Ayat
Terjemahan Per Kata
يُؤۡمِنُونَ
mereka beriman
بِٱللَّهِ
kepada Allah
وَٱلۡيَوۡمِ
dan hari
ٱلۡأٓخِرِ
akhirat
وَيَأۡمُرُونَ
dan mereka menyuruh
بِٱلۡمَعۡرُوفِ
dengan/kepada kebaikan
وَيَنۡهَوۡنَ
dan mereka mencegah
عَنِ
dari
ٱلۡمُنكَرِ
kemungkaran
وَيُسَٰرِعُونَ
dan mereka bersegera
فِي
di dalam
ٱلۡخَيۡرَٰتِۖ
kebajikan
وَأُوْلَٰٓئِكَ
dan mereka itu
مِنَ
dari/termasuk
ٱلصَّـٰلِحِينَ
orang-orang yang saleh
يُؤۡمِنُونَ
mereka beriman
بِٱللَّهِ
kepada Allah
وَٱلۡيَوۡمِ
dan hari
ٱلۡأٓخِرِ
akhirat
وَيَأۡمُرُونَ
dan mereka menyuruh
بِٱلۡمَعۡرُوفِ
dengan/kepada kebaikan
وَيَنۡهَوۡنَ
dan mereka mencegah
عَنِ
dari
ٱلۡمُنكَرِ
kemungkaran
وَيُسَٰرِعُونَ
dan mereka bersegera
فِي
di dalam
ٱلۡخَيۡرَٰتِۖ
kebajikan
وَأُوْلَٰٓئِكَ
dan mereka itu
مِنَ
dari/termasuk
ٱلصَّـٰلِحِينَ
orang-orang yang saleh
Terjemahan
Mereka beriman kepada Allah dan hari Akhir, menyuruh (berbuat) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, dan bersegera (mengerjakan) berbagai kebajikan. Mereka itu termasuk orang-orang saleh.
Tafsir
(Mereka beriman kepada Allah dan hari yang akhir, menyuruh kepada yang makruf dan melarang dari yang mungkar dan berlomba-lomba mengerjakan kebaikan. Mereka itulah) yakni yang dilukiskan tadi (termasuk orang-orang yang saleh). Di antara mereka ada pula yang tidak seperti demikian dan tidak termasuk orang-orang yang saleh.
Tafsir Surat Ali-'Imran: 113-117
Mereka itu tidak semuanya sama; di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang berperilaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah di malam hari, dan mereka juga bersujud (shalat).
Mereka beriman kepada Allah dan hari akhir, mereka menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan bersegera kepada (mengerjakan) berbagai kebajikan; mereka termasuk orang-orang yang saleh.
Dan apa saja kebajikan yang mereka kerjakan, maka sekali-kali mereka tidak dihalangi dari (menerima pahala)nya; dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang bertakwa.
Sesungguhnya orang-orang yang kafir, baik harta mereka maupun anak-anak mereka sekali-kali tidak dapat menolak azab Allah sedikit pun. Dan mereka adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
Perumpamaan harta yang mereka infakkan di dalam kehidupan dunia ini adalah seperti angin yang mengandung hawa yang sangat dingin, yang menimpa tanaman (milik) suatu kaum yang menzalimi diri sendiri, lalu angin itu merusaknya. Allah tidak menzalimi mereka, tetapi merekalah yang menzalimi diri mereka sendiri.
Ayat 113
Ibnu Abu Nujaih mengatakan bahwa Al-Hasan ibnu Abu Yazid Al-Ajali meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud sehubungan dengan firman-Nya: “Mereka itu tidak semuanya sama; di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang berperilaku lurus.” (Ali Imran: 113) Menurut dugaannya, Ahli Kitab tidak sama dengan umat Muhammad ﷺ. Hal yang sama diriwayatkan pula oleh As-Suddi. Pendapat ini diperkuat oleh sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad ibnu Hambal di dalam kitab Musnad-nya.
