Ayat
Terjemahan Per Kata
فَٱنقَلَبُواْ
maka mereka kembali
بِنِعۡمَةٖ
dengan nikmat
مِّنَ
dari
ٱللَّهِ
Allah
وَفَضۡلٖ
dan karunia
لَّمۡ
tidak
يَمۡسَسۡهُمۡ
menyentuh mereka/mereka mendapat
سُوٓءٞ
seburuk-buruk
وَٱتَّبَعُواْ
dan mereka mengikuti
رِضۡوَٰنَ
keridhaan
ٱللَّهِۗ
Allah
وَٱللَّهُ
dan Allah
ذُو
mempunyai
فَضۡلٍ
karunia
عَظِيمٍ
besar
فَٱنقَلَبُواْ
maka mereka kembali
بِنِعۡمَةٖ
dengan nikmat
مِّنَ
dari
ٱللَّهِ
Allah
وَفَضۡلٖ
dan karunia
لَّمۡ
tidak
يَمۡسَسۡهُمۡ
menyentuh mereka/mereka mendapat
سُوٓءٞ
seburuk-buruk
وَٱتَّبَعُواْ
dan mereka mengikuti
رِضۡوَٰنَ
keridhaan
ٱللَّهِۗ
Allah
وَٱللَّهُ
dan Allah
ذُو
mempunyai
فَضۡلٍ
karunia
عَظِيمٍ
besar
Terjemahan
Mereka kembali dengan nikmat dan karunia dari Allah. Mereka tidak ditimpa suatu bencana dan mereka mengikuti (jalan) rida Allah. Allah mempunyai karunia yang besar.
Tafsir
(Maka kembalilah mereka) dari Badar (dengan nikmat dan karunia dari Allah) yakni keselamatan dan keuntungan (tanpa mendapat bencana) baik luka atau kematian (dan mereka mengikuti keridaan Allah) yakni dengan menaati-Nya dan rasul-Nya supaya keluar berperang. (Dan Allah mempunyai karunia yang besar) terhadap ahli taat dan ibadah.
Tafsir Surat Ali-'Imran: 169-175
Dan janganlah kalian mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki,
Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergembira terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Mereka berbahagia dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman.
(Yaitu) orang-orang yang menaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam peperangan Uhud). Bagi orang-orang yang berbuat kebaikan di antara mereka dan yang bertakwa ada pahala yang besar.
(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang ketika ada orang-orang yang mengatakan kepada mereka, "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kalian. Karena itu, takutlah kepada mereka," maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung."
Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.
Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah setan yang menakut-nakuti (kalian) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy). Karena itu, janganlah kalian takut kepada mereka; tetapi takutlah kepada-Ku, jika memang kalian benar-benar orang yang beriman.
Ayat 169
Allah menceritakan keadaan para syuhada, bahwa sekalipun mereka gugur terbunuh dalam kehidupan dunia ini, sesungguhnya arwah mereka tetap hidup diberi rezeki di alam yang kekal.
Muhammad ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Marzuq, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Yunus, dari Ikrimah, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Abu Talhah, telah menceritakan kepadaku Anas ibnu Malik keadaan sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ yang dikirim beliau ﷺ kepada penduduk Bir Ma'unah. Sahabat Anas ibnu Malik mengatakan bahwa ia tidak mengetahui apakah jumlah mereka empat puluh atau tujuh puluh orang, sedangkan yang menjadi pemimpin dari penduduk tempat air itu adalah Amir ibnu Tufail Al-Jafari. Maka berangkatlah sejumlah sahabat Rasul itu hingga mereka sampai di sebuah gua yang berada di atas tempat air tersebut, lalu mereka duduk istirahat di dalam gua itu.
Kemudian sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, "Siapakah di antara kalian yang mau menyampaikan risalah Rasulullah ﷺ kepada penduduk tempat air ini?" Maka seseorang yang menurut dugaan perawi dia adalah Abu Mulhan Al-Ansari berkata, "Akulah yang akan menyampaikan risalah Rasulullah ﷺ". Lalu ia berangkat hingga sampai di sekitar rumah-rumah mereka, kemudian ia duduk bersideku di hadapan pintu ramah-rumah itu, dan berseru, "Wahai penduduk Bir Ma'unah, sesungguhnya aku adalah utusan Rasulullah kepada kalian. Sesungguhnya aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba serta utusan-Nya. Karena itu, berimanlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya!"
Maka keluarlah dari salah satu rumah itu seorang lelaki seraya membawa sebuah tombak menuju kepadanya, lalu lelaki itu langsung menghunjamkan tombaknya ke lambung Abu Mulhan hingga tembus ke sisi yang lain. Maka Abu Mulhan berseru (sebelum meregang nyawanya): Allahu Akbar (Allah Maha Besar), aku beruntung (mendapat mati syahid) demi Tuhan Ka'bah!
Kemudian seluruh penduduk Bir Ma'unah mengikuti jejak Abu Mulhan hingga mereka sampai kepada teman-teman Abu Mulhan yang berada di dalam gua tersebut. Maka Amir ibnu Tufail (bersama kaumnya) membunuh mereka semuanya.
Ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Anas ibnu Malik, bahwa Allah telah menurunkan ayat Al-Qur'an berkenaan dengan nasib mereka itu, yang isinya mengatakan: “Sampaikanlah dari kami kepada kaum kami, bahwasanya kami telah menjumpai Tuhan kami, dan Dia rida dengan kami serta kami pun rida (puas) dengan (pahala)-Nya.”
Kemudian ayat tersebut dimansukh (direvisi) dan diangkat kembali sesudah kami membacanya selama beberapa waktu, dan sebagai gantinya Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Janganlah kalian mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.” (Ali Imran: 169)
Imam Muslim meriwayatkan di dalam kitab sahihnya, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Numair, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abdullah ibnu Murrah, dari Masruq yang menceritakan bahwa sesungguhnya kami pernah menanyakan kepada Abdullah tentang ayat ini, yaitu firman-Nya: “Janganlah kalian mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.” (Ali Imran: 169) Maka Abdullah menjawab, bahwa sesungguhnya kami pernah menanyakan hal yang sama kepada Rasulullah ﷺ, lalu beliau bersabda: Arwah mereka (para syuhada) berada di dalam perut burung hijau, bagi mereka terdapat pelita-pelita yang bergantungan di bawah Arasy. Mereka terbang di bagian surga mana saja dengan bebas menurut kehendaknya, kemudian hinggap pada pelita-pelita tersebut. Maka Tuhan mereka menjenguk keadaan mereka sekali kunjungan, lalu berfirman, "Apakah kalian menginginkan sesuatu?" Mereka menjawab, "Apakah yang kami inginkan lagi, bukankah kami terbang dengan bebas di dalam surga ini menurut kehendak kami?" Allah melakukan hal tersebut kepada mereka sebanyak tiga kali.
Setelah mereka menyadari bahwa diri mereka tidak dibiarkan oleh Allah melainkan harus meminta, maka berkatalah mereka, "Wahai Tuhan kami, kami menginginkan agar Engkau mengembalikan arwah kami ke jasad kami, hingga kami dapat terbunuh lagi demi membela jalan-Mu sekali lagi." Setelah Allah melihat bahwa mereka tidak mempunyai keperluan lagi, maka barulah mereka ditinggalkan. Hadits yang serupa diriwayatkan pula melalui hadits Anas dan Abu Sa'id.
Hadits yang lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah menceritakan kepada kami Hammad, telah menceritakan kepada kami Sabit, dari Anas, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Tiada seorang pun yang meninggal dunia, sedangkan di sisi Allah dia memperoleh kebaikan yang menggembirakannya, lalu ia menginginkan dikembalikan ke dunia, kecuali hanya orang yang mati syahid. Karena sesungguhnya dia sangat gembira bila dikembalikan ke dunia, lalu gugur sekali lagi (di jalan Allah) karena apa yang dirasakannya dari keutamaan mati syahid.” Hadits ini hanya diriwayatkan oleh Imam Muslim melalui jalur Hammad.
Hadits yang lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Dikatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdullah Al-Madini, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Muhammad ibnu Ali ibnu Rabi'ah As-Sulami, dari Abdullah ibnu Muhammad ibnu Aqil, dari Jabir yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda kepadanya:”Aku telah diberi tahu bahwa Allah menghidupkan kembali ayahmu, lalu berfirman kepadanya: ‘Mintalah kamu!’" Ayahmu berkata kepada-Nya, "Aku ingin dikembalikan ke dunia dan gugur lagi di jalan-Mu sekali lagi." Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku telah memutuskan bahwa mereka tidak akan dikembalikan lagi ke dunia." Ditinjau dari segi ini, hanya Imam Ahmad sendirilah yang meriwayatkannya.
Tertulis di dalam kitab Shahihain dan lain-lainnya bahwa ayah Jabir (yaitu Abdullah ibnu Amr ibnu Haram Al-Ansari) gugur dalam Perang Uhud sebagai syuhada.
Imam Al-Bukhari mengatakan bahwa Abul Walid meriwayatkan dari Syu'bah, dari Ibnul Munkadir, bahwa ia pernah mendengar Jabir menceritakan hadits berikut: “Ketika ayahku gugur (dalam Perang Uhud), aku menangis dan membuka kain penutup wajahnya. Maka sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ melarangku berbuat demikian. Tetapi Rasulullah sendiri tidak melarang, melainkan beliau bersabda: “Jangan engkau tangisi dia atau mengapa engkau tangisi dia sedangkan para malaikat masih terus menaunginya dengan sayap-sayap mereka hingga ia diangkat (ke langit).”
Hadits ini di-musnad-kan (disandarkan) langsung kepada Jabir oleh Imam Al-Bukhari, Imam Muslim, dan Imam An-Nasai melalui berbagai jalur, dari Syu'bah, dari Muhammad ibnul Munkadir, dari Jabir yang menceritakan, "Ketika ayahku gugur dalam peperangan Uhud, aku membuka kain wajahnya, lalu aku menangisinya," hingga akhir hadits dengan lafal yang serupa.
Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Dikatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Abu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Umayyah ibnu Amr ibnu sa'id ibnu Abuz Zubair Al-Makki, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: Ketika saudara-saudara kalian gugur dalam peperangan Uhud, maka Allah menjadikan arwah mereka di dalam perut burung hijau yang selalu mendatangi sungai-sungai surga dan memakan buah-buahannya, hingga pada lampu-lampu emas yang ada di bawah naungan Arasy.
