Ayat
Terjemahan Per Kata
هَٰٓأَنتُمۡ
kamu ini
أُوْلَآءِ
beginilah
تُحِبُّونَهُمۡ
kamu menyukai mereka
وَلَا
dan tidak
يُحِبُّونَكُمۡ
mereka menyukai kamu
وَتُؤۡمِنُونَ
dan kamu beriman
بِٱلۡكِتَٰبِ
dengan/kepada Kitab
كُلِّهِۦ
semuanya
وَإِذَا
dan apabila
لَقُوكُمۡ
mereka menjumpai kamu
قَالُوٓاْ
mereka berkata
ءَامَنَّا
kami beriman
وَإِذَا
dan apabila
خَلَوۡاْ
mereka menyendiri
عَضُّواْ
mereka menggigit
عَلَيۡكُمُ
atas kalian
ٱلۡأَنَامِلَ
jari-jari
مِنَ
dari
ٱلۡغَيۡظِۚ
kemarahan/kebencian
قُلۡ
katakanlah
مُوتُواْ
matilah kamu
بِغَيۡظِكُمۡۗ
dengan kemarahanmu
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
عَلِيمُۢ
Maha Mengetahui
بِذَاتِ
dengan yang ada di dalam
ٱلصُّدُورِ
dada/hati
هَٰٓأَنتُمۡ
kamu ini
أُوْلَآءِ
beginilah
تُحِبُّونَهُمۡ
kamu menyukai mereka
وَلَا
dan tidak
يُحِبُّونَكُمۡ
mereka menyukai kamu
وَتُؤۡمِنُونَ
dan kamu beriman
بِٱلۡكِتَٰبِ
dengan/kepada Kitab
كُلِّهِۦ
semuanya
وَإِذَا
dan apabila
لَقُوكُمۡ
mereka menjumpai kamu
قَالُوٓاْ
mereka berkata
ءَامَنَّا
kami beriman
وَإِذَا
dan apabila
خَلَوۡاْ
mereka menyendiri
عَضُّواْ
mereka menggigit
عَلَيۡكُمُ
atas kalian
ٱلۡأَنَامِلَ
jari-jari
مِنَ
dari
ٱلۡغَيۡظِۚ
kemarahan/kebencian
قُلۡ
katakanlah
مُوتُواْ
matilah kamu
بِغَيۡظِكُمۡۗ
dengan kemarahanmu
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
عَلِيمُۢ
Maha Mengetahui
بِذَاتِ
dengan yang ada di dalam
ٱلصُّدُورِ
dada/hati
Terjemahan
Begitulah kamu. Kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukaimu, dan kamu beriman pada semua kitab. Apabila mereka berjumpa denganmu, mereka berkata, “Kami beriman.” Apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari karena murka kepadamu. Katakanlah, “Matilah kamu karena kemurkaanmu itu!” Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi hati.
Tafsir
(Begitulah) sebagai peringatan (kamu) hai (orang-orang) yang beriman (kalian mencintai mereka) karena akrabnya persaudaraannya dengan kamu (tetapi mereka tidak mencintai kamu) karena perbedaan agamamu dengan agama mereka (dan kamu beriman kepada kitab-kitab kesemuanya) artinya kepada semua kitab, tetapi mereka tidak beriman kepada Kitabmu. (Jika mereka menjumpai kamu, mereka berkata, "Kami beriman," dan apabila mereka telah berada dalam kalangan mereka sendiri, mereka menggigit ujung-ujung jari mereka disebabkan teramat marah kepadamu) melihat kerukunan kamu. Kemarahan diibaratkan dengan menggigit ujung-ujung jari, walaupun tidak sebenarnya terjadi. (Katakanlah, "Matilah kamu dengan kemarahanmu itu!") artinya tetaplah dalam keadaan demikian sampai kamu mati, karena tidak akan pernah kamu melihat hal-hal yang akan menyenangkan hatimu! (Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang terdapat di dalam dada) maksudnya segala isi hati termasuk apa yang mereka sembunyikan.
Tafsir Surat Ali-'Imran: 118-120
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian ambil orang-orang yang di luar kalangan kalian menjadi teman kepercayaan kalian (karena) mereka tidak henti-hentinya mendatangkan kemudaratan (kerugian) bagi kalian. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kalian. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan dalam hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepada kalian ayat-ayat (Kami), jika kalian memahaminya.
Beginilah kalian. Kalian menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kalian, dan kalian beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kalian, mereka berkata, "Kami beriman," dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kalian. Katakanlah (kepada mereka), "Matilah kalian karena kemarahan kalian itu." Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati.
Jika kalian memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati; tetapi jika kalian mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kalian bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudaratan (kerugian) kepada kalian. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.
Ayat 118
Allah ﷻ berfirman seraya melarang hamba-hamba-Nya yang mukmin mengambil orang-orang munafik sebagai teman kepercayaan dengan menceritakan kepada mereka semua rahasia kaum mukmin dan semua rencana yang dipersiapkan kaum mukmin terhadap musuh-musuhnya. Orang-orang munafik akan berusaha dengan sekuat tenaga dan kemampuan mereka tanpa henti-hentinya untuk menimbulkan mudarat (kerugian) terhadap kaum mukmin. Dengan kata lain, mereka (orang-orang munafik) itu terus berupaya menentang kaum mukmin dan menimpakan mudarat terhadap mereka dengan segala cara yang mereka dapat dan dengan memakai tipu daya serta kepalsuan yang mampu mereka kerjakan. Mereka suka dengan semua hal yang mencelakakan kaum mukmin, gemar pula melukai kaum mukmin serta menyukai hal-hal yang memberatkan kaum mukmin.