Disebutkan bahwa: telah menceritakan kepada kami Abun Nadr dan Hasan ibnu Musa; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syaiban, dari ‘Ashim, dari Zur, dari Ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ mengakhirkan shalat Isya, kemudian beliau keluar menuju masjid, tiba-tiba beliau melihat orang-orang sedang menunggu shalat (berjamaah), lalu beliau bersabda: “Ingatlah, sesungguhnya tidak ada seorang pun dari pemeluk agama ini yang masih berzikir kepada Allah saat ini selain kalian.” Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa lalu turunlah ayat-ayat berikut, yaitu mulai dari firman-Nya: “Mereka itu tidak semuanya sama; di antara Ahli Kitab” (Ali Imran: 113) sampai dengan firman-Nya: “Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang bertakwa.” (Ali Imran: 115)
Tetapi pendapat yang terkenal di kalangan kebanyakan ulama tafsir menurut Muhammad ibnu Ishaq dan lain-lain yang diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas ayat ini diturunkan berkenaan dengan para rahib yang beriman dari kalangan Ahli Kitab, seperti Abdullah ibnu Salam, Asad ibnu Ubaid, Sa'labah ibnu Syu'bah dan lain-lain.
Dengan kata lain, tidaklah sama orang-orang yang disebutkan di atas dari kalangan Ahli Kitab yang dicela dengan orang-orang dari kalangan Ahli Kitab yang masuk Islam. Karena itulah maka dalam ayat ini disebutkan: “Mereka tidak semuanya sama.” (Ali Imran: 113) Artinya, semua Ahli Kitab itu tidaklah sama, bahkan sebagian dari mereka ada yang mukmin (masuk Islam) dan ada pula yang jahat. Karena itu disebutkan dalam firman berikutnya: “Di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang berperilaku lurus.”(Ali Imran: 113) Yakni menegakkan perintah Allah, taat kepada syariat-Nya, dan mengikuti Nabi-Nya. Maka mereka adalah orang-orang yang berperilaku lurus.
“Mereka membaca ayat-ayat Allah di malam hari, dan mereka juga bersujud (shalat).” (Ali Imran: 113)
Yaitu melakukan ibadah di malam hari, banyak bertahajud dan membaca Al-Qur'an dalam shalat mereka
Ayat 114
“Mereka beriman kepada Allah dan hari akhir, mereka menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan bersegera kepada (mengerjakan) berbagai kebajikan; mereka termasuk orang-orang yang saleh.” (Ali Imran: 114)
Mereka adalah orang-orang yang disebutkan di dalam akhir surat Ali Imran ini melalui firman-Nya: “Dan sesungguhnya di antara Ahli Kitab ada yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka, sedangkan mereka berendah hati kepada Allah.” (Ali Imran: 199), hingga akhir ayat.
Ayat 115
Karena itulah dalam ayat ini disebutkan: “Dan apa saja kebajikan yang mereka kerjakan, maka sekali-kali mereka tidak dihalangi (menerima pahala)nya.” (Ali Imran: 115) Artinya, pahala kebajikan yang mereka lakukan tidak akan hilang di sisi Allah, bahkan Allah akan memberi mereka pahala yang berlimpah.
“Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang bertakwa.” (Ali Imran: 115) Yakni tiada suatu amal pun yang samar (tidak kelihatan) bagi-Nya, dan tidak akan ada yang tersia-sia di sisi-Nya pahala orang yang berbuat baik.
Ayat 116
Selanjutnya Allah ﷻ menceritakan keadaan orang-orang yang ingkar dari kalangan kaum musyrik melalui firman-Nya: “Baik harta mereka maupun anak-anak mereka sekali-kali tidak dapat menolak azab Allah sedikit pun.” (Ali Imran: 116) Yakni semuanya itu tidak dapat menolak pembalasan Allah maupun azab-Nya dari diri mereka, jika Allah menghendaki hal tersebut terhadap mereka. “Dan mereka adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (Ali Imran: 116)
Ayat 117
Selanjutnya Allah ﷻ membuat suatu perumpamaan tentang apa yang diinfakkan oleh orang-orang kafir dalam kehidupan di dunia ini. Demikianlah menurut Mujahid, Al-Hasan, dan As-Suddi.
