Ayat
Terjemahan Per Kata
مَن
barangsiapa
كَانَ
adalah
يَرۡجُواْ
mereka mengharapkan
لِقَآءَ
pertemuan
ٱللَّهِ
Allah
فَإِنَّ
maka sesungguhnya
أَجَلَ
waktu
ٱللَّهِ
Allah
لَأٓتٖۚ
pasti datang
وَهُوَ
dan Dia
ٱلسَّمِيعُ
Maha Mendengar
ٱلۡعَلِيمُ
Maha Mengetahui
مَن
barangsiapa
كَانَ
adalah
يَرۡجُواْ
mereka mengharapkan
لِقَآءَ
pertemuan
ٱللَّهِ
Allah
فَإِنَّ
maka sesungguhnya
أَجَلَ
waktu
ٱللَّهِ
Allah
لَأٓتٖۚ
pasti datang
وَهُوَ
dan Dia
ٱلسَّمِيعُ
Maha Mendengar
ٱلۡعَلِيمُ
Maha Mengetahui
Terjemahan
Siapa yang mengharapkan pertemuan dengan Allah, sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah pasti datang. Dia Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Tafsir
(Barang siapa yang mengharap) merasa takut (bertemu dengan Allah, maka sesungguhnya waktu Allah itu) yang dijanjikan-Nya (pasti datang) maka hendaknya dia bersiap sedia untuk itu. (Dan Dialah Yang Maha Mendengar) perkataan hamba-hamba-Nya (lagi Maha Mengetahui) perbuatan-perbuatan mereka.
Tafsir Surat Al-'Ankabut: 5-7
Barang siapa yang mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu pasti datang. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Dan barang siapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kaya '(tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. Dan orang-orang yang beriman dan beramal saleh, benar-benar akan Kami hapuskan dari mereka dosa-dosa mereka dan benar-benar akan Kami beri mereka balasan yang lebih baik daripada apa yang mereka kerjakan.
Firman Allah ﷻ: Barang siapa yang mengharap pertemuan dengan Allah. (Al-'Ankabut: 5) Yakni di hari kemudian dan ia mengerjakan amal-amal saleh serta mengharapkan pahala yang berlimpah di sisi Allah, maka sesungguhnya Allah pasti akan merealisasikan harapannya dan menunaikan pahala amalnya dengan sempurna dan berlimpah. Hal tersebut pasti terjadi, karena Allah Maha Mendengar semua doa dan Maha Melihat semua makhluk-Nya. Untuk itulah maka disebutkan oleh firman-Nya: Barang siapa yang mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu pasti datang.
Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-'Ankabat: 5) Adapun firman Allah ﷻ: Dan barang siapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. (Al-'Ankabut: 6) Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Barang siapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri. (Fussilat: 46) Yaitu barang siapa yang mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya manfaat dari amalnya itu untuk dirinya sendiri; karena sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan) amal perbuatan hamba-hamba-Nya, sekalipun mereka semuanya bertakwa sebagaimana bertakwanya diri seseorang dari mereka.
Hal tersebut tidak menambahkan sesuatu apa pun ke dalam kerajaan-Nya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: Dan barang siapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (Al-'Ankabut: 6) Al-Hasan Al-Basri mengatakan, sesungguhnya seorang lelaki benar-benar dinilai sebagai orang yang berjihad, tetapi dia tidak pernah memukul dengan pedang barang sehari pun (yakni tidak pernah menggunakan senjata). Kemudian Allah ﷻ memberitahukan bahwa sekalipun Dia Mahakaya tidak memerlukan sesuatu pun dari semua makhluk-Nya dan sekalipun Dia telah berbuat baik kepada mereka, Dia pun membalas orang-orang yang beriman dan beramal saleh dengan pahala yang terbaik.
