Ayat
Terjemahan Per Kata
وَلِيُمَحِّصَ
dan karena hendak membersihkan
ٱللَّهُ
Allah
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
وَيَمۡحَقَ
dan Dia membinasakan
ٱلۡكَٰفِرِينَ
orang-orang kafir
وَلِيُمَحِّصَ
dan karena hendak membersihkan
ٱللَّهُ
Allah
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
وَيَمۡحَقَ
dan Dia membinasakan
ٱلۡكَٰفِرِينَ
orang-orang kafir
Terjemahan
(Pergiliran tersebut juga) agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang kafir.
Tafsir
(Agar Allah menyucikan orang-orang yang beriman) artinya membersihkan mereka dari dosa dengan musibah yang menimpa diri mereka itu (serta membinasakan orang-orang yang kafir).
Tafsir Surat Ali-'Imran: 137-143
Sesungguhnya telah berlalu sebelum kalian sunnah-sunnah Allah, karena itu. berjalanlah kalian di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).
(Al-Qur'an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.
Dan janganlah kalian merasa lemah, dan jangan (pula) kalian bersedih hati, padahal kalianlah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kalian benar-benar orang-orang yang beriman.
Jika kalian (pada Perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itu pun (pada Perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kalian dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim,
Dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang yang kafir.
Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara kalian, dan belum nyata orang-orang yang sabar.
Sesungguhnya kalian mengharapkan mati (syahid) sebelum kalian menghadapinya; (sekarang) sungguh kalian telah melihatnya dan kalian menyaksikannya.
Ayat 137
Allah ﷻ berfirman, ditujukan kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin ketika mereka mengalami musibah dalam Perang Uhud hingga tujuh puluh orang di antara mereka gugur.
“Sesungguhnya telah berlalu sebelum kalian sunnah-sunnah Allah.” (Ali Imran: 137)
Yakni telah berlalu hal yang seperti ini di kalangan umat-umat sebelum kalian, yaitu mereka yang mengikuti nabi-nabi. Tetapi pada akhirnya akibat yang terpuji adalah bagi mereka, sedangkan kekalahan dialami oleh orang-orang kafir. Karena itulah maka dalam firman selanjutnya disebutkan: “Karena itu, berjalanlah kalian di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).”(Ali Imran: 137)
Ayat 138
Selanjutnya Allah ﷻ berfirman: “(Al-Qur'an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia.” (Ali Imran: 138)
Yaitu di dalam Al-Qur'an ini terkandung penjelasan semua perkara secara gamblang perihal apa yang dialami oleh umat-umat terdahulu bersama musuh-musuh mereka.
“Dan petunjuk serta pelajaran.” (Ali Imran: 138)
Artinya, di dalam Al-Qur'an terkandung berita umat-umat sebelum kalian, petunjuk bagi hati kalian, serta peringatan bagi kalian agar kalian menghindari hal-hal yang diharamkan dan semua perbuatan dosa.
Ayat 139
Kemudian Allah ﷻ berfirman menghibur hati kaum mukmin: “Janganlah kalian merasa lemah.” (Ali Imran: 139) Yakni janganlah kalian menjadi lemah dan patah semangat karena apa yang baru kalian alami.
“Dan jangan (pula) kalian bersedih hati, padahal kalianlah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kalian benar-benar orang-orang yang beriman.” (Ali Imran: 139)
Maksudnya, akibat yang terpuji dan kemenangan pada akhirnya akan kalian peroleh, wahai orang-orang mukmin.
Ayat 140
“Jika kalian mendapat luka, maka sesungguhnya kaum itu pun mendapat luka yang serupa.” (Ali Imran: 140)
Yakni apabila kalian mengalami luka dan sejumlah orang dari kalian ada yang gugur, maka sesungguhnya musuh-musuh kalian pun pernah mengalami nasib yang serupa, yaitu ada yang terbunuh dan ada yang terluka dalam perang sebelumnya.
