Ayat
Terjemahan Per Kata
وَمَآ
dan apa
أَصَٰبَكُمۡ
menimpa kamu
يَوۡمَ
pada hari
ٱلۡتَقَى
bertemu
ٱلۡجَمۡعَانِ
dua golongan/pasukan
فَبِإِذۡنِ
maka dengan izin
ٱللَّهِ
Allah
وَلِيَعۡلَمَ
dan karena Dia hendak mengetahui
ٱلۡمُؤۡمِنِينَ
orang-orang yang beriman
وَمَآ
dan apa
أَصَٰبَكُمۡ
menimpa kamu
يَوۡمَ
pada hari
ٱلۡتَقَى
bertemu
ٱلۡجَمۡعَانِ
dua golongan/pasukan
فَبِإِذۡنِ
maka dengan izin
ٱللَّهِ
Allah
وَلِيَعۡلَمَ
dan karena Dia hendak mengetahui
ٱلۡمُؤۡمِنِينَ
orang-orang yang beriman
Terjemahan
Apa yang menimpa kamu pada hari ketika dua pasukan bertemu terjadi atas izin Allah dan agar Dia mengetahui siapa orang (yang benar-benar) beriman
Tafsir
(Apa yang menimpa kamu di hari bertemunya dua pasukan) yakni di Uhud (maka adalah dengan izin Allah) atau kehendak-Nya (dan supaya diketahui-Nya) secara nyata (orang-orang yang beriman) yang benar-benar beriman.
Tafsir Surat Ali-'Imran: 165-168
Dan mengapa ketika kalian ditimpa musibah (pada perang Uhud), padahal kalian telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuh kalian (pada perang Badar) kalian berkata, "Dari mana datangnya (kekalahan) ini?" Katakanlah, "Itu dari (kesalahan) diri kalian sendiri." Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Dan apa yang menimpa kalian pada hari bertemunya dua pasukan, maka (kekalahan) itu adalah dengan izin (takdir) Allah; dan agar Allah mengetahui siapa orang-orang yang beriman,
Dan supaya Allah mengetahui siapa orang-orang yang munafik. Kepada mereka dikatakan, "Marilah berperang dijalan Allah atau pertahankanlah (diri kalian)." Mereka berkata, "Sekiranya kami mengetahui akan terjadi peperangan, tentulah kami mengikuti kalian." Mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran daripada keimanan. Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak ada terkandung dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan.
Orang-orang yang mengatakan kepada saudara-saudaranya dan mereka tidak turut pergi berperang, "Sekiranya mereka mengikuti kita, tentulah mereka tidak terbunuh." Katakanlah, "Tolaklah kematian itu dari diri kalian, jika memang kalian orang-orang yang benar."
Ayat 165
Firman Allah ﷻ: “Dan mengapa ketika kalian ditimpa musibah.” (Ali Imran: 165)
Yakni apa yang menimpa sebagian dari kalangan mereka dalam perang Uhud, yakni tujuh puluh orang dari kalangan mereka gugur.
“Padahal kalian telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuh kalian.” (Ali Imran: 165)
Yaitu dalam Perang Badar, karena sesungguhnya pasukan kaum muslim sempat membunuh tujuh puluh orang dan menawan tujuh puluh orang dari kalangan musuh-musuh mereka.
“Kalian berkata, ‘Dari mana datangnya (kekalahan) ini’?" (Ali Imran: 165) Yakni mengapa hal ini dapat terjadi pada diri kami.
Katakanlah, "Itu (akibat) dari (kesalahan) kalian sendiri." (Ali Imran: 165)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Qurad ibnu Nuh, telah menceritakan kepada kami Ikrimah ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Sammak Al-Hanafi Abu Zamil, telah menceritakan kepadaku Ibnu Abbas, telah menceritakan kepadaku Umar ibnul Khattab yang menceritakan bahwa ketika perang Uhud terjadi, yaitu setahun setelah Perang Badar, maka kaum muslim memperoleh hukuman disebabkan kesalahan mereka berani menerima tebusan dari kaum musyrik tawanan Perang Badar.
