Ayat
Terjemahan Per Kata
لَن
tidak akan
يَضُرُّوكُمۡ
mereka memudharatkan kamu
إِلَّآ
kecuali
أَذٗىۖ
gangguan/celaan
وَإِن
dan sekiranya
يُقَٰتِلُوكُمۡ
mereka memerangi kamu
يُوَلُّوكُمُ
mereka berbalik
ٱلۡأَدۡبَارَ
ke belakang
ثُمَّ
kemudian
لَا
tidak
يُنصَرُونَ
mereka mendapat pertolongan
لَن
tidak akan
يَضُرُّوكُمۡ
mereka memudharatkan kamu
إِلَّآ
kecuali
أَذٗىۖ
gangguan/celaan
وَإِن
dan sekiranya
يُقَٰتِلُوكُمۡ
mereka memerangi kamu
يُوَلُّوكُمُ
mereka berbalik
ٱلۡأَدۡبَارَ
ke belakang
ثُمَّ
kemudian
لَا
tidak
يُنصَرُونَ
mereka mendapat pertolongan
Terjemahan
Mereka tidak akan membahayakanmu, kecuali gangguan-gangguan kecil saja. Jika mereka memerangi kamu, niscaya mereka berbalik ke belakang (kalah), kemudian mereka tidak mendapat pertolongan.
Tafsir
(Mereka sekali-kali tidak akan dapat memberi mudarat kepadamu) maksudnya sedikit pun juga orang-orang Yahudi tidak akan dapat memberi mudarat terhadap kaum Muslimin (kecuali gangguan saja) yakni gangguan lisan seperti makian dan ancaman (dan jika mereka berperang dengan kamu maka mereka akan berbalik melarikan diri) karena menderita kekalahan (kemudian mereka tidak mendapat pertolongan) untuk menghadapi kamu sebaliknya kamulah yang akan mendapat pertolongan untuk menghadapi mereka.
Tafsir Surat Ali-'Imran: 110-112
Kalian (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kalian) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
Mereka sekali-kali tidak akan dapat mendatangkan mudarat (bahaya) kepada kalian, selain dari gangguan-gangguan kecil saja; dan jika mereka memerangi kalian, niscaya mereka mundur berbalik melarikan diri ke belakang (kalah). Kemudian mereka tidak akan mendapat pertolongan.
Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kesengsaraan. Yang demikian itu disebabkan mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.
Ayat 110
Allah memberitahukan kepada umat Nabi Muhammad ﷺ bahwa mereka adalah umat terbaik. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: “Kalian (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia.” (Ali Imran: 110)
Imam Al-Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yusuf, dari Sufyan ibnu Maisarah, dari Abu Hazim, dari Abu Hurairah sehubungan dengan firman-Nya: “Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia.” (Ali Imran: 110) Abu Hurairah mengatakan, makna yang dimaksud adalah sebaik-baik manusia untuk umat manusia, kalian datang membawa mereka dalam keadaan terbelenggu pada lehernya dengan rantai, selanjutnya mereka masuk Islam.
Hal yang sama dikatakan pula oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Atiyyah Al-Aufi, Ikrimah, ‘Atha’, dan Ar-Rabi' ibnu Anas. “Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia.” (Ali Imran: 110) Yakni umat yang terbaik yang dilahirkan untuk umat manusia. Dengan kata lain, mereka adalah sebaik-baik umat dan manusia yang paling bermanfaat buat umat manusia. Karena itu, dalam firman selanjutnya disebutkan: ”Menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (Ali Imran: 110)
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdul Malik, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Sammak, dari Abdullah ibnu Umairah, dari Durrah binti Abu Lahab yang menceritakan: Seorang lelaki berdiri menunjukkan dirinya kepada Nabi ﷺ yang saat itu berada di atas mimbar, lalu lelaki itu bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang terbaik?" Nabi ﷺ menjawab, "Manusia yang terbaik ialah yang paling pandai membaca Al-Qur'an dan paling bertakwa di antara mereka kepada Allah, serta paling gencar dalam melakukan amar makruf dan nahi munkar terhadap mereka, dan paling gemar di antara mereka dalam bersilaturahmi."
Imam Ahmad di dalam kitab musnadnya, Imam An-Nasai di dalam kitab sunannya, dan Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya telah meriwayatkan melalui hadits Sammak, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: “Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia.” (QS Ali Imran: 110) Bahwa mereka adalah orang-orang yang berhijrah bersama Rasulullah ﷺ dari Mekah ke Madinah.
Pendapat yang benar mengatakan bahwa ayat ini mengandung makna umum mencakup semua umat ini dalam setiap generasinya, dan sebaik-baik generasi mereka ialah orang-orang yang Rasulullah ﷺ diutus di kalangan mereka, kemudian orang-orang sesudah mereka, kemudian orang-orang sesudah mereka. Makna ayat ini sama dengan makna yang terdapat di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya: “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (umat Islam), umat yang adil dan pilihan.” (Al-Baqarah: 143) Yang dimaksud dengan wasatan ialah yang terpilih agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia. (Al-Baqarah: 143), hingga akhir ayat.
Di dalam kitab Musnad Imam Ahmad, kitab Jami' Imam At-Tirmidzi, kitab Sunan Ibnu Majah, dan kitab Mustadrak Imam Hakim disebutkan melalui riwayat Hakim ibnu Mu'awiyah ibnu Haidah dari ayahnya yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Kalian adalah umat yang ketujuh puluh, kalianlah yang paling baik dan paling mulia menurut Allah ﷻ.” Hadits ini cukup terkenal (masyhur), Imam At-Tirmidzi menilainya berpredikat hasan.
Telah diriwayatkan hadits yang serupa melalui Mu'az ibnu Jabal dan Abu Sa'id. Sesungguhnya umat ini menduduki peringkat teratas dalam semua kebajikan tiada lain berkat Nabi mereka, yaitu Nabi Muhammad ﷺ. Karena sesungguhnya beliau adalah makhluk Allah yang paling mulia dan rasul yang paling dimuliakan di sisi Allah. Allah telah mengutusnya dengan membawa syariat yang sempurna lagi agung yang belum pernah diberikan kepada seorang nabi dan seorang rasul pun sebelumnya. Melakukan suatu amal perbuatan sesuai dengan tuntunannya dan jalan yang telah dirintisnya sama kedudukannya dengan banyak amal kebaikan yang dilakukan oleh selain mereka dari kalangan umat terdahulu.
Seperti yang dikatakan oleh Imam Ahmad: Telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Ibnu Zuhair, dari Abdullah (yakni Ibnu Muhammad ibnu Aqil), dari Muhammad ibnu Ali (yaitu Ibnul Hanafiyyah), bahwa ia pernah mendengar sahabat Ali ibnu Abu Thalib menceritakan hadits berikut, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: "Aku dianugerahi pemberian yang belum pernah diberikan kepada seorang nabi pun." Maka kami bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah anugerah itu?" Nabi ﷺ menjawab, "Aku diberi pertolongan melalui rasa gentar (yang mencekam hati musuh), dan aku diberi semua kunci perbendaharaan bumi, dan aku diberi nama Ahmad, dan debu dijadikan bagiku suci (lagi menyucikan), dan umatku dijadikan sebagai umat yang terbaik." Hadits ini hanya diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari segi ini, sanadnya berpredikat hasan.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Ala Al-Hasan ibnu Siwar, telah menceritakan kepada kami Al-Laits, dari Mu'awiyah ibnu Abu Hubaisy, dari Yazid ibnu Maisarah yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar sahabat Abu Darda menceritakan hadits berikut, bahwa ia pernah mendengar Abul Qasim ﷺ - menurut Yazid ibnu Maisarah disebutkan bahwa ia belum pernah mendengar Abu Darda menyebutkan nama Kunyah Nabi ﷺ, baik sebelum maupun sesudahnya - bersabda : Sesungguhnya Allah ﷻ telah berfirman, "Wahai Isa, sesungguhnya Aku akan mengutus sesudahmu suatu umat yang jika mereka mendapatkan apa yang mereka sukai, maka mereka memuji-(Ku) dan bersyukur (kepada-Ku). Dan jika mereka tertimpa apa yang tidak mereka sukai, maka mereka ber-ihtisab (mengharapkan pahala Allah) dan bersabar, padahal tidak ada kesabaran dan tidak ada ilmu." Isa bertanya, "Wahai Tuhanku, bagaimana mereka dapat berbuat demikian, padahal tanpa sabar dan tanpa ilmu?" Allah ﷻ berfirman, "Aku beri mereka sebagian dari sifat sabar dan ilmu-Ku." Banyak hadits yang berkaitan dengan pembahasan ayat ini sangat sesuai bila diketengahkan.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Mas'udi, telah menceritakan kepada kami Bukair ibnul Akhnas, dari seorang lelaki, dari Abu Bakar As-Siddiq yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Aku diberi izin untuk memasukkan tujuh puluh ribu orang ke dalam surga tanpa hisab, wajah mereka seperti bulan di malam purnama, hati mereka sama seperti hatinya seorang lelaki. Lalu aku meminta tambah kepada Tuhanku, maka Tuhanku memberikan tambahan kepadaku tiap-tiap orang (dari mereka dapat memasukkan) tujuh puluh ribu orang lagi. Maka Abu Bakar berkata, "Maka aku berpendapat bahwa hal tersebut sama bilangannya dengan penduduk semua kampung dan semua penduduk daerah pedalaman."