“Dan masa-masa itu, Kami pergilirkan di antara manusia.” (Ali Imran: 140) Yaitu Kami pergilirkan kemenangan itu bagi musuh kalian atas diri kalian dalam sesekali waktu, sekalipun pada akhirnya kalian beroleh kemenangan dan juga akibat yang terpuji. Kami lakukan demikian itu karena kebijaksanaan Kami yang mengandung hikmah (buat kalian). Karena itu, dalam firman selanjutnya disebutkan: “Dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman.” (Ali Imran: 140) Ibnu Abbas mengatakan bahwa dalam kondisi seperti itu kita dapat melihat siapa yang bersabar dan teguh dalam menghadapi musuh.
“Dan supaya sebagian kalian dijadikan-Nya sebagai syuhada.” (Ali Imran: 140)
Yakni agar sebagian dari kalian gugur di jalan-Nya dan mengorbankan jiwanya untuk memperoleh keridaan-Nya.
Ayat 140-141
“Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim, dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman.” (Ali Imran: 140-141)
Yaitu membersihkan (menghapuskan) dosa-dosa mereka jika mereka mempunyai dosa. Jika mereka tidak mempunyai dosa, maka derajat mereka ditinggikan sesuai dengan musibah yang telah menimpanya.
Firman Allah ﷻ: “Dan membinasakan orang-orang yang kafir.” (Ali Imran: 141)
Karena sesungguhnya apabila mereka memperoleh kemenangan, niscaya mereka akan bertindak sewenang-wenang dan congkak. Hal tersebut menjadi penyebab bagi kehancuran dan kebinasaan mereka, hingga lenyaplah mereka.
Ayat 142
Kemudian Allah ﷻ berfirman: “Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara kalian, dan belum nyata orang-orang yang sabar.” (Ali Imran: 142)
Yakni apakah kalian mengira bahwa kalian masuk surga, sedangkan kalian belum mendapat ujian melalui peperangan dan keadaan-keadaan yang susah. Sebagaimana halnya yang disebutkan di dalam surat Al-Baqarah, melalui firman-Nya:
“Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk surga, padahal belum datang kepada kalian cobaan sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan serta diguncangkan dengan bermacam-macam cobaan.” (Al-Baqarah: 214), hingga akhir ayat.
Juga seperti makna yang terkandung di dalam firman-Nya: “Alif Lam Mim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (begitu saja) mengatakan, ‘Kami telah beriman,’ sedangkan mereka tidak diuji lagi?” (Al-'Ankabut: 1-2)
Karena itu, maka dalam surat Ali Imran ini disebutkan melalui firman-Nya: “Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara kalian, dan belum nyata orang-orang yang sabar.” (Ali Imran: 142)
Yakni kalian tidak dapat masuk surga sebelum diuji dan Allah melihat di antara kalian ada orang-orang yang berjihad di jalan-Nya, dan bersabar dalam melawan musuh-musuh Allah.
Ayat 143
Firman Allah ﷻ: “Sesungguhnya kalian mengharapkan mati (syahid) sebelum kalian menghadapinya; (sekarang) sungguh kalian telah melihatnya dan kalian menyaksikannya.” (Ali Imran: 143)
Yaitu sesungguhnya dahulu kalian, wahai orang-orang mukmin, sebelum perang ini selalu mengharapkan agar bertemu dengan musuh-musuh; dan kalian bersemangat menyala-nyala untuk menghadapinya, serta kalian bertekad bulat untuk melangsungkan peperangan dan bersabar dalam menghadapi mereka. Sekarang telah terjadi apa yang selama ini kalian dambakan dan harapkan. Karena itu, berperanglah kalian dan bersabarlah.
Telah dituliskan di dalam kitab Shahihain, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Janganlah kalian mengharapkan berjumpa dengan musuh, tetapi mintalah keselamatan kepada Allah; dan apabila kalian bertemu dengan mereka, maka bersabarlah (teguhkanlah hati kalian). Dan ketahuilah bahwa surga itu berada di bawah naungan pedang.” Karena itu, dalam ayat ini disebutkan:
“Sungguh kalian telah melihatnya.” (Ali Imran:143)
Yakni kalian telah menyaksikan maut merenggut nyawa di saat tombak-tombak yang tajam beradu dan pedang berkilatan serta barisan pasukan terlibat dalam pertempuran sengit. Hal tersebut keadaannya tidaklah sama seperti yang digambarkan oleh orang-orang yang ahli bicara karena mereka menggambarkan hal ini hanya berdasarkan imajinasi belaka, bukan berdasarkan kesaksian mata. Gambaran mereka diserupakan dengan kejadian yang dapat disaksikan dengan mata kepala. Perihalnya sama dengan imajinasi tentang watak kambing yang pengertianya menunjukkan sikap berteman, sedangkan gambaran serigala menggambarkan tentang sikap permusuhan.
dan kegagalan umat Islam dalam Perang Uhud adalah agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman dari dosa dan kesalahan mereka, dan membinasakan, mengurangi sedikit demi sedikit jumlah orang-orang kafir.
