Ayat

Terjemahan Per Kata
وَلَا
dan janganlah
تُجَٰدِلُوٓاْ
kamu berdebat
أَهۡلَ
ahli
ٱلۡكِتَٰبِ
Kitab
إِلَّا
melainkan
بِٱلَّتِي
dengan yang
هِيَ
ia
أَحۡسَنُ
lebih baik
إِلَّا
kecuali
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ظَلَمُواْ
(mereka) zalim
مِنۡهُمۡۖ
diantara mereka
وَقُولُوٓاْ
dan katakanlah
ءَامَنَّا
kami beriman
بِٱلَّذِيٓ
dengan yang
أُنزِلَ
diturunkan
إِلَيۡنَا
kepada kami
وَأُنزِلَ
dan diturunkan
إِلَيۡكُمۡ
kepadamu
وَإِلَٰهُنَا
dan Tuhan kami
وَإِلَٰهُكُمۡ
dan Tuhan kamu
وَٰحِدٞ
satu/esa
وَنَحۡنُ
dan kami
لَهُۥ
kepada-Nya
مُسۡلِمُونَ
orang-orang yang berserah diri
وَلَا
dan janganlah
تُجَٰدِلُوٓاْ
kamu berdebat
أَهۡلَ
ahli
ٱلۡكِتَٰبِ
Kitab
إِلَّا
melainkan
بِٱلَّتِي
dengan yang
هِيَ
ia
أَحۡسَنُ
lebih baik
إِلَّا
kecuali
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ظَلَمُواْ
(mereka) zalim
مِنۡهُمۡۖ
diantara mereka
وَقُولُوٓاْ
dan katakanlah
ءَامَنَّا
kami beriman
بِٱلَّذِيٓ
dengan yang
أُنزِلَ
diturunkan
إِلَيۡنَا
kepada kami
وَأُنزِلَ
dan diturunkan
إِلَيۡكُمۡ
kepadamu
وَإِلَٰهُنَا
dan Tuhan kami
وَإِلَٰهُكُمۡ
dan Tuhan kamu
وَٰحِدٞ
satu/esa
وَنَحۡنُ
dan kami
لَهُۥ
kepada-Nya
مُسۡلِمُونَ
orang-orang yang berserah diri
Terjemahan

Janganlah kamu mendebat Ahlulkitab melainkan dengan cara yang lebih baik, kecuali terhadap orang-orang yang berbuat zalim di antara mereka. Katakanlah, “Kami beriman pada (kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu. Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu. Hanya kepada-Nya kami berserah diri.”
Tafsir

(Dan janganlah kalian berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara) dengan perdebatan yang (paling baik) seperti menyeru mereka kepada Allah dengan mengemukakan ayat-ayat-Nya dan mengingatkan mereka pada bukti-bukti-Nya (kecuali dengan orang-orang yang lalim di antara mereka) misalnya mereka memerangi kalian dan membangkang tidak mau membayar jizyah, maka debatlah mereka dengan pedang hingga mereka masuk Islam atau tetap pada agamanya dengan membayar jizyah (dan katakanlah) kepada orang-orang ahli kitab yang berikrar untuk membayar jizyah, yaitu bilamana mereka menceritakan kepada kalian tentang sesuatu hal yang terdapat di dalam kitab-kitab mereka: ("Kami telah beriman kepada kitab yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada kalian) janganlah kalian mempercayai mereka dan jangan pula kalian mendustakannya dalam hal ini. (Tuhan kami dan Tuhan kalian adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri.") Yakni, hanya kepada-Nya kami taat.
Tafsir Surat Al-'Ankabut: 46
Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan katakanlah, "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri." (Al-‘Ankabut: 46)
Ayat 46
Qatadah dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan, bahwa ayat ini di-mansukh oleh ayatus saif (ayat pedang), maka tiada lagi perdebatan dengan mereka. Sesungguhnya jalan keluarnya hanyalah masuk Islam, atau membayar jizyah atau pedang (perang).
Ulama yang lain mengatakan, ayat ini tetap muhkam bagi orang yang hendak menyadarkan mereka agar mau masuk Islam, maka seseorang dituntut agar menggunakan cara yang lebih baik agar beroleh keberhasilan, sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik. (An-Nahl: 125), hingga akhir ayat. Dan firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa ketika mengutus Musa dan Harun kepada Fir'aun: Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut. (Taha: 44) Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir, dia meriwayatkannya dari Ibnu Zaid.
Firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka. (Al-'Ankabut: 46) Yaitu orang-orang yang menyimpang dari jalan kebenaran. Mereka buta, tidak dapat melihat bukti yang jelas dan ingkar serta sombong. Maka bilamana sudah sampai pada tingkatan tersebut, cara berdebat tidak dapat dipakai lagi, melainkan melalui jalan keras, dan mereka harus diperangi agar jera dan menjadi sadar. Allah subhaanahu wa ta’aalaa telah berfirman: Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya Padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha kuat lagi Maha Perkasa. (Al-Hadid: 25)
Jabir telah mengatakan bahwa kita diperintahkan oleh Allah agar memukul orang yang menentang Kitabullah dengan pedang. Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka. (Al-'Ankabut: 46) Yakni Ahlul Harb dan orang-orang dari kalangan Ahli Kitab yang tidak mau membayar jizyah.
Firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa: dan katakanlah, "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu. (Al-'Ankabut: 46) Maksudnya jika mereka memberitakan tentang hal yang tidak kita ketahui kebenarannya dan tidak pula kedustaannya. Dalam keadaan seperti ini kita tidak boleh tergesa-gesa mendustakannya, karena barangkali apa yang diberitakan oleh mereka itu benar. Tidak boleh pula kita membenarkannya karena barangkali hal itu batil. Akan tetapi kita diperintahkan untuk beriman kepadanya secara global, dengan syarat hendaknya berita tersebut berasal dari wahyu yang diturunkan, bukan yang telah diganti oleh mereka atau bukan pula yang berdasarkan takwil mereka.
Imam Al-Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Umar, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Mubarak, dari Yahya ibnu Abu Katsir, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu yang menceritakan bahwa dahulu orang-orang Ahli Kitab sering membaca kitab Taurat dengan bahasa Ibrani, lalu menafsirkannya dengan bahasa Arab kepada orang-orang Islam. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: Janganlah kalian membenarkan Ahli Kitab dan jangan pula mendustakannya, dan katakanlah oleh kalian, "Kami beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami dan apa yang diturunkan kepada kalian; Tuhan kami dan Tuhan kalian adalah Esa, dan hanya kepada-Nyalah kami berserah diri.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari secara munfarid (tunggal). Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Us'man ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Yunus, dari Az-Zuhri, telah menceritakan kepadaku Ibnu Abi Namilah Al-Ansari yang menceritakan bahwa ketika dia sedang duduk bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba datanglah seorang lelaki dari kalangan pemeluk agama Yahudi. Maka lelaki Yahudi itu bertanya, "Hai Muhammad, apakah jenazah ini berbicara?" Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, "Hanya Allah yang mengetahui." Orang Yahudi itu berkata, "Aku bersaksi bahwa jenazah ini berbicara." Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda (kepada sahabatnya): Apabila Ahli Kitab berbicara kepadamu, janganlah kamu membenarkannya, jangan pula mendustakannya, tetapi katakanlah, ‘Kami beriman kepada Allah dan kitab-kitab-Nya serta rasul-rasul-Nya.’ Karena jika hal itu benar, berarti kalian tidak mendustakannya; dan jika hal itu batil, berarti kalian tidak membenarkannya.”
Menurut hemat kami (penulis), Abu Namlah (perawi hadis di atas) adalah Imarah. Pendapat yang lain menyebut Ammar, dan menurut pendapat yang lainnya lagi Amr ibnu Mu’adz ibnu Zararah Al-Ansari radhiyallaahu ‘anhu Kemudian perlu diketahui bahwa kebanyakan dari apa yang mereka ceritakan adalah dusta dan buat-buatan, karena sesungguhnya telah terjadi perubahan, penggantian, dan penyimpangan terhadapnya, juga takwil, sehingga sedikit sekali yang masih asli. Kemudian kebanyakan dari yang asli pun sedikit mengandung faedah bagi kita, sekalipun benar sesuai dengan aslinya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abu Asim, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Sulaiman ibnu Amir, dari Imarah ibnu Umair, dari Hurayyis ibnu Zahir, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang telah mengatakan, "Janganlah kalian menanyakan sesuatu kepada Ahli Kitab, karena sesungguhnya mereka tidak akan dapat memberi petunjuk kepada kalian, sebab mereka telah sesat.