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Bakr As-Sahmi, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Hassan, dari Al-Qasim ibnu Mihran, dari Musa ibnu Ubaid, dari Maimun ibnu Mihran, dari Abdur Rahman ibnu Abu Bakar, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Sesungguhnya Tuhanku telah memberiku tujuh puluh ribu orang yang dimasukkan ke dalam surga tanpa hisab." Maka Umar berkata, "Wahai Rasulullah, mengapa engkau tidak meminta tambahan kepada-Nya?" Nabi ﷺ menjawab, "Aku telah meminta tambahan kepada-Nya, lalu Dia memberiku untuk setiap seribu orang lelaki (dari mereka) disertai dengan tujuh puluh ribu orang lagi." Umar berkata.Mengapa engkau tidak meminta tambah lagi kepada-Nya?" Nabi ﷺ menjawab, "Aku meminta tambah lagi kepada-Nya, maka Dia memberiku untuk setiap orang disertai dengan tujuh puluh ribu orang lainnya." Umar berkata, "Mengapa engkau tidak meminta tambah lagi?" Nabi menjawab, "Aku telah meminta tambah lagi, dan Dia memberiku sekian." Abdur Rahman ibnu Abu Bakar mengatakan demikian seraya membuka kedua tangannya. Sedangkan Abdullah ibnu Bakr As-Sahmi mengatakan demikian seraya merentangkan kedua tangannya, juga menciduk pasir. Adapun Hasyim menyebutkan, "Ini adalah dari Allah, bilangannya tidak diketahui banyaknya.”
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Iyasy, dari Dam-dam ibnu Zur'ah yang mengatakan bahwa Syuraih ibnu Ubaidah telah menceritakan bahwa Sauban mengalami sakit di Himsa, sedangkan di kota Himsa terdapat pula Abdullah ibnu Qart Al-Azdi, tetapi ia tidak menjenguknya.
Lalu seorang lelaki dari Kala'iyyin masuk menemui Sauban dengan maksud menjenguknya. Maka Sauban berkata kepadanya, "Apakah engkau dapat menulis?" Lelaki itu menjawab, "Ya." Sauban berkata, "Tulislah!" Lalu Sauban mendiktekan suratnya yang ditujukan kepada Amir Abdullah ibnu Qart yang isinya sebagai berikut: "Dari Sauban, pelayan Rasulullah ﷺ. Amma Ba'du: Sesungguhnya seandainya Musa dan Isa a.s. mempunyai seorang pelayan yang sedang sakit di dekatmu, maka kamu harus menjenguknya." Lalu ia menghentikan diktenya dan melipat suratnya, kemudian berkata kepada lelaki tersebut, "Maukah engkau mengantarkan surat ini kepadanya?" Lelaki itu menjawab, "Ya." Lalu lelaki itu berangkat dengan membawa surat Sauban dan menyerahkannya kepada Ibnu Qirt.
Ketika Abdullah ibnu Qirt membacanya, lalu ia berdiri dengan kaget, dan orang-orang merasa heran dengan sikapnya itu, apakah terjadi sesuatu pada dirinya? Abdullah ibnu Qirt datang menjenguk Sauban, lalu masuk menemuinya dan duduk di dekatnya selama sesaat, lalu berdiri hendak pergi. Tetapi Sauban memegang kain selendangnya dan berkata, "Duduklah, aku akan menceritakan kepadamu sebuah hadits yang pernah kudengar dari Rasulullah ﷺ. Aku pernah mendengar beliau ﷺ bersabda: 'Sesungguhnya akan masuk ke dalam surga dari kalangan umatku tujuh puluh ribu orang tanpa hisab dan tanpa azab, setiap seribu orang dari mereka disertai dengan tujuh puluh ribu orang lagi'."
Hadits ini hanya diriwayatkan dari jalur ini oleh Imam Ahmad sendiri, sanad semua perawinya tsiqah (bisa dipercaya) dari kalangan ulama kota Himsa di negeri Syam. Hadits ini berpredikat shahih.
Imam Ath-Thabarani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Ishaq ibnu Zuraiq Al-Himsi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail (yakni Ibnu Iyasy), telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Damdam ibnu Zur'ah, dari Syuraih ibnu Ubaid, dari Abu Asma Ar-Rahbi, dari Sauban yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Tuhanku telah menjanjikan kepadaku tujuh puluh ribu orang dari sebagian umatku tidak akan dihisab, setiap seribu orang disertai dengan tujuh puluh ribu orang lainnya.” Barangkali sanad inilah yang dipelihara, yaitu dengan tambahan Abu Asma Ar-Rahbi antara Syuraih dan Sauban.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah, dari Al-Hasan, dari Imran ibnu Husain, dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa kami banyak menerima hadits dari Rasulullah ﷺ di suatu malam, kemudian pada pagi harinya kami datang, lalu beliau ﷺ bersabda: “Semalam ditampilkan kepadaku para nabi, masing-masing bersama umatnya. Maka ada seorang nabi yang lewat hanya dengan ditemani oleh tiga orang, seorang nabi lagi ditemani oleh segolongan orang, seorang nabi lainnya dengan ditemani oleh beberapa orang saja, dan ada pula seorang nabi yang tidak ditemani oleh seorang pun; hingga lewatlah di hadapanku Musa a.s. dengan ditemani oleh banyak orang dari kaum Bani Israil yang jumlahnya membuat aku kagum. Lalu aku bertanya, "Siapakah mereka itu?" Maka dikatakan (kepadaku), "Ini adalah saudaramu Musa dengan ditemani oleh kaum Bani Israil." Aku bertanya, "Lalu manakah umatku?" Dikatakan (kepadaku), "Lihatlah ke sebelah kananmu" Maka aku memandang (ke arah kanan) dan ternyata aku melihat manusia yang bergelombang-gelombang hingga pemandanganku tertutup oleh wajah mereka. Ketika dikatakan kepadaku, "Apakah engkau puas?" Aku menjawab, "Wahai Tuhanku, aku rela." Nabi ﷺ melanjutkan kisahnya, "Lalu dikatakan kepadaku, 'Sesungguhnya bersama mereka terdapat tujuh puluh ribu orang yang masuk surga tanpa hisab'." Kemudian Nabi ﷺ bersabda: “Tebusan kalian adalah ayah dan ibuku; jika kalian mampu, beramallah agar menjadi orang-orang yang termasuk ke dalam tujuh puluh ribu orang itu. Jika kalian tidak mampu, maka jadilah kalian termasuk ke dalam golongan orang-orang yang bergelombang itu. Dan jika kalian masih tidak mampu juga, maka jadilah kalian termasuk orang-orang yang ada di ufuk (cakrawala) itu, karena sesungguhnya aku telah melihat di sana ada orang-orang yang berdesak-desakan.” Maka berdirilah Ukasyah ibnu Mihsan, lalu berkata, "Wahai Rasulullah, doakanlah kepada Allah agar Dia menjadikan diriku termasuk di antara mereka," yakni salah seorang di antara tujuh puluh ribu orang itu.
Maka Nabi ﷺ berdoa untuknya. Lalu berdiri pula lelaki lainnya dan memohon, "Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar Dia menjadikan aku termasuk salah seorang dari mereka." Nabi ﷺ menjawab, "Engkau telah keduluan oleh Ukasyah."
Kemudian kami (para sahabat) berbincang-bincang dan mengatakan, "Menurut kalian, siapakah mereka yang tujuh puluh ribu orang itu?" Sebagian dari kami menjawab, "Mereka adalah kaum yang dilahirkan dalam Islam dan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun hingga meninggal dunia." Ketika hal tersebut sampai kepada Nabi ﷺ, maka beliau ﷺ menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang tidak pernah melakukan ruqyah (pengobatan memakai bacaan), dan tidak pula memakai setrika (pengobatan dengan setrika), serta tidak pula mereka ber-tatayyur dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakal.”
