Ayat
Terjemahan Per Kata
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
وَعَمِلُواْ
dan mereka beramal
ٱلصَّـٰلِحَٰتِ
kebajikan/saleh
لَنُدۡخِلَنَّهُمۡ
sungguh akan Kami masukkan mereka
فِي
kedalam
ٱلصَّـٰلِحِينَ
orang-orang yang saleh
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
وَعَمِلُواْ
dan mereka beramal
ٱلصَّـٰلِحَٰتِ
kebajikan/saleh
لَنُدۡخِلَنَّهُمۡ
sungguh akan Kami masukkan mereka
فِي
kedalam
ٱلصَّـٰلِحِينَ
orang-orang yang saleh
Terjemahan
Orang-orang yang beriman dan beramal saleh pasti akan Kami masukkan mereka dalam (golongan) orang-orang saleh.
Tafsir
(orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, benar-benar Kami masukkan mereka ke dalam golongan orang-orang yang saleh) maksudnya para nabi dan kekasih-kekasih Allah, umpamanya Kami akan menghimpun mereka bersama-sama dengan para nabi dan para wali.
Tafsir Surat Al-'Ankabut: 8-9
Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Kulah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. -Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh benar-benar akan Kami masukkan mereka ke dalam (golongan) orang-orang yang saleh. Allah ﷻ memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya masing-masing, yang hal ini disebutkan-Nya sesudah menganjurkan (memerintahkan) mereka untuk berpegang teguh kepada ajaran tauhid.
Karena sesungguhnya kedua ibu bapak adalah penyebab keberadaan seseorang. Seseorang diharuskan berbuat baik kepada kedua orang ibu bapaknya, sedangkan orang tua laki-laki diharuskan memberi nafkah kepada anaknya dan orang tua perempuan memelihara anaknya dengan kasih sayang. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.
Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil. (Al-Isra: 23-24) Perintah untuk memperlakukan kedua orang tua dengan perlakuan kasih sayang dan bersikap baik kepada keduanya serta penuh hormat adalah sebagai imbalan dari kebaikan keduanya, seperti yang telah disebutkan di atas.
Firman Allah ﷻ: Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. (Al-'Ankabut: 8) Yakni jika kedua orang tuamu menginginkan dengan sangat agar kamu mengikuti agama keduanya (selain Islam) bila keduanya musyrik, maka hati-hatilah kamu. Janganlah kamu mengikuti keduanya, karena sesungguhnya kembali kalian kelak di hari kiamat adalah kepada-Ku. Lalu Aku akan membalas kebaikanmu kepada keduanya, juga pahala kesabaranmu dalam memegang teguh agamamu, serta Aku akan menghimpunkanmu bersama orang-orang yang saleh, bukan dengan kedua orang tuamu, sekalipun kamu adalah orang yang terdekat kepada keduanya sewaktu di dunia.
Karena sesungguhnya seseorang itu akan dihimpunkan kelak di hari kiamat bersama orang-orang yang dicintainya dengan cinta agama. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh benar-benar akan Kami masukkan mereka ke dalam (golongan) orang-orang yang saleh. (Al-'Ankabut: 9) Imam Turmuzi mengatakan sehubungan dengan tafsir ayat ini, bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Sammak ibnu Harb yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Mus'ab ibnu Sa'd menceritakan hadis berikut dari ayahnya (yaitu Sa'd) yang mengatakan, telah diturunkan empat buah ayat berkenaan dengan peristiwa yang dialaminya, lalu ia menceritakan kisahnya.
Antara lain ia menceritakan bahwa ibunya (yaitu Ummu Sa'd) pernah berkata kepadanya, "Bukankah Allah telah memerintahkan kepadamu untuk berbakti kepada ibumu? Demi Allah, aku tidak akan makan dan juga tidak akan minum hingga aku mati atau kamu mau kafir." Sa'd melanjutkan kisahnya, bahwa keluarganya bila hendak memberi makan ibunya terpaksa harus membukakan mulutnya dengan paksa. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu bapaknya.