Setelah menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan Perang Uhud, maka pada ayat ini Allah jelaskan prinsip umum perjuangan untuk mendapatkan surga. Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, sebagai anugerah dari Allah, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad, yaitu: berperang untuk menegakkan Islam dan melindungi orang Islam; memerangi hawa nafsu; mendermakan harta benda untuk kebaikan Islam dan umat Islam; atau memberantas kejahatan dan menegakkan kebenaran, di antara kamu, dan belum nyata orang-orang yang sabar dalam berjihad, sedangkan kesabaran adalah syarat keberhasilan dalam berjihad.
Peristiwa musibah kaum Muslimin pada Perang Uhud sesudah mereka menang dalam Perang Badar sebelumnya, adalah juga dimaksudkan untuk membedakan orang yang benar-benar beriman dari kaum munafik dan untuk membersihkan hati orang mukmin yang masih lemah, sehingga benar-benar menjadi orang yang ikhlas, bersih dari dosa.
Derajat keimanan seseorang itu masih tersamar, dan tidak jelas hakikatnya kecuali melalui ujian berat. Kalau ia lulus dalam ujian itu, maka ia bisa dikatakan sebagai orang yang bersih dan suci, sebagaimana halnya emas, baru dapat diketahui keasliannya sesudah diasah, dibakar dan diuji dengan air keras.
Pasukan pemanah melanggar perintah Nabi ﷺ dalam Perang Uhud dengan meninggalkan posnya di atas gunung, lalu turut memperebutkan harta rampasan. Karena itu pasukan Muslimin akhirnya terpukul mundur, dikocar-kacirkan oleh musuh. Peristiwa ini menjadi satu pelajaran bagi kaum Muslimin untuk menyadarkan mereka bahwa umat Islam diciptakan bukanlah untuk bermain-main, berfoya-foya, bermalas-malasan, menimbun kekayaan, melainkan harus bersungguh-sungguh beramal, menaati perintah Nabi ﷺ dan tidak melanggarnya, apa pun yang akan terjadi.
Keikhlasan hati kaum Muslimin dan ketaatannya kepada perintah Nabi dapat dibuktikan ketika terjadi perang Hamraul Asad sesudah terpukul dalam Perang Uhud. Nabi ﷺ memerintahkan bahwa orang-orang yang dibolehkan ikut pada perang Hamraul Asad ialah orang-orang yang pernah ikut dalam Perang Uhud. Mereka dengan segala senang hati mematuhi perintah Nabi dengan kemauan yang sungguh-sungguh dan ikhlas sekalipun di antara mereka masih ada yang mengalami luka-luka yang parah, hati yang sedih dan gelisah. Sebaliknya orang-orang kafir menderita kehancuran karena hati mereka kotor, masih bercokol di dalamnya sifat-sifat sombong dan takabur, akibat kemenangan yang diperolehnya.
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Sekarang kembali lagi kepada peringatan tentang kejadian yang sedih dalam Peperangan Uhud itu,
Ayat 137
“Sesungguhnya beberapa contoh telah lalu sebelum kamu. Maka, mengembaralah kamu di bumi, lalu tengoklah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan agama."
Dalam ayat-ayat yang telah lalu, Allah menerangkan kalau sekiranya mereka berpegang teguh pada sabar, takwa, dan tawakal, malaikat pun akan datang membantu. Akan tetapi, antara mereka ada yang mengharapkan semata-mata rampasan perang, lalu meninggalkan ketaatan kepada Rasulullah sehingga Rasul sendiri nyaris mati dibunuh musuh dan telahluka.ini diulangi lagi memperingatkannya sekarang. Yaitu bahwa kehidupan manusia dari zaman purbakala telah meninggalkan contoh-contoh atau jejak-jejak yang dapat dijadikan pemikiran.
