Ayat
Terjemahan Per Kata
وَكَأَيِّن
dan berapa banyak
مِّن
dari
دَآبَّةٖ
binatang
لَّا
tidak
تَحۡمِلُ
ia membawa/mengurus
رِزۡقَهَا
rezekinya
ٱللَّهُ
Allah
يَرۡزُقُهَا
memberi rezeki kepadanya
وَإِيَّاكُمۡۚ
dan kepadamu
وَهُوَ
dan Dia
ٱلسَّمِيعُ
Maha Mendengar
ٱلۡعَلِيمُ
Maha Mengetahui
وَكَأَيِّن
dan berapa banyak
مِّن
dari
دَآبَّةٖ
binatang
لَّا
tidak
تَحۡمِلُ
ia membawa/mengurus
رِزۡقَهَا
rezekinya
ٱللَّهُ
Allah
يَرۡزُقُهَا
memberi rezeki kepadanya
وَإِيَّاكُمۡۚ
dan kepadamu
وَهُوَ
dan Dia
ٱلسَّمِيعُ
Maha Mendengar
ٱلۡعَلِيمُ
Maha Mengetahui
Terjemahan
Betapa banyak hewan bergerak yang tidak dapat mengusahakan rezekinya sendiri. Allahlah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu. Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Tafsir
(Dan berapa banyak) alangkah banyaknya (binatang yang tidak dapat membawa rezekinya sendiri) karena lemah. (Allahlah yang memberi rezeki kepadanya dan kepada kalian) hai orang-orang Muhajirin, sekalipun kalian tidak membawa bekal dan pula tidak membawa nafkah (dan Dia Maha Mendengar) perkataan-perkataan kalian (lagi Maha Mengetahui) apa yang terpendam di dalam hati kalian.
Tafsir Surat Al-'Ankabut: 56-60
Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, sesungguhnya bumi-Ku luas, maka sembahlah Aku saja. Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan. Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang shalih, sesungguhnya akan Kami tempatkan mereka pada tempat-tempat yang tinggi di dalam surga, yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Itulah sebaik-baik pembalasan bagi orang-orang yang beramal, (yaitu) yang bersabar dan bertawakal kepada Tuhannya. Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-'Ankabut: 56-60)
Ayat 56
Melalui ayat-ayat ini Allah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya agar berhijrah dari suatu negeri yang mereka tidak dapat menegakkan agama padanya, yaitu menuju ke negeri lain; karena bumi Allah luas, di mana mereka dapat menegakkan agama dengan mengesakan-Nya dan menyembah-Nya, sebagaimana yang diperintahkan-Nya.
Karena itulah Allah subhaanahu wa ta’aalaa berfirman: Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, sesungguhnya bumi-Ku luas, maka sembahlah Aku saja. (Al-'Ankabut: 56) Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abdu Rabbih, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah ibnul Walid, telah menceritakan kepadaku Jubair ibnu Amr Al-Qurasyi, telah menceritakan kepadaku Abu Sa'd Al-Ansari, dari Abu Bahr maula (pelayan) Az-Zubair ibnul Awwam, dari Az-Zubair ibnul Awwam yang mengatakan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: Negeri (bumi) ini adalah negeri Allah dan semua hamba adalah hamba Allah, maka di mana pun kamu beroleh kebaikan, maka bermukimlah padanya. Karena itulah ketika orang-orang yang lemah dari kalangan kaum muslim di Mekah selalu tertindas dengan keberadaan mereka di Mekah, maka mereka keluar darinya berhijrah ke negeri Habasyah untuk menyelamatkan agama mereka.
Ternyata mereka menjumpai negeri Habasyah adalah negeri yang baik bagi mereka, karena rajanya yang bernama Ash-hamah An-Najasyi rahimahullah menerima mereka dengan baik dan penuh hormat. As-Hamah memberi tempat tinggal kepada mereka dan mendukung mereka melalui, pertolongannya, dan menjadikan mereka orang-orang yang dilindungi di negerinya. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam berhijrah ke Madinah bersama semua sahabatnya yang ada, yaitu ke kota yang dahulunya dikenal dengan nama Yatsrib.