Demikianlah menurut yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan sanad dan konteks ini. Dia meriwayatkannya melalui Abdus Samad, dari Hisyam, dari Qatadah berikut sanadnya dengan lafal yang serupa. Tetapi dalam riwayat ini ditambahkan sesudah sabdanya, "Aku rela, wahai Tuhanku; aku rela, wahai Tuhanku," yaitu: "Allah berfirman, 'Apakah engkau telah rela?' Aku menjawab, 'Ya.' Allah berfirman, 'Lihatlah ke arah kirimu!' Ketika aku melihat ke arah kiri, tiba-tiba cakrawala tertutup oleh wajah kaum lelaki. Allah berfirman, 'Apakah engkau telah puas?' Aku menjawab, 'Aku rela'." Dari segi (jalur) ini sanad hadits ini berpredikat shahih. Imam Ahmad sendirilah yang mengetengahkannya, sedangkan mereka (selain dia) tidak mengetengahkannya.
Hadits yang lain. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Mani', telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari ‘Ashim, dari Zurr, dari Ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa Nabi ﷺ pernah bersabda: "Ditampakkan kepadaku semua umat di tempat musim (haji), maka diperlihatkan kepadaku umatku, lalu aku melihat mereka dan ternyata jumlah mereka yang banyak dan penampilan mereka membuatku kagum; mereka memenuhi seluruh lembah dan perbukitan.
Lalu Allah berfirman, 'Apakah engkau rela, wahai Muhammad?' Aku menjawab, 'Ya.' Allah berfirman, 'Sesungguhnya bersama mereka terdapat tujuh puluh ribu orang yang masuk surga tanpa hisab. Mereka adalah orang-orang yang tidak pernah melakukan ruqyah, tidak pernah ber-tatayyur, dan hanya kepada Tuhan sajalah mereka bertawakal'." Lalu berdirilah Ukasyah ibnu Mihsan dan berkata, "Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah semoga Dia menjadikan diriku termasuk dari mereka." Nabi ﷺ menjawab, "Engkau salah seorang dari mereka." Lalu ada lelaki lainnya berkata, "Doakanlah kepada Allah semoga Dia menjadikan aku termasuk di antara mereka (yang masuk surga tanpa hisab itu)." Nabi ﷺ menjawab, "Permintaanmu itu telah keduluan oleh Ukasyah." Al-Hafidzh Ad-Diya Al-Maqdisi meriwayatkannya, dan ia mengatakan, "Hadits ini menurutku memenuhi syarat Muslim."
Hadits lain. Imam Ath-Thabarani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muhammad Al-Jazu'i Al-Qadi, telah menceritakan kepada kami Uqbah ibnu Makram, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Addi, dari Hisyam ibnu Hassan, dari Muhammad ibnu Sirin, dari Imran ibnu Husain yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Sebagian dari umatku kelak masuk surga sebanyak tujuh puluh ribu orang, tanpa hisab dan tanpa azab. Ketika ditanyakan kepada beliau ﷺ, "Siapakah mereka itu?" Maka Nabi ﷺ menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang tidak pernah melakukan ruqyah, tidak pernah berobat memakai setrika, dan tidak pernah ber-tatayyur, hanya kepada Tuhan sajalah mereka bertawakal.”
Imam Muslim meriwayatkannya melalui jalur Hisyam ibnu Hassan, tetapi dalam hadits Imam Muslim disebutkan perihal Ukasyah. Hadits lain ditetapkan di dalam kitab Shahihain melalui riwayat Az-Zuhri, dari Sa'id ibnul Musayyab, bahwa sahabat Abu Hurairah pernah menceritakan hadits berikut kepadanya, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Segolongan dari umatku kelak masuk surga yang jumlahnya adalah tujuh puluh ribu orang, wajah mereka bersinar seperti bulan di malam purnama. Abu Hurairah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Ukasyah ibnu Mihsan Al-Asadi berdiri seraya mengangkat baju namirahnya, kemudian berkata, "Wahai Rasulullah, doakanlah kepada Allah semoga Dia menjadikan diriku salah seorang dari mereka." Rasulullah ﷺ berdoa: “Ya Allah, jadikanlah dia termasuk di antara mereka.” Kemudian berdiri pula lelaki lain dari kalangan Anshar dan mengatakan hal yang sama, tetapi Nabi ﷺ bersabda: “Ukasyah telah mendahuluimu memperoleh doa itu.”
Hadits lain. Abul Qasim At-Ath-Thabarani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Usman, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abu Maryam, telah menceritakan kepada kami Abu Gassan, dari Abu Hazim, dari As-Sahl ibnu Sa'd, bahwa Nabi ﷺ pernah bersabda: “Sebagian dari umatku yang jumlahnya ada tujuh puluh ribu orang atau tujuh ratus ribu orang, sebagian dari mereka menolong sebagian yang lain, hingga orang yang pertama dan orang yang terakhir dari mereka masuk ke dalam surga semuanya. Wajah mereka seperti rembulan di malam purnama.” Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan bersama-sama hadits ini melalui Qutaibah, dari Abdul Aziz ibnu Abu Hazim, dari ayahnya, dari Sahl dengan lafal yang sama.
Hadits lain. Imam Muslim ibnul Hajjaj mengatakan di dalam kitab sahihnya, telah menceritakan kepada kami Said ibnu Mansur, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Abdur Rahman yang mengatakan bahwa ketika ia berada di rumah Sa'id ibnu Jubair, maka Sa'id ibnu Jubair berkata, "Siapakah dari kalian yang melihat bintang jatuh tadi malam?" Aku (Husain ibnu Abdur Rahman) menjawab, "Aku." Kemudian aku berkata, "Adapun aku tidak berada dalam shalatku karena aku tersengat (oleh binatang berbisa)." Sa'id ibnu Jubair bertanya, "Lalu apa yang kamu lakukan?" Aku menjawab, "Aku melakukan ruqyah." Sa'id ibnu Jubair bertanya, "Apakah hal yang mendorongmu melakukan hal tersebut?" Aku menjawab, "Sebuah hadits yang diceritakan kepada kami oleh Asy-Sya'bi." Sa'id ibnu Jubair bertanya, "Apakah yang diceritakan Asy-Sya'bi kepada kalian?" Aku menjawab bahwa Asy-Sya'bi pernah menceritakan kepada kami dari Buraidah ibnul Hasib Al-Aslami bahwa ia pernah mengatakan, "Tidak ada ruqyah kecuali karena penyakit 'ain atau demam!' Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa sesungguhnya memang baik seseorang yang berpegang kepada apa yang didengar oleh Asy-Sya'bi, tetapi Ibnu Abbas pernah menceritakan kepada kami dari Nabi ﷺ bahwa Nabi ﷺ bersabda: “Ditampilkan kepadaku seluruh umat, maka aku melihat ada seorang nabi yang hanya ditemani segolongan kecil manusia, dan nabi lain yang hanya ditemani oleh seorang dan dua orang lelaki, serta seorang nabi yang lainnya lagi tanpa ditemani oleh seorang pun. Kemudian ditampilkan kepadaku sejumlah besar manusia, maka aku menduga bahwa mereka adalah umatku. Lalu dikatakan kepadaku, ‘Ini adalah Musa dan kaumnya, tetapi lihatlah ke arah cakrawala itu!’ Maka aku memandang ke arah itu, dan tiba-tiba aku melihat golongan yang amat besar, lalu dikatakan kepadaku, ‘Lihatlah ke arah cakrawala yang lain!’ Tiba-tiba aku melihat segolongan yang amat besar lagi.
Kemudian dikatakan kepadaku, ‘Ini adalah umatmu, bersama mereka terdapat tujuh puluh ribu orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab’." Kemudian Rasulullah ﷺ bangkit dari majelisnya dan masuk ke dalam rumahnya, maka orang-orang ramai membicarakan perihal mereka yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab itu. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa barangkali mereka itu adalah orang-orang yang menjadi sahabat Rasul ﷺ, sedangkan sebagian yang lain mengatakan barangkali mereka adalah orang-orang yang dilahirkan dalam Islam dan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun.