Ada bangsa yang menang dan ada yang kalah. Menang dan kalah suatu perjuangan, tidaklah bersangkut dengan benar dan salahnya suatu pendirian atau cita-cita. Allah mempunyai Sunnah atau undang-undang terhadap sembarang hal. Orang berpendirian benar, mungkin dikalahkan oleh orang yang berpendirian salah. Oleh karena yang berpendirian salah itu mempunyai siasat perang yang amat teratur. Oleh sebab itu di samping mempunyai pendirian yang benar, hendaklah mempunyai pula siasat pertempuran yang betul. Orang sekarang menyebutnya taktik yang betul, strategi yang betul, dan ideologi yang benar. Kalau ideologi saja benar, padahal taktiknya tidak betul atau strateginya tidak betul, maka ideologi itu pun akan kalah, kalau pihak lain mempunyai taktik dan strategi yang betul.
Hal yang seperti ini selalu berlaku dalam sejarah umat manusia. Maka, di samping mempelajari sejarah itu, di ayat ini dianjurkan mengembara dan melihat karena membaca sejarah saja tidaklah cukup. Pergilah ke negeri lain, lihat bekas-bekas bangsa yang menang atau yang kalah, lalu tengoklah akibat orang-orang yang mendustakan. Yaitu mendustakan undang-undang yang telah diperbuat Allah mengenai perjuangan itu.
Ayat 138
“Ini adalah penjelasan bagi manusia, petunjuk dan pengajaran bagi orang-orang yang bertakwa."
Mempelajari sejarah umat-umat yang dahulu dan melihat bekasnya dengan melawat mengembara dengan sendirinya akan memperoleh penjelasan, petunjuk, dan pengajaran. Ilmu kita akan bertambah-tambah tentang perjuangan hidup manusia di dalam alam ini. Dalam ayat ini kita berjumpa dengan anjuran mengetahui dua tiga ilmu yang amat penting. Pertama, sejarah. Kedua, ilmu bekas peninggalan kuno. Ketiga, ilmu siasat perang. Keempat, ilmu siasat mengendalikan negara.
Di dalam sejarah misalnya, banyak kita bertemu dengan hal-hal yang penting. Meskipun tidak seluruh sejarah ditulis dalam Al-Qur'an, hanya kebanyakan yang berkenaan dengan perjuangan rasul-rasul, misalnya per-juangan Musa menentang kezaliman Fir'aun, atau Ibrahim menghadapi kaumnya, tetapi yang tidak tertulis dalam Al-Qur'an dapat kita cari dari bahan lain. Misalnya penyerbuan tentara Iskandar Macedonia dari Barat ke Timur. Mengapa Iskandar dengan tentaranya yang tidak cukup 100.000 orang dapat mengalahkan tentara Darius, Raja Persia, yang jumlahnya hampir setengah juta? Sebab tentara Iskandar enteng, sigap, dan lincah. Sedang tentara Darius ke medan perang telah berat oleh pakaian dan perhiasan. Darius hanya menggantungkan kekuatan kepada banyak bilangan, padahal Iskandar mempunyai disiplin yang teguh dan tentara yang cekatan.
Kemudian, mengapa Octavianus dapat mengalahkan Anthonius ketika merebut kuasa atas Lembah Nil? Di sini kita bertemu dengan kecongkakan Anthonius, sebab kemenangan-kemenangan yang telah lalu dan pelukan Cleopatra yang menyebabkan dia lupakan daratan. Tidak diingatnya bahwa orang di tanah airnya sendiri sudah mulai bosan kepadanya sebab bangsanya sendiri sudah dibawanya bertualang untuk kepentingan pribadi, Lantaran itu, ketika pukulan Octavianus datang, dia tidak dapat bertahan lagi.
Dan banyak lagi contoh yang lain.
Dalam sejarah perjuangan Islam di Spanyol (Andalusia), pernah terjadi hal yang serupa, yaitu dalam peperangan yang terkenal dengan sebutan “Pertempuran di Thibrinah". Ketika itu tentara Islam datang ke medan dengan baju-baju sutra warna-warni, sedang tentara Kristen datang dengan pakaian peperangan, dengan baju besi dan ketopong besi. Setelah berperang, ternyata tentara Islam kalah secara menyolok. Ketika mereka pulang dengan muka tunduk dan malu, seorang penyair telah menyambut dengan ejekan yang mendalam.