Ayat 57
Setelah itu Allah subhaanahu wa ta’aalaa berfirman: Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan. (Al-'Ankabut: 57) Yakni di mana pun kalian berada, maut pasti akan mendapati kalian. Maka jadilah kalian orang-orang yang selalu berada dalam ketaatan kepada Allah di mana pun kalian berada, sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah kepada kalian. Karena sesungguhnya hal ini lebih baik bagi kalian, sebab maut pasti akan menjemput kalian tanpa bisa dielakkan. Kemudian hanya kepada Allah-lah kalian dikembalikan; barangsiapa yang selalu taat kepada-Nya, maka Dia akan membalasnya dengan balasan yang sebaik-baiknya dan memberikan pahalanya dengan penuh.
Ayat 58
Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang shalih, sesungguhnya Kami akan tempatkan mereka pada tempat-tempat yang tinggi di dalam surga, yang mengalir sungai-sungai di bawahnya. (Al-Ankabut: 58) Kami benar-benar akan menempatkan mereka di tempat-tempat yang tinggi di dalam surga, di bawahnya mengalir sungai-sungai yang beraneka ragam rasanya, ada sungai air, ada sungai khamr, sungai madu dan sungai susu; mereka dapat membelokkan alirannya menurut yang mereka kehendaki.
Mereka kekal di dalamnya. (Al-'Ankabut: 58) Mereka tinggal di dalamnya selama-lamanya tanpa menginginkan pindah darinya. Itulah sebaik-baik pembalasan bagi orang-orang yang beramal. (Al-'Ankabut: 58) Alangkah menyenangkan gedung-gedung surga itu sebagai pembalasan bagi amal-amal orang-orang yang beriman.
Ayat 59
Yaitu orang-orang yang bersabar. (Al-'Ankabut: 59) Yakni bersabar dalam mempertahankan agamanya, berhijrah kepada Allah serta memisahkan diri dari musuh-musuh Allah, rela berpisah dengan keluarga dan kaum kerabat demi karena Allah dan mengharapkan pahala yang ada di sisi-Nya serta percaya kepada apa yang dijanjikan oleh-Nya.
Ibnu Abi Hatim rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Safwan Al-Mu'azzin, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Muawiyah ibnu Salam, dari ayahnya, dari Zaid ibnu Salam, dari kakeknya Abu Salam Al-Aswad, telah menceritakan kepadaku Abu Muawiyah Al-Asy'ari, bahwa Abu Malik Al-Asy'ari pernah bercerita kepadanya; Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah bercerita kepadanya bahwa sesungguhnya di dalam surga terdapat gedung-gedung yang bagian luarnya dapat terlihat dari bagian dalamnya, dan bagian dalamnya dapat terlihat dari bagian luarnya. Gedung-gedung itu disediakan oleh Allah subhaanahu wa ta’aalaa bagi orang yang suka memberi makan kaum fakir miskin, mengerjakan salat dan puasa serta berdiri di malam hari mengerjakan salat sunat, sedangkan manusia saat itu sedang lelap dalam tidurnya.
Firman Allah subhaanahuu wa ta’aalaa: dan bertawakal kepada Tuhannya. (Al-Ankabut: 59) dalam semua keadaan, yakni dalam urusan agama dan urusan duniawi. Selanjutnya Allah subhaanahu wa ta’aalaa memberitahukan kepada mereka bahwa rezeki itu tidak khusus hanya diberikan kepada suatu negeri, bahkan rezeki Allah subhaanahu wa ta’aalaa menyeluruh buat semua makhluk-Nya di mana pun mereka berada. Rezeki kaum Muhajirin di tempat hijrah mereka jauh lebih banyak, lebih luas, dan lebih baik ketimbang di Mekah tempat mereka berasal. Karena sesungguhnya tidak lama kemudian mereka menjadi para penguasa negeri di berbagai kawasan dan kota-kota besar.