Akhirnya dalam Perang Uhud, tujuh puluh orang dari pasukan kaum muslim gugur, dan sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ lari meninggalkan beliau hingga gigi seri beliau rontok dan topi besi pelindung kepalanya pecah serta darah mengalir pada wajahnya karena terluka. Lalu Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Dan mengapa ketika kalian ditimpa musibah (pada perang Uhud), padahal kalian telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuh kalian (pada perang Badar) kalian berkata, ‘Dari manakah datangnya (kekalahan) ini’? Katakanlah, ‘Itu dari (kesalahan) diri kalian sendiri’." (Ali Imran :165) Yakni karena kalian lebih suka menerima tebusan dari tawanan Perang Badar.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari ibnu Abdur Rahman ibnu Gazwan (yaitu Qurad ibnu Nuh) berikut sanadnya, tetapi lebih panjang daripada hadits di atas.Hal yang sama dikatakan pula oleh Al-Hasan Al-Basri.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ulayyah, dari Ibnu Aun. Sunaid (yakni Husain) mengatakan, dan telah menceritakan kepadaku Hajjaj, dari Juraij, dari Muhammad, dari Ubaidah, dari Ali yang menceritakan bahwa Malaikat Jibril datang kepada Nabi ﷺ, lalu berkata: “Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah benar-benar tidak menyukai apa yang dilakukan oleh kaummu dalam mengambil (tebusan) tawanan-tawanan Perang (Badar), padahal Allah telah memerintahkan kepadamu agar memberitahukan kepada mereka untuk memilih salah satu di antara dua perkara. Yaitu para tawanan itu boleh dihukum mati dengan dipenggal lehernya. Dan pilihan lainnya adalah mereka (kaum muslim) boleh mengambil tebusan, tetapi kelak akan terbunuh dari kalangan mereka sebanyak orang-orang musyrik (yang terbunuh dalam Perang Badar). Sahabat Ali melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu Rasulullah ﷺ memanggil orang-orang dan diceritakan kepada mereka hal tersebut. Mereka berkata, "Wahai Rasulullah, mereka adalah keluarga dan teman-teman kita. Mengapa kita tidak ambil saja tebusan mereka, yang hasilnya nanti dijadikan sebagai biaya untuk memerangi musuh-musuh kita. Biarpun ada yang gugur dari kalangan kita sejumlah mereka, kami tidak akan menolak pilihan ini." Sahabat Ali melanjutkan kisahnya, bahwa pada perang Uhud akhirnya terbunuh dari pasukan kaum muslim yang bilangannya sama dengan mereka (pihak musuh) yang tertawan di dalam peperangan Badar.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam An-Nasai dan Imam At-Tirmidzi melalui hadits Abu Dawud Al-Hafri, dari Yahya ibnu Zakaria ibnu Abu Zaidah, dari Sufyan ibnu Sa'id, dari Hisyam ibnu Hassan, dari Muhammad ibnu Sirin dengan lafal yang sama. Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa predikat hadits ini hasan garib, kami tidak mengenalnya kecuali melalui hadits ibnu Abu Zaidah. Abu Usamah meriwayatkan hal yang semisal dari Hisyam.
Telah diriwayatkan dari Ibnu Sirin, dari Ubaidah, dari Nabi ﷺ hadits ini secara mursal. Muhammad ibnu Ishaq, Ibnu Jarir, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan As-Suddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Katakanlah, ‘Itu dari (kesalahan) diri kalian sendiri’." (Ali Imran: 165) Yakni disebabkan durhaka kalian kepada Rasulullah ﷺ ketika beliau memerintahkan kepada kalian agar jangan meninggalkan posisi kalian itu, tetapi kalian mendurhakainya. Yang dimaksud ialah pasukan pemanah.
“Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Ali Imran: 165) Artinya, Dia berbuat apa yang dikehendaki-Nya dan memutuskan menurut apa yang disukai-Nya, tiada seorang pun yang mempertanyakan tentang keputusan-Nya.
Ayat 166
Kemudian Allah ﷻ berfirman: “Dan apa yang menimpa kalian pada hari bertemunya dua pasukan, maka (kekalahan) itu adalah dengan izin (takdir) Allah.” (Ali Imran: 166)
Yaitu kalian lari meninggalkan musuh kalian, hingga mereka dapat membunuh sejumlah orang dari pasukan kalian dan sebagian yang lain dari kalian sempat mereka lukai. Hal tersebut terjadi atas dasar ketetapan dan takdir Allah ﷻ yang di dalamnya terkandung hikmah.
“Dan agar Allah menguji siapa orang-orang yang benar-benar beriman.” (Ali Imran: 166)
Yakni siapa orang-orang yang sabar dan teguh serta tidak terguncangkan.
Ayat 167
“Dan agar Dia menguji siapa orang-orang yang munafik. Kepada mereka dikatakan, ‘Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankanlah (diri kalian).’ Mereka berkata, ‘Sekiranya kami mengetahui akan terjadi peperangan, tentulah kami mengikuti kalian’." (Ali Imran: 167)
Mereka yang mengatakan demikian adalah teman-teman Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul, yaitu mereka yang kembali ke Madinah bersamanya sesudah menempuh setengah perjalanan. Kemudian mereka dikejar oleh banyak lelaki dari kalangan kaum mukmin dengan maksud menyuruh mereka agar kembali bergabung bersama pasukan yang akan bertempur dan maju ke medan perang serta saling membantu. Karena itu disebutkan oleh firman-Nya: “Atau pertahankanlah diri kalian.” (Ali Imran: 167)
Ibnu Abbas, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Adh-Dhahhak, Abu Saleh, Al-Hasan, dan As-Suddi mengatakan bahwa dengan keikutsertaan mereka, maka pasukan kaum muslim menjadi bertambah banyak.
Al-Hasan ibnu Saleh mengatakan, makna yang dimaksud ialah pertahankanlah diri kalian dengan berdoa. Sedangkan selain mereka mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah bersiap siagalah kalian. Tetapi mereka mengemukakan alasannya seraya berkata, yang perkataan mereka disitir oleh firman-Nya: “Seandainya kami mengetahui akan terjadi perang, tentulah kami mengikuti kalian.” (Ali Imran: 167) Menurut Mujahid, mereka bermaksud 'sekiranya kami mengetahui bahwa kalian akan menghadapi peperangan, niscaya kami datang kepada kalian untuk membantu, tetapi ternyata kalian tidak menghadapi suatu peperangan pun'.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Muslim ibnu Syihab Az-Zuhri dan Muhammad ibnu Yahya ibnu Hayyan, ‘Ashim ibnu Umar ibnu Qatadah, Al-Husain ibnu Abdur Rahman ibnu Amr ibnu Sa'd ibnu Mu'az serta lain-lain-nya dari kalangan ulama kami; semuanya menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ membawa kami turut serta berangkat, yakni ketika beliau berangkat menuju medan Uhud bersama seribu orang sahabatnya. Ketika beliau sampai di Asy-Syaut yang terletak di antara Uhud dan Madinah, maka Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul memisahkan diri dari Nabi ﷺ bersama sepertiga pasukan (kembali ke Madinah).