Mereka pergi ke medan perang berbaju besi;
dan kamu memakai perhiasan sutra, aneka warna.
Alangkah indahnya kamu dan alangkah jeleknya mereka itu.
Kalau sekiranya tak terjadi di Thibrinah apa yang telah terjadi.
Tetapi hal yang serupa pernah pula terjadi pada akhir abad 7 Hijriyah, sesudah jatuhnya Baghdad. Yaitu ketika bangsa Tartar yang gagah perkasa hendak menyerbu negeri Mesir, Bila terdengar tentara keturunan Jenghis Khan itu hendak menyerbu, penduduk Syam sudah ketakutan. Akan tetapi, ulama besar Taqiyudin Ibnu Taimiyah berkata di hadapan orang-orang besar Mesir bahwa tentara Tartar itu pasti kalah dan Islam pasti menang kembali. Dan Ibnu Taimiyah sendiri ikut dalam peperangan itu.
Antara yang mendengar ada yang berkata, “Ya, Syekh! Janganlah dikatakan pasti, katakan sajalah in syaa Allah!"
Beliau jawab teguran itu dengan lebih tegas, “In syaa Allah yang pasti, bukan in syaa Allah yang raga."
Kemudian, ternyata bahwa memang kalah tentara Mongol Tartar keturunan Jenghis Khan dan Houiako Khan itu. Selesai perang, bertanyalah orang kepada Ibnu Taimiyah, mengapa dia meramal sepasti itu. Beliau jawab, sebab dalam penglihatan saya, keberanian tentara Mongol itu telah habis hilang, hanya tinggal nama. Sebab, mereka telah dikalahkan lebih dahulu oleh kehidupan mewah. Orang yang dipukau oleh kemewahan tidak akan menang berperang.
Setelah memerhatikan sejarah-sejarah ini, teringat pulalah kita, bagaimana tentara Belanda mundur dan tidak melawan sama sekali ketika tentara Jepang masuk ke Indonesia. Bagaimana akan menang, kalau serdadu-serdadu Belanda sendiri yang ikut berperang, ingin hendak membawa lemari pendingin makanan yang ada di rumahnya ke medan perang?
Maka ayat yang tengah kita tafsirkan ini berlaku menjadi pedoman untuk selamanya di dalam menilai kenaikan suatu umat atau pun kejatuhannya bahwasanya kelobaan akan harta dan kemewahan adalah pintu-pintu bagi kekalahan.
Tidaklah terdapat bukti bahwa pada zaman Nabi kita ﷺ ada sahabat-sahabat yang mengetahui sejarah contoh-contoh teladan perjuangan bangsa-bangsa yang telah lalu itu. Akan tetapi, perhatian Rasulullah ﷺ dengan bimbingan wahyu, tidak pula kurang kepada keadaan kerajaan-kerajaan besar yang ada di sekeliling pada waktu itu. Tatkala masih di Mekah, telah diwahyukan kepada beliau tentang peperangan antara bangsa Rum dan bangsa Persia. Sampai setelah satu kali bangsa Rum kalah, wahyu menerangkan bahwa sesudah kekalahan yang pertama itu, bangsa Rum akan menang lagi, (lihat surah ar-Ruum ayat 2) Ini menunjukkan bahwa Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya yang terdekat—yang sekarang boleh disebut staf beliau—sangat memerhatikan situasi luar ne-geri, sebagaimana juga keadaan dalam negeri.
Tersebut bahwa dengan memerhatikan, orang memperoleh penjelasan, petunjuk, dan pengajaran bagi orang yang bertakwa. Di sini kita dapat mengetahui lagi betapa luasnya arti takwa. Pokok arti ialah memelihara (wiqayah) Maksud yang pertama, ialah takwa kepada Allah, memelihara hubungan dengan Allah dan takut kepada-Nya. Akan tetapi, dalam ayat ini kita bertemu lagi dengan arti yang lain, yaitu memelihara, menjaga, awas, dan waspada.
