Ayat
Terjemahan Per Kata
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
يَقُولُونَ
(mereka) berkata
رَبَّنَآ
ya Tuhan kami
إِنَّنَآ
sesungguhnya kami
ءَامَنَّا
kami telah beriman
فَٱغۡفِرۡ
maka ampunilah
لَنَا
bagi/untuk kami
ذُنُوبَنَا
segala dosa kami
وَقِنَا
dan peliharalah kami
عَذَابَ
siksa
ٱلنَّارِ
neraka
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
يَقُولُونَ
(mereka) berkata
رَبَّنَآ
ya Tuhan kami
إِنَّنَآ
sesungguhnya kami
ءَامَنَّا
kami telah beriman
فَٱغۡفِرۡ
maka ampunilah
لَنَا
bagi/untuk kami
ذُنُوبَنَا
segala dosa kami
وَقِنَا
dan peliharalah kami
عَذَابَ
siksa
ٱلنَّارِ
neraka
Terjemahan
(Yaitu) orang-orang yang berdoa, “Wahai Tuhan kami, sesungguhnya kami benar-benar telah beriman. Maka, ampunilah dosa-dosa kami dan selamatkanlah kami dari azab neraka.”
Tafsir
(Yakni orang-orang yang) menjadi na`at atau badal dari 'orang-orang' yang sebelumnya (berdoa,) "Wahai (Tuhan kami! Sesungguhnya kami telah beriman) membenarkan-Mu dan rasul-Mu (maka ampunilah semua dosa kami dan lindungilah kami dari siksa neraka.").
Tafsir Surat Ali-'Imran: 16-17
(Yaitu) orang-orang yang berdoa, "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan lindungilah kami dari azab neraka,"
(Yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur.
Ayat 16
Allah menggambarkan sifat-sifat hamba-hamba-Nya yang bertakwa, yaitu orang-orang yang telah dijanjikan beroleh pahala yang berlimpah. Untuk itu Allah berfirman:
“(Yaitu) orang-orang yang berdoa, ‘Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman’." (Ali Imran: 16)
Yakni beriman kepada-Mu dan kitab-kitab-Mu serta rasul-rasul-Mu.
“Maka ampunilah segala dosa kami.” (Ali Imran: 16)
Yaitu karena iman kami kepada Engkau, juga kepada apa yang telah Engkau syariatkan buat kami, maka kami memohon semoga Engkau mengampuni kami atas dosa-dosa dan kelalaian kami dalam urusan kami berkat anugerah dan rahmat-Mu.
“Dan lindungilah kami dari siksa neraka.” (Ali Imran: 16)
Ayat 17
Kemudian dalam ayat berikutnya Allah berfirman:
“(Yaitu) orang-orang yang sabar.” (Ali Imran: 17)
Maksudnya, sabar dalam menjalankan ketaatan dan meninggalkan semua hal yang diharamkan.
“Orang-orang yang benar.” (Ali Imran: 17)
Yakni percaya kepada apa yang diberitakan kepada mereka berkat iman mereka, yang hal ini direalisasikan oleh mereka dalam sikap berteguh hati dalam mengerjakan amal-amal yang berat.
“Orang-orang yang tetap taat.” (Ali Imran: 17)
Al-qunut artinya taat dan patuh, yakni orang-orang yang tetap dalam ketaatannya.
“Orang-orang yang menafkahkan hartanya.” (Ali Imran: 17)
Yaitu menafkahkan sebagian dari harta mereka di jalan-jalan ketaatan yang diperintahkan kepada mereka, silaturahmi, amal taqarrub, memberikan santunan, dan menolong orang-orang yang membutuhkannya.
“Dan orang-orang yang memohon ampun di waktu sahur.” (Ali Imran: 17)
Ayat ini menunjukkan keutamaan beristighfar di waktu sahur.
Menurut suatu pendapat, sesungguhnya Nabi Ya'qub a.s. ketika berkata kepada anak-anaknya, yang perkataannya disitir oleh firman-Nya: “Aku akan memohonkan ampunan kepada Tuhanku untuk kalian”. (Yusuf: 98) Nabi Ya'qub menangguhkan doanya itu sampai waktu sahur.