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. (Al-'Ankabut: 8), hingga akhir ayat. Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Muslim, Imam Ahmad, Imam Abu Daud, dan Imam Nasai; Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih."
Dan orang-orang yang beriman dan membuktikan keimanannya itu dengan mengerjakan kebajikan mereka pasti akan Kami masukkan mereka ke dalam golongan orang yang saleh yang akan mendapatkan kenikmatan di surga. 10. Ayat-ayat yang lalu menyimpulkan bahwa ada orang yang beriman kepada Allah yang diuji dan disakiti oleh kaum musyrikin namun mereka tabah dalam keimanan, dan di antara manusia ada pula sebagian yang berkata dengan lidahnya tanpa menyentuh secara mantap hatinya, 'Kami beriman kepada Allah,' tetapi apabila dia disakiti dengan ditimpa cobaan karena dia beriman kepada Allah, hatinya goyah dan takut kepada siksa yang akan menimpanya dari kaum musyrikin. Dia menganggap cobaan berupa siksaan dan gangguan dari manusia itu sebagai siksaan Allah, dan tidak sabar menghadapinya. Orang itu takut kepada kezaliman manusia, seperti ketakutannya kepada azab Allah, karena itu dia tinggalkan imannya itu. Dan jika datang pertolongan dari Tuhanmu berupa kemenangan kepada orang-orang mukmin atas musuh-musuh mereka, dan mereka mendapatkan harta rampasan, niscaya datang-lah mereka, yaitu orang orang yang berpura-pura beriman itu kepada orang-orang muslim dan akan berkata, 'Sesungguhnya kami bersama kamu dalam keimanan, maka berilah kami bagian dari harta rampasan itu. ' Tidak sepantasnya mereka menyangka bahwa keadaan mereka ini tidak diketahui Allah. Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada di dalam dada semua manusia, baik yang berupa keimanan maupun kemunafikan'.
Kemudian ditegaskan kembali kedudukan orang-orang yang beriman dan berbuat baik serta orang yang senantiasa menyucikan jiwanya. Mereka akan dimasukkan dalam kelompok orang-orang saleh, dan ditempatkan dalam surga "Jannatun na'im".
Allah memasukkan mereka ke dalam golongan orang-orang saleh sebagai ganjaran yang dianugerahkan kepada siapa saja yang memilih untuk mengindahkan perintah Allah dan rasul-Nya daripada perintah orang tua yang bersifat kedurhakaan. Keengganan anak mengikuti perintah orang tuanya pasti mengakibatkan kekeruhan hubungan antara kedua pihak. Untuk itu, Allah menjanjikan kepada sang anak bahwa ia akan diberi ganti yang lebih baik, yaitu akan dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang saleh.
As-shalihin di sini maksudnya adalah kelompok orang-orang yang sangat berbakti kepada Allah dan yang bergabung dengan kelompok para nabi dan lain-lain, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah dalam Surah an-Nisa'/4: 69:
Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pencinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (an-Nisa'/4: 69).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Memuliakan Ibu-bapa Dan Mempertahankan Akidah
Ayat 8
“Kami wasiatkan kepada manusia supaya kepada kedua orang tuanya bersikap baik." (pangkal ayat 8). Kalau dari Tuhan datang uiashiyat, artinya ialah perintah. Tuhan mewajibkan dan memerintahkan kepada manusia supaya kepada ayah-bunda hendaklah bersikap yang baik. Karena kedua orang tua itulah asal-usul kejadian manusia. Dengan perantaraan keduanyalah Allah menghadirkan tiap-tiap manusia ke muka bumi ini. Ayah mencarikan segala perlengkapan hidup. Ibu mengasuh dan menjaga di rumah. Di dalam ayat 23 dari Surat 17, al-isra' dengan tegas Tuhan menjelaskan bahwa sesudah menyembah kepada Allah Tuhan Yang Esa, tidak bersekutu yang lain dengan Dia, hendaklah manusia bersikap baik Kepada kedua orang ayah-bundanya."Dan jika keduanya berkeras mengajak engkau mempersekutukan dengan Daku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah engkau turuti keduanya." Sebagai orang yang telah beriman kepada Allah, seorang Mu'min tidak mengenal lagi ada Tuhan selain Allah. Kalau diajak menyembah pula tuhan yang lain, orang Mu'min tidak dapat mengikutinya, sebab tuhan yang lain itu tidak ada dalam akidah kita. Bagaimana kerasnya kehendak ayah atau ibu, mengajak supaya menyembah tuhan yang lain itu, Mu'min tidak boleh menuruti. Ayah dan bunda wajib dihormati, tetapi mereka tidak boleh dipatuhi dalam hal yang mengenai akidah. Jika bertemu hak Allah dengan hak kedua orang tua. yang tidak dapat diperdamaikan lagi, hak Aliahlah yang didahulukan.