Hal itu berakibat kalian mendustakan perkara yang hak atau membenarkan perkara yang batil. Karena sesungguhnya tiada seorang pun dari kalangan Ahli Kitab, melainkan di dalam hatinya terdapat dorongan yang menyerunya untuk berpegang teguh kepada agamanya, sebagaimana dorongan (mencintai) harta." Imam Al-Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Sa'd, telah menceritakan kepada kami Ibnu Syihab, dari Abdullah ibnu Abdullah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Mengapa kalian menanyakan sesuatu kepada Ahli Kitab? Padahal kitab kalian yang diturunkan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam adalah kitab yang terbaru, kalian membacanya masih dalam keadaan hangat dan belum lama.
Kitab kalian telah memberitahukan bahwa orang-orang Ahli Kitab itu telah mengubah, mengganti, dan menulis kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu mereka mengatakan bahwa kitab itu dari sisi Allah. Mereka lakukan demikian untuk menggantinya dengan imbalan keduniawian yang tiada artinya? Bukankah ilmu yang telah disampaikan kepada kalian melarang kalian bertanya kepada mereka (Ahli Kitab)? Demi Allah, kami belum pernah melihat seseorang dari mereka bertanya kepada kalian tentang apa yang diturunkan kepada kalian (Al-Qur'an)." Imam Al-Bukhari mengatakan juga Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Syu'aib, dari Az-Zuhri; telah menceritakan kepadaku Humaid ibnu Abdur Rahman, bahwa ia pernah mendengar Muawiyah berbicara kepada segolongan orang Quraisy di Madinah, lalu ia ditanya mengenai Ka'bul Ahbar.
Maka Muawiyah menjawab, "Sekalipun Ka'bul Ahbar termasuk orang yang paling benar di antara mereka yang menceritakan berita dari Ahli Kitab, sekalipun kita percaya kepadanya, tetapi kita benar-benar masih menuduhnya dusta." Maksud perkataan Muawiyah ialah bahwa Ka'bul Ahbar tetap terjerumus ke dalam kedustaan tanpa sengaja karena ia menceritakan tentang lembaran-lembaran kitab yang ia berbaik prasangka terhadap kitab itu, padahal di dalamnya terdapat banyak hal yang maudu' (buatan) dan kedustaan.
Dikatakan demikian karena tiada dari kalangan mereka orang-orang yang hafal secara meyakinkan tentang kitab mereka, tidak sebagaimana di kalangan umat ini (umat Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam). Sekalipun demikian, di kalangan umat ini yang masih baru tetap saja banyak hadis buatan yang jumlahnya hanya diketahui oleh Allah subhaanahu wa ta’aalaa dan orang-orang yang telah dikaruniai oleh-Nya tentang hadis-hadis itu; masing-masing diberiNya ilmu menurut kemampuannya.".
Pada ayat sebelumnya Allah memberi umat Islam petunjuk dalam menghadapi kaum musyrik Mekah atau para penyembah berhala. Allah lalu menyusulinya dengan ayat ini, yang mengajarkan cara berdakwah kepada kaum Yahudi dan Nasrani. Dan janganlah kamu, wahai umat Islam, berdebat demi menunjukkan kebenaran ajaran Islam dengan Ahli Kitab, yakni Yahudi dan Nasrani yang mengingkari kerasulan Nabi Muhammad, melainkan dengan cara yang lebih baik dibanding caramu menghadapi orang-orang musyrik yang tidak percaya Tuhan. Kaum Yahudi dan Nasrani sejatinya percaya kepada Tuhan dan ajaran yang dibawa oleh Nabi Musa dan Isa sehingga lebih mudah bagimu untuk mengajak mereka kepada agama Islam. Berdebatlah dengan cara yang lebih baik, kecuali dengan orang-orang yang zalim di antara mereka, yaitu orang-orang yang tetap membantah, membangkang, bahkan memusuhimu setelah menerima penjelasan-penjelasan yang kamu sampaikan dengan cara terbaik. Kamu bisa menunjukkan cara dan sikap yang lebih tegas kepada mereka itu, dan katakanlah kepada mereka, 'Kami telah beriman kepada kitab Al-Qur'an yang diturunkan kepada kami dan kitab-kitab yang diturunkan kepadamu, yakni Taurat dan Injil. Tuhan kami dan Tuhan kamu sesungguhnya satu, yaitu Allah; dan hanya kepada-Nya kami senantiasa berserah diri. '47. Dan sebagaimana Kami telah menurunkan kitab-kitab kepada para rasul sebelum engkau, demikianlah Kami juga turunkan Kitab Al-Qur'an kepadamu. Oleh karena itu, orang-orang yang telah Kami berikan Kitab, yakni Taurat dan Injil, dan tidak menutupi kebenaran isinya, terutama informasi tentang Nabi Muhammad, tentu mereka beriman kepadanya, yakni Al-Qur'an. Dan di antara mereka, yakni orang-orang kafir Mekah, ada juga orang yang beriman kepadanya, Al-Qur'an. Dan hanya orang-orang kafir yang mengingkari ayat-ayat Kami dan terus-menerus dalam kekafirannya.