Ayat 60
Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. (Al-'Ankabut: 60) Maksudnya, tidak mampu mengumpulkannya, tidak mampu menghasilkannya, serta tidak mampu menyimpan sesuatu pun dari rezeki itu untuk besok. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu. (Al-'Ankabut: 60) Allah-lah yang menetapkan rezekinya, sekalipun ia lemah dan Allah memudahkan baginya jalan rezekinya. Untuk itu Allah mengirimkan bagi setiap makhluk sejumlah rezeki yang diperlukannya, hingga bibit-bibit yang ditanam di dalam tanah, juga burung-burung yang ada di udara serta ikan-ikan yang ada di laut.
Allah subhaanahu wa ta’aalaa telah berfirman: Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Manfuz). (Hud: 6) ". Ibnu Abi Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdur Rahman Al-Harawi, telah menceritakan kepada kami Yazid (yakni Ibnu Harun), telah menceritakan kepada kami Al-Jarrah ibnu Minhal Al-Jazari alias Abul Atuf, dari Az-Zuhri, dari seorang lelaki, dari Ibnu Umar yang menceritakan bahwa ia keluar bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam hingga masuk ke salah satu kebun kurma Madinah. Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam memunguti kurma yang terjatuh dan memakannya, lalu bersabda kepadaku, "Hai Ibnu Umar, mengapa kamu tidak makan?" Aku menjawab, "Saya tidak berselera, wahai Rasulullah." Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Tetapi aku menginginkannya, dan hari ini adalah hari keempat sejak aku tidak pernah menjumpai makanan barang sesuap pun.
Seandainya aku suka benar-benar aku akan mendoa kepada Tuhanku, dan Dia pasti akan memberiku kekayaan yang semisal dengan apa yang dimiliki oleh Kisra dan Kaisar. Bagaimanakah denganmu, hai Ibnu Umar, bila kamu tinggal di antara kaum yang menyimpan rezeki mereka untuk satu tahun, sedangkan keyakinan mereka lemah?" Ibnu Umar melanjutkan kisahnya, "Demi Allah, belum lagi kami meninggalkan tempat itu, turunlah firman-Nya: 'Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri, Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.' (Al-'Ankabut: 60)" Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya Allah subhaanahu wa ta’aalaa tidak memerintahkan aku untuk menimbun kekayaan dan tidak pula mengikuti hawa nafsu.
Maka barangsiapa yang menimbun kekayaannya dengan tujuan agar hidup kekal, sesungguhnya kehidupan itu berada di tangan kekuasaan Allah. Ingatlah, sesungguhnya aku tidak menimbun dinar, tidak pula dirham, serta tidak pula menyimpan rezeki untuk hari esok. Tetapi predikat hadis ini gharib karena Abul Atuf Al-Jazari orangnya dha’if. Mereka (para ahli ilmu hewan) mengatakan bahwa apabila burung gagak telah menetaskan telurnya, maka kedua induknya (jantan dan betina) terbang meninggalkan anak-anaknya.
Dan apabila keduanya melihat mereka masih dalam keadaan seperti itu, keduanya terbang lagi selama berhari-hari hingga anak-anak mereka bulunya mulai tampak menghitam. Sedangkan anak-anak mereka yang masih kecil-kecil itu selalu membuka mulut mereka mencari-cari kedua induknya. Maka Allah subhaanahu wa ta’aalaa memerintahkan kepada serangga seperti nyamuk untuk menutupi tubuh mereka, dan anak-anak burung gagak itu memakan nyamuk-nyamuk tersebut sebagai makanannya selama mereka ditinggalkan oleh kedua induknya hingga bulu mereka mulai tampak menghitam.
Sedangkan kedua induk mereka selalu memantau mereka setiap waktunya; bila keduanya melihat mereka masih berbulu putih, keduanya meninggalkan mereka. Dan bila keduanya melihat anak-anaknya mulai berwarna hitam bulu-bulunya, maka barulah keduanya mengasuh anak-anaknya dan memberinya makanan. Karena itulah ada seorang penyair yang mengatakan dalam bait syairnya: Wahai (Tuhan) Yang memberi rezeki kepada anak-anak burung gagak di sarangnya, (wahai Tuhan) Yang Menyembuhkan tulang yang patah.