“KepadaKulah akan kembali kamu." Demikian sabda Tuhan selanjutnya “Maka akan Aku beritakan kepada kamu dari hal apa yang telah kamu kerjakan." (ujung ayat 8). Di hadapan hadhirat Allah itulah kelak dipisahkan di antara Iman dan kufur sejelas-jelasnya. Meskipun ayah kandung dan ibu kandung, kalau mereka tidak mempercayai Keesaan Tuhan, beliau akan dikandangkan di tempat orang musyrikin, jauh terpisah dari anaknya yang telah beriman.
Ayat 9
“Dan orang-orang yang beriman dan beramal yang shalih “ (pangkal ayat 9). Tidak dipandang apakah mereka berkeluarga atau tidak, ada hubungan darah atau bukan, “Sesungguhnya akan Kami masukkan mereka dalam golongan orang-orang yang shalih." (ujung ayat 9).
Begitulah jadinya nanti. Di hari akhirat orang yang sama haluan, sama Iman dan takwa kepada Allah, pengikut syariat Nabi akan berkumpul jadi satu. Waktu itu pertalian darah, pertalian kerabat, nasab, keturunan, suku, ipar, bisan, mertua dan menantu tidak ada lagi. Itu hanya sekedar untuk di dunia. Sampai di kubur dia sudah habis. Maka Al-Urwatui Wutsqaa, tali yang teguh sejati ialah tali akidah, yang tidak lekang di panas, tidak lapuk di hujan.
Kedua ayat 8 dan 9 ini ada sebab turunnya.
Menurut sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh Termid2i sebab turun kedua ayat dari Surat al-'Ankabut ini ialah kejadian di antara sahabat Nabi yang terkenal Sa'ad bin Abu Waqqash dengan ibunya Hamnah binti Abu Sufyan. Sa'ad sangatlah sayang dan cinta dan berkhidmat sepenuh hati kepada ibunya. Tetapi seketika Sa'ad telah memeluk Agama Islam, ibunya sangat keberatan. Sampai dia berkata: “Agama apa pula yang kau bikin-bikin ini?"
Begitu jengkel ibunya karena dia memeluk Islam sampai dia bersumpah: “Demi Allah! Aku tidak akan makan-makan, aku tidak akan minum-minum sebelum engkau kembali kepada agama kita yang lama, atau kalau engkau tidak mau kembali, aku bertangyang (berkapar) terus sampai aku mati! Dan kalau aku mati karena itu, engkau akan dapat malu dalam seluruh penduduk Makkah, dituduh sebagai seorang yang sampai hati membunuh ibunya!"
Maka teruslah dia bertangyang, tidak makan dan tidak minum, sudah sampai satu hari satu malam. Dia sangat berharap dengan sikapnya demikian hati anaknya akan lunak.