Telah disebutkan di dalam kitab Shahihain dan kitab-kitab sunnah serta kitab-kitab musnad lain yang diriwayatkan melalui berbagai jalur dari sejumlah sahabat Rasulullah ﷺ, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “(Rahmat) Allah turun pada tiap malam ke langit dunia, yaitu di saat malam hari tinggal sepertiganya, lalu Dia berfirman, ‘Apakah ada orang yang meminta, maka Aku akan memberinya? Apakah ada orang yang berdoa, maka Aku memperkenankannya? Dan apakah ada orang yang meminta ampun, maka Aku memberikan ampunan kepadanya’," hingga akhir hadits.
Al-Hafidzh Abul Hasan Ad-Daruqutni mengkhususkan bab ini dalam sebuah juz tersendiri. Ia meriwayatkan hadits ini melalui berbagai jalur. Di dalam kitab Shahihain dari Siti Aisyah disebutkan bahwa setiap malam Rasulullah ﷺ selalu melakukan shalat witir, mulai dari awal, pertengahan, dan akhir malam; dan akhir dari semua witir adalah di waktu sahur.
Disebutkan bahwa sahabat Abdullah ibnu Umar melakukan shalat (sunat di malam hari), kemudian bertanya, "Wahai Nafi, apakah waktu sahur telah masuk?" Apabila dijawab, "Ya," maka ia mulai berdoa dan memohon ampun hingga waktu subuh. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Hurayyis ibnu Abu Matar, dari Ibrahim ibnu Hatib, dari ayahnya yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar seorang lelaki yang berada di salah satu bagian dalam masjid mengucapkan doa berikut: “Ya Tuhanku, Engkau telah memerintahkan kepadaku, maka aku taati perintah-Mu; dan ini adalah waktu sahur, maka berikanlah ampunan untukku.” Ketika ia melihat lelaki itu, ternyata dia adalah sahabat Ibnu Mas'ud.
Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa kami (para sahabat) bila melakukan shalat (sunat) di malam hari diperintahkan untuk melakukan istighfar di waktu sahur sebanyak tujuh puluh kali.
Setelah ayat sebelumnya menjelaskan bahwa Allah mengetahui siapa yang berhak memperoleh keberuntungan besar, yakni orangorang bertakwa, maka ayat ini menjelaskan ciri-cirinya. Yaitu orangorang yang berdoa, Ya Tuhan kami, kami benar-benar beriman terhadap apa yang Engkau serukan kepada kami, maka ampunilah dosa-dosa kami atas ketidakmampuan kami untuk me-ngendalikan hawa nafsu kami, sehingga kurang menghiraukan seruan-Mu, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, dan lindungilah kami, dengan segala kekurangan dan dosa-dosa kami, dari azab neraka. Mereka itu adalah orang-orang yang sabar, baik dalam menjalankan ketaatan, di saat tertimpa musibah, maupun dalam meninggalkan larangan, orang-orang yang benar dalam sikap dan perkataannya, orangorang yang senantiasa dalam ke-taat-an secara khusyuk, orang-orang yang selalu menginfakkan harta mereka, baik pada saat lapang maupun sempit (Lihat: Surah a'li Imra'n/3: 134) dan orang-orang yang senantiasa memohon ampunan terutama pada waktu sebelum fajar yakni masuknya waktu subuh.
Sifat-sifat orang yang bertakwa yaitu orang yang hatinya sudah merasakan nikmatnya iman, orang yang bergetar lidahnya mengucapkan pengakuan iman ini ketika berdoa dan beribadah. Mereka memelihara diri dari berbuat maksiat, tunduk kepada Allah dengan khusyuk serta memohon kepada-Nya, "Wahai Tuhan kami, kami benar-benar telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan kepada Rasulullah dengan iman yang meresap ke dalam lubuk hati kami, yang membimbing akal pikiran kami, dan menguasai pekerjaan-pekerjaan badaniah kami. Maka wahai Tuhan kami, hapuslah dosa-dosa kami dengan ampunan-Mu dan jauhkanlah kami dari azab neraka. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
Doa agar terhindar dari azab neraka dikhususkan, karena orang yang dibebaskan dari azab neraka berarti telah mendapat kemenangan dan tempat kembali yang terbaik. Yang dimaksud dengan iman dalam pengakuan orang-orang yang bertakwa ini ialah iman yang murni, yang terwujud pada kemampuan memelihara diri daripada kemaksiatan, serta banyak berbuat kebajikan.
