat menolong pada waktu itu sehingga dia tidak jadi jatuh?
Ayat 23
“Tidakkah engkau perhatikan orang-orang yang telah diberi sebagian dari Kitab."
Maksud diberi “sebagian dari Kitab" ialah bahwa mereka telah memahamkan “sebagian" dari isi Kitab, kadang-kadang mereka hafal di luar kepala sebagian besar ayatnya atau keseluruhannya, tetapi “sebagian" itu sajalah yang dia dapat dari Kitab itu. Adapun maksud yang lebih terkandung dalam Kitab itu mereka tidak mengerti. Yang dimaksud ini ialah orang-orang Yahudi, yang mengetahui sebagian dari kitab Taurat.
“(Ketika) diajak mereka kepada Kitab Allah supaya memutuskan di antara mereka, kemudian berpaling sebagian dari mereka, padahal mereka membelakang."
Menurut riwayat dari Ibnu Ishaq dan Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas, pada suatu ketika Rasulullah ﷺ masuk ke rumah tempat orang Yahudi mempelajari agama mereka, mengajak mereka kepada jalan Allah. Maka, bertanyalah kepada beliau dua orang pemuka Yahudi yang ada di sana di waktu itu, yaitu an-Nu'man bin ‘Amr dan al-Haris bin Zaid, “Engkau datang membawa agama apa, ya Muhammad?" Nabi saw, lalu menjawab, “Aku datang dengan agama Ibrahim dan peraturannya" Maka kedua penanya itu bertanya pula, “Tetapi Ibrahim adalah Yahudi." Dengan tegas, Nabi ﷺ menyambut ucapan mereka itu, “Mari kita ambil Taurat Dia kita jadikan alat pemutus di antara kita dalam soal ini. Apa betulkah Yahudi agama Ibrahim atau Islami" Tetapi kedua orang itu tidak mau. Demikian salah satu riwayat tentang sebab-sebab turun ayat ini.
Ayat 24
“Yang demikian ialah karena mereka berkata, 'Sekali-kali kami tidak akan disentuh oleh api neraka melainkan beberapa hari saja.'"
Ayat ini adalah lanjutan dari ayat yang sebelumnya tadi, dua orang pemuka Yahudi berani mengatakan Nabi Ibrahim adalah orang Yahudi, tetapi ketika diajak kembali mengambil keputusan dan mencari keterangan itu dalam Taurat sendiri, mereka tidak mau. Mereka bahkan berpaling, membelakang. Membuktikan bahwa mereka telah berdusta besar. Mengapa mereka berani berdusta sebesar itu? Ialah karena ada kepercayaan pada mereka: kita orang Yahudi ini meskipun berdusta sedikit untuk mempertahankan diri, tidaklah mengapa, sebab kalau kita masuk neraka, asal kita terang orang Yahudi, hanya sebentar saja kita di dalam, kita pun segera dikeluarkan. Ini karena orang-orang Yahudi adalah orang-orang yang utama di sisi Allah, bukan sebagai bangsa-bangsa dan suku-suku yang lain sebab mereka hina di bawah kita, sedangkan kita adalah “kaum pilihan Allah".
Dari mana timbulnya pendirian yang salah ini? Lanjutan ayat telah memberikan jawabannya,
“Karena mereka telah ditipu dalam hal agama mereka, oleh kenangan-kenangan (pemimpin-pemimpin) mereka."
Kembali lagi kepada apa yang telah disebutkan di atas, yaitu pemuka-pemuka agama lagi memberikan tafsiran yang salah kepada pengikut-pengikut mereka, sehingga agama telah dipermurah-murah demikian rupa. Kalau inti sari agama tidak lagi menjadi perhatian dan kalau kegunaan agama untuk memperbaiki pribadi tidak dipedulikan lagi, timbullah tafsir-tafsir yang bukan-bukan terhadap agama. Agama yang tadi untuk keselamatan seluruh manusia yang mematuhinya, telah dijadikan hak monopoli oleh suatu golongan; dia pun telah berubah menjadi semacam “kebangsaan". Pemelukagama kami adalah umat yang paling mulia walaupun perintahnya tidak pernah dikerjakan. Demikianlah nasib orang Yahudi atau orang Islam sendiri kalau agama hanya tinggal serosong. Ada orang Islam berkata, “Kalau kita orang Islam masuk neraka, kita hanya sebentar saja di dalam, lantas segera dipindahkan ke surga. Sebab, kita umat Muhammad ini adalah umat yang istimewa di sisi Allah. Lain dengan pemeluk agama lain. Orang Yahudi atau Nasrani, walaupun bagaimana baik mereka itu, pasti masuk neraka dan kekal dalam neraka. Kita orang Islam tidak! Bagaimana pun jahatnya, walaupun tidak pernah shalat, tidak pernah puasa, kerjanya hanya mencuri dan berbuat jahat, sebab dia Islam, dia akan masuk surga juga!"
Kalau hanya hingga begini pendirian kita sebagai Muslim, apakah ubah kita dengan Yahudi yang disebut di ayat itu? Dan apa sebab Yahudi-berpendapat demikian? Sebab mereka hanya menurutkan apa yang diajarkan guru dan tidak hendak menyelidiki lagi. Padahal apabila derajat iman orang yang sudah tinggi dan zuhud serta tunduknya kepada Ilahi telah sampai tempatnya yang layak, tidaklah berani mereka berkata demikian
Kemudian datanglah ayat yang mengajak mereka kembali berpikir sungguh-sungguh tentang keadaan yang sebenarnya akan dihadapi,
Ayat 25
“Bagaimanakah hal mereka (kelak) apabila Kami kumpulkan mereka pada hari yang tidak diragu-ragukan lagi padanya."
Sedang hari itu pasti datang. Lebih lama hidup, artinya lebih memastikan bahwa pintu gerbang maut untuk menemui hari itu sudah bertambah dekat. Kelamaan hidup hanyalah menunda kekalahan."Dan disempurnakan bagi tiap-tiap seorang apa yang mereka usahakan." Yang akan disempurnakan itu ialah ganjaran, setimpal dengan amal yang diusahakan. Baik diganjari dengan baik, jahat diganjari dengan jahat, atau ditimbang dengan sangat halus mana yang lebih berat, yang baikkah atau yang jahat?
“Padahal mereka tidak akan dianiaya."
(ujung ayat 25)