Tetapi setelah mengetahui keadaan yang demikian, Sa'ad pun datang menemuinya, lalu berkata: “Wahai Ibuku! Dimisalkan ibu mempunyai seratus nyawa, lalu nyawa yang seratus itu keluar satu demi satu dari dalam tubuh ibu, namun aku tidaklah akan meninggalkan agamaku. Kalau ibu sudah merasa lapar makanlah. Kalau tidak mau makan, tak usah makan."
Akhirnya ibunya tidak juga tahan lapar, lalu dia makan dan minum. Maka datanglah ayat yang tengah kita tafsirkan ini. isinya sudah terang, yaitu bahwa kedua orang tua wajib dihormati, wajib berkhidmat kepadanya selama hidup di dunia ini, walaupun berbeda agama. Tetapi kalau keduanya mengajak dengan keras, dengan sungguh-sungguh dengan berbagai macam cara supaya kembali jadi kafir, janganlah mau! Dengan demikian menanglah akidah di atas kasih-sayang anak dengan ibu.
Mari kita kembali kepada ayat 2 dan ayat 3 di atas tadi! “Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan saja mengakui beriman, padahal mereka tidak dikenakan ujian! Sesungguhnya telah diuji, telah diberi percobaan ummat yang sebelum kamu; maka dibuktikanlah oleh Allah siapakah yang benar dan dibuktikan pula oleh Tuhan siapa yang dusta."
Di sini nampak ujian Iman Sa'ad di dalam kasih-sayang akan ibunya. Kalau imannya tidak kuat, dia akan luntur karena tidak tahan melihat ibunya mati kelaparan.
Percobaan dan ujian akan datang kepada manusia dari segala sudut kehidupan. Sejak dari zaman dahulu sampai kepada zaman sekarang. Ilmu pengetahuan yang tinggi dapat saja jadi ujian dan cobaan terhadap Iman. Ada orang di zaman rrioden ini yang mengatakan kepercayaan kepada Tuhan tidak diperlukan lagi, karena ilmu pengetahuan alam telah sangat maju. Agama tidak diperlukan lagi, karena zaman sekarang adalah zaman teknologi.
Hidup di tengah-tengah pergaulan moden, iman pun diuji. Agama memberi batas pergaulan laki-laki. Bergaul bebas sebelum nikah, dilarang keras oleh agama, supaya jangan terjadi hubungan di luar nikah. Pergaulan di luar nikah zina namanya; dan zina adalah suatu perbuatan yang sangat keji dan jalan yang telah tersesat. Tetapi hidup di zaman moden membukakan segala dinding yang menghambat kebebasan. Hidup zaman moden adalah kebebasan bergaul laki-laki dengan perempuan, dengan tidak ada batas samasekali. Pergaulan di luar nikah sudah menjadi kebiasaan saja, sehingga mulailah menjalar suatu faham zina itu tidak salah! Anak-anak di luar nikah sudah menjadi hal yang lumrah tiap hari. Maka pemuda-pemuda yang masih saja berkeras mempertahankan nilai-nilai ajaran agama, akan diejek dan dituduh kolot, tidak tahu “moden life", kehidupan moden.
Orang-orang yang mempunyai cita-cita tinggi, agar hukum Tuhan berlaku dalam masyarakat kena ujian keras. Kalau dia ingin selamat, hendaklah pandai menyesuaikan diri. Jangan disebut-sebut cita-cita Islam, ideologi Islam dan lain-lain. Kita disuruh mengatakan yang sebenarnya, padahal kalau dikatakan yang sebenarnya, kita dapat saja dituduh musuh negara. Karena yang dijalankan selama ini bukan peraturan Tuhan, melainkan salinan undang-undang buatan manusia.
Pejuang-pejuang yang teguh iman mendapat ujian Iman yang sangat besar. Satu waktu orang akan marah, kadang-kadang pemerintah negerinya sendiri, yang terdiri dari orang Islam, memandang bahaya besar kalau Islam disebut-sebut.