Mereka membicarakan pula hal-hal lainnya. Lalu Rasulullah ﷺ keluar menemui mereka dan bersabda, "Apakah yang sedang kalian bicarakan?" Mereka memberitahukan kepadanya apa yang sedang mereka bicarakan, lalu Rasulullah ﷺ menjawab: "Mereka adalah orang-orang yang tidak pernah melakukan ruqyah dan tidak pernah meminta ruqyah, tidak pernah berobat dengan setrika dan tidak pernah ber-tatayyur, hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakal." Maka berdirilah Ukasyah ibnu Mihsan, lalu berkata, "Doakanlah kepada Allah semoga Dia menjadikan diriku termasuk di antara mereka." Nabi ﷺ menjawab, "Engkau termasuk di antara mereka." Kemudian berdiri pula lelaki lain dan mengatakan, "Doakanlah kepada Allah semoga Dia menjadikan diriku termasuk mereka." Nabi ﷺ bersabda, "Engkau telah keduluan oleh Ukasyah dalam memperoleh doa itu." Imam Al-Bukhari mengetengahkannya melalui Usaid ibnu Zaid, dari Hasyim, tetapi tidak disebutkan, "Tidak pernah melakukan ruqyah."
Hadits lain. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Rauh ibnu Ubadah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Jarir, telah menceritakan kepadaku Abuz Zubair; ia pernah mendengar Jabir ibnu Abdullah mengatakan bahwa ia pernah mendengar dari Rasulullah ﷺ sebuah hadits yang antara lain disebutkan: “Maka selamatlah golongan pertama yang wajah mereka adalah seperti rembulan di malam purnama dan mereka tidak dihisab. Kemudian orang-orang yang mengiringi mereka yang cahayanya sama dengan bintang-bintang di langit.” Kemudian disebutkan hingga akhir hadits.
Imam Muslim meriwayatkannya dari hadits Rauh, hanya di dalam haditsnya tidak disebutkan Nabi ﷺ.
Hadits lain. Al-Hafidzh Abu Bakar ibnu Abu ‘Ashim di dalam kitab sunannya meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Iyasy, dari Muhammad ibnu Ziyad; ia pernah mendengar Abu Umamah Al-Bahili mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Tuhanku telah menjanjikan kepadaku akan memasukkan ke dalam surga sebanyak tujuh puluh ribu orang dari umatku, setiap seribu orang dari mereka disertai oleh tujuh puluh ribu orang lagi, tiada hisab dan tiada (pula) azab atas mereka, dan (dimasukkan pula ke dalam surga sebanyak) tiga genggaman dari genggaman-genggaman Tuhanku.”
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabarani melalui jalur Hisyam ibnu Ammar, dari Ismail ibnu Iyasy. Sanad hadits ini berpredikat jayyid (baik). Jalur lain diriwayatkan dari Abu Umamah.
Ibnu Abu ‘Ashim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Dahim, telah menceritakan Icepada kami Al-Walid ibnu Muslim, dari Safwan ibnu Amr, dari Salim ibnu Amir, dari Abul Yaman Al-Harawi (yang nama aslinya adalah Amir ibnu Abdullah ibnu Yahya), dari Abu Umamah, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadaku akan memasukkan ke dalam surga sebanyak tujuh puluh ribu orang tanpa hisab.” Maka Yazid ibnul Akhnas berkata, "Demi Allah, tiadalah mereka itu di kalangan umatmu, wahai Rasulullah, melainkan seperti lalat bule di antara lalat yang lain (yakni sangat sedikit)." Rasulullah ﷺ bersabda, "Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadaku tujuh puluh ribu orang, tiap-tiap seribu dari mereka ditemani oleh tujuh puluh ribu orang, dan Allah memberikan tambahan kepadaku sebanyak tiga kali genggaman-(Nya)." Hadits ini sanadnya berpredikat hasan pula.
Hadits lain. Abul Qasim At-Ath-Thabarani mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ahmad ibnu Khulaid, telah menceritakan kepada kami Abu Taubah, telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah ibnu Salam, dari Yazid ibnu Salam, bahwa ia pernah mendengar Abu Salam mengatakan, telah menceritakan kepadanya Amir ibnu Zaid Al-Bakkali yang telah mendengar dari Atabah ibnu Abd As-Sulami yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Sesungguhnya Tuhanku telah menjanjikan kepadaku akan memasukkan ke dalam surga sebanyak tujuh puluh ribu orang dari umatku tanpa hisab. Kemudian setiap seribu orang dapat memberikan syafaat kepada tujuh puluh ribu orang. Kemudian Tuhanku menciduk dengan kedua telapak tangan (kekuasaan)-Nya sebanyak tiga kali cidukan.” Maka sahabat Umar bertakbir dan mengatakan, "Sesungguhnya tujuh puluh ribu orang yang pertama diberikan izin oleh Allah untuk memberi syafaat kepada orang tua-orang tua mereka, anak-anak mereka, dan kaum kerabat mereka. Aku berharap semoga Allah menjadikan diriku termasuk ke dalam salah satu dari genggaman yang terakhir."
Al-Hafidzh Ad-Diya Abu Abdullah Al-Maqdisi mengatakan di dalam kitabnya yang berjudul Sifatul Jannah, bahwa ia belum mengetahui adanya suatu kelemahan pun dalam sanad hadits ini.
Hadits lain. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Hisyam (yakni Ad-Dustuwa-i), telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abu Kasir, dari Hilal ibnu Abu Maimunah, telah menceritakan kepada kami ‘Atha’ ibnu Yasar, bahwa Rifa'ah Al-Juhani pernah menceritakan kepadanya, "Kami berangkat bersama Rasulullah ﷺ, dan ketika sampai di Al-Kadid atau Al-Qadid, beliau ﷺ menuturkan sebuah hadits yang antara lain menyebutkan: 'Tuhanku telah menjanjikan kepadaku akan memasukkan ke dalam surga tujuh puluh ribu orang dari umatku tanpa hisab, dan sesungguhnya aku berharap semoga mereka masih belum masuk sebelum kalian dan orang-orang yang saleh dari kalangan istri-istri dan keturunan kalian menempati tempat-tempatnya di dalam surga'." Ad-Diya mengatakan bahwa menurutnya hadits ini memenuhi syarat Imam Muslim.
Hadits lain. Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah, dari An-Nadr ibnu Anas, dari Anas, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: "Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadaku akan memasukkan ke dalam surga sebanyak empat ratus ribu orang dari umatku." Sahabat Abu Bakar berkata, "Tambahkanlah untuk kami, wahai Rasulullah." Rasulullah ﷺ bersabda, "Sedangkan Allah (memasukkan) sekian." Umar berkata, "Wahai Abu Bakar, cukuplah." Abu Bakar mengatakan, "Biarkanlah aku, tidak inginkah kamu bila Allah memasukkan kita semua ke dalam surga?" Umar menjawab, "Sesungguhnya Allah jika menghendaki, niscaya dapat memasukkan semua makhluk-Nya ke dalam surga hanya dengan segenggam telapak tangan (kekuasaan-Nya)." Maka Nabi ﷺ bersabda, "Umar benar." Hadits dengan sanad ini hanya diriwayatkan oleh Abdur Razzaq sendiri.
Ad-Diya mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan pula oleh Al-Hafidzh Abu Na'im Al-Asbahani. Dia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Makhlad, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Haisam Al-Baladi, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami Abu Hilal, dari Qatadah, dari Anas, dari Nabi ﷺ yang bersabda: “Tuhanku telah menjanjikan kepadaku akan memasukkan ke dalam surga sebanyak seratus ribu dari kalangan umatku.” Maka Abu Bakar berkata, "Wahai Rasulullah, tambahkanlah untuk kami." Nabi ﷺ bersabda, "Dan sekian." Sulaiman ibnu Harb (perawi) mengatakan demikian seraya mengisyaratkan dengan tangannya. Aku (Abu Bakar) berkata, "Wahai Rasulullah, tambahkanlah buat kami." Umar menjawab, "Sesungguhnya Allah berkuasa (mampu) memasukkan manusia semuanya ke dalam surga hanya dengan sekali ciduk." Maka Rasulullah ﷺ bersabda, "Umar benar." Ditinjau dari sanadnya, hadits ini berpredikat garib (aneh); Abu Hilal nama aslinya adalah Muhammad ibnu Salim Ar-Rasibi, dari Basrah. Jalur lain diriwayatkan dari Anas.
Al-Hafidzh Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bukair, telah menceritakan kepada kami Abdul Qahir ibnus Sirri As-Sulami, telah menceritakan kepada kami Humaid, dari Anas, dari Nabi ﷺ yang bersabda: "Kelak akan masuk surga dari kalangan umatku sebanyak tujuh puluh ribu orang." Mereka berkata, "Wahai Rasulullah, tambahkanlah untuk kami." Nabi ﷺ bersabda, "Setiap orang dapat memasukkan tujuh puluh ribu orang lagi." Mereka berkata, "Tambahkanlah lagi untuk kami." Saat itu Rasulullah ﷺ berada di atas segundukan pasir. Mereka mengatakan bahwa lalu Nabi ﷺ mengisyaratkan dengan kedua telapak tangannya (seraya menciduk pasir) seperti ini. Mereka berkata, "Wahai Rasulullah, apakah sesudah Allah (berbuat demikian) masih ada orang yang masuk ke dalam neraka?" Sanad hadits ini jayyid (bagus), semua perawinya berpredikat tsiqah (bisa dipercaya) selain Abdul Qahir ibnus Sirri. Ibnu Mu'in pernah ditanya mengenainya, maka dijawabnya bahwa Abdul Qahir orang yang saleh.