Imam Asy-Syafi’i dalam sejumlah hadisnya yang menyangkut perintah telah mengatakan, antara lain sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam yang mengatakan: Bepergianlah kalian, niscaya kalian sehat dan mendapat rezeki. ". Imam Al-Baihaqi mengatakan, telah menceritakan kepada kami secara dikte Abul Hasan alias Ali ibnu Ahmad ibnu Idan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ubaid, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Galib, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdur Rahman ibnu Yazdad (seorang syekh penduduk Madinah), telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Dinar, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: Bepergianlah, niscaya kalian sehat dan beroleh keberuntungan.
Imam Al-Baihaqi mengatakan, ia telah meriwayatkannya pula melalui Ibnu Abbas. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qubaisah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Darij, dari Abdur Rahman ibnu Hujairah, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: Bepergianlah, niscaya kalian beroleh keuntungan; berpuasalah, niscaya kalian sehat; dan berperanglah, niscaya kalian beroleh ganimah. Hal yang semisal dengan hadis Ibnu Umar telah diriwayatkan pula melalui Ibnu Abbas secara marfu, dan dari Mu’adz ibnu Jabal secara mauquf.
Menurut riwayat lain disebutkan: Bepergianlah kalian bersama orang-orang yang mempunyai keahlian dan kemudahan. Imam Ahmad mengatakan bahwa hal yang semisal telah kami riwayatkan melalui Ibnu Abbas. Firman Allah Swt: Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-'Ankabut: 60) Yakni Maha Mendengar semua ucapan hamba-hamba-Nya, lagi Maha Mengetahui semua gerakan dan diamnya mereka.
Sebagian kaum muslim merasa berat untuk berhijrah karena khawatir akan kelangsungan hidupnya di tempat yang baru. Karena itu, ayat ini menegaskan bahwa rezeki itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab Allah. Dan berapa banyak makhluk bergerak yang bernyawa yang tidak dapat membawa dan mengurus rezekinya sendiri. Allah-lah yang memudahkannya dengan memberi rezeki kepadanya dan memudahkan rezeki juga kepadamu, wahai manusia. Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui. 61. Usai menjelaskan janji dan ancaman-Nya, Allah kemudian beralih menegaskan bahwa seandainya orang kafir mau menggunakan akal budinya, pasti mereka akan mengakui eksistensi dan keesaan Allah. Dan sungguh, jika engkau bertanya kepada mereka, 'Siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan supaya selalu berada di garis edarnya dan tidak saling mendahului'' Pasti mereka akan menjawab, 'Allah. ' Maka mengapa mereka bisa dipalingkan dari kebenaran, padahal bukti-bukti tentang wujud keesaan Allah sedemikian jelas'.
Sabab nuzul ayat ini berdasarkan riwayat dari Ibnu 'Abbas yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad berkata kepada orang-orang yang beriman di Mekah, ketika orang-orang musyrik menyiksa mereka, "Keluarlah kamu sekalian dan hijrahlah. Jangan bertetangga dengan orang yang zalim itu." Orang-orang mukmin menjawab, "Ya Rasulullah, di sana kami tidak mempunyai rumah, tidak mempunyai harta, tidak ada orang yang akan memberi makan, dan tidak ada orang yang akan memberi minum." Maka turunlah ayat ini sebagai jawaban terhadap kekhawatiran orang-orang mukmin itu.