Yaitu Dia menghapuskan dari mereka amal keburukan yang pernah mereka lakukan dan memberikan kepada mereka pahala amal baik mereka dengan balasan yang lebih baik. Dia menerima sedikit amal baik mereka dan memberinya pahala setiap amal baik dengan sepuluh kali lipatnya hingga sampai tujuh ratus kali lipat. Dan Dia membalas setiap amal buruk dengan balasan yang serupa dengan amal buruknya, atau Dia memaaf dan menghapuskannya, sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya: Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang, walaupun sebesar zarrah; dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar. (An-Nisa: 40) .
Dan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya: Dan orang-orang yang beriman dan beramal saleh, benar-benar akan Kami hapuskan dari mereka dosa-dosa mereka dan benar-benar akan Kami beri mereka balasan yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan. (Al-'Ankabut: 7).
Setelah memperingatkan semua pihak, baik yang taat maupun yang durhaka, Allah mengisyaratkan anugerah-Nya kepada yang taat dengan berfirman; Barangsiapa yang beriman kepada kebangkitan dan mengharap pertemuan dengan Allah, maka bergegaslah mengerjakan amal saleh, karena sesungguhnya waktu yang dijanjikan Allah pasti datang. Dan Dia Yang Maha Mendengar perkataan-perkataan hamba-Nya, Maha Me-ngetahui perbuatan-perbuatan mereka, dan Dia akan membalas me-reka masing-masing sesuai dengan apa yang dilakukannya. 6. Dan barangsiapa berjihad dengan mencurahkan segala kemampuannya untuk meninggikan kalimat Allah dan mengorbankan diri dengan selalu bersabar dalam melakukan ketaatan kepada Allah, maka sesungguhnya pahala, manfaat dan kebaikan jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Tidak ada sedikit pun manfaat amal tersebut yang dibutuhkan oleh Allah. Sungguh, Allah Mahakaya tidak memerlukan sesuatu apa pun dari mereka, bahkan dari seluruh alam.
Ayat ini menjelaskan bahwa orang yang sangat menginginkan untuk bertemu dengan Allah dan memperoleh balasan amal dari-Nya di hari Kiamat, sepatutnya beramal dan menjauhi segala larangan yang mungkin menimbulkan kemurkaan-Nya. Sebab balasan untuk amal seseorang pasti akan datang. Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui niat dan amal seseorang. Oleh karena itu, ayat ini merupakan peringatan agar setiap orang senantiasa berniat untuk mencapai apa yang diinginkannya, yakni keridaan Allah dan menanamkan rasa takut dalam hati sanubarinya akan azab dan siksa-Nya.
Maksud "menemui Allah" dalam ayat ini ialah "memperoleh nikmat dalam surga sebagai balasan amal perbuatan baik", di mana puncak dari kenikmatan itu adalah dengan melihat Zat Allah itu sendiri. Sementara itu Ibnu 'Abbas menafsirkan dengan arti "hari Kebangkitan dan hari Perhitungan". Yang jelas makna yang terkandung dalam ayat ini mendorong seseorang untuk mempersiapkan diri dengan mengerjakan perbuatan baik sebanyak mungkin dan menjauhi sama sekali larangan-larangan Allah. Dengan demikian, mereka memperoleh kebahagiaan yang abadi di akhirat kelak.
Jumhur ulama tafsir menafsirkan liqa'ullah dengan maut (kematian) yang sudah pasti datangnya. Namun dalam kata di atas terkandung pula arti janji Allah berupa balasan bagi amal baik dan siksaan untuk perbuatan jahat. Baik mati atau janji Allah, keduanya pasti akan datang.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Surat
AL-'ANKABUT
(LABA-LABAL
Surat 29: 69 ayat Diturunkan di MAKKAH
Dengan nama Allah Yang Maha Murah lagi Pengasih.
Perjuangan Menegakkan Iman
Ayat 1
“Alif-Laam-Miim." (ayat 1).