Kadang-kadang adat-istiadat jahiliyah yang masih dipeyang teguh. Si Mu'min tahu benar bahwa adat-istiadat itu bukan berasal dari Islam. Ujian pun datang! Kalau ditegur, orang pun marah. Tidak ditegur, Tuhan yang marah!
Di sinilah kita disuruh merenungkan kembali ayat 6 di atas tadi. Yaitu barangsiapa yang berjihad, yaitu barangsiapa yang bekerja keras, bersungguh-sungguh memperjuangkan keyakinan dan keimanannya sendiri, walaupun dengan rasa takut-takut yang bersarang dalam dirinya sendiri, maka hasil dari perjuangannya itu adalah untuk kemuslihatan dirinya sendiri. Kalau dia berdiam diri, tidak berjuang melawan rasa takut, dia akan terbenam dan Imannya akan terancam hilang. Tetapi kalau dia berani menghadapi segala kemungkinan, belum tentu dia akan binasa. Dan kalau binasa juga, misalnya dia mati, maka matinya adalah mati syahid. Mati yang semulia-mulianya. Tetapi kalau dia hidup setelah terlepas dari ujian marabahaya yang dihadapinya itu, tingkatnya akan naik. Sebagai dilihat pada Sa'ad bin Abu Waqqash itu sendiri, yang menang Imannya menghadapi perasaan belas-kasihnya kepada ibunya. Akhirnya dia mendapat kedudukan yang istimewa dalam Iman! Di sisi Rasulullah s.a.w, dia adalah termasuk dalam sepuluh sahabat yang terdekat kepada Rasulullah. Nama terkenal dalam perjuangan karena dialah yang menaklukkan Qadisiyah (PersiAl dan merebut istana (madain) Kisra. Dia termasuk seorang di antara sahabat-sahabat Rasulullah yang dijanjikan akan masuk syurga. Rasulullah meninggal dunia di dalam keadaan suka kepadanya.
Iman Munafik
Ayat 10
“Dan setengah daripada manusia ada yang berkata: “Kami beriman kepada Ailah." (pangkal ayat 10). Inilah semacam manusia lagi. Sejalan dengan yang di atas tadi juga, ringan saja mulutnya mengatakan bahwa dia beriman kepada Allah; “Tetapi apabila dia disakiti pada jalan Allah," yaitu sebagai akibat daripada apa yang dia katakan itu. Sebab telah diberi penjelasan sejak semula, bahwa orang yang telah mengaku beriman kepada Allah tidaklah akan terlepas daripada ujian. Maka setelah ujian datang, “Dijadikannyalah fitnah manusia sebagai siksaan Allah." Artinya, baru saja dapat ujian atau rintangan sedikit saja dari sesama manusia, mereka sudah ribut. Mereka sudah ketakutan. Mereka sudah mengomel dan mengeluh. Mereka mengatakan bahwa mereka masuk Islam itu hanya tertipu saja. Dikatakan masuk Islam akan dibela oleh Allah. Sekarang bahaya sudah menimpa, namun nasibnya tidak ada yang memperdulikan."Dan sesungguhnya jika datang pertolongan dari Tuhan engkau." Sudah terang bahwa berjihad dalam Islam itu pasti berhadapan dengan kesulitan. Namun karena teguh imannya orang yang Mu'min, mereka dapat mengatasi kesulitan itu, kesukaran bertukar dengan kemudahan, ke-goncangan bergilir jadi keamanan dan keuntungan pun datanglah. Pada waktu itu: “Pasti mereka akan berkata: “Sesungguhnya kami adalah beserta kamu." Setelah jelas keuntungan datang, kemenangan tiba dengan gilang-gemilang, mereka itu yang mengatakan fitnah manusia yang kecil itu sama saja dengan azab Allah, lalu mereka mengundurkan diri. Sekarang setelah nyata kemenangan dicapai oleh perjuangan islam, dengan tidak segan-segan mereka tampil ke muka mengatakan bahwa mereka adalah dalam barisan orang Islam juga. Mereka meskipun diam-diam, namun hati mereka tetap dalam Islam. Untuk orang-orang seperti ini Tuhan memberi ladenan di ujung ayat: “Bukankah Allah lebih mengetahui dengan apa yang ada dalam dada seluruh manusia?" (ujung ayat 10).