Ayat ini turun untuk menenteramkan hati orang-orang yang beriman yang memenuhi seruan Rasulullah ﷺ untuk hijrah, baik mereka yang telah hijrah, maupun kaum Muslimin yang sedang bersiap-siap untuk hijrah, seakan-akan Allah mengatakan, "Hai orang-orang yang beriman, tantanglah musuh-musuh Allah itu. Janganlah sekali-kali kamu takut kepada kepapaan dan kemiskinan karena betapa banyaknya binatang melata yang tidak sanggup mengumpulkan makanan setiap hari untuk keperluannya, tetapi Allah tetap memberinya rezeki. Kamu wahai orang-orang yang beriman, jauh lebih baik dari binatang dan lebih pandai mencari makan, kenapa kamu khawatir tidak akan mendapat makanan. Walaupun kamu hijrah tanpa membawa sesuatu, tetapi Allah pasti memberimu rezeki. Allah Maha Mendengar segala macam doa, mengetahui segala keadaan hamba-hamba-Nya."
Ayat ini mengisyaratkan kepada kaum Muslimin bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan makhluk-Nya sedikit pun. Dia mengemukakan suatu perumpamaan mudah dipahami pengertiannya oleh kaum Muslimin, seperti anak-anak binatang yang tidak sanggup mencari makan sendiri. Allah menjadikan induknya sayang kepadanya, sehingga mereka mau berusaha dan bersusah payah mencarikan makanan bagi anaknya. Kemudian induk itu menyuapkan makanan yang didapat ke dalam mulut anak-anaknya, sebagaimana kita saksikan pada burung dan sebagainya. Ada pula binatang yang memberi makan anaknya dengan air susu dari induknya, sebagaimana yang terdapat pada binatang menyusui. Semuanya itu merupakan ketentuan Allah, sehingga dengan demikian setiap makhluk bisa mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya.
Demikian pula halnya manusia, ada yang kuat, ada yang lemah, ada yang kaya, ada yang miskin, ada yang kecil, ada yang besar, ada yang tinggal di tempat yang subur, dan ada pula yang tinggal di tempat yang tandus, semuanya diberi rezeki oleh Allah, sesuai dengan kebutuhan mereka. Inilah yang dimaksud dengan ayat ini. Allah memberikan rezeki kepada semua makhluk-Nya, termasuk kaum Muhajirin, sekalipun harta benda mereka tertinggal di Mekah, dan mata pencahariannya terputus.
Allah berfirman:
Dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semua-nya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfudh). (Hud/11: 6)
Kemudian ayat ini ditutup dengan menegaskan bahwa Allah Maha Mendengar apa yang diminta hamba-Nya dan Maha Mengetahui semua keperluannya.
Dari ayat-ayat di atas dipahami bahwa manusia tidak mengetahui dengan pasti apa-apa yang dilakukannya. Ia hanya mengetahui keperluan dan kebutuhan lahir saja, sedangkan keperluan-keperluan yang bersifat rohani, dan yang lainnya, banyak yang tidak diketahuinya, seperti keperluan akan udara yang harus ia hirup sepanjang hari, air, dan sebagainya. Meskipun begitu, setiap mukmin diwajibkan berusaha dan berikhtiar dalam hidupnya. Allah telah memberikan potensi untuk berkehendak dan berusaha sehingga kita tetap wajib berusaha, sebagaimana firman Allah:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. (ar-Ra'd/13: 11).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 60
“Dan betapa banyak binatang yang tidak membawa rezekinya sendiri." (pangkal ayat 60)
Akan timbul keragu-raguan buat berpindah, buat hijrah, karena berat bercerai dengan harta benda, dan berat bercerai dengan kesenangan selama ini; rumah ada, harta ada, makan minum terjamin, kehidupan sudah tetap. Kalau sekiranya pindah, apa jaminan pindah? Dari mana akan dapat makan? Dari mana akan dapat rezeki. Maka datanglah peringatan Allah ﷻ ini."Tengoklah binatang yang melata di atas bumi itu! “Kalimat yang dipakai untuk arti binatang dalam ayat ini ialah daabbatin. Artinya yang asli ialah menjalar. Menjalar di atas bumi, baik dengan kaki dua atau kaki empat, laba-laba menjalar dengan kaki enam, kepuyuk pun dengan kaki enam, bahkan ada yang menjalar di muka bumi dengan kaki lebih dari empat-puluh. Semua binatang yang merangkak, menjalar, dan beringsut itu, tidak ada yang berjalan membawa kantong untuk persediaan makanan. Ikan dalam air pun tidak membawa makanan ke mana pergi, bahkan di mana ada air di sana ada makanannya, Namun selama binatang-binatang itu masih hidup, rezekinya telah tersedia. “Allah-lah yang memberinya rezeki, dan untuk kamu pun." Rezeki yang paling kukuh dan tidak akan hilang dari dada ialah iman; dan iman itulah kelak yang akan jadi modal pertama dalam menempuh hidup, walaupun kantong diterbangkan angin. Sebab orang yang beriman itu jiwanya besar, keyakinannya penuh, pikirannya tidak pernah tertumbuk.