Allah ﷻ berfirman: “Perumpamaan harta yang mereka infakkan di dalam kehidupan dunia ini adalah seperti angin yang mengandung hawa yang sangat dingin.” (Ali Imran: 117)
Yang dimaksud dengan sirrun ialah hawa yang sangat dingin.
Demikianlah menurut pendapat Ibnu Abbas, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Al-Hasan, Qatadah, Adh-Dhahhak, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan lain-lain.
Sedangkan menurut ‘Atha’, sirrun ialah hawa sangat dingin yang disertai dengan es (salju).
Disebut pula dari Ibnu Abbas dan Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: “Yang mengandung hawa panas yang luar biasa.” (Ali Imran: 117) Yakni api. Makna ini merujuk kepada makna yang pertama, karena sesungguhnya cuaca yang sangat dingin terlebih lagi dibarengi dengan salju dapat mematikan tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan, sama halnya dengan api membakar sesuatu.
“Yang menimpa tanaman (milik) kaum yang menzalimi diri sendiri, lalu angin itu merusaknya. (Ali Imran: 117)
Yaitu membakarnya. Dengan kata lain, apabila hama menimpa kebun atau sawah yang telah tiba masa petik dan panen, lalu hama tersebut merusak dan menghancurkan semua buah-buahan atau tanaman yang ada padanya, sehingga hasilnya tidak ada, padahal pemiliknya sangat memerlukannya. Demikian pula halnya nasib orang-orang kafir; Allah menghapus pahala semua amal kebaikan mereka ketika di dunia hingga mereka tidak dapat memetik buahnya.
Keadaannya sama dengan lenyapnya buah-buahan dari lahan atau kebun tersebut karena dosa-dosa yang dilakukan oleh pemiliknya. Demikianlah nasib yang akan mereka alami, karena mereka membangun amal perbuatannya tanpa fondasi dan tiang penyangga. “Allah tidak menzalimi mereka, tetapi merekalah yang menzalimi diri mereka sendiri.” (Ali Imran: 117).
Mereka beriman kepada Allah dan hari akhir dengan iman yang benar, sehingga tampak pada perilaku mereka, menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan bersegera serta tidak menunda-nunda mengerjakan berbagai kebajikan. Mereka termasuk orang-orang saleh, yaitu orang yang baik dan mengajak orang lain untuk berbuat baik. Mereka itulah orang-orang yang beruntung dan mendapat rida AllahUntuk menyenangkan hati mereka, maka Allah memberitahu bahwa amal saleh dan kebajikan apa pun yang mereka kerjakan, baik yang tersembunyi maupun yang tampak, tidak ada yang mengingkarinya dan pasti akan diberi pahala dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui orangorang yang benar-benar beriman dan bertakwa yang berbuat baik hanya untuk mencari rida-Nya.
.
Mereka beriman kepada Allah dan kepada hari akhirat dengan iman yang sungguh-sungguh, iman yang tidak dicampur dengan kemunafikan. Beriman kepada Allah berarti beriman pula kepada yang wajib diimani dan dipercayai, mencakup rukun iman seperti beriman kepada malaikat, para rasul, kitab-kitab samawi, qada dan qadar dan sebagainya.
Beriman kepada hari akhirat, berarti menjauhi segala macam maksiat, karena yakin apabila mereka berbuat maksiat di dunia mereka di azab di hari kemudian dan mereka mengadakan kebajikan karena mengharapkan pahala dan keridaan Allah.
Setelah mereka menyempurnakan diri dengan sifat-sifat dan amal perbuatan yang baik seperti tersebut di atas, mereka juga berusaha untuk menyelamatkan orang lain dari kesesatan, membimbing mereka kepada jalan kebaikan dengan amar makruf, dan mencegah mereka dari perbuatan yang dilarang agama dengan jalan nahi mungkar.