Firman Allah ﷻ: “Janganlah kalian ambil orang-orang yang di luar kalangan kalian menjadi teman kepercayaan kalian.” (Ali Imran: 118)
Yakni selain dari kalangan kalian yang tidak seagama. Bitanah artinya teman dekat yang mengetahui semua rahasia pribadi.
Imam Al-Bukhari dan Imam An-Nasai serta selain keduanya meriwayatkan melalui hadits sejumlah perawi, antara lain ialah Yunus ibnu Yahya ibnu Sa'id, Miisa ibnu Uqbah, dan Ibnu Abu Atiq, dari Az-Zuhri, dari Abu Salamah, dari Abu Sa'id (Al-Khudri), bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Tidak sekali-kali Allah mengutus seorang nabi dan tidak pula mengangkat seorang khalifah, melainkan didampingi oleh dua teman terdekatnya. Seorang teman menganjurkannya untuk berbuat kebaikan dan memberinya semangat untuk melakukan kebaikan itu. Dan teman lainnya selalu memerintahkan kejahatan kepadanya dan menganjurkan kepadanya untuk melakukan kejahatan, sedangkan orang yang terpelihara ialah orang yang dipelihara oleh Allah.” Al-Auza'i dan Mu'awiyah ibnu Salam meriwayatkannya melalui Az-Zuhri, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah secara marfu' dengan lafal yang serupa.
Dengan demikian, barangkali hadits yang ada pada Az-Zuhri berasal dari Abu Salamah, dari keduanya (Abu Sa'id dan Abu Hurairah). Imam An-Nasai mengetengahkannya pula dari Az-Zuhri. Imam Al-Bukhari men-ta'liq-nya (mengomentarinya) di dalam kitab sahihnya. Untuk itu ia mengatakan bahwa Ubaidillah ibnu Ja'far meriwayatkan dari Safwan ibnu Salim, dari Abu Salamah, dari Abu Ayyub Al-Ansari secara marfu', lalu ia menyebutkan hadits ini. Dengan demikian, berarti barangkali hadits yang ada pada Abu Salamah bersumber dari tiga orang sahabat.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Ayyub (yaitu Muhammad ibnul Wazin), telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Yunus, dari Abu Hibban At-Taimi, dari Abuz Zamba", dari Ibnu Abud Dihqanah yang menceritakan bahwa pernah dilaporkan kepada Khalifah Umar ibnul Khattab , "Sesungguhnya di sini terdapat seorang pelayan dari kalangan penduduk Al-Hairah yang ahli dalam masalah pembukuan dan surat-menyurat, bagaimanakah jika engkau mengambilnya sebagai juru tulismu?" Maka Khalifah Umar menjawab: “Jika demikian, berarti aku mengambil teman kepercayaan selain dari kalangan orang-orang mukmin.”
Di dalam atsar serta ayat ini terkandung dalil yang menunjukkan bahwa ahluz zimmah (kafir zimmi) tidak boleh dipekerjakan untuk mengurus masalah kesekretarisan yang di dalamnya terkandung rahasia kaum muslim dan semua urusan penting mereka. Karena dikhawatirkan dia akan menyampaikannya kepada musuh kaum muslim dari kalangan kafir harbi. Karena itu, Allah ﷻ berfirman:
“Mereka tidak henti-hentinya (mendatangkan) kemudaratan bagi kalian. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kalian.” (Ali Imran: 118)
Al-Hafidzh Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Israil, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Al-Awwam, dari Al-Azhar ibnu Rasyid yang menceritakan bahwa mereka datang kepada Anas, ternyata Anas menceritakan sebuah hadits yang maknanya tidak dimengerti oleh mereka. Lalu mereka datang kepada Al-Hasan (Al-Basri). Maka Al-Hasan menafsirkan makna hadits ini kepada mereka, yang kisahnya seperti berikut. Pada suatu hari Anas menceritakan sebuah hadits dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: “Janganlah kalian meminta penerangan dari api kaum musyrik dan janganlah kalian mengukir lafal Arab dalam khatimah (cap) kalian.” Mereka tidak mengerti apa yang dimaksud oleh hadits tersebut. Lalu mereka datang kepada Al-Hasan dan bertanya kepadanya bahwa Anas pernah menceritakan sebuah hadits kepada mereka, yaitu sabda Rasulullah ﷺ: “Janganlah kalian mengambil penerangan dari api kaum musyrik dan jangan pula kalian mengukir pada cap kalian lafal Arab.”