Ia (Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul) berkata, "Dia (yakni Nabi ﷺ) menuruti pendapat mereka (kaum muslim) dan menentang pendapatku. Demi Allah, kita tidak mengetahui untuk apakah kita membunuh diri kita sendiri di sini, wahai orang-orang." Lalu ia kembali ke Madinah bersama sejumlah orang dari kaumnya, yaitu orang munafik dan orang yang berada dalam keraguan. Kemudian mereka dikejar oleh Abdullah ibnu Amr ibnu Haram (saudara lelaki Bani Salamah), lalu ia mengatakan (kepada mereka yang kembali itu), "Wahai kaum, aku perintahkan kalian demi Allah ﷻ, janganlah kalian merendahkan Nabi dan kaum kalian ketika nanti beliau tiba dari musuh kalian!" Mereka menjawab, "Sekiranya kami mengetahui akan terjadinya peperangan, niscaya kami tidak akan membiarkan kalian sendirian. Tetapi kami berpendapat bahwa tidak akan terjadi peperangan." Ketika mereka membangkang, tidak mau menuruti kata-katanya, dan mereka bertekad bulat untuk kembali ke Madinah, maka Abdullah ibnu Amr ibnu Haram mengatakan kepada mereka, "Semoga Allah menjauhkan kalian (dari rahmat-Nya), wahai musuh-musuh Allah. Allah Maha Kaya dari kalian." Lalu Rasulullah ﷺ melanjutkan perjalanannya.
Firman Allah ﷻ: “Mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran daripada keimanan.” (Ali Imran: 167)
Mereka mengambil dalil dari ayat ini, bahwa keadaan iman seseorang itu naik turun grafiknya; dalam suatu keadaan adakalanya ia lebih dekat kepada kekufuran, dan dalam keadaan yang lain lebih dekat kepada keimanan, karena berdasarkan firman Allah ﷻ berikut ini: “Mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran daripada keimanan.” (Ali Imran: 167)
Selanjutnya Allah ﷻ berfirman: “Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak ada terkandung dalam hatinya.” (Ali Imran: 167) Yakni mereka mengatakan hal-hal yang tidak mereka yakini kebenarannya.
Sama maknanya dengan firman sebelumnya, yaitu: “Sekiranya kami mengetahui akan terjadi peperangan, tentulah kami mengikuti kalian.” (Ali Imran: 167) Karena sesungguhnya mereka merasa pasti bahwa pasukan kaum musyrik sedang bergerak. Mereka datang dari kota yang jauh dengan dendam yang membakar hati mereka terhadap kaum muslim karena musibah yang menimpa orang-orang terhormat mereka dalam Perang Badar. Jumlah mereka beberapa kali lipat jumlah pasukan kaum muslim, dan pasti akan terjadi peperangan di antara kedua belah pihak. Karena itulah maka dalam firman selanjutnya disebutkan: “Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan.” (Ali Imran: 167)
Ayat 168
Selanjutnya Allah ﷻ berfirman: "Orang-orang yang mengatakan kepada saudara-saudaranya dan mereka tidak turut pergi berperang, ‘Sekiranya mereka mengikuti kita, tentulah mereka tidak terbunuh’." (Ali Imran: 168)
Yaitu seandainya mereka mendengar saran kita kepada mereka yang menganjurkan agar tetap tinggal di Madinah dan tidak berangkat ke medan Uhud, niscaya mereka tidak akan terbunuh. Allah menyangkal pendapat mereka melalui firman selanjutnya, yaitu:
Katakanlah, "Tolaklah kematian itu dari diri kalian, jika memang kalian orang-orang yang benar." (Ali Imran: 168)
Yakni jika memang tetap tinggal di Madinah dapat menjamin seseorang selamat dari terbunuh dan maut, maka sudah selayaknya bila kalian tidak mati-mati. Tetapi maut pasti datang kepada kalian, sekalipun kalian berada di dalam benteng yang kuat. Karena itu, tolaklah kematian dari diri kalian jika kalian memang orang-orang yang benar dalam pengakuan kalian itu.
Mujahid meriwayatkan dari Jabir ibnu Abdullah, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan sikap Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul dan kawan-kawannya (dari kalangan orang-orang munafik).