Hadits lain. Imam Ath-Thabarani meriwayatkan melalui hadits Qatadah, dari Abu Bakar ibnu Umar, dari ayahnya, bahwa Nabi ﷺ pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadaku akan memasukkan ke dalam surga sebanyak tiga ratus ribu orang dari umatku tanpa hisab.” Maka Umar berkata, "Wahai Rasulullah, tambahkanlah untuk kami." Maka Rasulullah ﷺ mengisyaratkan seperti ini dengan tangannya. Umar berkata lagi, "Wahai Rasulullah, tambahkanlah lagi untuk kami." (Pada akhirnya) Umar berkata, "Cukuplah bagimu, sesungguhnya jika Allah menghendaki, Dia dapat memasukkan semua makhluk-Nya ke dalam surga hanya dengan sekali ciduk atau sekali siuk." Maka Nabi ﷺ bersabda, "Umar benar."
Hadits lain. Imam Ath-Thabarani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Khulaid, telah menceritakan kepada kami Abu Taubah, telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah ibnu Salam, dari Yazid ibnu Salam yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Amir, bahwa Qais Al-Kindi pernah menceritakan hadits kepadanya bahwa Abu Sa'id Al-Anmari pernah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Tuhanku telah menjanjikan kepadaku akan memasukkan ke dalam surga sebanyak tujuh puluh ribu orang dari kalangan umatku tanpa hisab, dan setiap seribu orang dapat memberi syafaat kepada tujuh puluh ribu orang. Kemudian Tuhanku meraup dengan kedua telapak tangan (kekuasaan)-Nya sebanyak tiga kali cidukan.” Demikianlah menurut Qais. Maka aku bertanya kepada Abu Sa'id, "Apakah engkau yang mendengarnya dari Rasulullah ﷺ?" Abu Sa'id menjawab, "Ya, dengan kedua telingaku, lalu kuhafal baik-baik." Abu Sa'id mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda pula: “Jumlah yang sedemikian itu jika Allah menghendaki dapat mencakup semua Muhajirin dari umatku, sedangkan sisanya ditunaikan oleh Allah dari kalangan orang-orang Badui kami.” Hadits ini diriwayatkan pula oleh Muhammad ibnu Sahl ibnu Askar dari Abu Taubah Ar-Rabi' ibnu Nafi' dengan sanad serupa, tetapi di dalam riwayat ini ditambahkan bahwa Abu Sa'id mengatakan, "Lalu jumlah tersebut dihitung oleh Rasulullah ﷺ, ternyata keseluruhannya mencapai empat ratus juta sembilan puluh ribu orang."
Hadits lain. Abul Qasim At-Ath-Thabarani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnu Marsad At-Ath-Thabarani, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail ibnu Iyasy, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepadaku Damdam ibnu Zur'ah, dari Syuraih ibnu Ubaid, dari Abu Malik yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Ingatlah, demi Tuhan yang jiwa Muhammad ini berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya kelak di hari kiamat benar-benar akan dibangkitkan sebagian dari kalian menuju ke dalam surga seperti malam yang pekat secara berbondong-bondong, jumlah seluruhnya dapat meliputi bumi ini.” Para malaikat berkata, "Mengapa Muhammad datang dengan membawa umat yang jauh lebih banyak ketimbang umat yang dibawa oleh nabi-nabi yang lain?" Sanad hadits berpredikat hasan. Hadits lain termasuk hadits-hadits yang menceritakan keutamaan, kemuliaan, dan kehormatan umat ini menurut Allah ﷻ yang kesimpulannya menyatakan bahwa umat ini adalah umat yang terbaik di dunia dan akhirat.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku Abuz Zubair; ia pernah mendengar Jabir mengatakan bahwa ia pernah mendengar Nabi ﷺ bersabda: "Sesungguhnya aku berharap semoga orang-orang yang mengikutiku dari kalangan umatku kelak di hari kiamat adalah seperempat ahli surga." Maka kami bertakbir, kemudian Nabi ﷺ bersabda, "Aku berharap semoga mereka berjumlah sepertiga manusia semuanya." Maka kami bertakbir, kemudian beliau bersabda, "Aku berharap semoga mereka berjumlah separuh umat manusia." Demikian pula hal yang diriwayatkan oleh Rauh dari Ibnu Juraij dengan lafal yang sama, tetapi hadits ini memenuhi syarat Imam Muslim.
Telah dituliskan di dalam kitab Shahihain melalui hadits Abu Ishaq As-Subai'i, dari Amr ibnu Maimun, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda kepada kami: "Tidakkah kalian rela bila kalian adalah seperempat ahli surga." Maka kami bertakbir, kemudian beliau bersabda, "Tidakkah kalian rela bila kalian adalah sepertiga ahli surga." Maka kami bertakbir, kemudian beliau ﷺ bersabda, "Sesungguhnya aku benar-benar berharap semoga kalian adalah separuh penduduk surga." Jalur lain dari Ibnu Mas'ud.
Imam Ath-Thabarani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Qasim ibnu Musawir, telah menceritakan kepada kami Affan ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid ibnu Ziyad, telah menceritakan kepadaku Al-Haris ibnu Husain, telah menceritakan kepadaku Al-Qasim ibnu Abdur Rahman, dari ayahnya, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: "Bagaimanakah menurut kalian bila seperempat penduduk surga adalah kalian, sedangkan bagi orang-orang lain adalah tiga perempatnya." Mereka berkata, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Rasulullah ﷺ bersabda, "Bagaimanakah kalian bila sepertiganya?" Mereka menjawab, "Jumlah itu lebih banyak." Rasulullah ﷺ bersabda, "Bagaimanakah menurut kalian bila separuh penduduk surga adalah kalian?" Mereka menjawab, "Jumlah itu lebih banyak lagi." Maka Rasulullah ﷺ bersabda, "Ahli surga terdiri atas seratus dua puluh saf, untuk kalian adalah delapan puluh saf darinya." Imam Ath-Thabarani mengatakan bahwa hadits ini hanya diriwayatkan sendiri oleh Al-Haris ibnu Husain.
Hadits lain. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Dirar ibnu Murrah (yaitu Abu Sinan Asy-Syaibani), dari Muharib ibnu Dinar, dari Ibnu Buraidah, dari ayahnya, bahwa Nabi ﷺ pernah bersabda: “Penduduk surga terdiri atas seratus dua puluh saf, bagian umat ini dari jumlah tersebut adalah delapan puluh saf.”
Hal yang sama diriwayatkan oleh Affan, dari Abdul Aziz dengan lafal yang sama. Imam At-Tirmidzi mengetengahkan hadits ini melalui jalur Abu Sinan dengan lafal yang sama, dan ia mengatakan bahwa predikat hadits ini adalah hasan. Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadits Sufyan Ats-Tsauri, dari Alqamah ibnu Marsad, dari Sulaiman ibnu Buraidah, dari ayahnya dengan lafal yang sama.
Hadits lain. Imam Ath-Thabarani meriwayatkannya melalui hadits Sulaiman ibnu Abdur Rahman Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Yazid Al-Bajali, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ali ibnu Abdullah ibnu Abbas, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Nabi ﷺ yang bersabda: “Seluruh penduduk surga terdiri atas seratus dua puluh saf yang delapan puluh saf darinya terdiri atas umatku.” Hadits ini hanya diriwayatkan oleh Khalid ibnu Yazid Al-Bajali; Ibnu Addi pernah membicarakan perihal predikatnya dalam periwayatan hadits.
Hadits Iain diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabarani. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ahmad ibnu Hambal, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Gailan, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnu Makhlad, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Mubarak, dari Sufyan, dari Abu Amr, dari ayahnya, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: “Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian.” (Al-Waqi'ah: 13-14) Maka Rasulullah ﷺ bersabda: “Kalian adalah seperempat penduduk surga, kalian adalah sepertiga penduduk surga, kalian adalah separuh penghuni surga, kalian adalah dua pertiga penduduk surga.”