Ketika mereka merasakan makanan dan minuman mereka yang sangat enak dan tempat mereka yang sangat bagus itu, mereka mengatakan, "Aduhai, sekiranya teman-teman kita mengetahui apa yang dilakukan oleh Allah terhadap kita, agar mereka tidak enggan dalam berjihad dan tidak malas dalam melakukan peperangan." Maka Allah ber-firman, "Akulah Yang akan menyampaikan berita kalian kepada mereka." Maka Allah menurunkan ayat ini, yaitu firman-Nya: “Janganlah kalian mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.” (Ali Imran: 169) dan ayat sesudahnya.
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Yunus, dari Ibnu Wahb, dari Ismail ibnu Iyasy, dari Muhammad ibnu Ishaq dengan lafal yang sama. Imam Abu Dawud dan Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya meriwayatkannya melalui hadits Abdullah ibnu Idris, dari Muhammad ibnu Ishaq dengan lafal yang sama. Imam Abu Dawud dan Imam Hakim meriwayatkannya dari Ismail ibnu Umayyah, dari Abuz Zubair, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a lalu disebutkan hadits yang sama, sanad ini lebih kuat.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Sufyan Ats-Tsauri. dari Salim Al-Aftas, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas. Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya meriwayatkan dari hadits Abu Ishaq Al-Fazzari, dari Sufyan, dari Ismail ibnu Abu Khalid, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan sahabat Hamzah dan teman-temannya (yang gugur dalam Perang Uhud), yaitu firman-Nya: “Janganlah kalian mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.” (Ali Imran: 169)
Imam Hakim mengatakan bahwa hadits ini shahih dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
Hal yang sama dikatakan pula oleh Qatadah, Ar-Rabi’ dan Adh-Dhahhak, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang gugur dalam Perang Uhud.
Hadits lain diriwayatkan oleh Abu Bakar ibnu Mardawaih. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdullah Al-Madini, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ibrahim ibnu Kasir ibnu Basyir ibnul Fakih Al-Ansari yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Talhah ibnu Khirasy ibnu Abdur Rahman ibnu Khirasy ibnus Sumt Al-Ansari mengatakan bahwa ia pernah mendengar Jabir ibnu Abdullah menceritakan hadits berikut, yaitu: Pada suatu hari Rasulullah ﷺ memandang diriku, lalu bertanya, "Mengapa kulihat kamu sedih, wahai Jabir?" Aku menjawab, "Wahai Rasulullah, ayahku telah gugur dan meninggalkan utang serta anak-anak yang banyak." Rasulullah ﷺ bersabda, "Ingatlah, aku akan menceritakan kepadamu bahwa tiada seorang pun yang berbicara dengan Allah, melainkan di balik hijab (penghalang), dan sesungguhnya ayahmu berbicara secara berhadapan (dengan-Nya) tanpa hijab." Menurut Ali ibnu Abdullah Al-Madini, arti kifahan ialah berhadap-hadapan secara langsung tanpa hijab. Allah berfirman, "Mintalah kepada-Ku, niscaya Aku beri." Ia (ayah Jabir) menjawab, "Aku meminta kepada-Mu agar mengembalikan diriku ke dunia, lalu aku gugur lagi di jalan-Mu untuk kedua kalinya." Maka Allah ﷻ berfirman, "Sesungguhnya telah ditetapkan oleh-Ku suatu keputusan, bahwa mereka tidak akan dikembalikan lagi ke dunia." Ia berkata, "Wahai Tuhan-ku, kalau demikian sampaikanlah kepada orang-orang yang ada di belakangku." Maka Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Janganlah kalian mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.” (Ali Imran: 169)
Abu Bakar ibnu Mardawaih meriwayatkannya melalui jalur lain dari Muhammad ibnu Sulaiman ibnu Salit Al-Ansari, dari ayahnya, dari Jabir hal yang serupa.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqi di dalam kitab Dalailun Nubuwwah-nya melalui jalur Ali ibnul Madini dengan lafal yang sama.
Imam Al-Baihaqi meriwayatkan melalui hadits Abu Ubadah Al-Ansari, yaitu Isa ibnu Abdullah, insya Allah, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Siti Aisyah yang menceritakan bahwa Nabi ﷺ bersabda kepada Jabir: "Wahai Jabir, maukah engkau aku kabarkan suatu berita gembira? Jabir menjawab, "Tentu saja mau, semoga Allah mengabarkan kebaikan kepadamu." Nabi ﷺ bersabda, "Aku merasakan bahwa Allah menghidupkan ayahmu, lalu berfirman, 'Mintalah kepada-Ku apa yang kamu inginkan, wahai hamba-Ku, niscaya Aku akan memberikannya kepadamu’.” Ayahmu menjawab, "Wahai Tuhanku, aku belum pernah beribadah kepada-Mu dengan ibadah yang sesungguhnya, aku memohon kepada-Mu sudilah kiranya Engkau mengembalikan diriku ke dunia, maka aku akan berperang bersama Nabi-Mu dan gugur dalam membela agama-Mu sekali lagi.” Allah ﷻ berfirman, “Sesungguhnya telah ditetapkan oleh-Ku bahwa tiada seorang pun (yang telah mati) dikembalikan lagi ke dunia."
Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Dinyatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Al-Haris ibnu Fudail Al-Ansari, dari Mahmud ibnu Labid, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Orang-orang yang mati syahid berada di tepi sungai yang ada di pintu surga, padanya terdapat kubah hijau, rezeki mereka dikeluarkan dari dalam surga setiap pagi dan petang.” Hadits ini hanya diriwayatkan oleh Imam Ahmad sendiri. Tetapi telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Juraij, dari Abu Kuraib yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Sulaiman dan Ubaidah, dari Muhammad ibnu Ishaq dengan lafal yang sama. Sanadnya dinilai jayyid (bagus).
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seakan-akan para syuhada itu terdiri atas berbagai macam. Di antara mereka ada yang arwahnya terbang dengan bebas di seantero surga, ada pula yang tinggal di tepi sungai yang ada di pintu surga. Akan tetapi, dapat diinterpretasikan bahwa perjalanan mereka berakhir di sungai ini, lalu mereka berkumpul di tempat tersebut dan menyantap rezeki mereka di tempat itu, setelah itu mereka berangkat lagi.
Telah diriwayatkan kepada kami di dalam kitab Musnad Imam Ahmad sebuah hadits yang isinya memberikan berita gembira bagi setiap mukmin, bahwa rohnya berada di dalam surga dan terbang dengan bebas di dalam surga, memakan buah-buahan, dan melihat-lihat keindahan yang ada di dalamnya yang hijau segar; juga kegembiraan yang meliputi suasananya, serta menyaksikan kemuliaan yang telah disediakan oleh Allah ﷻ buat dirinya. Sanad hadits ini shahih, jarang ada, lagi mengandung hal yang besar. Di dalam sanadnya terdapat tiga orang Imam dari empat orang Imam yang menjadi panutan. Imam Ahmad meriwayatkannya dari Muhammad ibnu Idris Asy-Syafii rahimahullah, dari Malik ibnu Anas Al-Asbahi rahimahullah, dari Az-Zuhri Abdur Rahman ibnu Kab ibnu Malik, dari ayahnya yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Jiwa orang mukmin merupakan burung yang bergelantungan di pepohonan surga sebelum Allah mengembalikannya ke jasadnya pada hari Allah membangkitkannya.”
Sabda Nabi ﷺ yang mengatakan, "Yu'alliqu," artinya bergelantungan. Makna yang dimaksud ialah memakan buah-buahan surga. Dari hadits ini disimpulkan bahwa roh orang mukmin itu dalam bentuk burung di dalam surga. Adapun mengenai arwah para syuhada, seperti yang disebut di atas, berada di dalam perut burung hijau. Keadaannya sama dengan bintang-bintang bila dibandingkan dengan arwah orang mukmin secara umum, karena sesungguhnya arwah orang mukmin terbang dengan sendirinya. Kami memohon kepada Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pemberi anugerah, semoga Dia mematikan kami dalam keadaan beriman.
Ayat 170
Firman Allah ﷻ: “Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka.” (Ali Imran: 170), hingga akhir ayat.
Dengan kata lain, orang-orang yang mati syahid di jalan Allah itu hidup di sisi Tuhan mereka, sedangkan mereka dalam keadaan gembira karena kenikmatan dan kebahagiaan yang mereka peroleh. Mereka merasa gembira dan amat bangga kepada saudara-saudara mereka yang masih tetap berperang di jalan Allah sesudah mereka; mereka telah mendahuluinya, dan bahwa mereka yang belum sampai tidak usah takut dalam menghadapi apa yang ada di depan mereka dan tidak usah bersedih hati atas apa yang mereka tinggalkan di belakang mereka nanti. Kami memohon surga kepada Allah.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: “Dan mereka bergembira.” (Ali Imran: 170) Artinya, mereka merasa bahagia bila ada di antara saudara-saudara mereka yang berjihad menyusul mereka, agar ia ikut merasakan pahala yang dianugerahkan oleh Allah ﷻ kepada mereka.
As-Suddi mengatakan bahwa disampaikan kepada orang yang telah mati syahid sebuah kitab yang di dalamnya bertuliskan 'akan datang kepadamu si Fulan pada hari anu dan hari anu, dan akan datang kepadamu (menyusulmu) si Fulan pada hari anu dan hari anu'. Maka ia merasa gembira dengan berita tersebut sebagaimana penduduk dunia yang gembira bila bertemu dengan orang yang telah lama berpisah darinya.
Sa'id ibnu Jubair berkata bahwa ketika para syuhada masuk ke dalam surga dan melihat semua yang ada di dalamnya berupa penghormatan yang diperoleh para syuhada, mereka berkata, "Aduhai, seandainya saudara-saudara kita yang berada di dunia mengetahui apa yang kita ketahui sekarang berupa penghormatan yang kita peroleh, niscaya apabila mereka menghadapi peperangan di jalan Allah, mereka langsung menghadapinya dengan mengorbankan diri mereka hingga mati syahid, lalu mereka segera memperoleh kebaikan seperti yang kita peroleh sekarang." Kemudian Rasulullah ﷺ diberi tahu keadaan mereka dan kehormatan yang mereka peroleh di sisi Tuhannya.
Allah memberitahukan kepada para syuhada, "Aku telah menyampaikan kepada Nabi kalian dan telah Kuberitakan kepadanya keadaan kalian dan apa yang sedang kalian lakukan sekarang. Karena itu, mereka merasa gembira dengan berita tersebut." Hal ini disebutkan dalam firman-Nya berikut:
“Dan mereka bergembira terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka.” (Ali Imran: 170), hingga akhir ayat.