Arti dari huruf-huruf di pangkal surat sudah banyak ditafsirkan pada pangkal-pangkal surat yang lain. Sebab itu di sini tidaklah akan kita ulang lagi. Yang kita selalu peringatkan ialah bahwa cara membacanya ialah menurut huruf Laam dan huruf Miim, hendaklah keduanya itu dibaca dengan madd, yaitu dibaca dengan panjang. Oleh sebab itu di dalam membaca al-Qur'an itu seyogyanya orang belajar benar-benar kepada ahli-ahli qiraat dan ahli tajwid. Ahli giraat ialah orang yang ahli cara membaca al-Qur'an dan ahli tajwid ialah orang yang telah mengerti benar-benar bagaimana cara melafalkan masing-masing huruf itu. Hendaklah didengar dan dilihat benar-benar moncong guru ketika dia membacakan huruf-huruf itu masing-masing. Pada al-Qur'an cetakan Bombay kerapkali di akhir mushhaf mereka letakkan gambar mulut manusia, sejak dari gigi atas dan bawah, lidah dan bibir dan kerongkongan, supaya dapat diketahui dari mana tempat keluar (makhraj) masing-masing huruf. Dengan membaca huruf-huruf di pangkal Surat itu kita pun dapat melatih membaca tiap-tiap huruf supaya kena bacaannya.
Adapun surat-surat yang diawali dengan ‘Alif-Laam-Miim" adalah enam surat: (1) Surat 2, al-Baqarah, (2) Surat 3, Ali Imran, (3) Surat 29, al-'Ankabut yang tengah kita tafsirkan ini, (4) Surat 30, ar-Rum, (5) Surat 31, Luqman dan (6) Surat 32, as-Sajdah.
Dan pada keenam surat tersebut huruf-huruf Alif-Laam-Miim ini menjadi ayat pertama yang terpisah dari ayat yang kedua. Tegasnya dia terhitung menjadi satu ayat.
Ayat 2
“Apakah mengira manusia bahwa mereka akan dibiarkan berkata: “Kami telah berimanF padahal mereka masih belum diuji lagi?" (ayat 2).
Ayat ini bersifat pertanyaan. Namanya istifham inkari! Pertanyaan berisi penyangkalan. Artinya tidaklah akan dibiarkan saja oleh Allah seorang manusia mengaku beriman, padahal dia tidak diuji. Tiap-tiap Iman pasti kena ujian. Iman yang tidak tahan karena ujian, barulah iman pengakuan mulut, belum iman pertahanan hati.
Di dalam Surat 2, al-Baqarah timbul juga pertanyaan seperti ini: Apakah kamu menyangka bahwa kamu akan masuk saja ke dalam syurga, padahal belum datang kepada kamu malapetaka sebagaimana yang datang kepada orang yang sebelum kamu, ditimpa oleh kesusahan, pendentaan dan sampai digoncangkan, sehingga Rasul sendiri dan orang beriman yang ada besertanya bertanya: “Bilakah akan datang pertolongan Allah itu?" Akhir ayat berkata: “Ketahuilah bahwa pertolongan Allah itu sudah dekat!"
Di dalam Surat 3, ali Imran ditanyakan pula, apakah kamu kira kamu akan dimasukkan saja ke dalam syurga, padahal belum dibuktikan Allah siapa yang berjihad di antara kamu dan siapa pula yang sabar.
Bertambah tinggi derajat iman bertambah besarlah cobaan. Oleh sebab itu maka seketika ditanyakan orang kepada Rasulullah s. a.w. siapa yang lebih hebat ujian dan cobaan yang dideritanya, beliau telah menjawab:
“Manusia yang lebih sangat ditimpa percobaan ialah Nabi-nabi, kemudian itu orang-orang shalih, sesudah itu menurut perbandingan demi perbandingan. Dicobai seseorang menurut ukuran keagamaannya. Bertambah tebal agamanya, bertambah hebat pula cobaannya."