Maka Al-Hasan mengatakan, yang dimaksud dengan sabda Nabi ﷺ yang mengatakan, "Janganlah kalian mengukir lafal Arab pada cap kalian," ialah lafal Muhammad ﷺ. Dan yang dimaksud dengan sabda Nabi ﷺ yang mengatakan, "Janganlah kalian mengambil penerangan dari api orang-orang musyrik," adalah janganlah kalian meminta saran dari orang-orang musyrik dalam urusan-urusan kalian. Kemudian Al-Hasan mengatakan bahwa hal yang membenarkan pengertian ini berada di dalam Kitabullah, yaitu melalui firman-Nya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian ambil menjadi teman kepercayaan kalian orang-orang yang di luar kalangan kalian.” (Ali Imran: 118)
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Al-Hafidzh Abu Ya'la rahimahullah. Hal ini telah diriwayatkan pula oleh Imam An-Nasai, dari Mujahid ibnu Musa, dari Hasyim. Imam Ahmad meriwayatkannya dari Hasyim dengan sanad yang serupa, tetapi tanpa disebutkan tafsir Al-Hasan Al-Basri. Tafsir Al-Hasan Al-Basri ini masih perlu dipertimbangkan, mengingat makna hadits sudah jelas: “Janganlah kalian mengukir lafal Arab pada cap kalian.” Dengan kata lain, janganlah kalian mengukir tulisan Arab pada cap kalian, agar tidak serupa dengan ukiran yang ada pada cap milik Nabi ﷺ, karena sesungguhnya pada cap Nabi ﷺ diukirkan kalimat "Muhammadur Rasulullah. Untuk itu disebutkan di dalam sebuah hadits shahih bahwa Nabi ﷺ melarang seseorang membuat ukiran seperti ukiran milik beliau ﷺ. Makna mengambil penerangan dari api kaum musyrik ialah 'janganlah kalian (kaum muslim) bertempat tinggal dekat dengan mereka, yang membuat kalian berada bersama di negeri mereka; melainkan menjauhlah kalian dan berhijrahlah dari negeri mereka'.
Karena itu, Imam Abu Dawud pernah meriwayatkan sebuah hadits yang mengatakan, "Janganlah api keduanya saling kelihatan." Di dalam hadits yang lain disebutkan: “Barang siapa yang bergabung dengan orang musyrik atau bertempat tinggal bersamanya, maka dia serupa dengannya.” Dengan demikian, berarti menginterpretasikan makna hadits seperti apa yang dikatakan oleh Al-Hasan rahimahullah serta mengambil dalil ayat ini untuk memperkuatnya masih perlu dipertimbangkan kebenarannya.
Kemudian Allah ﷻ berfirman: “Telah nyata kebencian dari mulut mereka dan apa yang disembunyikan dalam hati mereka adalah lebih besar lagi.” (Ali Imran: 118)
Yakni sesungguhnya terbaca pada raut wajah dan lisan mereka ungkapan permusuhan mereka terhadap kaum mukmin, selain dari apa yang tersimpan di dalam hati mereka, yaitu kebencian yang sangat kepada agama Islam dan para pemeluknya. Hal itu mudah dibaca oleh orang yang jeli lagi cerdik. Karena itu, dalam firman selanjutnya disebutkan: “Sungguh telah Kami terangkan kepada kalian ayat-ayat (Kami) jika kalian memahaminya.” (Ali Imran: 118)
Ayat 119
Adapun firman Allah ﷻ: “Beginilah kalian, kalian menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kalian.” (Ali Imran: 119) Yakni kalian, wahai orang-orang mukmin, menyukai orang-orang munafik karena iman yang mereka tampakkan kepada kalian. Oleh sebab itu, kalian menyukai mereka, padahal baik batin maupun lahirnya mereka sama sekali tidak menyukai kalian.
“Dan kalian beriman kepada kitab-kitab semuanya.” (Ali Imran: 119) Maksudnya, pada kalian tiada rasa bimbang dan ragu terhadap suatu kitab pun; sedangkan diri mereka (orang-orang munafik) diliputi oleh keraguan, kebimbangan, dan kebingungan terhadapnya.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Said ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: “Dan kalian beriman kepada kitab-kitab semuanya.” (Ali Imran: 119) Yakni iman kepada kitab kalian dan kitab-kitab mereka, serta kitab-kitab lainnya sebelum mereka, sedangkan mereka kafir kepada kitab kalian. Karena itu, sebenarnya kalian lebih berhak membenci mereka daripada mereka membenci kalian. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
“Apabila mereka menjumpai kalian, mereka berkata, ‘Kami beriman,’ dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kalian.” (Ali Imran: 119)
Al-anamil adalah ujung-ujung jari. Demikianlah menurut Qatadah. Seorang penyair mengatakan: “Dan apa yang dikandung oleh kedua telapak tanganku, yaitu ujung-ujung jariku yang sepuluh buah.” Ibnu Mas'ud, As-Suddi, dan Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa al-anamil artinya jari-jari tangan.