Ulama salaf telah sepakat bahwa yang dimaksud dengan iman itu meliputi iktikad, ucapan dan perbuatan. Iman inilah yang memberi bimbingan kepada akal dan perbuatan manusia yang sesuai dengan fitrahnya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 14
“Diperhiaskan bagi manusia kesukaan kepada barang yang diingini."
Zuyyina, artinya diperhiaskan. Maksudnya, segala barang yang diingini itu ada baiknya dan ada buruknya, tetapi apabila keinginan telah timbul, yang kelihatan hanya eloknya saja dan lupa akan buruk atau susahnya. Hubb, artinya kesukaan atau cinta. Syahwat, yaitu keinginan-keinginan yang menimbulkan selera yang menarik nafsu buat mempunyainya. Maka, disebutlah di sini enam macam hal yang manusia sangat menyukainya karena ingin mempunyai dan menguasainya, sehingga yang tampak oleh manusia hanyalah keuntungannya saja, sehingga manusia tidak memedulikan kepayahan buat mencintainya.
“(Yaitu) dari hal perempuan dan anak laki-laki, dan berpikul-pikul emas dan perak, dan kuda kendaraan yang diasuh, dan binatang-binatang ternak, dan sawah ladang." Itulah enam macam yang sangat disukai, diinginkan, dan dengan berbagai macam usaha manusia ingin mempunyainya.
Pertama: Perempuan
Sudah ditakdirkan oleh Allah bahwa tiap-tiap orang laki-laki apabila bertambah kedewasaannya bertambah pulalah keinginannya hendak mempunyai teman hidup orang perempuan. Apabila syahwat kepada perempuan itu sedang tumbuh dan mekar maka seluruh tubuh orang perempuan itu laksana besi berani buat menumbuhkan syahwat si laki-laki hendak mempunyainya.
Kedua: Anak Laki-Laki
Di ayat ini disebut banin ditonjolkan kesukaan karena ingin mempunyai anak, terutama anak laki-laki, termasuk hal yang dihiaskan pula bagi manusia. Dia menjadi yang kedua sesudah kesukaan syahwat perempuan, Anak adalah hasil utama dan pertama dari hubungan dengan perempuan tadi. Kalau syahwat kepada perempuan pada kulitnya karena syahwat faraj atau setubuh, pada batinnya ialah karena kerinduan mendapat keturunan. Sekali lagi kita katakan, “Allah Adil!" Pada yang pertama disebutkan bahwa laki-laki menginginkan perempuan, tetapi pada yang kedua diterangkan bahwa laki-laki menginginkan anak laki-laki. Jika di sini tidak disebut menginginkan anak perempuan, karena yang akan menginginkannya bukan lagi ayahnya, melainkan ibunya.
Ketiga: Dan Berpikul-Pikul Emas dan Perak
Yaitu, kekayaan. Manusia semuanya mempunyai keinginan memiliki kekayaan emas dan perak. Di dalam ayat disebut emas dan perak karena memang ukuran (standar) kekayaan yang sebenarnya ialah emas-perak. Walaupun satu waktu kita hidup dengan uang kertas, tetapi uang kertas itu mesti mempunyai sandaran (dekking) emas di dalam bank. Tidak akan tercapai banyak maksud kalau tidak ada uang. Kita mempunyai keinginan banyak hendaknya uang itu, malahan di dalam ayat disebut berpikul-pikul karena sangat banyaknya. Keinginan mempunyai kekayaan itu tidaklah ada batasnya. Dari kecil sampai besar, dari muda sampai tua, dari hidup sampai mati, tidak ada manusia menginginkan kekayaan dengan terbatas. Manusia ingin harta satu juta. Tapi setelah satu juta, kalau bertambah lagi menjadi 100 juta, manusia masih ingin 1.000 juta.