Maka dengan demikian, takwa kepada Allah tidaklah cukup sekadar dengan ibadah shalat, berzakat, dan puasa saja. Akan tetapi, termasuk lagi dalam rangka ketakwaan ialah kewaspadaan menjaga agama dari intaian mu-suh. Taat kepada komando pimpinan, Sebab, kalau kalah karena tidak ada kewaspadaan, jangan Allah disalahkan, tetapi salahkanlah diri sendiri yang lengah,
Ayat 139
“Dan janganlah kamu merasa lemah dan duka cita. Karena kamu adalah paling tinggi jika kamu (benar-benar) orang yang beriman."
Setelahselesai Peperangan Uhudyangtelah menewaskan tujuh puluh mujahid fi sabilillah, antaranya Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Nabi ﷺ sendiri dan Nabi saw, pun mendapat luka, kelihatanlah kelesuan, lemah semangat, dan duka cita; maka datanglah ayat ini: angkat mukamu, jangan lemah, dan jangan duka cita. Sebab, suatu hal masih ada padamu, modal tunggal yang tidak pernah dapat dirampas oleh musuhmu, yaitu iman. Jikalau kamu benar-benar masih mempunyai iman dalam dadamu, kamulah yang tinggi dan akan tetap tinggi. Sebab, iman itulah pandumu menempuh zaman depan yang masih akan mau dihadapi.
Ayat 140
“Jika kamu mendapat kepunahan, sesungguhnya kaum itu pun telah mendapat kepunahan seumpama itu pula."
Pada kamu ada yang luka, pada mereka pun ada yang luka. Pada kamu ada yang tewas, pada mereka pun ada yang tewas. Kamu memang seperti kalah, sebab ada yang tidak teguh memegang ketaatan, tetapi mereka ti-daklah menang. Maksud mereka membunuh Rasulullah tidak berhasil, maksud mereka menghancurkan Madinah telah gagal, mereka pulang dengan tangan hampa jua. Memang dalam Peperangan Uhud kamu tidak berhasil sebagai hasil gemilang yang kamu capai dalam Peperangan Badar, “Karena demikianlah hari-hari itu," yaitu hari kalah dan hari menang, “Kami pergilirkan antara manusia," sebagai pepatah “Yaumun lana wayaumun ‘alaina," pada suatu hari kita beroleh kemenangan dan pada hari yang lain kita pula yang dikalahkan.
Selain itu ada lagi yang lebih penting, “Dan lagi karena Allah hendak membuktikan (siapa) mereka yang beriman." Maka dalam Peperangan Uhud ini terbuktilah itu; masih ada rupanya yang belum matang imannya se-hingga ditinggalkannya pos penjagaannya yang penting karena loba akan harta rampasan, “Dan karena hendak mengambil dari antara kamu penyaksi-penyaksi," yaitu syuhada, baik orang-orang yang mati syahid antara kamu sebagai Hamzah dan lain-lain, maupun yang tinggal hidup yang akan menjadi syuhada hidup, menyampaikan kesannya kepada yang lain, akan jadi perbandingan pada hari kemudian,
“Dan Allah tidaklah suka kepada orang-orang yang..."
Artinya, meskipun di perjuangan Uhud ini kamu ditimpakan kekecewaan seperti ini, bukanlah berarti bahwa Allah suka kepada orang yang zalim, yaitu kaum musyrikin yang telah memerangi kamu itu. Allah tetap tidak suka kepada orang yang zalim. Dan boleh juga dipahamkan bahwa kepada pihak pengikut Rasulullah ﷺ yang ikut berperang, tetapi lalai dari kewajiban itu, Allah pun tidak suka. Dan Allah akan suka kembali kepada mereka jika dari ini ke atas mereka ubah hal itu dan mereka tobat lalu memperbaiki.
Ayat 141
“Dan oleh karena Allah hendak menyerang orang-orang yang beriman dan hendak menyapu habis orang-orang yang kafir."
Dengan ayat ini, bertambah dikecilkanlah kekecewaan, kelemahan, semangat dan duka cita yang menyerang hati mereka tadi. Program Allah masih tetap berjalan. Orangyang beriman akan tetap disaring oleh kejadian-kejadian yang akan datang. Dan orang-orang yang kafir akan tetap disapu habis. Arti disapu habis ialah bahwa paham kekafiran tidak akan berganti lagi, meskipun orang-orangnya masih hidup. Kekafiran tidaklah akan dapat mengalahkan kebenaran. Kenaikannya hanyalah hendak mencapai puncak dan sampai di puncak itu dia pun runtuh, lalu hancur lebur. Tandanya perjalanan ini masih berujung, belum selesai hingga Uhud ini saja. Saringan atas Mukminin masih terus akan berlaku, penghapus-habisan atas kekafiran akan berjalan terus, sampai kelihatan nyata, bahwa kalimah Allah-lah yang tinggi, dan kalimah kafirlah yang akan terinjak ke bawah.