Demikianlah sikap orang-orang munafik. Mereka menampakkan kepada orang-orang mukmin iman dan kesukaan mereka kepada orang-orang mukmin, padahal di dalam batin mereka memendam perasaan yang bertentangan dengan semuanya itu dari segala seginya. Sebagaimana yang disebutkan oleh Allah di dalam firman-Nya:
“Dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kalian.” (Ali Imran: 119)
Sikap demikian menunjukkan kebencian dan kemarahan mereka yang dahsyat, sehingga di dalam firman berikutnya disebutkan:
“Katakanlah (kepada mereka), "’Matilah kalian karena kemarahan kalian itu.’ Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati.” (Ali Imran: 119)
Yakni betapapun kalian dengki terhadap kaum mukmin karena iman kaum mukmin yang hal tersebut membuat kalian memendam rasa amarah terhadap mereka. Ketahuilah bahwa Allah pasti menyempurnakan nikmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin, dan Dia pasti menyempurnakan agama-Nya, meninggikan kalimat-Nya, dan memenangkan agama-Nya.
“Maka matilah kalian dengan amarah kalian itu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati.” (Ali Imran: 119)
Artinya, Dia Maha Mengetahui semua yang tersimpan dan disembunyikan di dalam hati kalian berupa kemarahan, kedengkian, dan rasa jengkel terhadap kaum mukmin. Dia pasti akan membalas kalian di dunia ini, yaitu dengan memperlihatkan kepada kalian apa yang bertentangan dengan hal-hal yang kalian harapkan. Sedangkan di akhirat nanti Allah akan membalas kalian dengan azab yang keras di dalam neraka yang menjadi tempat tinggal abadi kalian; kalian tidak dapat keluar darinya, dan tidak dapat pula menyelamatkan diri darinya.
Ayat 120
Selanjutnya Allah ﷻ berfirman: “Jika kalian memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati; tetapi jika kalian mendapat bencana, mereka bergembira karenanya.” (Ali Imran: 120) Keadaan ini menunjukkan kerasnya permusuhan mereka terhadap kaum mukmin. Yaitu apabila kaum mukmin mendapat kemakmuran, kemenangan, dukungan, dan bertambah banyak jumlahnya serta para penolongnya berjaya, maka hal tersebut membuat orang-orang munafik bermuram durja.
Adapun jika kaum muslim tertimpa paceklik atau dikalahkan oleh musuh-musuhnya, hal ini merupakan hikmah dari Allah. Seperti yang terjadi dalam Perang Uhud, orang-orang munafik merasa gembira dengan banyaknya korban di pihak muslim.
Selanjutnya Allah ﷻ berfirman, ditujukan kepada orang-orang mukmin: “Jika kalian bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka tidak dapat mendatangkan kemudaratan (kerugian) kepada kalian sedikit pun.” (Ali Imran: 120), hingga akhir ayat. Allah ﷻ memberikan petunjuk kepada kaum mukmin jalan keselamatan dari kejahatan orang-orang yang jahat dan tipu muslihat orang-orang yang zalim, yaitu dengan cara bersabar dan bertakwa serta bertawakal kepada Allah Yang Maha Meliputi musuh-musuh mereka.
Tidak ada daya dan tidak ada upaya bagi kaum mukmin kecuali dengan pertolongan Allah. Karena Allah-Iah semua apa yang dikehendaki-Nya terjadi, sedangkan semua yang tidak dikehendaki-Nya niscaya tidak akan terjadi. Tiada sesuatu pun yang lahir dalam alam wujud ini kecuali berdasarkan takdir dan kehendak Allah ﷻ. Barang siapa bertawakal kepada-Nya, niscaya Dia memberinya kecukupan. Kemudian Allah ﷻ menyebutkan kisah Perang Uhud dan segala sesuatu yang terjadi di dalamnya sebagai ujian buat hamba-hamba-Nya yang mukmin, sekaligus untuk membedakan antara orang mukmin dengan orang munafik, dan penjelasan mengenai penderitaan yang dialami oleh orang-orang yang bersabar.
Beginilah kamu, wahai umat Islam! Kamu salah telah menyukai mereka lantaran sikap manis mereka yang pura-pura, padahal mereka tidak menyukaimu karena agama dan pandangan hidupmu tidak sama dengan mereka, dan kamu beriman kepada semua kitab termasuk kitab yang diturunkan kepada Nabi mereka, padahal mereka beriman hanya kepada sebagian isi kitab yang diturunkan kepada Nabi mereka dan mengingkari kerasulan Nabi Muhammad dan kebenaran Al-Qur'an. Apabila sebagian dari mereka berjumpa kamu, mereka berkata, Kami beriman, padahal ucapan itu hanya untuk menipu kamu. Hal tersebut terbukti apabila mereka menyendiri berada di belakangmu dan jauh dari kamu, mereka menggigit ujung jari karena marah yang mencapai puncaknya dan disertai rasa benci kepadamu karena kamu beriman kepada Allah dan kerasulan Nabi Muhammad. Mereka berharap agar nikmat iman itu lenyap dari kamu. Katakanlah kepada mereka, Matilah kamu karena kemarahanmu itu, yaitu marahlah dan bencilah kami sampai kamu mati! Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala isi hati, mengetahui kebencianmu, kemarahanmu, kedengkianmu dan kebohonganmu kepada kami. Jika mereka yang berhati dengki itu melihat kamu memperoleh kebaikan, kemenangan perang, rezeki yang melimpah, kesehatan dan kemuliaan, niscaya mereka bersedih hati bahkan hal tersebut membuat mereka marah, tetapi jika kamu tertimpa bencana, seperti sakit, kemiskinan atau kalah perang, maka mereka bergembira karenanya. Allah memberi umat Islam tuntunan agar tetap bersabar dan bertakwa kepada Allah ketika menghadapi orang yang bersifat demikian. Karena jika kamu bersabar tidak terbawa hawa nafsu untuk membalasnya dengan perbuatan jahat, dan bertakwa kepada Allah dengan tetap istikamah dalam bersabar, maka tipu daya mereka tidak akan menyusahkan dan mendatangkan bahaya bagi kamu sedikit pun. Sungguh, Allah Maha Meliputi segala apa yang mereka kerjakan dan Maha Mengetahui tipu daya yang mereka rahasiakan.