Telah dituliskan di dalam kitab Shahihain dari sahabat Anas sehubungan dengan kisah yang dialami oleh tujuh puluh orang sahabat yang dikirim ke Bir Ma'unah, mereka semua dari kalangan Anshar dan semua terbunuh dalam satu hari. Lalu Rasulullah ﷺ melakukan doa qunut untuk kebinasaan orang-orang yang telah membunuh mereka, dan beliau melaknat mereka. Sahabat Anas mengatakan bahwa sehubungan dengan mereka telah diturunkan ayat Al-Qur'an yang selama beberapa waktu kami baca sebelum dimansukh (diganti). Ayat tersebut berbunyi: “Sampaikanlah kepada kaum kami dari kami, bahwa sesungguh-nya kami telah menjumpai Tuhan kami, maka Dia rida kepada kami dan kami pun merasa puas dengan pahala-Nya.”
Ayat 171
Kemudian Allah ﷻ berfirman: “Mereka berbahagia dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman.” (Ali Imran: 171)
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa mereka merasa gembira ketika menyaksikan dan merasakan janji yang telah ditunaikan dan pahala yang berlimpah dari Allah ﷻ kepada mereka.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa makna ayat ini mencakup semua orang mukmin, baik yang mati syahid atau-pun yang tidak mati syahid.
Jarang sekali Allah menyebutkan suatu keutamaan (pahala) yang Dia berikan kepada para nabi, melainkan Allah menyebutkan pula pahala yang akan diberikan kepada orang-orang mukmin sesudah mereka.
Ayat 172
Firman Allah ﷻ: “(Yaitu) orang-orang yang menaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam peperangan Uhud).” (Ali Imran: 172)
Hal ini terjadi dalam Perang Hamraul Asad. Pada mulanya setelah kaum musyrik beroleh kemenangan atas kaum muslim (dalam Perang Uhud) dan mereka kembali ke negeri tempat tinggal mereka, maka ketika mereka sampai di pertengahan jalan, mereka merasa menyesal, mengapa mereka tidak meneruskan pengejaran sampai ke Madinah, kemudian segala sesuatunya diselesaikan sehingga tidak akan ada masalah lagi bagi mereka di waktu yang akan datang? Ketika Rasulullah ﷺ mendengar berita tersebut, beliau menyerukan kepada semua kaum muslim untuk berangkat mengejar mereka (kaum musyrik) guna menakut-nakuti mereka dan sekaligus memperlihatkan kepada mereka bahwa kaum muslim masih memiliki kekuatan dan ketabahan untuk menghadapi mereka.
Kali ini Rasulullah ﷺ tidak memberi izin untuk tidak berangkat kepada seorang pun di antara mereka yang mengikuti Perang Uhud selain Jabir ibnu Abdullah karena alasan yang akan kami terangkan kemudian. Maka kaum muslim pun bersiap-siap. Sekalipun di antara mereka ada yang luka dan keberatan, tetapi demi taat kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka berangkat juga.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Amr, dari Ikrimah yang menceritakan bahwa ketika kaum musyrik kembali dari Perang Uhud, mereka mengatakan, "Muhammad tidak sempat kalian bunuh, dan kaki tangannya tidak kalian tawan. Alangkah buruknya apa yang telah kalian lakukan itu, sekarang kembalilah kalian."
Ketika Rasulullah ﷺ mendengar berita tersebut, maka beliau menyerukan kepada kaum muslim untuk siap berperang lagi, lalu mereka bersiap-siap dan berangkat. Ketika sampai di Hamraul Asad atau di Bir Ma'unah (ada keraguan dari pihak Sufyan tentang mana yang benar), maka kaum musyrik berkata (kepada sesama mereka), "Kita kembali lagi tahun depan saja." Maka Rasulullah ﷺ kembali pula ke Madinah. Peristiwa ini dianggap sebagai suatu peperangan (perang urat syaraf, pent.). Sehubungan dengan peristiwa ini Allah menurunkan firman-Nya: “(Yaitu) orang-orang yang menaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam peperangan Uhud). Bagi orang-orang yang berbuat baik di antara mereka dan yang bertakwa ada pahala yang besar.” (Ali Imran: 172)
Ibnu Mardawaih meriwayatkan melalui hadits Muhammad ibnu Mansur, dari Sufyan ibnu Uyaynah, dari Amr, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, lalu ibnu Mardawaih menuturkan hadits ini.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa Perang Uhud terjadi pada hari Sabtu pertengahan bulan Syawwal. Pada keesokan harinya yaitu pada hari Ahad, tanggal enam belas bulan Syawwal. Rasulullah ﷺ menyerukan melalui juru serunya kepada kaum muslim agar bersiap-siap mengejar musuh. Juru seru Rasulullah ﷺ mengumumkan, "Tidak boleh ada yang berangkat bersama kami seorang pun kecuali orang-orang yang ikut bersama kami kemarin (dalam Perang Uhud).” Lalu Jabir ibnu Abdullah ibnu Amr ibnu Haram meminta izin kepada Rasulullah ﷺ untuk tidak ikut. Untuk itu ia berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ayahku telah meninggalkan di belakangku tujuh orang saudara perempuanku." Rasulullah ﷺ bersabda, 'Wahai anakku, tidak layak bagiku dan juga bagimu bila meninggalkan wanita-wanita tersebut tanpa laki-laki di antara mereka yang menjaganya. Aku bukanlah orang yang lebih mementingkan kamu untuk berjihad bersama Rasulullah ﷺ ketimbang diriku sendiri. Sekarang engkau boleh tetap tinggal menjaga saudara-saudara perempuanmu." Maka ia tetap tinggal di Madinah menjaga saudara-saudara perempuannya.
Nabi ﷺ memberikan izin kepada Jabir untuk tidak ikut, sedangkan beliau ﷺ berangkat bersama mereka. Sesungguhnya Rasulullah ﷺ kali ini berangkat hanya semata-mata untuk menakut-nakuti musuh, agar sampai kepada mereka bahwa beliau ﷺ berangkat untuk mengejar mereka, hingga mereka mengira bahwa Nabi ﷺ masih memiliki kekuatan, bahwa apa yang dialami oleh kaum muslim dalam Perang Uhud tidak membuat mereka lemah dalam menghadapi musuh-musuhnya.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Kharijah ibnu Zaid ibnu Sabit, dari Abus Saib maula Aisyah binti Usman, bahwa seorang lelaki dari kalangan sahabat Rasulullah ﷺ dari kalangan Bani Abdul Asyhal pernah mengikuti Perang Uhud, ia menceritakan bahwa kami ikut dalam Perang Uhud bersama Rasulullah ﷺ. Dalam perang Uhud, aku dan saudara laki-lakiku mengalami luka-luka. Ketika juru seru Rasulullah ﷺ mengumumkan berangkat lagi mengejar musuh, aku berkata kepada saudaraku, atau saudaraku berkata kepadaku, 'Apakah peperangan bersama Rasulullah ﷺ kali ini akan kita lewatkan begitu saja?' Demi Allah, kala itu kami tidak mempunyai seekor unta kendaraan pun, sedangkan kami dalam keadaan luka berat. Tetapi pada akhirnya kami tetap bertekad berangkat bersama Rasulullah ﷺ. Keadaanku saat itu lebih ringan lukanya ketimbang saudaraku. Di tengah jalan saudaraku jatuh pingsan atau lemas digendong oleh Uqbah, hingga kami pun sampai di tempat pasukan kaum muslim sampai (yaitu Hamraul Asad)."
Imam Al-Bukhari mengatakan: Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Salam. telah menceritakan kepada kami Ahu Mu'awiyah, dari Hisyam, dari ayahnya, dari Siti Aisyah sehubungan dengan firman-Nya: “(Yaitu) orang-orang yang menaati perintah Allah dan Rasul-Nya.” (Ali Imran: 172), hingga akhir ayat. Aku (Siti Aisyah) berkata kepada Urwah; “Wahai anak lelaki saudara perempuanku, ayahmu termasuk salah seorang di antara mereka, yaitu Az-Zubair, juga Abu Bakar ketika Nabi ﷺ mengalami musibah dalam Perang Uhud dan pasukan kaum musyrik pulang meninggalkan beliau ﷺ, maka beliau ﷺ merasa khawatir bila mereka kembali lagi menyerang. Lalu beliau ﷺ bersabda, ‘Siapakah yang mau mengejar mereka? Maka beliau memilih tujuh puluh orang lelaki, di antara mereka terdapat Abu Bakar dan Az-Zubair’.”
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari secara sendiri dengan konteks yang sama.
Imam Hakim meriwayatkannya di dalam kitab mustadrak-nya melalui Al-Asam, dari Abul Abbas Ad-Dauri, dari Abun Nadi dari Abu Said Al-Muaddib, dari Hisyam ibnu Urwah dengan lafal yang sama. Imam Hakim mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih, tetapi keduanya (Al-Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.
Ibnu Majah meriwayatkannya dari Hisyam ibnu Ammar dan Hudbah ibnu Abdul Wahhab, dari Sufyan ibnu Uyaynah, dari Hisyam ibnu Urwah dengan lafal yang sama. Hal yang sama diriwayatkan oleh Sa'id ibnu Mansur dan Abu Bakar Al-Humaidi di dalam kitab musnadnya, dari Sufyan.
Imam Hakim meriwayatkannya pula melalui hadits Ismail ibnu Abu Khalid, dari At-Taimi, dari Urwah yang menceritakan bahwa Siti Aisyah pernah berkata kepadanya: “Sesungguhnya ayahmu termasuk di antara orang-orang yang menaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam peperangan Uhud).” Imam Hakim mengatakan bahwa hadits ini shahih dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
Abu Bakar ibnu Mardawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ja'far dari pokok kitabnya, telah menceritakan kepada kami Samuwaih, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Zubair, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari ayahnya, dari Siti Aisyah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda kepadanya: “Sesungguhnya kedua orang tuamu benar-benar termasuk orang-orang yang menaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka, yaitu Abu Bakar dan Az-Zubair.”