“Dan Dia adalah Maha Mendengar, Maha Mengetahui."
(ujung ayat 60)
Oleh sebab Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui, maka orang-orang yang telah menyerah bulat kepadanya tidaklah sekali-kali akan dikecewakannya.
“Dan sesungguhnya jika engkau tanyakan kepada mereka, “Siapakah yang menciptakan semua langit dan bumi?"
Ayat 61
“Dan Yang Mengatur matahari dan bulan?" Pastilah mereka akan berkata, “Allah!" (pangkal ayat 61)
Agama apa pun yang mereka peluk, ataupun mereka menyembah berhala beratus-ratus banyaknya. Kalau ditanyakan siapakah yang menjadikan langit terbentang tinggi itu? Mereka tidak akan menjawab lain. Pasti mereka akan mengatakan bahwa Allah-lah yang menciptakan! Begitu pun bumi! Begitu pun matahari yang jalannya begitu teratur dari masa ke masa, tidak pernah bertingkah, sehingga teratur pergantian malam dan siang. Demikian pun bulan, sejak dari bulan sabitnya sampai purnamanya dan sampai dia susut kembali. Tidak ada yang akan berteori menjawabkan bahwa yang menjadikan tujuh petala langit adalah dewanya sendiri.
“Maka betapa lagi mereka dipalingkan?"
(ujung ayat 61)
Kalau memang sudah mengakui dengan serba kepastian bahwa tidak ada pencipta alam selain Allah, baik bumi atau langit dengan ketujuh tingkatnya, atau matahari bersama bulannya, mengapa yang lain yang disembah?
Ayat 62
“Allah-lah yang melebarkan rezeki kepada barangsiapa yang Dia kehendaki dari hamba-Nya." (pangkal ayat 62)
Allah yang melebarkan, meluaskan dan memperkembangkan rezeki itu sehingga ada di antara hamba-hamba-Nya itu yang jadi kaya raya, melimpah-limpah. “Dan Dia yang membatasi baginya." Yaitu ada hamba Allah yang dapat hanya sekadar akan dimakan, itu pun susah mencarinya, sehingga hidup hamba Allah di dunia ini tidak sama keadaannya, tidak sama nasibnya, bertinggi-berendah, berkaya-bermiskin.
“Sesungguhnya Allah atas tiap-tiap sesuatu adalah Mahatahu."
(ujung ayat 62)
Perimbangan di antara kelebihan dan kekurangan, ketinggian dan kerendahan, atau ibarat adanya tanah datar dan gunung-gunung, adanya kayu di hutan lebat yang tinggi menjulang di samping rumput-rumput yang tingginya hanya sejengkal, semuanya itulah kekayaan.
Ayat 63
“Dan jika engkau tanyakan kepada mereka, “Siapakah yang telah menurunkan air dari langit, sehingga hiduplah tersebab dia bumi itu sesudah matinya?"
Ini pun pertanyaan yang disuruh oleh Allah ﷻ Nabi-Nya menanyakan pula kepada kaum yang mempersekutukan Allah dengan yang lain itu. Kalau hujan sudah lama tidak turun, sehingga terjadi kemarau panjang dan bumi seakan-akan mati, siapa yang berkuasa menurunkan hujan dari langit?