Dalam ayat ini, Allah memberi petunjuk kepada Nabi Muhammad dan kaum Muslimin tentang materi dakwah dan cara menghadapi Ahli Kitab, karena sebagian besar mereka ini tidak menerima seruannya. Ketika Rasulullah menyampaikan ajaran Islam, kebanyakan dari mereka mendustakannya. Hanya sedikit sekali di antara mereka yang menerimanya. Padahal mereka telah mengetahui Muhammad dan ajaran yang dibawanya, sebagaimana mereka mengetahui dan mengenal anak-anak mereka sendiri.
Allah berfirman:
Orang-orang yang telah Kami beri Kitab (Taurat dan Injil) mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri. Sesungguhnya sebagian mereka pasti menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui(nya) (al-Baqarah/2: 146)
Pada ayat yang lain, Allah menerangkan dan menjelaskan cara berdakwah yang baik, sebagaimana firman-Nya:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk. (an-Nahl/16: 125)
Menyeru manusia ke jalan Tuhan dengan hikmah dan bijaksana serta mendebat mereka dengan cara yang baik dilakukan kepada orang-orang yang tidak melakukan kezaliman. Adapun terhadap orang-orang yang melakukan kezaliman, yaitu orang-orang yang hatinya telah terkunci mati, tidak mau menerima kebenaran lagi, dan berusaha untuk melenyapkan Islam dan umatnya, tidak bisa dihadapi dengan cara-cara di atas.
Ahli Kitab yang zalim ialah mereka yang dalam hatinya ada penyakit iri, benci, dan dengki kepada kaum Muslimin, karena rasul dan nabi terakhir tidak diangkat dari kalangan mereka. Mereka memerangi Rasulullah dan kaum Muslimin dengan mengadakan tipu daya dan fitnah secara tersembunyi dan terang-terangan. Mereka selalu berusaha merintangi dakwah yang dilakukan Rasulullah dan para sahabatnya, seperti mengadakan perjanjian persekutuan dengan orang-orang kafir yang lain. Sangat banyak contoh-contoh yang terjadi dalam sejarah yang berhubungan dengan hal ini. Oleh karena itu, mereka dinamai orang-orang yang zalim, dan berusaha merugikan kaum Muslimin. Di akhirat nanti, mereka menjadi orang-orang yang merugi dengan menerima azab yang setimpal dengan perbuatan mereka.
Selanjutnya Allah memperingatkan bahwa jika Ahli Kitab mengajak kaum Muslimin membicarakan kitab suci mereka, dan memberitahukan kepadanya apa yang patut dibenarkan dan ditolak, sedang mereka sendiri mengetahui keadaan mereka itu, maka seharusnya kaum Muslimin berkata, "Kami percaya kepada Al-Qur'an yang diturunkan kepada kami dan juga percaya kepada Taurat dan Injil yang diturunkan kepadamu. Tuhan yang kami dan kamu sembah sebenarnya sama, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, marilah kita bersama-sama tunduk dan patuh kepada-Nya serta melaksanakan segala perintah dan menghentikan larangan-Nya."