Predikat marfu' hadits ini merupakan suatu kekeliruan yang besar bila ditinjau dari segi sanadnya, karena sanadnya bertentangan dengan riwayat orang-orang yang tsiqah yang menyatakan bahwa hadits ini mauquf hanya sampai kepada Siti Aisyah (dan tidak sampai kepada Nabi ﷺ), seperti yang disebutkan di atas. Bila ditinjau dari segi' maknanya, sesungguhnya Az-Zubair bukan merupakan orang tua Siti Aisyah. Sesungguhnya yang mengatakan demikian tiada lain adalah Aisyah, kepada Urwah ibnuz Zubair yang merupakan anak lelaki saudara perempuannya, Asma binti Abu Bakar
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Sa'd, telah menceritakan kepadaku pamanku, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa sesungguhnya Allah telah menanamkan rasa takut ke dalam hati Abu Sufyan dalam Perang Uhud sesudah ia berhasil meraih kemenangan yang diperolehnya. Karena itu, ia kembali ke Mekah. Dan Nabi ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Abu Sufyan telah memperoleh suatu kemenangan dari kalian, dan sekarang ia pulang karena Allah menanamkan rasa takut dalam hatinya.”
Perang Uhud terjadi dalam bulan Syawwal, sedangkan pada waktu itu merupakan kebiasaan setahun sekali para pedagang datang ke Madinah pada bulan Zul Qa'dah, lalu mereka menggelar dagangannya di Badar Sugra. Mereka tiba (di Madinah) sesudah peperangan Uhud. Saat itu kaum muslim mendapat luka dari Perang Uhud, lalu mereka mengadu kepada Nabi ﷺ dan mereka merasa berat dengan luka yang baru mereka alami itu. Sesungguhnya Rasulullah ﷺ menyerukan kepada orang-orang agar berangkat bersamanya, sekalipun keadaan mereka tidak mendorong mereka untuk mengikutinya. Lalu Nabi ﷺ bersabda, "Sesungguhnya mereka sekarang berangkat (pulang ke Mekah) untuk menunaikan hajinya. dan mereka tidak akan mampu melakukan seperti yang mereka lakukan dalam peperangan Uhud kecuali tahun depan nanti."
Akan tetapi, setan menakut-nakuti kekasih-kekasih Allah. Ia mengatakan, "Sesungguhnya manusia (kaum musyrik) telah menghimpun kekuatannya untuk menyerang kalian." Maka orang-orang tidak mau mengikuti Nabi ﷺ. Kemudian Nabi ﷺ bersabda, "Sesungguhnya aku tetap akan berangkat, sekalipun tidak ada seorang pun yang mengikutiku untuk menggerakkan orang-orang yang mau ikut." Maka ikutlah bersamanya Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, Az-Zubair, Sa'd, Talhah, Abdur Rahman ibnu Auf, Abdullah ibnu Mas'ud, Huzaifah ibnul Yaman, dan Abu Ubaidah ibnul Jarrah bersama tujuh puluh orang, lalu mereka berangkat hingga sampai di As-Safra, dan Allah menurunkan firman-Nya: “(Yaitu) orang-orang yang menaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka.” (Ali Imran: 172), hingga akhir ayat.
Ibnu Ishaq mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ akhirnya berangkat hingga sampai di Hamraul Asad yang jauhnya kurang lebih delapan mil dari Madinah. Ibnu Hisyam menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ mengangkat Ibnu Ummi Maktum menjadi amir di Madinah (selama kepergian Rasulullah ﷺ). Nabi ﷺ tinggal selama tiga hari di Hamraul Asad, yaitu pada hari Senin, Selasa, dan Rabu, setelah itu kembali ke Madinah. Menurut apa yang diceritakan kepadaku oleh Abdullah ibnu Abu Bakar Nabi ﷺ bertemu dengan Ma'bad ibnu Abu Ma'bad Al-Khuza'i. Kabilah Khuza'ah, baik yang muslim maupun yang masih musyrik, bersikap netral. Mereka mempunyai hubungan erat dengan Rasulullah ﷺ sejak mereka melakukan transaksi perdagangan dengan beliau di Tihamah, dan mereka tidak pernah menyembunyikan sesuatu pun darinya. Ma'bad saat itu masih musyrik ketika bertemu dengan Nabi ﷺ, ia mengatakan, "Wahai Muhammad, demi Allah, kami belasungkawa atas musibah yang menimpa dirimu sehubungan dengan luka yang dialami oleh sahabat-sahabatmu, dan kami berharap mudah-mudahan Allah menyelamatkan engkau bersama mereka."
Kemudian Ma'bad melanjutkan perjalanannya, sedangkan Rasulullah ﷺ tetap berada di Hamraul Asad, hingga Ma'bad bertemu dengan Abu Sufyan ibnu Harb bersama pasukannya di Rauha. Saat itu mereka sepakat kembali memerangi Rasulullah ﷺ dan sahabat-sahabatnya. Mereka mengatakan, "Kita telah mengalami kemenangan atas Muhammad dan sahabat-sahabatnya, juga para pemimpin dan orang-orang terhormat kaum muslim, apakah kita kembali sebelum memberantas mereka? Kita benar-benar harus kembali untuk mengikis habis sisa-sisa kekuatan mereka hingga kita benar-benar aman dari mereka."
Ketika Abu Sufyan melihat Ma'bad, ia bertanya: “Wahai Ma'bad. apakah yang ada di belakangmu?" Ma'bad menjawab: “Muhammad dan sahabat-sahabatnya sedang memburu kalian bersama sejumlah pasukan yang belum pernah kulihat sebanyak itu. Mereka benar-benar merasa dendam terhadap kalian. Telah bergabung bersamanya orang-orang yang tadinya tidak ikut berperang, dan mereka menyesal atas ketidakberangkatan mereka. Mereka benar-benar merasa dendam terhadap kalian sehingga membawa pasukan yang kekuatannya tidak pernah aku lihat sebelumnya."
Abu Sufyan berkata, "Celakalah kamu ini, apa maksudmu dengan kata-katamu itu?" Ma'bad berkata, "Demi Allah, menurutku engkau masih belum pulang sebelum engkau melihat pasukan berkuda mereka." Abu Sufyan berkata, "Demi Allah, sesungguhnya kami sepakat kembali menyerang mereka guna mengikis habis sisa-sisa kekuatan mereka."
Ma'bad menjawab, "Sesungguhnya aku melarangmu melakukan hal tersebut. Demi Allah, sesungguhnya telah mendorongku untuk mengatakan beberapa bait syair yang menggambarkan kekuatan mereka (kaum muslim) sesudah aku melihatnya." Abu Sufyan bertanya, "Apakah yang hendak engkau katakan itu?"
Ma'bad menjawab, "Rahilah (pelana) untaku hampir jatuh karena getaran ketika kuda-kuda Ababil mengalir bergerak di bumi membawa para pendekar yang gagah berani lagi pantang mundur dalam peperangan dan tidak pernah mundur barang setapak pun. Maka aku memacu kendaraanku karena aku mengira bahwa bumi ini seakan-akan berguncang, mereka berada di bawah pimpinan seorang pemimpin yang tidak pernah terhina. Maka aku katakan, 'Celakalah, wahai Ibnu Harb, bila berjumpa dengan kalian,' mengingat Lembah Batha bergetar karena pasukan berkuda. Sesungguhnya aku memberikan peringatan kepada penduduk lembah, janganlah mereka mengorbankan nyawanya, yaitu kepada setiap orang yang ragu dan memakai akal pikirannya di antara mereka. Hati-hatilah kalian terhadap pasukan Ahmad yang tidak terkalahkan itu. Apa yang aku peringatkan ini bukan berdasarkan berita (melainkan aku saksikan dengan mata kepalaku sendiri)."
Maka Abu Sufyan dan orang-orang yang bersamanya merasa berterima kasih kepada Ma'bad atas berita itu.
Lalu Abu Sufyan berpapasan dengan kafilah dari Abdul Qais. Abu Sufyan bertanya, "Hendak ke manakah kalian?" Mereka menjawab, "Kami hendak ke Madinah." Abu Sufyan bertanya, "Untuk apa?" Mereka menjawab, "Kami hendak mencari makanan." Abu Sufyan berkata, "Maukah kalian menyampaikan pesanku kepada Muhammad melalui surat yang akan kukirimkan melalui kalian? Sebagai imbalannya aku akan membawakan barang ini buat kalian (yakni zabib) di Ukaz bila kalian bertemu dengan kami nanti." Mereka menjawab, "Ya." Abu Sufyan berkata, "Apabila kalian bertemu dengan Muhammad, sampaikanlah kepadanya bahwa kami telah bersiap-siap untuk menyerang dia dan sahabat-sahabatnya dan mengikis habis sisa-sisa kekuatan mereka." Lalu rombongan kafilah Abdul Qais itu berjumpa dengan Rasulullah ﷺ di Hamraul Asad, kemudian mereka menceritakan kepadanya apa yang dikatakan oleh Abu Sufyan dan teman-temannya. Maka Nabi dan para sahabatnya berkata, "Cukuplah Allah sebagai Penolong kami, Dia sebaik-baik Pelindung."
Ibnu Hisyam meriwayatkan melalui Abu Ubaidah yang pernah mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda ketika disampaikan kepadanya berita yang mengatakan bahwa pasukan kaum musyrik kembali datang menyerang: “Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya aku telah memberi tanda buat mereka pada sebuah batu. Seandainya mereka pada pagi harinya berada di situ, niscaya keadaan mereka seperti kemarin yang telah lalu.”
Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: “(Yaitu) orang-orang yang menaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam peperangan Uhud).” (Ali Imran: 172) Bahwa Abu Sufyan dan teman-temannya berhasil memperoleh kemenangan atas pasukan kaum muslim, lalu mereka kembali. Maka Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Abu Sufyan kembali (ke Mekah), sedangkan Allah telah menanamkan rasa takut di dalam hatinya. Maka siapakah yang mau ikut mengejarnya? Ternyata yang mau melakukannya adalah Nabi ﷺ sendiri, Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, dan sejumlah sahabat Rasulullah ﷺ; lalu mereka berangkat mengejar Abu Sufyan dan pasukannya. Ketika sampai berita kepada Abu Sufyan bahwa Nabi ﷺ sedang mengejarnya dan ia berjumpa dengan satu iringan kafilah pedagang, maka ia berkata (kepada mereka), "Kembalilah ke Muhammad, nanti kalian akan kuberi hadiah sekian, dan sampaikanlah kepadanya bahwa aku telah menghimpun sejumlah besar pasukan, dan aku akan kembali memerangi mereka." Ketika rombongan pedagang itu datang dan menyampaikan berita tersebut kepada Rasulullah ﷺ, maka Rasulullah ﷺ bersabda: “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami, dan Allah sebaik-baik Pelindung.” Lalu Allah ﷻ menurunkan ayat ini.