Ayat ini menambah penjelasan mengenai sebab-sebab mengapa orang-orang kafir itu tidak boleh dijadikan teman akrab yaitu:
1. Mereka tidak menyukai kesuksesan kaum Muslimin dan menginginkan agar Muslimin selalu dalam kesulitan dan kesusahan, padahal mereka telah dianggap sebagai saudara dan kepada mereka telah diberikan hak yang sama dengan hak kaum Muslimin sendiri.
2. Kaum Muslimin mempercayai semua Kitab yang diturunkan kepada nabi-nabi sehingga tidak ada alasan bagi mereka untuk membenci Ahli Kitab karena banyak di antara Muslimin yang sayang kepada mereka, bergaul secara baik dengan mereka. Tetapi mereka tidak juga menyenangi Muslimin bahkan tetap mempunyai keinginan untuk mencelakakan.
3. Banyak di antara mereka yang munafik, apabila berhadapan dengan Muslimin mereka mengucapkan kata-kata manis seakan-akan benar-benar teman sejati, percaya kepada kebenaran agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, tetapi bila mereka kembali kepada golongannya, mereka bersikap lain dan mengatakan dengan terang-terangan kebencian dan kemarahan mereka terhadap kaum Muslimin.
Mereka sampai menggigit jari karena iri melihat kaum Muslimin tetap bersatu, seia sekata, dan selalu berhasil dalam menghadapi musuh Islam.
Oleh sebab itu Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad ﷺ agar dengan tegas mengatakan kepada mereka:
"Matilah kamu karena kemarahanmu itu!" Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala isi hati. (Ali 'Imran/3:119).
Allah mengetahui segala niat yang tersimpan dalam hati kaum Muslimin yang mencintai orang-orang kafir itu sebagaimana Dia mengetahui pula keburukan hati orang-orang kafir. Maka Dia akan membalas kebaikan hati kaum Muslimin dengan balasan yang berlipat ganda dan akan membalas pula kejahatan orang kafir dengan balasan yang setimpal.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Setelah diterangkan kegagalan mereka menghambur-hambur harta untuk menghalangi kebenaran Ilahi, sekarang diperingatkan-lah kepada orang-orang yang beriman bagaimana sikap kalau bergaul dengan mereka.
Ayat 118
“Wahai orang-orang yang beriman! janganlah kamu jadikan sebagai kawan selain dari golongan kamu."
Kalimat ini ialah bithanah, kita artikan kawan rapat atau boleh juga disebut sahabat karib, karena kalimat bithanah itu datang dari rumpun kata bathin (batin) Sahabat karib, kawan rapat, kadang-kadang tempat kita menumpahkan perasaan hati yang tersembunyi, karena kita sudah sangat percaya. Maka, ayat ini melarang orang Mukmin berteman, berkawan, demikian rapat dengan orang yang bukan dari golongan mereka sendiri. Bahayanya sangat besar. Karena sangat percaya kepada teman, padahai dia bukan golongan awak, bisa terbuka rahasia kelemahan awak. Mungkin pihak lawan memasang kaki tangan untuk mengetahui di mana rahasia kelemahan awak, supaya mudah dia melakukan pukulan. Sebab, turun ayat sudah dapat kita maklumi, yaitu kepada kaum Muslimin dalam pergaulan mereka dengan orang-orang Yahudi dan munafik di Madinah itu. Sebab, tiap hari ada hubungan kemasyarakatan, berjual-beli, ber-utang-piutang. Malahan demikian pula dengan kaum Quraisy di Mekah, sebab semuanya ada hubungan kekeluargaan. Sedang umumnya orang-orang yang beriman itu lekas percaya kepada orang dan tidak lekas jahat sangka. Mereka sangka orang lain akan jujur seperti mereka pula, padahal, “Tidaklah mereka henti-hentinya menarik kecelakaan untuk kamu."
Siang dan malam mereka berusaha mengatur siasat untuk mencelakakan kamu, baik kaum Yahudi dengan kaum munafik di Madinah, maupun kaum musyrikin di Mekah. “Mereka suka nian apa-apa yang akan menyulitkan kamu." Untuk itu tentu mereka akan mengorek-ngorek rahasia kamu. Malahan dijelaskan lagi bahaya mereka yang telah terang, yaitu, “Sesungguhnya kebencian telah jelas (keluar) dari mulut mereka." Yaitu perkataan-perkataan menghina, menyindir, mengejek, “namun apa yang disembunyikan oleh dada mereka adalah lebih besar."