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Ibnu Tawus, dari ayahnya, dari Abu Hurairah , dari Nabi ﷺ yang telah mengatakan: “Kami adalah orang-orang yang terakhir, tetapi orang-orang yang pertama di hari kiamat. Kami adalah orang-orang yang mula-mula masuk surga, hanya saja mereka diberi Al-Kitab sebelum kami, sedangkan kami diberi Al-Kitab sesudah mereka. Karena itu, maka Allah memberi petunjuk kami perihal sebagian kebenaran yang mereka perselisihkan, dan hari inilah yang dahulu selalu mereka perselisihkan mengenainya. Manusia lain sehubungan dengan hari ini adalah mengikuti kami, besok untuk orang-orang Yahudi (yakni hari Sabtu) dan lusa (hari Ahad) adalah untuk orang-orang Nasrani.”
Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadits Abdullah ibnu Tawus, dari ayahnya, dari Abu Hurairah , dari Nabi ﷺ secara marfu dengan lafal yang semakna. Imam Muslim meriwayatkannya pula melalui jalur Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulul-lah ﷺ pernah bersabda: "Kita adalah orang-orang yang terakhir, tetapi orang-orang yang pertama di hari kiamat, dan kita adalah orang yang mula-mula masuk surga.” Lalu Imam Muslim menuturkan hadits ini hingga selesai.
Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Daruqutni di dalam kitab Al-Afrad melalui hadits Abdullah ibnu Muhammad ibnu Uqail, dari Az-Zuhri, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Umar ibnul Khattab bahwa Nabi ﷺ pernah bersabda: "Sesungguhnya surga itu dilarang atas semua nabi sebelum aku memasukinya, dan diharamkan atas seluruh umat sebelum umatku memasukinya.” Imam Daruqutni mengatakan bahwa hadits ini hanya diriwayatkan sendiri oleh Ibnu Uqail dari Az-Zuhri, dan tiada orang (perawi) lain yang meriwayatkan hadits ini darinya (yakni Az-Zuhri). Hadits ini juga hanya diriwayatkan oleh Zuhair ibnu Muhammad, dari Ibnu Uqail; dan hadits ini hanya diriwayatkan pula oleh Amr ibnu Abu Salamah, dari Zuhair.
Abu Ahmad ibnu Addi Al-Hafidzh meriwayatkan hadits ini. Dia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Husain ibnul Ishaq, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Al-A'yun (yaitu Muhammad ibnu Abu Gayyas), telah menceritakan kepada kami Abu Hafs At-Tanisi, telah menceritakan kepada kami Sadaqah Ad-Dimasyqi, dari Zuhair ibnu Muhammad, dari Abdullah ibnu Muhammad ibnu Aqil, dari Az-Zuhri. As-Sa'labi meriwayatkannya pula. Dia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abbas Al-Makhladi, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im (yaitu Abdul Malik ibnu Muhammad), telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Isa At-Tanisi, telah menceritakan kepada kami Abu Hafs At-Tanisi, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Sadaqah ibnu Abdullah, dari Zuhair ibnu Muhammad ibnu Aqil dengan lafal yang sama. Semua hadits yang disebutkan di atas terangkum ke dalam makna firman-Nya: “Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (Ali Imran: 110) Barang siapa yang memiliki sifat tersebut dari kalangan umat ini, berarti dirinya termasuk orang yang dipuji melalui ayat ini.
Sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Qatadah, telah sampai suatu berita kepada kami bahwa ketika Khalifah Umar ibnul Khattab sedang melakukan salah satu ibadah haji, ia melihat adanya gejala hidup santai pada orang-orang. Lalu ia membacakan ayat ini, yaitu firman-Nya: “Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia.” (Ali lmran: 110) Kemudian ia berkata, "Barang siapa yang ingin dirinya termasuk golongan umat ini, hendaklah ia menunaikan syarat yang ditetapkan oleh Allah di dalamnya." Atsar ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Barang siapa yang tidak memiliki sifat ini, maka ia lebih mirip dengan orang Ahli Kitab yang dicela oleh Allah ﷻ melalui firman-Nya: “Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat.” (Al-Maidah: 79), hingga akhir ayat. Karena itu, setelah Allah memuji umat ini karena memiliki sifat-sifat tersebut, lalu dalam ayat selanjutnya Allah mencela Ahli Kitab dan menyesalkan perbuatan mereka. Untuk itu Allah ﷻ berfirman:
“Sekiranya Ahli Kitab beriman.” (Ali Imran: 110)
Yakni beriman kepada apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, yaitu Al-Qur'an.
“Tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Ali Imran: 110) Maksudnya, sedikit sekali dari mereka yang beriman kepada Allah dan Kitab yang diturunkan kepada kalian, juga kepada apa yang diturunkan kepada mereka sendiri. Kebanyakan dari mereka bergelimang di dalam kesesatan, kekufuran, kefasikan, dan kedurhakaan.
Ayat 111
Kemudian Allah ﷻ memberitahukan kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin seraya menyampaikan berita gembira kepada mereka bahwa pertolongan dan kemenangan akan diperoleh mereka atas kaum Ahli Kitab yang kafir lagi mulhid, yaitu melalui firman-Nya:
“Mereka sekali-kali tidak akan dapat mendatangkan mudarat (bahaya) kepada kalian, selain dari gangguan-gangguan kecil saja; dan jika mereka memerangi kalian, niscaya mereka mundur berbalik melarikan diri ke belakang (kalah). Kemudian mereka tidak akan mendapat pertolongan.” (Ali Imran: 111) Memang demikianlah kenyataannya, karena sesungguhnya dalam Perang Khaibar Allah menghinakan mereka dan membuat hidung mereka terpotong (hina dina). Hal yang sama dialami pula oleh orang-orang sebelum mereka dari kalangan Yahudi Madinah, seperti Bani Qainuqa', Bani Nadir,dan Bani Quraizah; semuanya dibuat hina oleh Allah. Hal yang sama dialami pula oleh orang-orang Nasrani di negeri Syam. Para sahabat mematahkan penyerangan mereka dalam berbagai peperangan, dan merampas kekuasaan negeri Syam dari tangan mereka untuk selama-lamanya.
Masih ada segolongan kaum muslim yang tetap berjuang di negeri Syam hingga Nabi Isa ibnu Maryam diturunkan, sedangkan mereka dalam keadaan tetap berjuang. Kemudian Nabi Isa a.s. memerintah dengan hukum agama Islam dan syariat Nabi Muhammad ﷺ. Lalu ia menghancurkan semua salib, membunuh babi-babi serta menghapuskan jizyah, dan tidak mau menerima kecuali hanya agama Islam.
Ayat 112
Kemudian Allah ﷻ berfirman: “Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia.” (Ali Imran: 112)
Yakni Allah menetapkan kehinaan dan rendah diri pada diri mereka di mana pun mereka berada. Karena itu, hidup mereka tidak merasa aman.
“Kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah.” (Ali Imran: 112) Yaitu jaminan dari Allah. Maksudnya, janji jaminan keamanan bagi mereka dengan dibebani membayar jizyah dan menetapkan atas mereka hukum-hukum agama Islam.
“Dan tali (perjanjian) dengan manusia.” (Ali Imran: 112)
Yakni jaminan keamanan dari orang lain buat mereka, seperti perjanjian perdamaian dan gencatan senjata serta tawanan bila keselamatannya dijamin oleh seseorang dari kalangan kaum muslim, sekalipun si penjaminnya adalah seorang wanita muslimah. Demikian pula halnya perihal budak, menurut suatu pendapat di kalangan para ulama. Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia.” (Ali Imran: 112) Yaitu janji dengan Allah dan janji dengan manusia. Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, ‘Atha’, Adh-Dhahhak, Al-Hasan, Qatadah, As-Suddi, dan Ar-Rabi' ibnu Anas.
Firman Allah ﷻ: “Dan mereka mendapat kemurkaan dari Allah.” (Ali Imran: 112)
Maksudnya, murka dari Allah sudah seharusnya menimpa mereka; mereka pantas menerimanya.
“Dan mereka diliputi kesengsaraan.” (Ali Imran: 112)
Yakni mereka harus menerima kehinaan secara takdir dan peraturan syara'. Karena itu, dalam ayat selanjutnya disebutkan:
“Yang demikian itu disebabkan mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar.” (Ali Imran: 112)
Yakni sesungguhnya yang mendorong mereka berbuat demikian tiada lain adalah sifat takabur, zalim, dan dengki. Maka sebagai akibatnya mereka ditimpa oleh kehinaan dan kenistaan untuk selama-lamanya yang berlangsung sampai kehinaan di akhirat.