Hal yang sama dikatakan oleh Ikrimah, Qatadah dan lain-lain yang tidak hanya seorang; semuanya mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa Hamraul Asad. Menurut pendapat lain, ayat ini diturunkan berkenaan dengan Perang Badar yang dijanjikan, tetapi pendapat yang benar adalah pendapat pertama.
Ayat 173
Firman Allah ﷻ: “(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang ketika ada orang-orang yang mengatakan kepada mereka, ‘Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kalian. Karena itu, takutlah kepada mereka,’ maka perkataan itu menambah keimanan mereka.” (Ali Imran: 173), hingga akhir ayat.
Maksudnya mereka yang diperingatkan oleh orang-orang bahwa ada pasukan besar yang akan menyerang mereka, dan ditakut-takuti akan kedatangan musuh yang banyak jumlah pasukannya. Akan tetapi, mereka tidak menghiraukan berita tersebut, bahkan mereka bertawakal kepada Allah serta meminta pertolongan kepada-Nya. dan mereka menjawab, "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung." (Ali Imran: 173)
Imam Al-Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Yunus; yang menurut Imam Al-Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar, dari Abu Husain, dari Abud Duha, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” (Ali Imran: 173)
Doa inilah yang dibaca oleh Nabi Ibrahim a.s. ketika dilemparkan ke dalam api. Nabi Muhammad ﷺ mengucapkannya pula ketika orang-orang berkata kepadanya, "Kaum musyrik telah menghimpun pasukannya untuk menyerang kalian. Karena itu, takutlah kalian kepada mereka." Tetapi keimanan Nabi ﷺ dan para sahabatnya bertambah kuat dan mengatakan: “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami, dan Allah sebaik-baik Pelindung.”
Imam An-Nasai meriwayatkannya dari Muhammad ibnu Ismail ibnu Ibrahim dan Harun ibnu Abdul'ah yang keduanya menerima hadits ini dari Yahya ibnu Abu Bakar, dari Abu Bakar (yakni Ibnu Iyasy) dengan lafal yang sama. Tetapi hal yang mengherankan ialah Imam Hakim Abu Abdullah telah meriwayatkannya melalui hadits Ahmad ibnu Yunus dengan lafal yang sama. Ia mengatakan bahwa hadits ini shahih sanadnya dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
Imam Al-Bukhari meriwayatkannya melalui Abu Gassan Malik ibnu Ismail, dari Israil, dari Abu Husain, dari Abud Duha, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa ucapan terakhir Nabi Ibrahim a.s. ketika dilemparkan ke dalam api adalah: “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami, dan Allah sebaik-baik Pelindung.”
Abdur Razzaq mengatakan bahwa Ibnu Uyaynah mengatakan, telah menceritakan kepadaku Zakaria, dari Asy-Sya'bi, dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa ayat ini merupakan doa yang diucapkan oleh Nabi Ibrahim a.s. ketika dilemparkan ke dalam api. Hal ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir.
Abu Bakar ibnu Mardawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ma'mar, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Musa Ats-Tsauri, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahim ibnu Muhammad ibnu Ziyad As-Sukari, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Iyasy, dari Humaid At-Tawil, dari Anas ibnu Malik, dari Nabi ﷺ. Pernah dikatakan kepadanya seusai Perang Uhud, "Pasukan kaum musyrik telah menghimpun kekuatannya untuk menyerang kalian lagi, maka takutlah kalian kepada mereka." Lalu Allah ﷻ menurunkan ayat ini.
Ibnu Mardawaih meriwayatkan pula berikut sanadnya melalui Muhammad ibnu Abdullah Ar-Rafi'i, dari ayahnya, dari kakeknya (yaitu Abu Rafi'), bahwa Nabi ﷺ mengirimkan sahabat Ali bersama sejumlah pasukan untuk mengejar Abu Sufyan. Lalu di tengah jalan mereka berjumpa dengan seorang Badui dari Khuza'ah, dan lelaki Badui itu berkata, "Sesungguhnya kaum musyrik telah menghimpun kekuatannya untuk menyerang kalian." Maka sahabat Ali dan teman-temannya mengatakan: “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” Lalu turunlah ayat ini sehubungan dengan mereka.
Ibnu Mardawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Da'laj ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Sufyan, telah menceritakan kepada kami Abu Khaisamah ibnu Mus'ab ibnu Sa'd, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu A'yan, dari Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Apabila kalian mengalami suatu urusan yang besar, maka ucapkanlah,’Cukuplah Allah menjadi Penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung’." Hadits ini dinilai garib bila ditinjau dari segi ini.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Haiwah ibnu Syuraih dan Ibrahim ibnu Abul Abbas. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah. telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, dari Khalid ibnu Madan. dari Saif, dari Auf ibnu Malik yang menceritakan kepada mereka bahwa Nabi ﷺ pernah memutuskan peradilan di antara dua orang lelaki. Lalu lelaki yang kalah urusannya ketika pergi mengucapkan, "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik Penolong." Maka Nabi ﷺ bersabda, "Panggillah kembali lelaki itu untuk menghadap kepadaku." Lalu beliau bersabda, "Apa tadi yang baru kamu katakan?" Lelaki itu menjawab, "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik Penolong." Maka Nabi ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Allah mencela (tidak menyukai) sikap lemah, tetapi kamu harus bersikap cerdik. Untuk itu apabila gagal dalam suatu urusan, maka ucapkanlah, ‘Cukuplah Allah menjadi Penolongku, dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung’.” Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Imam An-Nasai melalui hadits Baqiyyah, dari Yahya ibnu Khalid, dari Saif (yakni Asy-Syami), tetapi tidak disebutkan dari Auf ibnu Malik, dari Nabi ﷺ dengan lafal yang serupa.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Asbat, telah menceritakan kepada kami Mutarrif, dari Atiyyah, dari ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: "Mana mungkin aku merasa enak, sedangkan malaikat pemegang sangkakala telah bersiap-siap meniup sangkakalanya dan mengerutkan dahinya menunggu perintah (dari Allah), lalu ia akan meniup(nya)." Maka sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ bertanya, "Lalu apakah yang harus kami ucapkan?" Nabi ﷺ bersabda: “Ucapkanlah oleh kalian, 'Cukuplah Allah menjadi Penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung, hanya kepada Allah-lah kami bertawakal'." Hadits ini diriwayatkan pula melalui berbagai jalur.
Hadits ini berpredikat jayyid (bagus). Telah diriwayatkan kepada kami melalui Ummul Mukminin Zainab dan Siti Aisyah, bahwa keduanya saling membanggakan dirinya. Siti Zainab berkata, "Allah telah menikahkan diriku, sedangkan kalian dinikahkan oleh orang-orang tua kalian." Siti Aisyah berkata, "Pembebasanku (dari tuduhan berbuat serong) diturunkan dari langit di dalam Al-Qur'an." Pada akhirnya Siti Zainab menyerah kepada Siti Aisyah, kemudian ia bertanya, "Apakah yang engkau ucapkan ketika engkau mengendarai unta Safwan ibnul Mu'attal?" Siti Aisyah menjawab, "Aku mengucapkan, 'Cukuplah Allah menjadi Penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung'." Siti Zainab berkata, "Engkau telah mengucapkan kalimat yang biasa diucapkan oleh orang-orang mukmin."
Ayat 174
Karena itulah maka dalam firman selanjutnya disebutkan: “Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa.” (Ali Imran: 174) Yakni ketika mereka bertawakal kepada Allah, maka Allah memberikan kecukupan kepada mereka dari semua masalah yang menyusahkan mereka dan menolak dari mereka rencana orang-orang yang hendak berbuat makar terhadap mereka.
Akhirnya mereka kembali ke tempat tinggalnya “dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa.” (Ali Imran: 174) Yaitu bencana yang telah direncanakan oleh musuh-musuh mereka terhadap diri mereka.
“Mereka mengikuti keridaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (Ali Imran: 174)
Imam Al-Baihaqi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Al-Hafidzh, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Daud Az-Zahid, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Na'im, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnul Hakam, telah menceritakan kepada kami Mubasysyir ibnu Abdullah ibnu Razin, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Husain, dari Ya'la ibnu Muslim, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman Allah ﷻ: “Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah.” (Ali Imran: 174) Yang dimaksud dengan nikmat ialah mereka kembali dengan selamat. Yang dimaksud dengan karunia ialah ada serombongan kafilah yang lewat pada hari-hari musim, maka Rasulullah ﷺ membelinya (dan menjualnya kembali di Madinah) hingga mendapat keuntungan yang cukup banyak, lalu beliau membagi-bagikannya di antara sahabat-sahabatnya.
Ibnu Abu Nujaih meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan firman-Nya: “(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang ketika ada orang-orang yang mengatakan kepada mereka, "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kalian. Karena itu, takutlah kepada mereka," (Ali Imran: 173) Yang dimaksud adalah Abu Sufyan. Dia mengatakan kepada Nabi Muhammad ﷺ, "Kalian kami tunggu di Badar tempat kalian telah membunuh teman-teman kami." Nabi ﷺ berkata, "Baiklah." Maka berangkatlah Rasulullah ﷺ memenuhi janji Abu Sufyan, hingga turun istirahat di Badar dan secara kebetulan beliau menjumpai pasar yang sedang menggelar barang dagangannya, maka beliau berbelanja di pasar tersebut. Itulah yang dimaksud oleh firman-Nya: “Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa.” (Ali Imran; 174) Menurutnya peristiwa ini terjadi dalam Perang Badar Kecil (yakni sebelum Perang Badar Besar).
Ibnu Jarir meriwayatkannya, dan dia meriwayatkannya pula dari Al-Qasim, dari Al-Husain, dari Hajjaj, dari Abu Juraij yang menceritakan bahwa ketika Rasulullah ﷺ menuju tempat yang telah dijanjikan oleh Abu Sufyan, maka beliau dan para sahabatnya setiap berjumpa dengan orang-orang musyrik selalu menanyakan kepada mereka apa yang dilakukan oleh orang-orang Quraisy. Maka mereka yang ditanya menjawab, “Orang-orang Quraisy telah menghimpun pasukan untuk menghadapi kalian." Mereka menjawab demikian dengan maksud untuk menakut-nakuti Nabi ﷺ dan pasukan kaum muslim. Akan tetapi, orang-orang mukmin menjawabnya dengan ucapan, "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung." Hingga mereka tiba di Badar dan ternyata mereka menjumpai pasar-pasarnya dalam keadaan aman, tidak seorang pun yang menyaingi mereka. Lalu datanglah seorang lelaki dari kalangan kaum musyrik ke Mekah dan memberitahukan kepada penduduk Mekah tentang pasukan berkuda Nabi Muhammad ﷺ ia mengatakan hal tersebut kepada mereka melalui bait-bait syairnya seperti berikut:
"Unta kendaraanku menjadi lari ketakutan karena pasukan berkuda Muhammad. Dan pasukan untanya yang sangat banyak, maka aku mengambil Qadid sebagai tempat tujuanku."