Lantaran bukti-bukti yang demikian, awaslah kamu jika berteman dengan mereka. Berhubungan boleh, tetapi mesti hati-hati. Jika berhubungan karena berniaga misalnya, ber-niagalah dengan baik-baik, tetapi isi hati sekali -kali jangan ditumpahkan kepada mereka. Sebagai pepatah bangsa kita, burung balam bisa lupa kepada jerat, tetapi jerat tidak pernah lupa kepada balam.
“Telah Kami nyatakan kepada kamu tanda-tanda itu, jika kamu mau berpikir."
Dengan ujung ayat ini, Allah memperingatkan bahwa Allah telah memberikan tanda-tanda dengan beberapa wahyu yang sudah-sudah tentang sifat-sifat dan kelakuan orang yang beriman. Demikian juga sifat-sifat dan kelakuan orang yang munafik. Kamu disuruh mempergunakan akal dan pikiranmu dalam menilai teman. Dengan perintah memerhatikan tanda-tanda itu, seorang Mukmin yang mempergunakan akalnya, dapat menilik siapa yang kawan dan siapa yang lawan. Jadi bukan berarti, jika kita telah mengira bahwa orang ini bukanlah kawan, melainkan lawan, lalu kita putuskan hubungan sama sekali atau kita bermuka keruh kepadanya.
Pada ayat yang selanjutnya dipuji kejujuran orang yang beriman di dalam menghadapi lawan-lawan itu, tetapi kejujuran itulah kadang-kadang yang dipergunakan lawan untuk melakukan jarumnya.
Ayat 119
“Inilah kamu! Kamu kasih kepada mereka, padahal mereka tidak kasih kepada kamu."
Kamu belas kasihan kepada mereka, ingin dan sangat mengharapkan mereka mendapat petunjuk iman pula, supaya merasakan nikmat hidup beragama, padahal mereka tidaklah menyambut kasih itu. “Dan kamu beriman kepada (isi) kitab semuanya." Bagi kamu Taurat dan Injil ataupun Zabur, sama semuanya, sama kamu imani bersama Al-Qur'an. Akan tetapi, mereka tidak.
Niscaya berlakulah ayat ini bagi kita kaum Muslimin sepanjang zaman. Kerap kali kaum Muslimin ditipu dan dirugikan karena salah pilih di dalam mencari teman. Kalau sudah banyak terdengar dari mulut mereka kata-kata yang merugikan Islam, sindir-menyindir, fobia-fobia, mengapa lagi orang semacam itu akan diambil jadi teman? Kerap kali pula terjadi karena pertentangan paham agama islam, yang satu pihak mau berteman dengan pihak yang terang memusuhi Islam, karena melepaskan dendamnya kepada sesama Islam.
Tercatatlah di dalam sejarah, bahwa Wazir Besar Kerajaan Bani Abbas pada zaman khalifah al-Muktasim membukakan rahasia-rahasia kelemahan kerajaannya sendiri kepada bangsa Tartar karena bencinya kepada khalifahnya sendiri, sebab khalifah bermadz-hab Sunni, sedang wazir itu sendiri bermadz-hab Syi'ah.
Pada zaman kita terakhir di Indonesia tercatat pula dalam sejarah, ada golongan Islam sendiri sudi bekerja sama dengan kaum komunis karena bencinya kepada sesamanya Islam, di dalam berebut kedudukan dalam pemerintahan, sehingga akhirnya mereka sendiri turut handam karam bersama komunis itu, seketika kaum komunis dihancurkan rakyat.
KAUM MUSLIMIN TERLALU JUJUR
“Inilah kamu! Kamu kasih kepada mereka, padahal mereka tidak kasih kepada kamu."
Pada zaman permulaan hijrah ke Madinah, Rasulullah ﷺ telah membuat perjanjian akan hidup berdamai dengan orang Yahudi yang telah terlebih dahulu berdiam di sana, telah sama-sama menaruhkan tanda tangan. Kaum Muslimin hidup bergaul baik dengan mereka, berjual-beli di pasar, malahan pernah karena kekurangan, Rasulullah meminjam kepada mereka dan segera dibayar sebelum sampai janji karena yang memberi utang itu mendesak-desak. Tersebut di dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh Anas bahwasanya pernah Rasulullah ﷺ menyembelih seekor kambingyang setelah dikupasi kulitnya, beliau suruh antarkan beberapa bagian dagingnya ke rumah seorang Yahudi tetangga beliau. Dan beberapa saat kemudian, beliau tanyakan lagi, sudahkah daging itu diantarkan. Sahabat-sahabat Rasulullah berbuat demikian pula. Mereka menunjukkan toleransi yang baik kepada penganut-penganut agama Yahudi atau Nasrani itu. Apatah lagi di dalam agama tidak ada paksaan, meskipun ketika itu kekuasaan berada di tangan Rasulullah dan umat Islam.
Tetapi sikap yang baik itu mereka balasi dengan cara yang tidak baik. Mereka demikian menunjukkan sikap dengki, permusuhan, dan akhirnya membantu orang lain yang memerangi Nabi dengan sembunyi-sembunyi.