(Riwayat Termidzi, Ibnu Majah dan ad-Darimi)
Ayat 3
“Dan sesungguhnya telah Kami uji orang-orang yang sebelum mereka." (pangkal ayat 3). Yaitu ummat-ummat Nabi-nabi yang terdahulu yang telah mengaku beriman kepada seruan dan da'wah yang dibawa oleh Nabi-nabi itu. Ujian itu kadang-kadang berat-berat juga."Maka sesungguhnya tahulah Allah akan orang-orang yang benar." Yaitu yang benar pengakuan Imannya. Sebab seketika ujian datang tidak tergoncang iman mereka, bahkan bertambah teguh, bertambah yakin dan percaya mereka kepada kebesaran dan kemuliaan Allah. Sebab pergiliran di antara senang dan susah akan selalu dialami oleh manusia dalam hidupnya."Dan sesungguhnya Ia pun tahu akan orang-orang yang dusta." (ujung ayat 3). Yang pengakuan iman hanya di bibir saja. Setelah ujian dalang terbukalah rahasia yang sebenarnya. Mereka tidak lain daripada manusia-manusia lemah yang tidak tahan, tidak tabah dalam pergolakan perjuangan. Orang-orang semacam itulah yang dibawa menyeberang oleh Nabi Musa meninggalkan negeri Mesir menuju bumi Kanaan (Palestina). Lalu di tengah jalan meminta perkara-perkara yang tidak patut diminta. Misalnya meminta makanan mentimun, adas, bawang merah dan lain-lain, padahal dalam perjalanan melaksanakan perintah Ilahi. Orang semacam itulah yang meminta supaya diperlihatkan rupa Allah dengan nyata-nyata. Orang-orang semacam itulah yang kerapkali menjadi beban berat dalam perjuangan yang sedang dihadapi oleh pemimpin yang besar.
Ayat 4
“Atau, apakah mengira orang-orang yang mengerjakan kejahatan-kejahatan, bahwa mereka akan mendahului Kami?" (pangkal ayat 4). Sebagaimana ayat 2 di atas tadi bersifat pertanyaan, tetapi berisi sangkalan, begitu pulalah ayat ini, Tuhan menyangkal dan menolak persangkaan mereka yang mengira bahwa kalau mereka berbuat suatu kejahatan, bahwa hal itu akan dibiarkan saja oleh Allah. Janganlah mereka mengira bahwa dengan berbuat berbagai kejahatan itu mereka dapat mendahului Allah. Artinya mereka jalan terus, lalu dibiarkan saja oleh Tuhan. Seakan-akan Tuhan tidak tahu atau tidak ambil perduli. Persangkaan demikian adalah salah."Amat buruklah apa yang mereka tetapkan itu." (ujung ayat 4). Artinya bahwa perkiraan yang demikian itu adalah buruk sekali terhadap Tuhan. Tidak ada satu perbuatan jahat yang lepas dari tilikan Tuhan. Tuhan mengatakan bahwa persangkaan itu buruk sekali, sebab dengan perkiraan demikian si jahat akan berkelaluan saja berbuat jahat, tidak ingat bahwa Allah akan menghukumnya. Lama-lama tertulislah dia, baik di sisi Tuhan atau di sisi manusia sebagai seorang jahat. Seorang yang tidak dapat dipercaya. Seorang bajingan. Dengan demikian orang itu telah menyusahkan dirinya sendiri. Akan datang masanya kelak dia akan susah sekali mencabut diri dari kejahatan itu.