Maka kalau ditanyakan kepada mereka yang menyembah kepada yang selain Allah ﷻ itu, siapa yang menurunkan air itu dari langit? “Pastilah mereka akan berkata, “Allah!" Yaitu Yang Mahakuasa, Mahaperkasa, Mahatinggi atas segala yang maujud ini."Katakanlah, “Segala puji bagi Allah!" Artinya, sambutlah jawaban mereka yang telah tepat itu dengan mengucapkan syukur alhamdulillah kepada Allah SWT, sebab mereka telah menjawab yang tepat.
“Tetapi yang lebih banyak di antara mereka tidaklah memikirkan."
(ujung ayat 63)
Meskipun mereka mengaku bahwa tidak ada yang lain yang menciptakan semua langit dan bumi, atau matahari dan bulan, atau yang menurunkan hujan dari langit ketika bumi telah mulai mati, meskipun jika ditanyakan, mereka telah menjawab bahwa memang Allah-lah yang menciptakan semuanya itu, namun mereka tidaklah memakai pikirannya lebih lanjut. Allah ﷻ hanya sekadar diakuinya adanya, tetapi pengakuan itu tidak dihayatinya. Tidak dipupuknya rasa syukur dan terima kasih, rasa pengabdian dan pemahaman. Tidak mereka ikuti petunjuk menuju Allah dengan melalui jalan Allah yang dibimbingkan dan dipimpinkan oleh Rasul Utusan Allah SWT, sehingga nilai mereka sebagai manusia tidak naik, melainkan menurun. Padahal kalau sudah diakui dalam fitrah manusia bahwa Yang Mahakuasa, yang disebut Allah ﷻ atau Ilah itu hanya satu saja, hendaklah yang disembah yang satu itu pula.
***
Ayat 64
“Dan tidak lain hidup keduniaan ini hanyalah sendagwutu dan main-main." (pangkal ayat 64)
Pertama sekali hendaklah diingat bahwa segala kehidupan di dunia yang tidak meng-ingat akan mati dan tidak mengingat tujuan terakhirnya itu ridha Allah, adalah hidup yang hanya dipenuhi oleh senda gurau. Karena jika orang tidak menghadapkan hidupnya kepada kebenaran, niscaya hidup itu tidak mempunyai tujuan, Timbalan dari kebenaran tiada lain hanyalah kebatilan. Di sini bertemulah pertalian yang tidak berpisah di antara senda gurau dan main-main, tidak ada kesungguhan. Sebab itu maka menolak kebenaran menjadikan senda gurau dan menghadapkan perhatian kepada yang batil jadilah main-main.
Senda gurau dan permainan hidup itu jarang dirasakan oleh manusia. Sedang dia lekas menurutkan kehendak hati dengan tidak ada tujuan, umurnya berangsur juga habis. Hari-hari yang telah dilalui itu rasanya hanya sebentar saja.
Lalu datanglah ujung ayat memperingatkan,
“Dan sesungguhnya negeri akhirat, itulah dia sebenar hidup; kalau adalah mereka mengetahui."
(ujung ayat 64)
Hidup yang sejati, hidup yang khulud ialah hidup di negeri akhirat. Tetapi buat mencapai hidup di negeri akhirat yang sejati hidup, yang sebenar hidup, tidak ada pula alam lain melainkan di dunia ini juga. Sebab itu maka bukanlah seorang Muslim menyumpah atau mencampakkan dunia, mengutuk dunia. Melainkan mengambil kesempatan mempergunakan hidup di dunia ini untuk mengumpulkan bakal bagi kehidupan sejati di akhirat.
Kemudian itu Allah ﷻ pun membayangkan pula perangai kebanyakan manusia dalam menghadapi hidup di dunia ini. Yaitu dunia yang penuh dengan senda gurau dan main-main.