Selain kelalaian yang membuat umat Islam terpukul mundur pada Perang Uhud, masih ada faktor lain yang menyebabkannya. Dan apa yang menimpa kamu berupa kekalahan ketika terjadi pertemuan antara dua pasukan yaitu kaum muslim dengan kaum musyrik pada Perang Uhud, semua itu adalah dengan izin atau takdir Allah, sebagai ujian bagi umat Islam dan agar Allah menguji siapa orang yang benar-benar beriman dan tulus dalam berjuang di jalan Allah, dan siapa di antara mereka yang tidak tulus dalam berjuang. Dan panggilan untuk berjuang itu selain untuk menguji keimanan umat Islam, juga untuk menguji orang-orang yang munafik sehingga dapat diketahui kemunafikannya dengan nyata. Kepada mereka dikatakan, Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankanlah dirimu, keluargamu, dan harta kekayaanmu serta negerimu. Mereka berkata dengan nada mengejek Nabi dan orang-orang mukmin yang ikut berjuang, Sekiranya kami mengetahui bagaimana cara berperang menghadapi musuh yang cukup banyak dengan pasukan yang banyak pula, sehingga dengan jumlah itu kita dapat mengalahkan mereka, tentulah kami mengikuti kamu. Tetapi jika jumlah kita lebih sedikit, itu berarti kita membinasakan diri sendiri, karena itu sebaiknya kita mundur. Mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran daripada keimanan karena tujuan mereka berperang semata-mata hanya ingin mendapatkan ganimah, bukan untuk mengharap imbalan dari Allah. Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak sesuai dengan isi hatinya. Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan dalam hati mereka secara rinci dan detail tentang kemunafikan mereka.
Kemenangan yang diperoleh tentara Islam dalam Perang Badar, karena izin dan pertolongan Allah. Kekalahan itu pada lahirnya merupakan nasib buruk, dan sebaliknya kemenangan merupakan nasib baik bagi para syuhada serta pelajaran bagi Muslimin. Allah berfirman:
Kebajikan apa pun yang kamu peroleh, adalah dari sisi Allah, dan keburukan apa pun yang menimpamu, itu dari (kesalahan) dirimu sendiri. ?. (an-Nisa/4:79).
Adanya kemenangan dan kekalahan itu dalam permulaan peperangan baik bagi pasukan Muslimin maupun yang lain adalah suatu hal yang lumrah, tetapi pada akhirnya pasukan Muslimin yang akan menang. Yang demikian itu dimaksudkan antara lain, untuk menguji keteguhan iman dan ketabahan masing-masing agar orang-orang mukmin lebih tebal keimanannya sehingga dapat dibedakan dari umat yang lain.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Kembali lagi tentang kekecewaan kaum Muslimin karena malapetaka Perang Uhud itu.
Ayat 165
“Apakah pada waktu kamu ditimpa suatu malapetaka."
Karena terbunuh tujuh puluh orang mujahid Islam. “Padahal kamu telah menang dua kali." Yaitu di Peperangan Badar kamu mendapat kemenangan dua kali itu, yaitu tujuh puluh musyrikin yang tewas dan tujuh puluh orang pula yang tertawan, sedang dalam Perang Uhud ini yang tewas di kalangan kamu hanya tujuh puluh orang, tidak ada yang tertawan. Di pihak musyrikin pun pada hakikatnya tewas pula hampir sebanyak jumlah itu (tiga puluh orang yang mati kena pedang Hamzah dan delapan belas orang saja yang diketahui jelas) Lantaran itu kemenangan musuh di Peperangan Uhud belum lagi meningkat. Kemenangan kamu dalam Perang Badar, masih dua kali lebih menang. “Kamu berkata, Dari manakah ini?" Yaitu keluhan mereka tersebab kalah, dari manakah kekalahannya itu. Apa sebab mereka jadi kalah. “,Katakanlah, Dia adalah dari sisi diri kamu sendiri." Artinya kekalahan kamu di Uhud bukanlah salah orang lain, tetapi dari sebab kealpaan kamu jua.
“Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas tiap-tiap sesuatu."