Keempat: Dan Kuda Kendaraan yang Diasuh
Di zaman dahulu, di kala ayat ini diturunkan, yang diasuh dan diberi pelana serta sanggurdi, ialah kuda. Disikati bulunya dan diistimewakan makannya, sehingga sampai kepada zaman kita sekarang ini amat masyhurlah kuda tunggang Arab di seluruh dunia. Mempunyai kuda tangkas itu pun menjadi satu keinginan, dihiaskan Tuhan kesukaan mempunyainya. Dia alat penghubung dari satu tempat ke tempat lain. Dia kendaraan istimewa di dalam perang dan di dalam damai. Di zaman kita sekarang, mundurlah kuda kendaraan yang dipingit dan naiklah kepen-tingan kendaraan bermotor. Dia menjadi alat perlengkapan hidup di zaman modern sehingga mobil tidak lagi barang mewah, tetapi barang penting, Jalan-jalan raya di seluruh dunia telah diubah pembuatannya dari seratus tahun yang lalu, di zaman memakai gerobak dan pedati. Maka, dihiaskanlah dalam hail manusia keinginan memakai kendaraan.
Kelima: Dan Binatang-Binatang Ternak
Kalau kendaraan bermotor alat penting dalam kehidupan kota maka binatang ternak amat penting pada kehidupan di padang-padang yang luas, sebab pengikut Nabi Muhammad ﷺ bukan orang kota saja. Pada kehidupan suku-suku Badwi, hitungan kekayaan ialah pada binatang ternak. Berapa puluh ekor unta, kerbau, dan lembunya, berapa ratus ekor kambing dan domba serta biri-birinya. Di negeri kita sendiri kekayaan kaum Muslimin di Pulau Sumbawa dan Pulau Lombok ditentukan oleh beberapa puluh atau beberapa ekor memelihara lembu dan berapa pengirimnya ke Jawa atau ke Singapura dalam setahun.
Keenam: Dan Sawah Ladang
Kekayaan dari perkebunan dan pertanian Teringatlah kita akan luas-luasnya sawah di Sindenreng dan Wajo di Sulawesi. Teringat kita perkebunan karet di Kalimantan. Akan tetapi, sebelum mengukurnya kepada negeri kita, teringatlah kita betapa luas-luasnya kebun di sekeliling Kota Madinah di zaman dahulu. Teringat kita bagaimana setelah kaum Muslimin menyeberang ke Andalusia (Spanyol) mereka memperbaiki pengairan (irigasi) yang sampai sekarang sudah lima ratus tahun mereka meninggalkan negeri itu, bekas tangan mereka masih ada. Terkenang kita bagaimana jasa kaum Muslimin memajukan pertanian di India ketika mereka berkuasa (Kerajaan Mongol).
Kadang-kadang mereka tidak mengiri-menganan lagi, menumpahkan seluruh tujuan hidup untuk itu, untuk keenamnya atau untuk salah satu dari keenamnya, atau sebagian dari keenamnya. Sehingga, kadang-kadang mereka asyik dengan itu, manusia pun lupa akan yang lebih penting. Oleh sebab itu,. Allah berfirman memberi peringatan dengan lanjutan ayat, “Yang demikian itulah perhiasan hidup di dunia" Tegasnya, bahwasanya semuanya itu hanyalah perhiasan hidup di dunia, niscaya usianya akan habis untuk itu, sedangkan perhiasan untuk di akhirat kelak dia tidak sedia. Padahal di belakang hidup yang sekarang ini ada lagi hidup yang akan dihadapi. Sesudah dunia adalah akhirat. Allah lebih tegaskan lagi,
“Namun, di sisi Allah ada (lagi) sebaik-baik tempat kembali."
Di ujung ayat diterangkan bahwa ada lagi yang lebih penting, entah berapa ribu kali lebih penting dari perhiasan dunia itu, ialah sebaik-baik tempat kembali yang disediakan oleh Allah. Sebab, selama-lama hidup di dunia kita pasti kembali juga kepada Allah. Allah menyediakan bagi kita sebaik-baik tempat kembali itu. Apakah sebaik-baik tempat kembali itu?
Ayat 15
Katakanlah, ‘Sukakah kamu Aku ceritakan kepada kamu apa yang lebih baik dari yang demikian?'"