Kemudian Allah ﷻ berfirman: “Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.” (Ali Imran: 112)
Yaitu sesungguhnya hal yang mendorong mereka ingkar terhadap ayat-ayat Allah dan berani membunuh rasul-rasul Allah lalu sifat tersebut tertancap pada diri mereka tiada lain karena mereka banyak menentang perintah-perintah Allah, bergelimang di dalam lumpur kemaksiatan, dan berani melanggar syariat Allah. Semoga Allah melindungi kita semua dari perbuatan tersebut, dan hanya kepada Allah-lah kita meminta pertolongan.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Habib, telah menceritakan kepada kami Abu Dawud Ath-Thayalisi, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Sulaiman Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Abu Ma'mar Al-Azdi, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa dahulu orang-orang Bani Israil pernah membunuh tiga ratus orang nabi dalam sehari, kemudian pada petang harinya mereka mendirikan pasar sayur-mayur mereka (seolah-olah tak terjadi apa-apa).
Meskipun kebanyakan Ahli Kitab adalah fasik, tetapi mereka tidak akan membahayakan kamu, karena Allah akan menjaga kamu selama kamu menjalankan tiga faktor yang disebut dalam ayat sebelumnya. Tidak ada yang bisa mereka lakukan kecuali gangguan-gangguan kecil saja, seperti cemoohan, ancaman, dan cercaan. Dan jika suatu ketika mereka memerangi kamu, niscaya Allah akan menolong orang-orang yang beriman, sehingga mereka mundur berbalik ke belakang karena kalah. Selanjutnya mereka tidak mendapat pertolongan dari siapapun.
Tidak saja menderita kekalahan, mereka selalu diliputi kehinaan dan tidak ada lagi kebanggaan akibat kekalahan itu di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang pada dua hal, yaitu tali ajaran agama Allah dan tali perjanjian dengan manusia di mana mereka akan aman selama perjanjian itu berlaku. Tetapi mereka melanggar, sehingga mendapat murka dari Allah dan selalu diliputi kesengsaraan. Murka Allah kepada mereka yang demikian itu, karena mereka mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa hak, padahal tidak ada alasan yang menyebabkan nabi pantas dibunuh. Yang demikian itu, yaitu kekufuran dan pembunuhan yang terjadi, karena mereka terus-menerus durhaka dan melampaui batas, banyak berbuat maksiat, memuja dunia, serta mengubah isi kitab suci mereka.
Ahli Kitab itu tidak membahayakan umat Islam, kecuali sekadar menyakiti hati dengan perkataan yang keji, atau dengan menjelek-jelekan sifat Nabi dan menjauhkan manusia dari agama Islam.
Segala usaha dan tipu daya mereka akan hilang tak berbekas ditelan oleh keteguhan iman dan ketabahan berjuang yang dimiliki oleh kaum Muslimin sebagaimana diungkapkan dalam ayat ini.
(1) "Mereka sekali-kali tidak akan mendatangkan mudarat kepada kamu selain gangguan-gangguan berupa celaan saja." Mereka hanya mencaci, mencela, memburuk-burukkan Islam, mencoba menimbulkan keraguan dan mengumpat Nabi.
(2) "Dan jika mereka berperang dengan kamu pastilah mereka berbalik melarikan diri ke belakang." Mereka tidak pernah berhasil menimbulkan kerugian besar di kalangan Muslimin.
(3) "Kemudian mereka tidak akan mendapat pertolongan," untuk mencapai kemenangan. Memang belum pernah mereka mendapat kemenangan di dalam peperangan melawan Islam, meskipun mereka bersekutu dengan kaum musyrikin.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
YANG SEBAIK-BAIK UMAT
Ayat 110
“Kamu adalah yang sebaik-baik umat yang telah dikeluarkan antara manusia (karena) kamu menyuruh berbuat yang ma'ruf dan melarang perbuatan yang mungkar serta percaya kepada Allah."
Pada ayat yang telah lalu telah diperintahkan dengan nyata dan tegas supaya di kalangan jamaah islamiyah itu diadakan umat yang khusus menyuruhkan kebaikan, yaitu iman, menyuruh berbuat yang ma'ruf dan melarang perbuatan yang mungkar. Ayat ini menegaskan sekali lagi hasil usaha itu yang nyata, yang kongkret. Yaitu kamu menjadi sehaik-baik umat yang dikeluarkan di antara manusia di dunia ini. Dijelaskan sekali lagi bahwa kamu mencapai derajat yang demikian tinggi, sebaik-baik umat, karena kamu memenuhi ketiga syarat: amar ma'ruf, nahi mungkar, iman kepada Allah. Ketiganya inilah yang menjadi sebab kamu disebutkan yang sebaik-baik umat. Kalau yang ketiga tidak ada, niscaya kamu bukanlah yang sebaik-baik umat, bahkan mungkin menjadi se-buruk-buruk umat. Lantaran itu apabila kita membaca ayat ini, janganlah hanya memegang pangkalnya, lalu membangga, sebagaimana membangganya orang Yahudi mengatakan bahwa mereka adalah “Kaum pilihan Tuhan."
Ketiga dasar yang membawa mutu kebaikan isi pada hakikatnya adalah satu. Pertama, amar ma'ruf; kedua, nahi mungkar; ketiga, yakni beriman kepada Allah adalah dasarnya yang sejati. Apabila telah mengakui dan merasakan beriman kepada Allah, timbullah kebebasan jiwa. Sebab, percaya kepada Allah tidak memberi tempat buat mempersekutukan kepercayaan kepada yang lain dengan kepercayaan kepada Allah. Orang yang beriman kepada Allah, bebas merdekalah dia dari pengaruh yang lain, sebab yang lain makhluk Allah belaka. Keimanan kepada Allah menghilangkan ketakutan dan duka cita, menimbulkan daya hidup. Tegasnya juga menimbulkan dinamika hidup. Itulah jiwa bebas! Maka dengan sendirinya kemerdekaan jiwa karena tauhid itu menimbulkan pula kemerdekaan yang kedua, yaitu kemerdekaan kemauan (iradah, will) Lalu berani menyatakan pikiran-pikiran yang baik untuk kemaslahatan umat dan kemajuan, sebab hidup lebih maju adalah tabiat kemanusiaan. Di sinilah terletak amar ma'ruf.
Umat yang hanya sanggup membanggakan cipta nenek moyangnya, tetapi tak sanggup mencipta sendiri, sama saja mutu mereka dengan umat Yahudi dan Nasrani yang mendakwakan dirinya, “Anak-anak Allah dan ke-kasih Allah" tadi.
Padahal, di dalam pokok untuk mencapai derajat sebaik-baiknya umat yang ditimbulkan di tengah-tengah manusia tadi,yaitu menyuruh berbuat ma'ruf, melarang perbuatan mungkar, dan beriman kepada Allah. Terusan ayat itu sendiri jelas sekali membuka pintu bagi Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani), bahwa mereka pun akan mencapai kebajikan pula bila mereka pun memegang ketiga pokok itu. Yaitu,
“Dan jikalau percaya pula. Ahlul Kitab, sesungguhnya yang demikian pun adalah baik bagi mereka."
Menilik ayat ini, tidaklah terhalang bagi Ahlul Kitab akan mencapai derajat sebaik-baik umat dikeluarkan antara manusia jika mereka menyuruh berbuat ma'ruf, melarang perbuatan mungkar, dan percaya kepada Allah, walaupun mereka bukan Islam.
Sosiologi modern telah menemui kebenaran inti ayat ini. Menurut sosiologi modern, kebebasan seseorang diikat oleh undang-undang (syari'at) Syari'at bersumber pada akhlak. Dan akhlak bersumber pada kepercayaan kepada Allah.
Kebebasan tanpa ikatan undang-undang dan disiplin adalah khaos; dan khaos adalah musuh kemerdekaan nomor satu.
Kebebasan diri sendiri terhenti apabila telah bertemu dengan kebebasan orang lain. Akhlak adalah penghubung yang mutlak antara saya dan engkau. Apabila telah kacau hubungan antara saya dan engkau, apabila kepentingan diriku lebih kutonjolkan daripada kepentingan engkau dan engkau pun menonjolkan kepentinganmu pula, maka yang naik akhirnya ialah siapa yang kuat, bukan siapa yang benar.
Apabila sesama manusia telah mementingkan siapa yang kuat itulah yang naik dan siapa yang lemah itulah yang jatuh, maka yang berlaku bukan lagi hukum kemanusiaan, akan tetapi hukum rimba.
Itulah lembaran pertama sejarah perbudakan. Perbudakan bangsa atas bangsa, atau perbudakan manusia atas manusia, atau perbudakan nafsu syahwat atas nafsu yang murni Perbudakan keiblisan atas perikemanusiaan.