Ayat ini pun memberi ajaran bagi kita tentang apa yang dinamai seleksi sejarah. Peperangan Uhud yang membawa kerugian besar itu adalah suatu saringan, pembeda antara yang kuat iman dan yang lemah. Dan menjadi pengalaman mahal yang dibayar dengan 70 jiwa syuhada, tetapi menjadi pengajaran yang amat tinggi nilainya. Mungkin orang munafik mundur lantaran percobaan ini. Akan tetapi, orang Mukmin yang tinggal di keliling Nabi ﷺ menjadi lebih pekat hatinya. Mereka tidak akan mau tertimpa keadaan yang serupa itu sampai dua kali. Dan orang-orang yang selama ini berjuang karena hanya mengharapkan harta rampasan (ghanimah), lantaran datang teguran ayat yang keras ini, dapatlah meninjau diri. Kalau mereka berjuang memang karena menuntut harta, mereka akan mundur dengan sendirinya. Akan tetapi, mana yang telah insaf akan kekalahan, mulai saat kekalahan itu akan segera bertobat dan memperbaiki pendirian.
Inilah maksud pangkal ayat bahwasanya Allah akan menyaring orang yang beriman. Maka, pada perjuangan-perjuangan selanjutnya, sesudah Uhud, berpuluh kali telah perang, bahkan sampai berperang dengan tentara ke-rajaan besar, yaitu tentara Romawi dan tentara Persia, tentara Islam telah menjadi tentara yang kuat dan ditakuti. Karena intinya, mereka kaum beriman yang telah disaring oleh pengalaman.
Ujung ayat selanjutnya mengatakan bahwa Allah akan menyapu habis orang-orang yang kafir. Yaitu menyapu habis kekuatan mereka, sehingga akhirnya mereka pasti tunduk. Apa sebab jadi demikian?
Kemenangan mereka dalam Peperangan Uhud itu menyebabkan mereka pada mulanya menjadi sombong. Lantaran sombong mereka jadi lalai. Keberanian mereka kian lama kian habis, sebab tidak terang kebenaran apa yang mereka pertahankan. Lantaran itu, maka kemenangan mereka di Uhud yang bagi hati kecil mereka tidak memuaskan, karena tidak seimbang dengan kekalahan yang mereka derita di Badar dahulu, telah menyebabkan bahwa bagi mereka kemenangan Uhud adalah permulaan langkah menurun. Sejak itu, baik pengepungan mereka atas Madinah dalam Peperangan al-Ahzaab, maupun ketika membuat perjanjian Hudaibiyah, atau ketika mereka memungkiri janji itu, sampai negeri Mekah ditaklukkan oleh kaum Muslimin, mereka telah terus kalah saja. Kalah dalam siasat perang, kalah dalam perundingan, kalah karena tidak memenuhi janji sehingga pukulan terakhir dengan menaklukkan Mekah tidak dapat mereka tangkis lagi. Apatah lagi sebelum itu. Pemuda-pemuda yang mereka harapkan selama ini, seperti Khalid bin Walid, Amr bin Ash, Utsman bin Mazh'un dan lain-lain, satu demi satu telah menyeberangi batas demarkasi, lalu datang menggabungkan diri kepada Rasulullah, di kota pengharapan yang baru, kota al-Madinah al-Munawwarah.
Di dalam kejadian ini, kita melihat betapa pentingnya satu-satunya kejadian sejarah yang kadang-kadang menjadi titik tolak perubahan baru. Itu sebabnya ayat di atas tadi, melarang orang Islam merasa hina dan duka cita ditimpa bala bencana. Selama mereka masih beriman, mereka tetap paling atas. Mereka tetap mempunyai kekuatan tertinggi sebab iman itu menimbulkan ilham dari Allah untuk bergerak terus.