Yang lebih dari perempuan, anak-anak, emas-perak, kuda kendaraan, binatang ternak, dan sawah-ladang itu? “Ialah surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan istri-istri yang suci." Semuanya ini beribu kali lebih baik daripada yang dihiaskan kepada kamu dari yang enam perkara itu. Dibandingkan dengan yang akan kamu terima kelak itu, belum ada arti sepeser pun apa yang kamu jadikan perhiasan dunia itu.
Maka, sebagai kunci atau inti sari dari surga, atau martabat yang di atas sekali di dalam surga itu, diterangkan lagi oleh Allah,"Dan keridhaan dari Allah." Keridhaan dari Allah, inilah yang sebenar puncak nikmat surga.
"Dan Allah adalah melihat akan hamba-hamba-Nya."
Dengan adanya ujung ayat begini, teranglah bahwa tidak ditutup mati sama sekali segala keinginan perhiasan dunia itu. Boleh terus, tetapi ingatlah bahwa Allah telah melihat gerak-gerikmu. Bekerjalah, carilah, tetapi jangan kamu lupakan bahwa kamu tidak lepas dari penglihatan Allah. Orang-orang yang begini ialah orang-orang yang sadar akan hidupnya di dunia dan sadar pula akan hidupnya di akhirat kelak. Sebab itu, datanglah sambungan ayat,
Ayat 16
“(Yaitu) orang-orang yang berkata, ‘Ya, Tuhan kami! Sesungguhnya, kami telah beriman. Oleh karena itu, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan peliharakanlah kami dari siksaan neraka."
Dengan pengakuan telah beriman, cara hidupmu diubah. Tidak lagi semata-mata mengejar “perhiasan dunia", tetapi mengingat lagi akan perjuangan kelak di kemudian hari dengan Allah. Lantaran telah beriman, meng-akuilah bahwa di zaman yang sudah-sudah memang hidup itu hanya ingat dunia saja, sebab itu memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosa yang telah lalu itu dan memohonkan lagi kepada Allah peliharakanlah kiranya dari siksaan neraka itu. Sebab, dengan adanya iman di dalam hati kami, kami telah mendapat suluh dan telah jelas oleh kami jalan yang akan ditempuh. Cuma kadang-kadang mendapat gangguanlah kami dari hawa nafsu kami dan perdayaan setan.
Ayat 17
“(Yaitu) orang-orang yang sabar dan orang-orang yang jujur dan orang-orang yang sungguh-sungguh taat dan orang-orang yang membelanjakan harta dan orang-orang yang memohon ampun di ujung malam."
Di ayat ini Tuhan menunjukkan lima syarat yang harus dipenuhi supaya iman itu menjadi sempurna.
Pertama: Sabar, karena gangguan di dalam menegakkan iman itu akan banyak dan permohonan itu kadang-kadang belum segera dikabulkan Allah, bahkan kadang-kadang kesetiaan iman itu mendapat ujian yang khas dari Allah sendiri. Kalau tidak sabar, perjuangan iman akan patah di tengah jalan.
Kedua: Jujur atau dalam bahasa Arabnya shadiq, artinya benar dan membenarkan. Benar ke luar dan ke dalam, tidak berubah yang di mulut dengan yang di hati, membenarkan segala apa pun yang dituntunkan Nabi ﷺ, yang diwahyukan Allah dengan kata dan perbuatan. Dan, mereka buktikan dengan perbuatan apa yang dibenarkan oleh hati.
Ketiga: Qanit, yaitu sungguh taat mengerjakan apa yang diperintahkan dan menghentikan yang dilarang. Meletakkan di muka serta mendahulukan kehendak Allah dan Rasul daripada kehendak sendiri.
Keempat: Membelanjakan harta, yaitu dermawan, sudi bersedekah, suka berzakat, tidak bakhil, memberikan bantuan kepada fakir dan miskin, dan amal-amal kebaikan yang lain.
Kelima: Memohon ampun di ujung malam, yaitu melatih diri sehingga menjadi kebiasaan bangun di ujung malam, yaitu di waktu sahur untuk shalat tahajjud, yang sudah nyata bahwa dalam shalat itu kita akan selalu memohonkan ampun kepada Allah di waktu berdiri, duduk, dan di antara duduk sujud. Dua pada waktu sahur atau ujung malam, atau parak-siang itu, sehabis shalat dapat pula makan sahur, bersedia untuk mengerjakan puasa tathawwu besoknya.