Sehubungan dengan maksud ayat ini, Abu Hurairah berkata, "Para Ahli Kitab itu membaca Taurat dengan bahasa Ibrani dan menafsirkan dengan bahasa Arab untuk orang-orang Islam. Lalu Nabi ﷺ bersabda:
Janganlah kamu membenarkan Ahli Kitab dan jangan pula kamu mendustakan mereka. Katakanlah kepada mereka, "Kami beriman dengan apa yang telah diturunkan kepada kami dan yang telah diturunkan kepadamu. Tuhan kami dan Tuhan kamu adalah satu dan kami berserah diri hanya kepada Nya saja. (Riwayat al-Bukhari dan an-Nasa'i dari Abu Hurairah).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
BERTUKAR PIKIRAN DENGAN SOPAN
Ayat 46
“Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahlul Kitab itu kecuali dengan cara yang lebih baik." (pangkal ayat 46)
Jika kita terpaksa bertukar pikiran dengan Ahlul Kitab itu, terpaksa berdebat atau berdiskusi, adakanlah pertukaran pikiran dengan cara yang paling baik. Yaitu pergunakanlah timbangan akal yang murni, jangan menurutkan kemurkaan hati jika terjadi perlainan pendapat dan ajaklah mereka bertukar pikiran dengan akal yang sehat, sadarkanlah mereka.
“Melainkan dengan orang-orang yang zalim di antara mereka."
Yaitu yang tidak mau menempuh jalan lurus, tidak mau menerima kebenaran, tidak mau bertukar pikiran dengan jujur. Sudah diajak bertukar pikiran dengan baik, namun mereka masih saja bersikap menantang dan memusuhi. Terhadap golongan yang seperti ini, meskipun bagaimana kita mengemukakan alasan kebenaran, bagaimanapun kita hendak bertukar pikiran secara jujur, mereka akan tetap mencari 1001 macam dalih dan menikam Islam dengan secara curang, yang sampai kepada zaman kita sekarang ini pun masih dilakukan oleh kaum Zending dan Misi dan dengan bertopengkan ilmu pengetahuan orientalisme mereka memberikan tafsir tentang ajaran Islam menurut hawa nafsu dan kebencian mereka. Kepada mereka tidaklah perlu bertukar pikiran dengan baik, karena maksud mereka tidaklah baik."Dan katakanlah, “ yaitu kepada Ahlul Kitab yang dapat diajak berunding dan sudi menerima keterangan karena jujur, “Kami percaya kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada kamu," sebab kedua-duanya adalah satu kebenaran yang sama didatangkan dari Allah ﷻ “Dan Tuhan kami dan Tuhan kamu adalah satu." Artinya tidaklah ada perlainan di antara Tuhan kami dengan Tuhan kamu itu. Itulah pokok utama dari pendirian kita dan itulah titik pertemuan di antara kita.
“Dan kami kepada-Nya adalah berserah diri."
(ujung ayat 46)
Artinya, bahwasanya, kami bukanlah semata-mata percaya saja akan adanya satu Tuhan, bahkan di samping percaya kepada-Nya, kami pun berserah diri. Kami kerjakan apa yang Dia perintahkan dan kami hentikan apa yang Dia larang. Semua kami lakukan dengan sepenuh penyerahan.
Ayat 47
“Dan demikianlah pula telah Kami turunkan kepada engkau akan kitab itu," (pangkal ayat 47)
Artinya ialah bahwa kepada nabi-nabi yang terdahulu kitab-kitab telah diturunkan dan umat yang menerimanya dinamai Ahlul Kitab. Telah dikatakan di ayat tadi bahwa isi wahyu adalah satu, yaitu mengajak manusia bagimu tempat di negeri ini, pergilah ke tempat yang lapang bagimu untuk menyembah Tuhanmu.
Ayat 56
“Maka kepada Aku sajalah kamu sekalian memperhambakan diri."
(ujung ayat 56)
Ayat ini adalah perintah dari Allah ﷻ kepada hamba-hamba-Nya yang beriman supaya berhijrah dari suatu negeri mereka tidak bebas menegakkan agama, supaya mereka pergi mengembara di atas bumi Allah ﷻ yang luas ini. Supaya di tempat yang baru itu mereka dapat menegakkan keyakinan atas Keesaan Allah dan beribadah kepada-Nya.
Ayat 57
“Tiap-tiap yang berjiwa pasti merasakan maut." (pangkal ayat 57)
Firman Allah ﷻ ini pun ada hubungannya dengan ayat yang sebelumnya. Ialah untuk menghilangkan keragu-raguan orang-orang yang beriman jika mereka terpaksa meng-ambil sikap pindah, ataupun berjuang mempertahankan pendirian. Janganlah takut meng-hadapi maut, sebab maut adalah hal yang pasti ditempuh oleh tiap-tiap jiwa.