Ibnu Jarir mengatakan bahwa demikianlah apa yang dikatakan oleh Al-Qasim. Sebenarnya hal ini keliru, Sesungguhnya yang benar adalah seperti berikut: "Aku terpisah dari teman-temanku karena Muhammad, dan pasukan untanya yang dari Yatsrib begitu banyak jumlahnya. Mereka membela agama ayahnya yang dahulu (Nabi Ibrahim a.s.), maka aku menjadikan Qadid sebagai tujuanku."
Ayat 175
Kemudian Allah ﷻ berfirman: “Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah setan yang menakut-nakuti (kalian) dengan kawan-kawannya.” (Ali Imran: 175)
Yakni menteror kalian dengan kawan-kawannya dan memberikan kesan kepada kalian bahwa mereka adalah pasukan yang mempunyai kekuatan dan keperkasaan.
Allah ﷻ berfirman: “Karena itu janganlah kalian takut kepada mereka; tetapi takutlah kepada-Ku, jika memang kalian benar-benar orang yang beriman.” (Ali Imran: 175)
Jika setan menggoda kalian dan menakut-nakuti kalian dengan ilusinya, maka bertawakallah kalian kepada-Ku dan mohonlah perlindungan kepada-Ku, karena sesungguhnya Aku pasti mencukupi kalian dan menolong kalian dari mereka. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
“Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hamba-Nya. Dan mereka menakuti kalian dengan (sesembahan-sesembahan) selain Allah?” (Az-Zumar: 36) sampai dengan firman-Nya: “Katakanlah, ‘Cukuplah Allah bagiku.’ Kepada-Nyalah bertawakal orang-orang yang berserah diri.” (Az-Zumar: 38)
Demikian pula firman Allah ﷻ: “Karena itu, perangilah kawan-kawan setan itu, karena sesungguhnya tipu daya setan itu adalah lemah.”(An-Nisa: 76)
“Mereka itulah golongan setan. Ketahuilah bahwa sesungguhnya golongan setan itulah golongan yang merugi.” (Al-Mujadilah: 19)
“Allah telah menetapkan, ‘Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang.’ Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (Al-Mujadilah: 21) “Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya.” (Al-Hajj: 40)
“Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolong kalian.” (Muhammad: 7), hingga akhir ayat.
“Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat), (yaitu) hari yang tidak berguna bagi orang-orang zalim permintaan maafnya dan bagi mereka laknat dan bagi mereka tempat tinggal yang buruk.” (Al-Mumin: 51-52)
Maka dengan bekal keimanan dan tekad yang kuat itu akhirnya mereka kembali pulang dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah berupa pahala kebaikan, kesejahteraan, dan kemuliaan, mereka tidak ditimpa suatu bencana atau suatu hal yang tidak mereka sukai, dan tidak berjumpa dengan seorang musuh dan mereka mengikuti keridaan Allah dengan mengikuti perintah-Nya. Allah mempunyai karunia yang besar yang diperuntukkan bagi orang-orang yang berjuang di jalan Allah, baik di dunia berupa kemenangan, maupun di akhirat kelak berupa kebahagiaan abadi. Ketahuilah, wahai kaum mukmin, sesungguhnya mereka hanyalah setan yang berusaha untuk menakut-nakuti kamu dengan teman-teman setianya menebarkan rasa takut dalam hati orang-orang beriman, karena itu janganlah kalian takut kepada mereka dan terpengaruh oleh ucapan mereka, tetapi takutlah kepada-Ku Yang Mahakuasa lagi Mahaperkasa, yang memiliki kekuatan tak terkalahkan, jika kamu orang-orang beriman dan yakin akan pertolongan-Ku.
Dengan keimanan dan tekad yang kuat itu akhirnya mereka dapat ke Medinah. Abu Sufyan dan tentaranya tidak jadi melakukan serangan terhadap mereka. Mereka sama sekali tidak mengalami panderitaan dan mereka tetap dalam keridaan Allah.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Sekarang, sebagai timbalan kekecutan, hati orang munafik, Allah memberikan pendirian teguh kepada orang yang beriman, berlipat ganda lagi.
Ayat 169
“Sekali-kali janganlah engkau mengira bahwa orang-orang yang terbunuh pada jalan Allah itu mati, bahkan mereka hidup. Di sisi Tuhan mereka diberi rezeki."
Iman Mukminin yang telah teguh, sedia mati mempertahankan agama Allah, sekarang mendapat sambutan dan ketentuan dari Allah. Orang yang mati dalam peperangan kebenaran itu tidak mati. Mereka tetap hidup dan tetap mendapat rezeki dari Allah. Bolehlah ditafsirkan bahwa meskipun hancur badannya dikandung tanah, tetapi nama mereka tetap hidup dalam kenangan yang ditinggalkannya. Akan tetapi, tafsir ini masih belum tepat; hendaklah lebih lagi dari itu. Hidupnya dalam alam yang lain itu adalah hidup yang istimewa. Menurut hadits yang dirawikan oleh at-Tirmidzi dan al-Hakim dari sahabat Rasulullah ﷺ, Jabir bin Abdullah, bahwa pada waktu dia duduk termenung bersedih hati, karena ayahnya baru raja mencapai syahidnya dalam Peperangan Uhud itu, antara 70 syuhada, Rasulullah ﷺ datang menghampiri, lalu beliau berkata, “Jabir! Apa yang menyebabkan engkau termenung demikian rupa?"
Lalu, Jabir menjawab terus-terang tentang kesedihannya, karena syahid ayahnya meninggalkan banyak keluarga dan utang. Maka, bersabdalah Rasulullah, “Inginkah engkau aku berikan kabar gembira tentang bagaimana ayahmu menghadapi Tuhannya?"
Jabir menjawab, “Tentu aku ingin, ya Rasulullah."
Lalu, Rasulullah ﷺ berkata lagi, “Kalau Allah hendak berbicara dengan salah seorang hamba-Nya hanyalah dari balik hijab. Akan tetapi, ayahmu dihidupkan dan Allah bercakap dengan dia berhadapan!" Lalu Allah berfirman, “Wahai hamba-Ku, sebutlah apa yang engkau ingini, niscaya Kuberi!"
Maka dia menjawab, “Permohonanku hanya satu, ya Tuhanku. Hidupkan aku sekali lagi supaya aku mati terbunuh kedua kali, pada jalan-Mu!"
Lalu, Allah menjawab, “Telah tertulis bahwa orang yang telah mati, tidak akan kembali lagi!"
Maka berkata pula hamba yang memohon tadi, “Ya, Tuhanku! Kalau yang demikian tidak dapat lagi, maka mohonlah aku, tolonglah sampaikan kepada makhluk-Mu yang aku tinggalkan itu betapa bahagiaku sekarang." Maka turunlah ayat ini. Demikian riwayat Jabir.
Menurut riwayat Ibnu Abbas pula yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Tatkata kawan-kawanmu telah tewas di Uhud itu, maka arwah mereka disimpankan Allah di dalam rongga burung hijau, terbang dan hinggap di sekitar sungai-sungai surga, makan dari buah-buahannya dan hinggap pada kindil-kindil emas yang tergantung di bawah naungan Arsy. Setelah mereka merasai lezat cita makanan dan mi-numan mereka dan sambutan yang amat
baik atas mereka, berkatalah mereka, “Wahai, alangkah baiknya jika kawan-kawan kita yang masih hidup di dunia mengetahui apa yang telah diperbuat Allah untuk menyambut kita ini." Dan tambahan riwayat yang lain, “Siapakah agaknya yang akan menyampaikan kepada kawan-kawan kita di dunia bahwa kita ini hidup dalam surga dan tetap diberi rezeki, supaya mereka jangan enggan berjihad dan jangan takut berperang."
Allah menjawab, “Aku sendiri akan menyampaikannya." Maka turunlah ayat ini.
Meskipun riwayat kedua hadits ini berlainan, tetapi tujuannya satu, yaitu menerangkan keadaan orang yang mati syahid dan kehidupan mereka di surga.
Ayat 170
“Mereka bensuka cita dengan apa yang diberikan Allah kepada mereka dari kurunia-Nya."
Kesukacitaan sebagaimana yang telah dibayangkan Rasulullah ﷺ, yang senantiasa berkata benar, tentang hidup bahagia di dalam surga itu.
“Dan mereka pun girang akan orang-orang yang di belakang mereka, karena tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak pula mereka akan merasa duka cita."
Dengan demikian syuhada yang telah merasa bahagia dan suka cita dalam hidup yang kekal di sisi Allah itu, berpesan pula dengan perantaraan ayat ini, sebab Alah sendiri yang berjanji hendak menyampaikan menurut hadits Ibnu Abbas tadi bahwa teman seperjuangan yang tinggal tidak usah takut, tak usah duka cita, teruskanlah perjuangan dan janganlah takut tewas di medan jihad. Sebab, perpindahan dari hidup fana karena memperjuangkan cita-cita, menuju hajat yang baka hanya diantari oleh maut yang sebentar saja; sesudah itu di alam lain, di dalam surga jannatun na'im tersedialah hidup bahagia dan rezeki kekal. Malahan ada di kalangan mereka memohonkan diizinkan hidup sekali lagi, untuk mati pula di jalan Allah sebagaimana Abdullah ayah Jabir itu.
Ayat 171
“Mereka bengirang hati dengan nikmat dan kurnia Allah. Bahwasanya Allah tidaklah menyia-nyiakan ganjaran orang-orang yang beriman."
Mereka itu, baik syuhada yang telah pergi terlebih dahulu, maupun yang mengikuti jejak mereka dari belakang, meneruskan perjuangan, sehingga ada pula yang syahid, hanya di dunia ini mungkin agak bimbang karena tarikan perdayaan hidup, tetapi bila gerbang telah dimasuki, bertemulah keadaan yang sama sekali tidak disangka, kebahagiaan abadi, nikmat dan kurnia yang belum pernah mata melihat, belum pernah telinga mendengar, dan tidak terkhatir di dalam hati manusia tatkala hidup dahulu. Karena memang ganjaran untuk orang-orang yang beriman tidaklah disia-siakan oleh Allah.