Itulah “Thufaily-thufaily" perjuangan yang mau enaknya saja. Berjuang tidak mau ikut. Dia takut kena percikan, tetapi ingin mendapat hasil juga. Inilah bendalu-bendalu yang ingin menumpang hidup. Namun kalau dibiarkan mereka berpengaruh, semua kekayaan akan mereka hisap habis. Tetapi kalau bahaya mengancam kembali, orang-orang seperti ini jualah yang lari lebih dahulu.
Ayat 11
“Dan sesungguhnya Allah pun mengetahui akan orang-orang yang beriman." (pangkal ayat 11). Allah tahu iman yang sejati, yang mau menelan manis dan pahit, sudi berkurban murah dan mahal. Tahan menderita karena mempertahankan keyakinan. Tidak berkocak bagaimanapun besar gempa. Tidak mundur walau bagaimana ancaman. Tidak menjual pendirian karena bujukan harta dan kemuliaan yang palsu; “Dan Dia pun sangat mengetahui akan orang-orang yang munafik." (ujung ayat 11). Yaitu orang yang soraknya keras mengajak maju. Tetapi setelah datang waktu untuk maju, dia yang mundur lebih dahulu. Orang yang mulutnya penuh dengan kata-kata berapi-api, tetapi tulang-belulangnya lunak laksana air. Mudah berubah pendirian karena bujukan pangkat, atau harta dan kedudukan. Sangat arif dan nyalang matanya, nyaring telinganya jika mendengar ada keuntungan untuk dirinya, dan acuh tidak acuh kalau ancaman besar mengancam agamanya.
Sejak semula Tuhan telah lebih tahu mana yang beras dan mana yang gabah (antah), dan bagaimanapun loyang disepuh menyerupai emas, namun tidak lama kemudian sepuhan itu akan hilang dan loyangnya jua yang kelihatan. Kemudahan dan kelemahan, kekayaan dan kemiskinan, ketahanan berjuang dan kelemahan, semuanya itu jadi ujian untuk menentukan iman sejati dan perbedaannya dengan munafik.
Meskipun Surat al-'Ankabut ini diturunkan di Makkah, dan di Makkah belum nampak orang munafik, dan sesudah sampai di Madinah baru terdapat orang munafik, namun sejak dari saman Makkah ini rupanya sudah diperingatkan oleh Tuhan, tentang bahaya munafik, supaya kaum yang telah mengaku beriman jangan bertemu dengan penyakit “bendalu" iman yang amat berbahaya itu.
Dosa Tanggung Sendiri-sendiri
Ayat 12
“Dan berkata orang-orang yang kafir kepada orang-orang yang beriman: “Ikutilah jalan kami, akan kami pikul dosa-dosa kamu." (pangkal ayat 12). Begitulah kaum Quraisy mencoba membujuk beberapa orang yang telah beriman dan telah menjadi pengikut Muhammad. Ikutilah jalan kami, marilah sembah kembali berhala yang telah jadi pusaka sejak nenek-moyang kita ini, kembalilah ke agama kami. Dosa kamu akan kami tanggung. Atau berbuatlah kejahatan ini. Jangan takut berdosa. Saya akan menanggung dosa itu.