“Dia adalah dari sisi diri kamu sendiri." Karena dari bermula ketika musyawarah akan berperang, pikiran Nabi kamu yang menyatakan lebih baik mengukuhkan pertahanan kota Madinah dan bertahan diri daripada menyerbu ke luar, maka pendapat Nabi itu tidak kamu acuhkan. Padahal itulah pendapat yang benar. Dan sampai di medan perang, siasat perang yang telah digariskan oleh Nabi kamu, tidak pula kamu turuti, sehingga yang menjaga pertahanan lereng bukit dengan panah, meninggalkan posnya. Oleh sebab itu kalau kamu kalah adalah itu dari kesalahan yang timbul dari dirimu sendiri. Allah Mahakuasa untuk memerhatikan akibat dari kesia-siaanmu.
Ayat 166
“Dan apa pun yang menimpa kamu pada hati bertemu dua angkatan, itu adalah dengan izin Allah."
Artinya sudahlah dapat dipahamkan dan masuk akal jika kamu kalah, sejak tanda-tanda sudah tampak sejak semula. Kalau Allah tidak mengizinkan kamu kalah pada waktu itu, hal itu tidak wajar. Adakah wajar suatu angkatan perang yang sejak semula tidak patuh kepada komando pimpinan perangnya mendapat kemenangan?
“Supaya Dia membuktikan (siapa) orang-orang yang beriman."
Maka dengan sebab hebatnya pertempuran di Uhud itu, dalam hal ada yang berperang mengejar keuntungan diri sendiri, terbukti pula yang setia memegang iman dengan teguhnya, menyerahkan dirinya untuk membela Rasulullah dan yang berkejar menuju syuhada, bahkan yang pincang pun; yang tak sempat mandi janabat, karena menyambut seruan Rasul untuk berperang fi sabilillah! Sebab itu, kekalahan Uhud adalah satu saringan iman yang penting sekali.
Ayat 167
“Dan supaya dibuktikan-Nya pula orang-orang yang munafik."
Kata munafik berasal dari kata nafaq, artinya lubang di bawah tanah. Mempunyai dua wajah hidup; hidup yang nyata keluar serupa dengan orang beriman, sejalan dan seiring, tetapi di samping itu di dalam lubang ada lagi hidup macam lain, yang berbeda sama sekali dengan yang dinyatakannya itu. Mulut menyatakan iman, hati tetap kafir. Namun begitu, sepandai-pandai membungkus yang busuk, tetap berbau juga. Maka, dalam keadaan se-bagaimana di Uhud itu tidaklah dapat orang yang munafik menyembunyikan keadaannya yang sebenarnya.
“Dikatakan orang kepada mereka, ‘Marilah berperang pada jalan Allah, atau pertahankanlah!' Mereka menjawab, ‘Kalau kami tahu berperang, niscaya kami telah menurutkan kamu.'" Beginilah jawab dari Abdullah bin Ubay yang mengerahkan 300 orang kawannya yang sepaham ketika dia akan kembali setelah dekat ke Uhud itu. Dari jauh mereka telah melihat bahwa kaum musyrikin amat banyak, sampai orang. Sedang dari pihak Islam hanya orang. Sebelum bertempur mereka telah kalah semangat terlebih dahulu. Mereka telah mengira saja tidak akan menang. Sebab itu, mereka berkata, bahwa ini bukan berperang, ini hanya untuk kalah saja. Lebih baik kami pulang saja. Kami tidak akan mengikut kamu, sebab ini bukan pergi berperang, tetapi pergi mati sia-sia. Maka, Allah menunjukkan keadaan mereka pada masa itu. “Pada hari itu mereka itu terlebih dahulu dekat kepada kufur daripada iman."
Pada saat itu, mereka lebih dekat kepada kufur daripada kepada iman. Sebab, orang yang beriman, apabila agama dan kampung halaman telah diserang musuh, merasa wajib mempertahankannya, walaupun mati. Itulah iman! Lantaran itu tujuan utama dan pertama dengan jihad berperang itu ialah mempertahankan tanah air dan agama, bukan mengejar harta rampasan. Untuk mempertahankan agama dan tanah air itu, biarlah mati! Kalau musuh masuk juga ke kampung halaman kita, biarlah dengan melangkahi bangkai kita terlebih dahulu.