Ayat-ayat inilah yang menyebabkan orang Mukmin tidak gentar menghadapi maut. Mungkin orang lain pun ada yang berani menghadapi maut untuk suatu cita-cita, ingin meninggalkan nama yang harum atau jasa yang tidak terlupakan. Namun orang Mukmin mempunyai pendirian lebih tinggi daripada itu, janji Allah yang disampaikan Rasul. Sehingga apabila mereka telah membina suatu cita-cita bagi kepentingan agama, bersedialah mereka “Esa hilang dua terbilang". Mereka menang terus, walaupun pihak lawan menyangka bahwa mereka telah mati. Selama semangat ridha syahid ini masih ada, selama itu pulalah agama akan tetap tegak. Dan kurang percaya akan hal ini, artinya kurang percaya kepada Allah dan Rasul-Nya.
HAMRAULASAD
Ayat 172
“orang-orang yang menyambut ajakan Allah dan Rasul sesudah mereka ditimpa kepunahan."
Ayat ini sebagai lanjutan ayat yang sebelumnya, yaitu pujian kepada orang-orang yang beriman itu yang bergirang hati dengan nikmat dan kurnia Allah dan janji Allah, bahwa Dia tidak akan menyia-nyiakan ganjaran bagi mereka. Kemudian, diberikanlah pujian istimewa kepada seluruh angkatan perang yang hadir di Uhud. Sebagaimana diketahui, sehabis perang mereka telah kembali ke Madinah. Mereka kembali sesudah meninggalkan jenazah kawan-kawan mereka yang syahid di Uhud 70 orang itu. Dan yang pulang itu banyak pula yang luka-luka, berat atau ringan. Abdurrahman bin Auf menderita luka-luka sampai 20 liang. Akan tetapi, hanya satu malam saja mereka dapat istirahat di rumah dengan badan yang penat. Sedang besok paginya penyeru perang telah menyorakkan perintah Rasulullah supaya segera berangkat mengejar musuh (musyrikin) di bawah pimpinan Abu Sufyan itu. Penyeru perang menyampaikan perintah bahwa yang boleh ikut hanyalah yang ikut dalam Perang Uhud kemarin saja. Yang lain tidak perlu ikut. Maka, diujilah mereka dalam ayat ini, karena mereka telah menyambut seruan Allah dan Rasul, padahal mereka dalam keparahan. Ha! ini tidak akan terjadi kalau bukan semangat iman yang berkobar-kobar. Dan dalam penilaian terhadap ilmu perang, ini adalah suatu taktik perang yang amat tinggi. Sebab, di dalam suatu peperangan, semangat yang tinggi dalam menghadapi musuh adalah syarat mutlak. Selain mengangkat senjata terhadap musuh, hendaklah diikhtiarkan pula berbagai cara untuk meruntuh-lunturkan semangat mereka.
Nabi ﷺ sudah memperhitungkan bahwa karena dalam Perang Uhud dengan terbunuhnya 70 orang Mujahidin, mungkin semangat mereka mulai naik. Akan tetapi, setelah mereka lihat, ketika tersebarnya desas-desus bahwa Rasulullah tewas—sedang kaum Muslimin masih tetap melakukan perlawanan—semangat yang mula-mula berkobar menjadi menurun.
Ketika mereka meninggalkan medan perang, Rasulullah memerintahkan Ali bin Abi Thalib memerhatikan ke mana angkatan perang musyrikin itu menujukan kendaraannya. Kata beliau kepada Ali, “Kalau mereka naiki kuda dan unta yang tidak dipakai, tandanya mereka menuju Madinah. Kita wajib waspada. Akan tetapi, jika sebaliknya, unta yang mereka tunggangi dan kuda tidak dipakai, tandanya mereka kembali ke Mekah."
Kemudian, Ali pun kembali, lalu melaporkan kepada Rasulullah ﷺ bahwa jelas mereka menaiki unta, sedang kuda-kuda hanya digiring saja. Maka, tahulah Rasulullah ﷺ bahwa semangat perang musuh mulai kendur, dan kemenangan mereka menewaskan Mujahidin 70 orang itu tidaklah menimbulkan gembira mereka. Sebab itu, mereka pulang saja. Semangat perang yang telah kendur ini, mesti diruntuhkan lagi, yaitu dengan mengejar mereka, sampai semangat mereka patah sama sekali dan timbul takut dikejar.
Dua hal penting telah tercapai pada waktu itu. Mujahidin Islam sudah mulai mengenal pentingnya disiplin yang pada Perang Uhud telah mereka abaikan. Hanya satu malam istirahat di rumah dan banyak yang luka. Akan tetapi, tiada seorang pun antara mereka bermalas-malas atau menyatakan diri mereka sudah amat penat, setelah datang seruan Allah dan Rasul-Mereka bangun dan menyusun barisan lagi dan maju di bawah pimpinan Rasul. Mereka kejar musuh itu sampai ke suatu tempat bernama Hamraul Asad. Mereka sengaja berhenti di sana pada malam hari. Lalu Rasulullah ﷺ menyuruh membuat unggun-unggun api banyak-banyak. Padahal dari jauh telah kelihatan kaum musyrikin melabuhkan tentara. Akan tetapi, kaum musyrikin itu tidak bergerak menyerbu tempat kaum Muslimin berhenti. Malahan mereka mengundurkan diri. Sampai tiga hari tiga malam Nabi di sana dan setiap malam dipasang unggun-unggun besar. Pada hari yang ketiga sudah nyata, bahwa musuh tidak ada di sana lagi, padahal mereka telah melihat jelas api unggun yang besar-besar itu. Di sini tercapai maksud yang kedua, yaitu lunturnya semangat musuh. Rasulullah pun pulang ke Madinah dengan rasa syukur kepada Allah sebab disiplin Mujahidin Islam telah lulus dari ujian di Hamraul Asad. Kemudian, datanglah lanjutan ayat,
“Untuk orang-orang yang berbuat baik dan bertakwa antara mereka, suatu-pahala yang besar."
Ujung ayat ini adalah isyarat penghormatan bagi orang yang tidak bisa turut pergi mengejar musuh ke Hamraul Asad itu, karena ada halangan yang paling besar yang patut dipertimbangkan.
Ibnu Ishaq merawikan bahwasanya jabir bin Abdullah yang telah syahid ayahnya di Perang Uhud itu tidak dapat pergi. Ketika telah didengar seruan menyuruh siap pada pagi hari itu, Jabir bin Abdullah datang menemui Rasulullah ﷺ menyampaikan wasiat ayahnya, “Ya Rasulullah! Ketika ayahku akan pergi ke Peperangan Uhud, beliau mewasiatkan kepadaku supaya aku menjaga tujuh orang saudaraku perempuan yang masih kecil-kecil." Beliau berkata, “Wahai anakku! Tidaklah selayaknya bagiku dan bagimu pergi semua, sehingga tidak ada seorang laki-laki pun yang menjaga mereka di rumah. Sekarang biarlah ayah pergi menaati Rasulullah dalam Perang Uhud ini dan engkau hendaklah tinggal di rumah menjaga adik-adikmu!" Lalu Jabir lanjutkan, “Itulah sebabnya saya tidak turut dalam Perang Uhud, ya Rasulullah. Sekarang kalau engkau perintahkan juga aku pergi, aku akan ikut, ya Rasulullah. Akan tetapi, demikianlah wasiat ayahku, yang kebetulan beliau telah mencapai syahidnya di Perang Uhud itu."
Usulnya itu diterima oleh Rasulullah. Jabir bin Abdullah tidak turut ke Hamraul Asad karena menjaga ketujuh adiknya. Penjagaan atas ketujuh adiknya perempuan yang belum terlepas dari tanggungannya, termasuklah ihsan pada Jabir. Pekerjaannya adalah baik dan terpuji dan dilakukannya dengan penuh takwa kepada Allah. Bagi orang yang semacam Jabir itu pun disediakan Allah suatu pahala yang besar. Akan tetapi, sudahlah dapat dipahamkan bahwa pahala besar yang disediakan untuk dia itu tidaklah sebesar pahala yang didapat oleh kawan-kawannya yang pergi.
BADAR YANG KEDUA
Ketika Abu Sufyan akan meninggalkan medan Perang Uhud, dia dengan angkuhnya mengatakan kepada Rasulullah bahwa dia akan datang lagi ke Padang Badar pada tahun depan. Ancaman angkuhnya itu disambut baik oleh Rasulullah, “Kita akan bertemu di sana tahun depan, insyaa Allah."
Menurut riwayat yang diterima dari Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, Ikrimah, memang keluarlah Abu Sufyan dengan angkatan perang musyrikin pada tahun yang dijanjikan itu sampai ke suatu tempat bernama Mujinnah dekat Murruzh Zharan.
Kata suatu riwayat lagi, dia sampai ke Usfan. Akan tetapi, sampai di tempat itu timbul gentarnya akan berhadapan dengan Nabi ﷺ, lalu dia berhenti dan ragu-ragu. Pada waktu itu bertemulah dia dengan Nu'aim bin Mas'ud yang kembali dari umrah menuju Madinah. Lalu dia berkata, “Nu'aim! Aku berjanji dengan Muhammad dan sahabat-sahabatnya akan bertemu tahun ini di Badar. Akan tetapi, tahun ini kemaraunya panjang. Yang baik untuk berperang ialah sedang pohon-pohon berbuah lebat dan ternak sedang membanjir susu. Aku sekarang bermaksud hendak kembali saja ke Mekah, tetapi aku merasa tidak enak kalau Muhammad keluar menepati janjinya, sedang aku tidak datang. Tentu yang demikian menambah lebih berani mereka. Sebab itu, aku minta engkau segera pergi ke Madinah dan engkau pertakut-takuti mereka, sampai mereka tidak jadi pergi ke Badar. Katakan bahwa Quraisy akan datang dengan tentara besar. Atas jasamu itu aku beri engkau hadiah 10 ekor unta. Unta itu boleh engkau minta nanti pada Suhail bin Amr!"
Diriwayatkan seterusnya bahwa tawaran Abu Sufyan itu diterima oleh Nu'aim bin Mas'ud. Dia berangkat ke Madinah. Ketika dia datang, didapatinya kaum Muslimin sedang bersiap-siap hendak pergi ke Badar memenuhi janji dengan Abu Sufyan itu. Maka, di-mulainyalah melakukan jarumnya. Dia berkata, “Ini bukan pandangan yang jitu. Dahulu ketika kamu datang menyerbu mereka (di Uhud), kamu sudah tidak berdaya. Sekarang akan kamu hadang mereka keluar, padahal mereka sekarang telah berkumpul dengan satu kekuatan besar. Kalau ini kejadian, tidak seorang pun kamu yang akan lepas dari tangannya."