Ayat 65
“Maka apabila mereka telah naik ke kapal, mereka serulah Allah, dalam keadaan mengikhlaskan agamanya semata-mata untuk-Nya." (pangkal ayat 65)
Digambarkanlah keadaan manusia yang pergi belayar jauh mengarungi lautan dengan menumpang kapal, atau perahu, atau pencalang atau biduk dan sekunar. Mula belayar tentu belum apa-apa. Tetapi setelah kapal itu lebih ke tengah lagi dan tanah daratan bertambah jauh, tiba-tiba datanglah angin topan yang sangat kencang dan ombak gelombang bergulung-gulung amat dahsyat, sehingga mudah sajalah kapal itu tenggelam, jika dibanding besarnya gelombang yang laksana setinggi gunung dengan kapal yang terapung-apung laksana sabut itu. Di waktu itulah si penumpang kapal merasa cemas, timbul takut akan mati tenggelam. Ada yang muntah-muntah karena mabuk, bahkan ada yang berpancaran najis tidak tahu diri lagi. Di waktu itu sajalah mereka tidak bersenda gurau lagi dan tidak main-main lagi. Di waktu itu sajalah mereka betul-betul ikhlas mengenal Allah SWT, menyeru Allah saja, tidak memanggil yang lain. Orang musyrik ketika itu tidak musyrik lagi. Kalau ada yang membawa keris pusaka, dia tidak ingat lagi keris itu. Kalau ada yang memuja berhala, dia tidak menyebut berhala itu lagi. Waktu itu tidak ada main-main, di waktu itu semua sungguh-sungguh, bahkan ada yang bernadzar, kalau selamat saja sampai di darat mereka akan tobat."Tetapi setelah Dia selamatkan mereka ke daratan." Dan yang menyelamatkan itu tidak lain dari Allah sendiri,
“Tiba-tiba mereka pun mempersekutukan."
(ujung ayat 65)
Tetapi seperti pepatah Melayu, “Panas telah terik, kacang pun lupa akan kulitnya."
Begitulah keadaan manusia yang di-pesona oleh hidup keduniaan. Dalam hidup sehari-hari ini kehidupan mereka itu tidak ada tujuan, tidak ada dasar. Hati lekat kepada dunia, bukan kepada yang menganugerahkan dunia. Nanti satu waktu tidaklah mereka akan terlepas dari bala bencana, karena hidup itu bukahlah semata-mata enak saja. Di waktu itu baru mereka ingat Allah ﷻ dengan tulus ikhlas. Tetapi kalau telah lepas dari bahaya, mereka kembali mempersekutukan Allah ﷻ Malahan ada yang tidak mau mengakui bahwa Allah ﷻ campur tangan dalam nikmat yang mereka terima. Atau ada disebutnya dengan mulut “Allah, Allah!" tetapi cuma hingga mulut. Lanjutan ayat lebih tepat mengorek sudut yang buruk dalam jiwa mereka.
“Karena mereka hendak memungkiri apa yang telah Kami berikan kepada mereka."
Ayat 66
Artinya, setelah selamat beranilah mereka memungkiri kekuasaan Allah. Beranilah mereka mengatakan bahwa keselamatan itu berhasil karena kebetulan saja, atau karena per-juangan mereka sendiri."Dan karena mereka hendak bersenang-senang, “ sebab keuntungan telah didapat.
Dan suku ayat kedua, “Dan karena mereka hendak bersenang-senang," memperturutkan hawa nafsu melakukan pelanggaran perintah Allah SWT, bersuka hati, berkorupsi, sampailah suatu waktu pihak-pihak yang merasa dirinya menang atau berkuasa merasa tidak senang kalau ada orang yang menyebut-nyebut agama, apatah lagi kalau ada orang yang menyebut-nyebut hendaklah hukum dan perintah Allah ﷻ dijalankan di negara ini. Orang yang berkata demikian kerapkali dituduh musuh. Musuh negara!
“Namun mereka akan tahu jua kelak."
(ujung ayat 66)
Yaitu apabila kutuk Allah datang dan rahmatnya dicabut Allah ﷻ