Orang yang munafik tidak berpikir sampai ke sana. Mereka berperang hanya ingat rampasannya. Kalau musuh lebih kuat, tak usah dilawan, lebih baik menyerah saja. Kalau dilawan, tentu kita kalah. Sebab itu, cara mereka berpikir sudah lebih jauh dari pikiran iman dan lebih condong kepada pikiran kufur. Asal tetap hidup, tidak mengapa jadi budak.
“Mereka katakan apa yang tidak ada dalam hati mereka. Dan Allah lebih tahu apa yang mereka sembunyikan."
Kepengecutan itu tidak mereka keluarkan dengan mulut. Untuk menyembunyikan perasaan yang sebenarnya, yaitu ketakutan, mereka susun kata-kata lain. Di antaranya ialah perkataan Abdullah bin Ubay sendiri yang ketika akan pulang itu berkata, bahwa dia pulang saja, sebab Rasulullah ﷺ tidak mau mengikuti pendapatnya, yaitu bertahan di dalam kota dan hanya mengikuti kehendak anak-anak muda yang belum ada pengalaman perang. Dia mencari kata lain yang sekali terdengar seakan-akan kuat, padahal kata-kata yang hanya dicari-cari. Sebab, pimpinan perang bukan dia, melainkan Rasulullah ﷺ Maka, yang sebenarnya tersembunyi dalam hatinya itu, tetap diketahui oleh Allah dan kemudian akan tetap lahir juga keluar.
Selain itu ada lagi perangai buruk lain pada orang munafik itu.
Ayat 168
“Mereka berkata kepada kawan-kawannya sambil mundur: Kalau mereka itu menuruti kita, tidaklah mereka akan terbunuh."
Setelah selesai perang dan ternyata me-mangterbunuh dalam kalangan kaum Muslimin tujuh puluh orang, mulailah kembali Abdullah bin Ubay dengan pengikut-pengikutnya yang mundur itu dan berkata bahwa sikap mereka kembali itu memang tidak salah. Coba kalau yang lain-lain menuruti langkah mereka, terutama orang-orang yang telah tewas itu, tentu tidak akan tewas. Perkataan begitu pun adalah satu'kata yang timbul dari bobroknya
batin dan rusaknya jiwa. Sepatutnya hendaklah mereka takziah menawarkan hati orang yang kematian keluarga di medan perang, bukan berkata demikian.
Dan lagi kata-kata demikian pun menandakan bahwa di dalam hati tidak ada iman sama sekali. Orang yang mati tewas dalam pertempuran mempertahankan kampung halaman dan agama, disesali, disalahkan karena tidak lari pulang seperti mereka.
“Katakanlah, ‘Kalau begitu, cobalah tolak maut itu dari diri kamu, jika memang kamu orang-orang yang benar.'"
Apakah karena kamu lari pulang sebelum bertempur untuk mengelakkan maut itu berarti bahwa kamu akan terlepas dari mati? Mereka yang tewas dalam pertempuran itu, sudah terang nilai matinya, yaitu karena menegakkan jalan Allah. Dan kamu sendiri, setelah lari dari medan perang, kalau mati itu tiba, dapatkah kamu elakkan? Cobalah jawab kenyataan ini, jika pendirianmu itu benar. Niscaya kamu tidak juga akan dapat mengelakkan mati. Mati mesti datang kepada orang yang berani dan datang juga kepada orang yang pengecut. Kadang-kadang orang yang mengejar maut, tetapi karena belum ajalnya, dia belum mati. Akan tetapi, ada orang yang lari dari maut, padahal di depan maut berdiri menantinya.
Orang munafik tidak mau mengerti kenyataan ini.