Kerapkali penafsir ini menerima laporan dari perempuan-perempuan muda atau gadis-gadis yang lemah iman. Mereka dirayu berbuat 2ina oleh seorang pemuda yang terkutuk. Kalau perempuan itu enggan dan takut berdosa, dia berjanji bahwa dosa itu dia yang akan menanggung. Akhirnya perempuan itu pun mau juga, karena dia pun bersyahwat! “Padahal tidaklah mereka sanggup memikul dosa-dosa mereka sendiri sedikit jua pun." Jangankan memikul dosa orang lain, dosa mereka sendiri tidak terpikul oleh mereka. Itu hanya pengakuan mulut belaka. Sebab itu di ujung ayat Tuhan bersabda dengan tegas: “Sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang benar-benar pendusta." (ujung ayat 12).
Orang yang mau mengikuti ajakan yang seperti itu hanyalah orang yang bodoh. Orang beriman sejati tidaklah dapat dibujuk dengan cara demikian. Dan Allah bukanlah buta dan bukan pula zalim memindahkan tanggungjawab kepada orang lain atas dosa yang diperbuat oleh seseorang. Sebab itu ayat seterusnya Tuhan bersabda:
Ayat 13
“Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban berat mereka sendiri." (pangkal ayat 13). Beban mereka sendiri yang amat berat itu ialah beban dosa. Beban dosa karena kedurhakaan dan keingkaran. Karena kekufuran dan keras kepala tidak mau menerima kebenaran."Dan beban-beban lain beserta beban mereka." Beban-beban lain ialah beban tambahan, karena mereka menipu, membujuk dan merayu orang lain pula supaya mengikut kepada mereka. Orang yang bodoh yang mereka perbodoh lalu terjerumus orang itu ke dalam dosa karena ajakannya; itu pun jadi tambahan dosa yang akan dipikulnya. Dan orang lain yang tertipu terbujuk itu pun berdosa pula. Karena mereka pun telah diberi akal buat menimbang.
Di ujung ayat 12 dikatakan bahwa pengakuannya bahwa dia sanggup memikul dosa orang lain asal mau mengikutinya itu, adalah perkataan yang benar-benar dusta besar. Sebab azab siksaan atas dosa itu sangatlah besarnya, sangatlah beratnya. Kalau didengarkanlah kiranya ancaman Tuhan yang disampaikan oleh Nabi-nabi tentang azab siksa neraka itu, tidaklah seseorang akan mau memikul dosa orang lain. Sebab pikulan dosa sendiri saja sudah sangat ngeri azab yang mengancam, bagaimana kita akan menyanggupi me-mikul dosa orang lain. Itulah sebabnya maka di akhir ayat dijelaskan lagi bagaimana hebatnya pemeriksaan pada hari itu; “Dan sesungguhnya mereka akan ditanya pada hari kiamat dari bal apa yang telah mereka ada-adakan itu." (ujung ayat 13).
Dengan demikian ditutuplah pintu fitnah yang dicoba pula membuka ini, yaitu mempermudah-mudah menanggung dosa orang lain, padahal dosa sendiri belum akan tertanggung. Tertutuplah persangkaan bahwa di akhirat kita akan diperiksa secara berombongan lalu timbul seorang “pemimpin" tampil ke muka, mengatakan dia yang menanggung dosa pengikut-pengikutnya ini semua. Bukan! Tetapi akan diperiksa satu demi satu, seorang seiesai seorang.
Maka bersabdalah Rasulullah s.a.w.;
“Tidaklah ada satu jiwa yang terbunuh dengan aniaya, melainkan adalah atas Anak Adam yang pertama juga tanggungjawab atas darah orang itu. Sebab dia yang mula-mula sekali memulai dengan jalan aniaya."
(Riwayat Termidzi)
Sebab itu buatlah satu garis baru dalam kebajikan, untuk ditiru diteladan oleh orang lain seterusnya dan engkau yang membuat garis baru itu akan mendapat pahala terus-menerus pekerjaan baik itu diteruskan orang. Jangan membuat garis kejahatan yang baru. Sebab selama kejahatan itu masih di-teladan orang, turun-temurun, engkau pun akan masih menanggung dosanya, sebab engkau yang memulai.