Selanjutnya mereka secara bersama-sama dan berlomba-lomba mengadakan pelbagai kebajikan. Oleh karena mereka telah memiliki sifat-sifat mulia dan amal baik seperti tersebut, Allah memasukkan mereka kepada golongan orang yang saleh.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Allah Mahaadil, makhluk manusia semuanya adalah hamba-Nya. Di samping yang buruk ada pula yang baik. Kalau yang buruk, sebagaimana ayat di atas, telah dinyatakan buruk, tetapi Allah tidaklah melupakan menyebut yang baik.
Ayat 113
“Tidaklah mereka itu sama. Antara Ahtul Kitab itu ada yang lurus."
Yang jujur, yang juga menginginkan kebenaran dan kebaikan. “Mereka baca ayat-ayat Allah di tengah malam dan mereka pun merendahkan diri."
Dan kita pun dapat menghargai pegangan mereka. Meskipun kita berpendapat bahwa antara kitab-kitab yang mereka pegang dikatakan Taurat atau Zabur atau Injil itu telah campur aduk. Wahyu asli dengan tulisan ta-ngan manusia, tetapi ayat yang asli tentu ada juga. Kalau kita perhatikan apa yang ditulis di dalam Zabur atau Mazmur, bertemulah kita dengan berbagai doa dan munajat kepada Allah yang dapat mendatangkan khusyu bagi mereka dan dapat dibaca tengah malam ketika segala sesuatu sepi, sunyi-senyap, sehingga hati bertambah dekat kepada Allah. Umpamanya ayat-ayat ini.
Berbahagialah segala orang yang jalannya betul dan yang melakukan dirinya setuju dengan hukum Tuhan.
(1) Berbahagialah mereka itu sekalian yang memeliharakan kesaksiannya serta mencari akan Dia dengan segenap hatinya.
(2) Yang tiada berbuat jahat melainkan yang menuruti jalan Tuhan.
(3) Ya Tuhan! Engkau telah menyuruh memeliharakan baik-baik segala firman-Mu!
(4) Hai, kiranya biarlah segala jalanku dipa-tuhkan dengan pemeliharaan syari'atmu.
(5) Lalu aku tiada beroleh malu, apabila aku memerhatikan segala hukummu (Mazmur pasal 119) Atau Mazmur pasal 118, ayat 27 sampai 29:
Maka Tuhan itulah Allah, yang telah meng-urniakan terang kepada kita. Tambatkanlah kiranya segala persembahan hari raga itu dengan tali sampai kepada tanduk Mezbah. (26) Maka, Engkaulah Allahku, sebab itu aku hendak memuji Dikau. Ya Allahku! Aku hendak membesarkan Dikau. (27) Pujilah akan Tuhan, karena baiklah Ia, karena kemurahan-Nya kekal selama-lamanya.
Atau Mazmur pasal 146. (1) Haleluyah! Hai! jiwaku! Pujilah akan Tuhan. (2) Bahwa aku hendak memuji Tuhan seumur hidupku lamanya, serta menyanyikan Mazmur bagi Allahku selagi aku ini ada. (3) Jangan kiranya kamu harap pada raja-raja, pada anak Adam, yang tiada selamat padanya. (4) Bahwa putuslah nyawanya kelak dan ia pun kembali kepada tanah asalnya; maka pada hati itu hilanglah segala cahayanya. (5) Berbahagialah orang beroleh Allah Ya'qub akan penolongnya, yang menaruh ragarya pada Allahnya.
Dan lain-lain yang penuh dengan doa dan pujian. Maka, ada Ahlul Kitab—baik dia Yahudi maupun Nasrani—mengambil penawar jiwa dari doa-doa dan munajat Dawud dalam Mazmurnya. Mereka duduk tekun tengah malam dan merendahkan diri, bertunduk bersujud menurut upacara agama mereka.