Kemudian itu bersabdalah Allah tentang yang sebaliknya:
Ayat 5
“Barangsiapa yang mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya janji Allah itu pasti datang." (pangkal ayat 5). Mengharap bertemu dengan Allah, itulah cita-cita setiap orang yang beriman. Ialah yang disebut raja', yang berarti pengharapan. Tuhan telah menjanjikan bagi hambaNya yang beriman, bahwa mereka akan diberi nikmat abadi kelak di akhirat. Yaitu diberi kesempatan liga' Allah. Bertemu dengan Allah adalah puncak cita-cita setiap Mu'min. Karena harapan akan bertemu dengan Allah itulah orang beriman dan beramal shalih. Orang mengerjakan yang diperintahkan dan menjauhi yang dilarang. Orang beribadat dengan tekun kepada Tuhan. Bertemu dengan Allah itu adalah dalam syurga. Maka diberilah kepastian oleh Tuhan bahwa ajal jtu pasti datang. Yaitu apa yang telah dijanjikan Tuhan itu pasti terjadi. Tidak usah ragu-ragu lagi."Dan Dia adalah Maha Mendengar, Maha Mengetahui." (ujung ayat 5). Maka segala doa dan munajat, segala seruan dan keluhan kepada liahi semua Dia dengarkan. Keikhlasan hati hambaNya seketika melaksanakan suatu amalan, senantiasa diketahui oleh Tuhan. Tidaklah ada amatannya itu yang terbuang percuma, sebagaimana perbuatan yang jahat di dalam ayat 4 tadi tidak pula lepas dari tilikan Tuhan.
Ayat 6
“Dan barangsiapa yang berjihad, maka lain tidak jihadnya itu adalah untuk dirinya." (pangkal ayat 6). Arti yang pokok daripada Jihad ialah bekerja keras, bersungguh-sungguh, tidak mengenal kelalaian. Siang dan malam, petang dan pagi. Berjihad agar agama ini maju, jalan Aliah tegak dengan utuhnya. Berjuang dengan mengurbankan tenaga, hartabenda dan kalau perlu jiwa sekalipun.
Al-lmam Ibnul Qayyim membagi tingkat-tingkat Jihad itu kepada beberapa peringkat di dalam melawan musuh. Musuh Islam digolongkan kepada empat musuh besar. Pertama jihad menghadapi orang kafir yang hendak merusakkan Agama Islam atau hendak merusak akidah kita sendiri. Kedua jihad meng-hadapi syaitan Iblis musuh turun-temurun yang bersama-sama dengan nenek kita keluar dari dalam syurga. Nenek-moyang kita Adam dan kita keturunan beliau ditugaskan menjadi khalifah Allah di muka bumi, sedang Syaitan Iblis bertekad pula memusuhi kita selama dunia masih didiami manusia. Musuh ketiga ialah kaum munafik, lawan yang pada lahirnya berupa kawan. Musuh yang pada kulitnya mengaku jadi pembantu. Dan musuh yang paling dahsyat dan hebat ialah yang ada dalam diri kita sendiri; yaitu hawa dan nafsu kita.
Al-Hasan al-Bishri pemah mengatakan:
“Seorang laki-laki berjihad sungguh-sungguh, akan tetapi agak sehari selama hidupnya dia tidak pernah menyentak pedang."
Sesungguhnya Allah adalah Maha Kaya dari semesta alam." (ujung ayat 6). Artinya, jika seseorang mau berjihad pada jalan Allah, bekerja keras membanting tulang membuktikan bahwa hidupnya adalah untuk memperjuangkan Agama Allah ini, yang beruntung bukan orang lain, melainkan si pejuang itu sendiri. Keuntungan yang pertama yang akan didapatnya dalam dunia ini ialah bertambah tinggi derajat jiwanya. Bertambah banyak pengalaman dan ilmunya dalam menghadapi hidup ini. Apatah lagi di akhirat kelak, orang yang telah berjuang menegakkan Keadilan dan Kebesaran Tuhan itu akan mendapat tempat yang istimewa di sisi Allah dalam syurga Jannatun Na'im, menerima pahala dan ganjaran atas amalnya. Itu semuanya adalah untuk dirinya. Sebab itu janganlah menyangka bahwa kalau seseorang hamba tidak mau berjihad bahwa Tuhan Allah akan rugi. Tuhan itu Maha Kaya di atas seluruh alam ini. Dia tiada berkehendakkan alam, melainkan alamlah yang berkehendakkan Tuhan. Terutama makhluk manusia ini. Jika mereka tidak mau berjihad, yang rugi bukan Tuhan, melainkan merekalah yang rugi.