Ayat ini adalah pujian kepada kaum Muslimin itu, “Inilah kamu! Kamu mengasihi orang, padahal orang membenci kamu." Kemudian dipujikan lagi dalam lanjutan ayat, “Dan kamu beriman kepada (isi) kitab semuanya." Boleh juga diartikan “padahal kamu beriman kepada (isi) kitab semuanya," namun mereka masih benci juga kepada kamu.
Ini kejadian pada zaman Rasul dan terus kejadian sampai kepada zaman kita. Kita memanggilkan Yahudi Ahlul Kitab dan sah nikah kita dengan perempuannya dengan tidak usah masuk Islam terlebih dahulu, tetapi setelah mereka mendapat kekuatan dengan bantuan kerajaan-kerajaan Nasrani, mereka dirikan negara Israel di tengah-tengah tanah Arab. Sampai kepada zaman kita ini pun, dari permulaan datangnya penjajahan bangsa-bangsa Kristen kepada negeri-negeri Islam, mereka menunjukkan kebencian yang sangat berlebihan.
Kalau ada ulama-ulama dan raja-raja atau pahlawan-pahwaian Islam mengerahkan kaum Muslimin mengusir penjajahan mereka, mereka tuduhlah kita fanatik agama. Sekarang pun, setelah Indonesia merdeka, dengan me-ngeluarkan belanja yang bermiliar dollar, mereka mengerahkan tenaga mendirikan gereja-gereja di kota-kota yang banyak penduduk Islam. Kalau ada yang menentang, mereka tuduh anti-Pancasila.
Mereka keluarkan kitab-kitab yang mereka beri nama kitab ilmiah. Di dalam kitab itu mereka ajarkan racun-racun yang menimbulkan salah pengertian orang tentang Islam. Kadang-kadang menuduh bahwa Islam dimajukan dengan pedang dan dengan paksaan. Kadang-kadang menghinakan dengan halus tentang kepribadian Nabi Muhammad. Sampai ada seorang orientalis yang menganjurkan menyelidiki Nabi Muhammad itu seorang yang betul-betul sehat atau ditimpa suatu penyakit. Padahal kita kaum Muslimin tidak boleh mencela-cela nabi-nabi yang tersebut di dalam kitab-kitab mereka. Merekalah yang di dalam kitab yang mereka percayai menuduh bahwa Nabi Luth berzina dengan kedua anak perempuannya dan kita membantah keras penghinaan itu. Mereka sebarkan cacian setinggi langit, mengatakan bahwa istri Nabi Muhammad sembilan orang, padahal kita tidak boleh mencaci Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman yang beristri beratus-ratus orang. Dan kita tidak boleh menuduh Nabi Isa tidak sempurna kelaki-lakiannya, sebab dia ditakdirkan lahir tidak dengan berbapak, sebab itu tidak sanggup kawin. Tidak berhenti dari zaman ke zaman mereka menunjukkan benci kepada kaum Muslimin, tetapi kita terus menunjukkan kasih kepada mereka.
Di dalam surah al-Hajj ayat 40 dijelaskan politik pertahanan dalam Islam, bahwa pertahanan dan alat-alat peperangan negara yang terdiri atas dasar Islam ialah untuk memelihara rumah-rumah tempat beribadah dengan menyebutkan terlebih dahulu gereja, biara, dan sinagoge, baru kemudian disebut masjid. Sebaliknya, mereka balaslah kecintaan itu dengan usaha mendirikan gereja-gereja kadang-kadang di puncak hidung sebuah masjid yang telah berdiri lebih dahulu.
Menjadi serupalah nasib kita selalu dari zaman ke zaman, tetapi demikian kita pun merasa bangga, sebab Allah telah memujikan toleransi yang kita punyai itu.
“Inilah kamu!"
Tetapi hendaklah kaum Muslimin menjaga jangan sampai pujian mulia itu dicabut Allah. Yaitu amar ma'ruf nahi mungkar tidak ada lagi, pengertian tentang aqidah sendiri telah kosong, agama hanya tinggal pada nama, se-hingga tidak ada getaran sedikit juga di dalam jiwa melihat masjid telah kosong dan gereja telah mulai ramai. Malahan karena dahulu mendapat didikan bangsa penjajah, merasa bangga dan mencela-cela serta memburuk-burukkan orang seagamanya sendiri, karena mereka itu kukuh memegang agamanya.
Sekarang kita kembali kepada lanjutan ayat,
“Padahal apabila mereka bertemu dengan kamu, mereka berkata. Kami telah beriman." Ini pun lanjutan dan sebab jujurnya kaum Muslimin, maka orang-orang munafik—terutama yang berasal dari penganut agama Yahudi di Madinah ini—dengan mulut manis mengatakan bahwa mereka telah beriman. Mendengar orang beriman, hati pun senang. “Tetapi apabila mereka telah berpisah, mereka menggigit jari karena sangat geram dan benci."
Kemajuan agama kamu menyebabkan mereka benci karena kamu tidak sudi takluk kepada kehendak mereka, mereka pun berdendam. Mereka menggigit jari lantaran benci adalah satu ungkapan yang sangat tepat, laksana seorang perempuan yang murka kepada tetangganya, lalu melepaskan dendam dengan memukuli anak kandungnya yang tak bersalah.