Nyaris intimidasi yang dibawa Nu'aim itu berpengaruh kepada beberapa orang antara mereka. Setelah mendengar tumbuhnya keragu-raguan ini, dikumpulkanlah mereka oleh Rasulullah, lalu beliau berkata, “Demi Allah, yang jiwaku ada dalam tangan-Nya. Aku akan pergi ke sana walaupun sendirian."
Mendengar perkataan beliau setegas itu, hilanglah segala keraguan dan kecemasan, lalu beliau panggil 70 orang dan beliau pun be rangkat, sambil bersama-sama mengucapkan, “Hasbunallahu wa ni'mal wakil" (Allah cukup bagi kami dan Dialah sebaik-baik penjaga)
Kejadian inilah yang menyebabkan turunnya ayat,
Ayat 173
“Manusia telah berkata kepada mereka, ‘Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan (tentara) untuk (memerangi) kamu."
Orang-orang yang dimaksud pada ayat ini ialah kaum beriman yang setia kepada Rasulullah itu; itulah yang mendapat pujian Allah sebagai sambungan pujian kepada
Mukmin yang telah terdahulu pada ayat-ayat sebelumnya tadi. Manusia telah berkata kepada mereka: Manusia itu ialah Nu'aim bin Mas'ud. Dia mengatakan bahwa manusia telah mengumpulkan, yaitu mengumpulkan kekuatan untuk menyerang kamu. Manusia yang dimaksud oleh Nu'aim bin Mas'ud ialah Abu Sufyan, “Takutlah kamu kepada mereka." Itulah ancaman menakut-nakuti yang disampaikan oleh Nu'aim bin Mas'ud itu, guna menyembunyikan kelemahan yang ada pada Abu Sufyan sendiri, yang gentar, mengadakan peperangan pada tahun itu, karena kemarau tahun itu panjang.
“Maka (kata-kata) itu telah menambah iman mereka." Artinya kata ancaman itu tidaklah melemahkan hati mereka, terutama setelah mereka mendengar ucapan pemimpin dan Nabi mereka bahwa beliau akan pergi juga ke Badar memenuhi tantangan musuh itu walaupun sendirian, jadi ancaman dan gertakan itu tidak-ah melemahkan, melainkan menambah iman mereka. Apa yang akan ditakutkan?
Kalau sekali perjuangan teiah mulai, belumlah akan berhenti sebelum tentu kalah atau menang. Mengapa takut? Bukankah keyakinan akan benarnya apa yang diperjuangkan menambah hati menjadi teguh? Bukankah mati atau tewas untuk menegakkan keyakinan itu adalah mati yang mulia?
“Dan mereka berkata, ‘Allah cukup bagi kami dan Dialah sebaik-baik penjaga.
Inilah tanda kebulatan hati karena keyakinan atas pendirian dan percaya kepada pimpinan Rasul. Kalau perang sudah dihadang dan telah diketahui pasti akan terjadi sejak satu tahun, apalagi yang akan dibimbangkan. Ini pun mengadu semangat; yang patah semangat bukan Nabi, melainkan Abu Sufyan. Nabi dengan 70 orang yang dipilihnya terus pergi ke Badar, dengan tidak memedulikan gertak penggentar Nu'aim dengan berserah diri kepada Allah. Karena cukuplah dengan Allah Yang Maha Esa saja berlindung diri dan bertawakal.
Sesampai di Badar, seorang pun tidak ada bertemu orang Quraisy. Sebab, sesudah Abu Sufyan menyuap Nu'aim bin Mas'ud dengan janji 10 ekor unta, dialah yang terlebih dahulu meninggalkan Usfan dan pulang ke Mekah, dengan alasan tahun kemarau. Padahal— menurut riwayat lbnul Qayyim di dalam kitab Zadul Ma'ad—angkatan perangnya terdiri dari 1.000 orang tentara! Dan berita “mengundurkan diri" Abu Sufyan dengan 1.000 orang tentara, sebelum Nabi datang bersama 70 orang pahlawan berani mati yang berdisiplin keras. Abu Sufyan yang tidak memegang janji dan Nabi yang meneguhinya, segera tersebar di seluruh tanah Arab. Maka, bertambah jatuh jugalah mutu mereka dalam pandangan sesama bangsa Arab. Ini pun satu peperangan semangat.
Karena tidak mendapati musuh yang teiah berjanji, tinggallah Rasulullah dengan 70 orang pasukannya itu di Badar beberapa hari lamanya, bukan lagi untuk berperang, melainkan untuk berniaga berjual beli dengan penduduk pedalaman tanah Arab. Kemudian, mereka pulang ke Madinah dengan riang gembira karena laba perniagaan yang tidak disangka-sangka itu. Disangka akan berperang, rupanya membuka pasaran.
Itulah yang dikatakan Allah pada ayat selanjutnya,
Ayat 174
“Maka kembalilah mereka dengan nikmat dan kurnia dari Allah."
Yaitu kembali ke Madinah membawa laba perniagaan, sehingga pokok satu dirham dijual dua dirham, “Dalam keadaan tidak satu pun bahaya menyinggung mereka." Sebab musuh dengan pemimpinnya sendiri Abu Sufyan yang luntur semangatnya, ketakutan, “Mereka ikuti keridhaan Allah," meskipun sudah di-pergentari oleh Nu'aim bin Mas'ud, tetapi kata-kata gertak itu tidak mereka pedulikan, malahan mereka terus pergi ke Badar karena mengikuti keridhaan Allah,
“Allah mempunyai kurnia yang besar."
Kata mujahid dan as-Suddi, kurnia yang besar itu ialah pertama kesehatan badan, tidak kurang suatu apa; kedua tidak jadi berperang, karena musuh tidak bertemu; ketiga mendapat laba berniaga yang berlipat ganda; dan di atas semua itu ialah teguhnya iman dan gembira hati di dalam memperjuangkan agama Allah.
“Yang demikian itu," yaitu kata-kata mem-pertakut-takuti mereka dengan mengatakan orang Mekah lebih kuat tidak dapat dilawan, yang disampaikan oleh Nu'aim bin Mas'ud,
Ayat 175
“Tidak lain hanyalah setan yang hendak mempertakut-takuti pengikut-pengikutnya."
Diumpamakanlah kata-kata Nu'aim bin Mas'ud dan Nu'aim itu sendiri sebagai setan yang mempertakuti. Niscaya yang dapat dipertakutinya itu tidak lain daripada orang yang percaya kepadanya. Orang yang percaya kepada rayuan setan niscaya pengikut setan pula. Orang yang beriman tidak dapat dipertakuti setan sebab dia percaya kepada Allah. Percaya bahwa pertolongan Allah pasti datang kepada orang yang benar-benar percaya kepada-Nya. Itulah sebabnya demi mendengar kata-kata Nu'aim bin Mas'ud yang nyaris mengguncangkan iman beberapa orang, Rasulullah ﷺ menyatakan dengan tegas bahwa beliau mesti pergi menghadapi Abu Sufyan dengan tentaranya itu, walaupun akan pergi sendirian. Di ujungnya berfirmanlah Allah, “Lantaran itu janganlah kamu takut kepada mereka," yaitu kepada musuh-musuh yang dikatakan oleh Nu'aim bin Mas'ud itu, walaupun berapa besar jumlahnya,
Tetapi takutlah kepada-Ku, jika memang kamu orang-orang yang beriman."
Aqidah iman tidak lain ialah berkumpulnya segala ingatan hanya kepada Allah. Yang dituntut hanya ridha-Nya dan tempat takut hanya Dia. Betapa pun banyak musuh, tak usah sangsi menghadapinya, sebab yang diperjuangkan oleh seorang Muslim di dalam seluruh hidupnya, lain tidak, hanyalah kebenaran yang datang dari Allah. Lantaran itu, tidak ada kegentaran menghadapi maut. Karena hidup itu sendiri tidaklah ada artinya kalau tidak ada keberanian menghadapi segala macam kemungkinan di dalam mempertahankan pendirian.
Dengan ayat ini dan ayat-ayat yang lain yang serupa, agama Islam telah menanamkan keberanian luar biasa di dalam dada segala macam perjuangan dan peperangan dengan musuh-musuhnya, sehingga dia dikagumi di mana-mana sampai zaman kita sekarang ini.
Jenderal Franco yang dapat mengalahkan kaum komunis di negerinya, sampai duduk di atas singgasana yang tinggi adalah karena bantuan tentara-tentara Morokko yang dibawanya menyeberang dari Afrika Utara ke Spanyol. Jenderal MacArthur dalam Perang Korea pada tahun 1950 sangat mengagumi keberanian tentara Turki. Bahkan sebelum itu, semasa Perang Dunia i, orang Perancis pun mengagumi tentara-tentaranya yang terdiri atas orang Arab-Afrika, Ketika Amir Abdulkarim dari Riff memberontak melawan dua bangsa, Perancis dan Spanyol, seluruh dunia mengagumi tentara Riff di bawah pimpinan amir itu. Dengan kekuatan yang tidak seimbang, laksana seekor tikus melawan dua ekor harimau besar, tentara Islam Riff itu dapat berjuang 6 tahun lamanya. Dan keberanian ini pun dirasakan ketika Revolusi Indonesia tahun 1945. Tentara Nasional Indonesia yang beragama Islam, lebih-lebih barisan Hizbullah, sangatlah ditakuti Belanda.
Cuma sayang, karena kesadaran politik di dalam menegakkan agamanya tidak tegas dan jelas, maka kaum Muslimin yang gagah berani itu kebanyakan hanya dipergunakan tenagarya guna membina kekuasaan orang lain. Setelah orang lain berkuasa, kaum Muslimin itu disingkirkan dan dilarang keras atau dihambat-hambat agar jangan sampai menuntut haknya yang suci.
Di Pulau Bali, sebelum pulau itu dikuasai Belanda, bila terjadi perang antara sesama raja-raja Bali yang beragama Hindu itu, mereka masing-masing tnencari orang-orang Islam dari Madura dan Bugis untuk jadi inti tentara. Sebab, mereka gagah berani. Sampai sekarang masih terdapat beberapa kampung orang Islam di negeri-negeri raja-raja Bali itu. Mereka diberi tanah luas dan kampung halaman, sebagai balas jasa.