Inilah satu pengakuan yang jujur bahwa di kalangan mereka ada juga orang-orang yang saleh.
Ayat 114
“Mereka pun percaya kepada Allah dan hati Kemudian."
Sebagai dasar yang pokok bagi iman. Mereka lepas dari tuduhan ingkar dan fasik, sebagai yang disebutkan tadi. Kalau kiranya mereka belum percaya kepada Nabi Muhammad ﷺ, hanyalah karena belum mereka dengar keterangan yang benar tentang diri beliau.
“Dan mereka pun menyuruh berbuat baik dan melarang perbuatan mungkar dan mereka pun berlomba-lomba di dalam kebaikan. Mereka itu adalah golongan orang-orang yang saleh."
Meskipun ada pertikaian ahli-ahli tafsir tentang tujuan ayat ini, ada antara mereka yang mengatakan bahwa yang dimaksud ini ialah orang-orang Yahudi dan Nasrani yang telah memeluk Islam pada zaman Nabi Muhammad ﷺ, kemudian menjadi orang Islam yang baik. Akan tetapi, ada lagi ahli tafsir mengatakan bahwa yang telah masuk Islam telah terkumpullah dalam ayat-ayat kamulah yang sebaik-baik umat tadi. Kata ahli tafsir golongan yang kedua itu yang dimaksud di sini benar-benar Yahudi dan Nasrani yang ikhlas dalam agamanya, tidak mencari selisih dan tidak fasik, tetapi inti agama mereka sendiri mereka pegang dengan baik. Menjadi Yahudi yang baik dan Nasrani yang baik.
Sebagaimana tersebut di dalam kitab tarikh al-Iqdul Farid bahwa ketika Marwan bin Muhammad, khalifah Bani Umayyah yang paling akhir berperang dengan tentara Bani Abbas, setelah terdesak lalu melarikan diri dan sampai ke Naubah (sekarang terletak di antara Mesir dengan Sudan) Raja negeri itu beragama Kristen dan usianya sudah agak tua. Ketika dia tahu bahwa yang datang me-lindungkan diri ke negerinya itu ialah seorang raja Islam, memakai gelar khalifah, Raja Bani Umayyah yang besar, tetapi hampir kalah itu, disambutnya dengan baik, dihormatinya dan diberinya nasihat yang jujur, sebab ketika khalifah Marwan bin Muhammad datang, baginda ajak bersama duduk di hamparan, padahal singgasana ada. Beliau beri nasihat bahwasanya kejatuhan kerajaan Bani Umayyah tidaklah dapat dihambat lagi, sebab raja-raja Bani Umayyah, terutama Marwan tidak berpegang teguh kepada agama ajaran Muhammad yang murni. Lalu dicelanya pakaian Marwan yang terjadi dari sutra yang mahal-mahal bertatah dan bertakad emas. Kata beliau, Islam mengajarkan, bahwa raja adalah khadam rakyatnya, padahal Marwan telah memperbudak rakyat Sedang dia sendiri, meskipun orang Nasrani menjalankan ajaran Muhammad tentang kesederhanaan raja sebagai pemimpin rakyat. Dan dimintanya supaya Marwan segera meninggalkan negeri-nya, supaya bala bencana yang dibawanya jangan menular pula ke negerinya.
Terlepas dari penilaian kita terhadap riwayat ini, dari segi shahih atau lemahnya, tidaklah mustahil ada orang yang jujur sebagai Raja Naubah itu dan tidak pula mustahil ada raja Islam, bergelar khalifah, Amirul Mukminin, jatuh dari kekuasaan karena telah mengabaikan nilai-nilai ajaran agama. Raja Naubah yang Kristen itu, teranglah tidak sama dengan Ahlul Kitab yang fasik yang digambarkan di atas tadi. Mereka percaya kepada Allah dan hari Kemudian, sebab inti segala agama yang dua itulah. Mereka pun menyuruh berbuat ma'ruf dan melarang perbuatan mungkar, mereka pun berlomba-lomba berbuat baik, karena agama yang mereka peluk pun menyuruh demikian. Dan lagi mereka saleh, pribadi sendiri baik dan bercerita baik.