Ayat 7
“Dari sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal salih." (pangkal ayat 7). Iman atau kepercayaan, atau akidah, disebut juga pandangan hidup sejati adalah sikap jiwa. Maka sikap jiwa itulah yang kelaknya menentukan corak kehidupan, iman itu dengan sendiri menimbulkan amal yang shalih, disebut juga perbuatan yang baik, Karena yang menghubungkan di antara batin manusia dengan lahirnya, hatinya dengan perbuatannya, ialah niatnya. Dari Iman yang sejati itulah timbul amalan yang shalih. Dalam ayat ini Tuhan menegaskan janjinya: “Sungguh akan Kami hapuskan dari mereka dosa-dosa mereka dan sungguh akan Kami beri pahala mereka dengan yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan itu." (ujung ayat 7).
Dalam ayat ini ditegaskan oleh Tuhan bahwa Iman dan amal shalih dapat menghapuskan dosa.
Untuk memahamkan maksud ayat ini baca kembali dengan seksama dari ayat 4 di atas tadi. Pertama sekali Tuhan memberi ingat bahwa salahlah persangkaan orang yang mengira bahwa Tuhan akan membiarkan saja seseorang berbuat kejahatan, seakan-akan Tuhan tidak tahu. Samasekali kerja kita yang buruk, walau kecil sekalipun tidaklah lepas dari tilikan Tuhan. Sebab itu hendaklah kita jauhi benar-benar perbuatan yang jahat. Dan kalau terlanjur berbuat jahat, lekaslah taubat. Tuhan menegaskan bahwa Dia cinta sekali kepada orang-orang yang taubat.
Kemudian di ayat kelima diberi Aliah ketegasan kepada barangsiapa yang ada pengharapan, ada kerinduan hendak bertemu dengan Allah, bahwa segala janji yang dijanjikan Aliah adalah pasti. Di ayat 6 ditegaskan sekali lagi bahwa siapa yang berjihad, bekerja keras, bersungguh-sungguh, maka jihadnya itu adalah untuk kebahagiaan dirinya sendiri. Sekarang dalam ayat 7 ini diberinya lagi ketegasan yang lebih luas, bahwa kalau engkau telah beriman sungguh-sungguh, dan imanmu telah engkau ikuti pula dengan amalan yang shalih, meskipun ada dosa-dosamu selama ini, dosa itu akan dihapus sendiri oleh Allah. Dosa itu akan ditangkis sendiri oleh Allah. Dosa yang lama diberi ampun.
Dosa yang baru yang akan mengancam tidak jadi dikerjakan, karena hidup telah dipenuhi dengan amal yang shalih.
Ayat 7 Surat al-'Ankabut ini dapat dipertemukan kembali dengan ayat 84 dari Surat yang sebelumnya, yaitu al-Qashash. Kalau kita berbuat baik, diberi pahala lebih baik dari amalan yang telah dikerjakan itu. Sedang kalau kita terlanjur berbuat yang jahat, dosanya atau ganjarannya ‘hanyalah seimbang dengan kejahatan yang diperbuat itu.
Ayat ini dikuatkan lagi oleh sabda Nabi s.a.w. sendiri:
“Takwalah kepada Allah dalam keadaan bagaimanapun engkau, dan ikutilah perbuatan yang jahat dengan perbuatan baik agar dapat dihapuskannya dan berbudilah kepada sesama manusia dengan budi pekerti yang baik."
(Riwayat Termidzi, Imam Ahmad dan Ad-Darimi)
Renungkanlah baik-baik supaya jelas kekayaan dan kasih-sayang Allah. Diperbuat suatu kesalahan, lalu ditimpakan satu dosa. Diperbuat suatu perbuatan yang baik, diberi pahala sepuluh kali lipat, bahkan sampai satu kebajikan diberi pahala tujuhratus kali lipat, kadang-kadang dilebihi lagi. Bukankah kejahatan itu dapat tertimbun oleh amalan-amalan yang baik sehingga hilang, ataupun terhapus sehingga tidak berbekas?