“Kemudian, kepada Kamilah kamu akan dikembalikan."
(ujung ayat 57)
Artinya, oleh karena setiap yang bernapas pasti mati, maka janganlah takut menghadapi maut. Tetapi isilah hidup ini dengan iman dan amalan yang saleh, jasa yang besar dan segala perbuatan yang berguna. Sebab dengan kematian itu berarti semuanya kembali kepada Allah ﷻ Yang mendatangkan manusia ke atas dunia ialah Allah ﷻ dan yang menjamin hidup selama di dunia ialah Allah ﷻ dan bila maut datang, artinya ialah kembali pulang kepada Allah ﷻ Amal yang saleh, perbuatan yang baik, dan jasa yang besar kepada sesama manusia menyebabkan orang tidak merasai cemas dan takut untuk menghadapi maut.
Ayat 58
“Dan orang-orang yang beriman dan mereka beramal yang saleh-saleh." (pangkal ayat 58)
Di antara iman dengan amal yang saleh-saleh, tidak pernah dipisahkan. Karena amal yang saleh-saleh atau perbuatan-perbuatan yang berguna, tidaklah akan timbul kalau bukan karena dorongan iman kepada Allah dan iman bahwa hidup di dunia ini akan disambung dengan hidup akhirat “Sesungguhnya akan Kami tempatkan mereka itu di dalam surga, di pesanggerahan yang mulia." Di dalam ayat ini tersebut ghurafan yang berarti kamar-kamar atau bilik-bilik yang indah dan mulia, yang supaya kena maksudnya penafsir menerjemahkannya dengan pesanggerahan, atau tempat istirahat.
"Yang mengalir di bawahnya sungai-sunga" Bilamana bertemu di dalam Al-Qur'an sifat tentang surga, selalu kita diberitahu tentang air sungai yang mengalir di bawahnya atau di dekatnya. Karena air mengalir jernih di dalam suatu taman yang indah adalah suatu perlengkapan yang menambah sejuknya suatu tempat, yang di tempat yang kekurangan air menjadi sesuatu yang amat penting. Ayat-ayat seperti inilah yang memberikan ilham bagi bangsa Arab atau umat Muslimin membuat bangunan yang indah-indah dan rumah gedung yang permai dengan memakai pancuran air dalam rumah itu, yang sangat besar faedahnya apabila tiba musim panas. Bahkan sampai sekarang ini, rumah-rumah di negeri yang menerima bekas kebudayaan Arab di Spanyol, di dalam rumah-rumah gedung masih diperbuat orang air mancur tempat burung merpati bermain-main, bermandi-mandi dan udara pancaran air itu menyejukkan udara dalam rumah."Kekal mereka di dalamnya, karena kepayahan berjuang menegakkan jalan yang lurus dan menuju keridhaan Allah ﷻ selama hidup di dunia. Itulah,
“Sebaik-baik ganjaran bagi orang-orang yang beramal."
(ujung ayat 58)
Demikianlah orang yang beriman diberi pengharapan oleh Allah SWT; bahwasanya hidup mereka di dunia menjadi bernilai sangat tinggi, yang akan mereka jadikan modal menghadapi hari akhirat, dengan tidak takut menghadapi maut, apabila diisi dengan amal.
Tetapi di penutupnya diterangkan syaratnya yang terpenting dalam mencapai kebahagiaan itu.
Ayat 59
“Orang-orang yang bersabar." (pangkal ayat 59)
Diperingatkan dengan ayat ini bahwa untuk mencapai martabat yang demikian tinggi, kekal di dalam surga, mendapat tempat atau pesanggerahan yang istimewa ialah supaya dalam menegakkan iman itu hendaklah sabar. Sebab iman pasti akan mendapat ujian dan percobaan, yang kadang-kadang menghendaki pengurbanan, berkuah darah dan air mata, sebagaimana yang telah diderita oleh segala nabi dan segala rasul. Dan di samping sabar menderita itu hendaklah pula bertawakal.
“Dan kepada Tuhan mereka, bertawakallah mereka."
(ujung ayat 59)