Dengan ayat ini, Allah membuka mata kita untuk adil dan menghargai orang lain. Agar kita mengakui bahwa orang baik yang demikian pun ada dalam agama lain. Dan kita pun mengakui, niscaya orang itu akan jauh lebih baik lagi, jika dia memegang agama menyerahkan diri yang sebenar-benarnya kepada Allah. Kita mengakui bahwa jika sampai kepada dakwahyang benar dari Islam dan diterimanya, kedudukannya, akan lebih baik lagi dunia dan akhirat. Akan tetapi, sudah terang dia lebih baik daripada orang yang mengaku dirinya Islam, tetapi hanya pengakuan mulut atau keturunan saja, padahal hatinya tidak pernah benar-benar menyerah (Islam) kepada Allah.
Selanjutnya Allah menyatakan tentang Ahlul Kitab yang demikian,
Ayat 115
“Kebaikan apa pun yang mereka kerjakan, sekali-kali tidaklah akan dihilangkan pahalanya dari mereka"
Memang begitulah Allah, dengan sifat-Nya yang adil, rahman, dan rahim. Tidak ada kebaikan orang yang terbuang percuma yang terlepas dari catatan. Semuanya dihargai, semuanya diberi pahala. Dan cara membagi-bagi-kan itu pun sudah tentu dengan keadilan pula.
“Dan Allah Maha Mengetahui akan orang-orang yang bertakwa."
Inilah keadilan itu. Allah yang tahu hati manusia; apa yang menggerakkannya untuk beramal. Apakah karena takwa atau karena ria saja.
Kalau iman ada dalam hati kita, ayat ini dapat menghasut kita untuk banyak berbuat amal dan kebajikan. Sedangkan Ahlul Kitab yang belum percaya kepada risalah dan nubuat Muhammad, belum mengenal Al-Qur'an, hanya karena berdoa kepada Allah dengan isi kitab Mazmur misalnya, dan dia berlomba-lomba berbuat baik, menyuruh yang ma'ruf, melarang yang mungkar, tetap masih ada penghargaan dari Allah, kononlah umat Muhammad, tentu merekalah yang akan mencapai sebaik-baik umat yang dikeluarkan untuk manusia.
Barangkali agak berat kita menerima bunyi ayat ini; kalau begini apa kelebihan kita lagi? Kita merasa berat sebab agama bagi kita telah mulai menjadi mempertahankan golongan. Padahal kalau kita amalkan menurut Islam yang benar-benar, tidaklah kita akan memikirkan orang lain. Karena kita yakin akan kebenaran pendirian dan cara kita mengamalkan. Kita mengakui beriman kepada Allah dan kita buktikan dengan amal.
Sekarang Allah kembali lagi menerangkan kafir yang telah menumpahkan segala tenaga dan harta benda untuk menentang kebenaran ajaran yang dibawa Nabi Muhammad ﷺ.
Ayat 116
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu,"
yang tidak mau percaya dan menolak pula, “Tidaklah harta benda dan anak-anak mereka akan dapat menolak sebarang siksa pun dari Allah." Oleh sebab sebagian besar yang menjadi sebab orang tidak mau percaya kepada seruan Ilahi, ialah karena kemewahan dan kemegahan hidup, banyak harta dan ramai keturunan, padahal apabila siksa Allah datang, harta benda dan anak-anak itu tidaklah dapat menolong untuk melepaskan diri.
“Dan mereka itu adalah ahli neraka, mereka kekal di dalamnya."
Kata setengah ahli tafsir, di antaranya Ibnu Abbas, yang dituju dengan ayat ini adalah kaum Yahudi Bani Nadhir dan Bani Quraizhah, yang sebagaimana dilihat dalam banyak ayat—baik pada surah al-Baqarah maupun pada surah ini, surah Aali ‘Imraan—selalu mereka mengemukakan bantahan dan tolakan serta cemooh kepada Rasulullah ﷺ dan agama Islam.