“Katakanlah: Matilah kamu dalam gerammu!" karena kebencian kamu tidak akan menghambat langkah kami di dalam menuju tujuan kami. Kami tidak akan berhenti lantaran bencimu, hanya kamu sajalah yang akan mati, karena tidak dapat menahan benci, sebagaimana Abu Lahab mati lantaran sakit hati, karena kekalahan kaum Quraisy dalam Peperangan Badar.
“Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui akan apa yang ada di dalam setiap dada."
Sikap yang tidak jujur, berlainan antara yang diucapkan mulut dan yang tersimpan di hati, semuanya diketahui Allah. Dan hal itu tidak dapat disembunyikan. Seumpama seorang pegawai tinggi atau menteri yang tidak pernah mengerjakan shalat lima waktu, lalu pindah ke satu daerah yang penduduknya kuat beragama. Untuk “mengambil muka" pergilah dia shalat Jum'at, sehingga orang hormat kepadanya, menyangkanya seorang yang taat beragama. Akan tetapi, dia ke Jum'at hanya tahan sampai tiga kali Jum'at saja, setelah itu dia tidak ke Jum'at lagi, sebab Jum'at bukan datang dan hatinya.
Ayat 120
“Jika kamu beroleh kebaikan, mereka pun susah."
Tidur mereka sudah tidak tenang lagi, makan mereka tidak enak lagi. Mereka sendiri yang meracuni jiwa mereka dengan rasa benci dan dendam itu. Mereka susah melihat orang beruntung. Kalau dapat, mereka yang menghamburkan harta lagi untuk menghalangi datangnya kebaikan kepada kamu itu.
“Dan jika kamu ditimpa oleh kesusahan, mereka pun gembira" Tentu mereka akan tertawa-tawa dan merasa puas hati. Padahal di dalam perjuangan hidup, senang dan susah tidaklah bercerai. Kesusahan yang menimpa kamu sekali-kali bukan berarti kamu telah gagal. Maka, berpesanlah Allah bagaimana sikap menghadapi geram, benci, dan dendam mereka itu,
“Tetapi jika kamu semua bersabar dan bertakwa, tidaklah akan mencelakakan kamu sedikit jua pun tipu daya mereka. Sesungguhnya Allah mengepung apa pun yang mereka kerjakan."
Sungguh ayat ini telah memberikan kupasan tentang jiwa orang yang dengki melihat kemajuan orang lain. Orang-orang yang begini termasuk orang yang Fii quluubihim maradhun yang di dalam hati mereka ada penyakit. Hati busuk yang demikian, tidaklah dapat mereka tutupi; karena dia akan berkesan juga ke muka. Muka orang seperti itu keruh selalu, bahkan kadang-kadang bibir mereka berubah bentuknya, karena mulut mereka selalu mencemooh.
Kepada orang Mukmin yang berjuang menegakkan kebenaran Ilahi, dipesankan oleh Allah, supaya memegang teguh kesabaran dan takwa. Sabar yang berarti tabah, jangan terguncang, karena sepak terjang, tingkah laku, dan daya upaya busuk si dengki itu. Sebab, hal yang demikian akan mengurangi tenaga kita yang sedang berjuang. Supaya kesabaran itu bisa teguh pula, hendaklah selalu diberi dasar dengan takwa. Karena takwa adalah hubungan pribadi dengan Allah. Pribadi yang bertakwa itulah yang akan sanggup menahan hati, tabah, dan tetap sabar sehingga jalan terus menuju kepada yang dimaksud.
Adapun si kufur, dengki, dendam, dan busuk hati itu, semua rencana mereka akan gagal karena di segala penjuru mereka telah dikepung oleh Allah dengan akibat-akibat yang tertentu. Sebagaimana pepatah pula, “Kecurangan tidak pernah menang menghadapi kejujuran."
Di dalam merenungkan ayat-ayat ini, teringatlah kita kepada orang-orang munafik pada zaman modern. Dengan lidah yang fasih mereka menyebut nama, “Allah Subhanahu Wa Ta'aala"; “Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam," dan sebagainya, padahal hatinya sebagai direndang dengan kacang miang kalau kaum Muslimin akan mendapat kemajuan. Kaum Muslimin diserunya supaya bangun, tetapi dia sudi mati dalam kebencian. Ditipunya kaum Muslimin berpuluh, bahkan beratus kali. Kaum Muslimin yang malang tetapi jujur, kalau mendengar nama seseorang yang berjabatan tinggi selalu bertanya, “Apakah si fulan golongan awak juga?" Atau mereka bertanya, “Apakah bapak anu itu shalat?"
Demikianlah karena harapnya moga-moga hukum Allah berlaku dalam negerinya, senang benar hatinya kalau ada seorang wazir atau seorang kepala negara diangkat, mudah-mudahan orang itu golongan awak juga. Padahal kemudian mereka bersedih hati karena pengharapan mereka menjadi hampa. Orang yang mereka sangka hendak menegakkan Islam ternyata berusaha meruntuhkannya. Kadang-kadang dia tertipu mendengar namanya. Misalnya dia bernama Amir Syarifuddin, padahal dia seorang Kristen. Atau dia bernama Muhammad Lukman, padahal dia komunis. Atau orang yang memulai perkataan dengan “Assalamu'alaikum," padahal dia penganut Marxisme.