Kalau dalam Al-Qur'an masih tertulis “Kuntum khaira umatin," (kamulah yang sebaik-baik umat), padahal yang tampak adalah perbudakan, tandanya umat itu telah bernasib sebagai pohon kayu yang mati pucuk.
Pucuknya telah mati karena uratnya telah tergoyang dan tidak berjejak di bumi lagi. Karena imannya kepada Allah telah tercabut dari pelata bumi kehidupan, tidaklah dia berani lagi melarang perbuatan mungkar. Dan tidak ada semangatnya lagi buat menegakkan yang ma'ruf. Tumbanglah dia, walaupun dia masih bersorak-sorai mengatakan, “Kamilah yang sebaik-baik umat dikeluarkan antara manusia." Laksana segolongan orang-orang Yahudi dan Nasrani yang bersorak mengatakan, “Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-Nya."
Selama amar ma'ruf dan nahi mungkar masih ada, itulah tanda bahwa umat ini masih bernapas dan kalau telah lindap, tandanya nyawanya telah Senin-Kamis. Dan kalau tidak ada lagi, tandanya umat ini telah mati, walaupun bangkainya masih ada.
Ini dikuatkan oleh sabda Nabi Muhammad ﷺ yang dirawikan oleh Tirmidzi dari sahabat Huzaifah r.a.,
“Menyuruhlah berbuat ma'ruf dan mencegahlah. perbuatan mungkar, atau kalau tidak, siksa Allah boleh jadi akan menimpa kepadamu. Lalu kamu memohon supaya siksa itu dihentikan, tetapi permohonan kamu itu tidak dikabulkan Allah ..." (HR at-Tirmidzi)
Maka selama amar ma'ruf nahi mungkar masih ada, selama itu pula Islam masih akan tetap hidup dan memberikan hidup. Selama itu pula umat Islam akan menjadi yang sebaik-baik umat yang dikeluarkan antara manusia.
Kalau ini tidak ada lagi, akibatnya ialah menjadi seburuk-burukumat.
Kemudian, datang sambungan ayat, “Dan kalau sekiranya berimanlah Ahlul Kitab, sesungguhnya itulah yang baik bagi mereka, (tetapi) antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik."
Kalau sekiranya berimanlah Ahlul Kitab sebagai iman demikian, berpusat kepada me-nauhidkan Allah, diiringi dengan amar ma'ruf nahi mungkar, yang menjadi hasil kemerdekaan jiwa, kemerdekaan kemauan, dan kemerdekaan menyatakan pikiran, niscaya itulah yang lebih baik bagi mereka. Habislah perpecahan dan perselisihan serta ta'ashub kepada kepercayaan yang dipusakai, kembali kepada hakikat agama yang sebenarnya, yaitu penyerahan diri kepada Allah. Inilah yang menyebabkan ada antara mereka yang memang beriman, menuruti jalan itu. Mereka pun terhitunglah yang sebaik-baik umat pula, sebagaimana Suhaib orang Roma, Adi bin Hatim, Tamim ad-Dari, semuanya di Mekah. Ketiganya dahulu beragama Nasrani, Salman orang Farisi, Abdullah bin Salam pemuka agama Yahudi di Madinah, Ashhamah Najasyi (Negus) negeri Habsyi. Itulah orang-orang Ahlul Kitab yang pada zaman Nabi kita Muhammad ﷺ dengan sukarela sendiri langsung memeluk Islam, karena mereka telah mengerti maksud risalah Muhammad itu, yaitu mengajak manusia kembali kepada dunia fitrahnya. Maka, berbahagialah mereka dunia akhirat, sedang orang-orang yang fasik tidak mau tahu, tidak mau menyelidiki. Sebab, jiwa mereka sendiri tidak merdeka, karena diikat oleh ta'ashub memegang yang lama, sebab itu mereka senantiasa hidup dalam perpecahan sesama sendiri.
Ayat 111
“Tidaklah mereka akan membahayakan kamu, kecuali mengganggu (sedikit)"
Yaitu orang-orang yang menolak lantaran fasik tadi. Perhatikanlah hubungan ayat dengan yang dahulu daripadanya. Niscaya golongan yang fasik, yang tidak mempunyai sama sekali dasar pendirian yang benar, tidak akan membahayakan bagi sebaik-baiknya umat yang tidak henti-hentinya beramar ma'ruf nahi mungkar dan teguh iman kepada Allah. Mereka yang fasik itu akan berhadapan dengan tembok tebal orang-orang kuat iman yang tinggi mutunya. Bagaimana pun mereka menyusun kekuatan, tidaklah akan membahayakan, kecuali hanya gangguan yang hanya sedikit, yang mesti bertemu di dalam perjalanan hidup. Kefasikan itulah yang menyebabkan mereka tidak kuat.
“Dan jika mereka memerangi kamu, mereka akan berbalik punggung kepada kamu (kalah)" Artinya jika timbul sikap berhadap-hadapan, berkonfrontasi, mereka akan berbalik punggung, yaitu akan lari meninggalkan medan, sebab tidak tahan, merasa takut menghadapi front kesatuan Mukmin yang kuat.
Orang yang beriman bersedia mati syahid dalam imannya, si fasik hanya mencintai hidup.
“Sesudah itu mereka tidaklah akan dimenangkan."
Kekalahanlah yang menjadi akibat penentang, yang menentang hanya karena fasik. Jalan buat menang tidak ada bagi mereka.
Inilah akibat sebaik-baik umat tadi dan inilah akibat tetap adanya di kalangan kamu segolongan umat yang selalu menyerukan kebaikan, menyuruh berbuat baik, melarang perbuatan mungkar. Di sini letaknya kekuatan. Lantaran itu, kekuatan pertama terletaklah dalam kekuatan batin. Adapun kekuatan yang lahir hanyalah pelengkap yang tak dapat tidak bagi kekuatan batin itu.
Inilah satu peringatan Allah yang wajib kita perhatikan dengan saksama sekali. Di sini Allah memberikan jaminan bahwa selama kamu masih mengadakan dakwah kepada kebajikan, selama masih berani beramar ma'ruf dan nahi mungkar, maka segala gangguan yang didatangkan oleh Ahlul Kitab itu sekali-kali tidak akan membahayakan bagi kamu, kecuali hanya gangguan sedikit, laksana gigitan nyamuk saja.
Di dalam surah al-Baqarah ayat 120 telah dijelaskan bahwa baik orang Yahudi maupun Nasrani, sekaii-kali tidaklah akan merasa rela sebelum kamu mengikuti agama mereka. Sebab itu, tidaklah mereka berhenti mengganggu kepercayaan kamu. Akan demikianlah selama-lamanya. Maka, jika mereka adakan berbagai-bagai serangan, baik secara berperang, seperti Perang Salib beberapa ratus tahun yang telah lalu, atau secara menjajah negeri Islam beratus tahun pula, untuk membunuh kebangkitan Islam. Atau orang Yahudi yang mendirikan negara Israel di tengah-tengah tanah Arab dalam abad kedua puluh, atau penyebaran zending (usaha-usaha penyebaran agama Kristen, peny.) dan misi Kristen, baik Katolik atau sekian ratus sekte Kristen Protestan, sebagaimana yang kita alami di Indonesia ini zaman sekarang dan di negeri-negeri Islam yang lain.
Ayat 120 surah al-Baqarah itu telah memberi ingat kepada kita bahwa itu tidak akan bisa dihentikan, tidak akan bisa dibendung. Akan tetapi, kalau semangat agamamu, semangat dakwah kepada kebajikan, amar ma'ruf dan nahi mungkar, masih saja berkobar-kobar, segala gangguan itu tidaklah akan membahayakan.
Di sini dapat pula dipahami, bahwa jika ummatun yad'uuna Hal khair tidak bergerak lagi, amar.ma'rufdan nahi mungkar telah mulai padam apinya, dan kamu tidak lagi menjadi sebaik-baik umat, karena tidak ada lagi amar ma'ruf nahi mungkar, jelaslah bahwa segala serangan mereka itu akan menghancurkan kamu. Bukankah perpecahan kerajaan-kera-jaan dan pemimpin-pemimpin Arab yang menyebabkan negara Israel dapat berdiri di tengah tanah Arab? Dan lama sebelumnya itu, bukankah kesatuan komando Sultan Saiahuddin al-Ayubi yang dapat menangkis kekuasaan kaum Salib dari Palestina?
Oleh sebab itu, peringatan yang dikemu-kakan Allah di dalam ayat-ayat ini dapatlah kita jadikan pedoman untuk mengukuhkan semangat Islam dengan terus-menerus berdakwah; terus-menerus berani menegakkan kebenaran, walaupun kadang-kadang akan meminta jihad dengan harta benda kadang-kadang mengorbankan jiwa.