Kata setengah ahli tafsir lagi yang dituju dengan ayat ini ialah kaum Quraisy yang telah berusaha dengan segala daya upaya dan mengumpul harta benda untuk memerangi Islam.
Kata setengah ahli tafsir lagi ialah kaum munafik di Madinah yang dengan kekayaan harta benda mereka yang banyak, membantu diam-diam segala gerakan menentang Rasulullah ﷺ. Maka, perbuatan mereka itu, baik sendiri-sendiri maupun semuanya, tidaklah akan lepas dari siksaan Allah, harta benda serta anak-anak itu tidak akan bisa dijadikan tameng untuk menangkis siksaan Allah. Telah ditetapkan bahwa mereka akan menjadi ahli neraka dan kekal di dalamnya. Lalu ditunjukkanlah teguran terhadap mereka,
Ayat 117
“Perumpamaan bagi apa yang mereka belanjakan di dunia ini."
Yaitu harta benda yang telah mereka tumpahkan untuk menegakkan maksud mereka yang salah, memadamkan cahaya Ilahi, “Adalah laksana angin yang di dalamnya ada udara yang sangat sejuk."
Diumpamakan di sini dengan embusan angin musim dingin membawa udara yang sangat sejuk. Angin musim dingin membawa udara sangat sejuk itu adalah kering sifatnya. Bila angin yang demikian menyentuh badan kita sendiri pada musim dingin, kulit kita bisa pecah-pecah dan kalau angin yang berudara sangat sejuk itu menyentuh tanam-tanaman, tanaman itu bisa jadi kering, bahkan mudah sekali terbakar, sebab zat air tidak ada lagi di dalamnya.
“Yang menimpa tanam-tanaman kaum yang telah menganiaya diri mereka sendiri, lalu angin itu membinasakannya." Maka dalam ayat ini diumpamakanlah harta benda yang dibelanjakan untuk maksud yang jahat itu, adalah laksana angin sejuk yang kering pada musim dingin, bukan membawa kesuburan, melainkan kemusnahan. Sebagaimana pepatah bangsa kita, arang habis besi binasa!
Sedang ajaran Ilahi yang dibawa oleh Rasul ﷺ adalah laksana air hujan turun membawa rahmat. Ini yang hendak mereka halang-halangi dengan menghambur-hamburkan harta. Bukanlah ajaran Ilahi yang dapat mereka kalahkan, melainkan perkebunan dan tanam-tanaman mereka sendirilah yang akan punah dan musnah. Yaitu sumber kekayaan mereka,
“Dan bukanlah Allah yang menganiaya mereka, melainkan terhadap diri mereka sendirilah mereka aniaya."
Bagaimana tidak akan dikatakan merekalah yang menganiaya diri sendiri? Padahal harta benda mereka telah habis dihambur-hambur, tetapi cahaya Ilahi tambah bersinar, kebenaran tidak dapat mereka halangi, sedang harta mereka telah habis dan tenaga pun habis, diri telah jatuh ke dalam lubang kufur, sebab tegak di tempat yang salah.
Niscaya perbuatan yang salah akhirnya mencapai puncak (klimaks), yaitu kehancuran.
Inilah peringatan kepada penolak-penolak kebenaran itu. Kebenaran adalah besar dengan sendirinya. Dia tidak dapat diikat oleh masa, oleh ruang, dan waktu. Dia laksana air yang mengalir; dia akan mengalir terus. Bertemu dengan bukit, bukanlah bukit itu didakinya, tetapi dikepungnya. Bertemu dengan lubang, dia pun berduyun-duyun menimbun lubang itu sampai rata, maka yang datang kemudian mengalir terus pula kepada tujuannya. Mana yang menghalangi jalannya akan hancur sendiri.