Ayat
Terjemahan Per Kata
فَكَذَّبُوهُ
maka mereka mendustakannya
فَأَخَذَتۡهُمُ
lalu menimpa mereka
ٱلرَّجۡفَةُ
goncangan/gempa
فَأَصۡبَحُواْ
maka jadilah mereka
فِي
dalam
دَارِهِمۡ
rumah-rumah mereka
جَٰثِمِينَ
mayat-mayat bergelimpangan
فَكَذَّبُوهُ
maka mereka mendustakannya
فَأَخَذَتۡهُمُ
lalu menimpa mereka
ٱلرَّجۡفَةُ
goncangan/gempa
فَأَصۡبَحُواْ
maka jadilah mereka
فِي
dalam
دَارِهِمۡ
rumah-rumah mereka
جَٰثِمِينَ
mayat-mayat bergelimpangan
Terjemahan
Mereka mendustakannya. Maka, gempa dahsyat menimpa mereka. Lalu, jadilah mereka (mayat-mayat yang) bergelimpangan di tempat tinggalnya.
Tafsir
(Maka mereka mendustakan Syuaib, lalu mereka ditimpa gempa yang dahsyat) gempa yang sangat kuat goncangannya (dan jadilah mereka mayit-mayit yang bergelimpangan di rumah-rumah mereka) yakni mereka mati dalam keadaan terduduk di atas lutut mereka di tempat tinggal masing-masing.
Tafsir Surat Al-'Ankabut: 36-37
Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Madyan, saudara mereka (yaitu) Syuaib. Maka ia berkata, "Hai kaumku, sembahlah olehmu Allah, harapkanlah (pahala) hari akhir, dan jangan kamu berkeliaran di muka bumi berbuat kerusakan. Maka mereka mendustakan Syuaib, lalu mereka ditimpa gempa yang dahsyat dan jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat-tempat tinggal mereka. Allah ﷻ menceritakan perihal hamba dan rasul-Nya Nabi Syu'aib a.s., bahwa dia memberikan peringatan kepada kaumnya, penduduk Madyan. Ia memerintahkan kepada mereka untuk menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya; dan hendaknya mereka takut akan azab dan pembalasan Allah kelak di hari kiamat.
Untuk itu ia mengatakan: Hai kaumku, sembahlah olehmu Allah, dan harapkanlah (pahala) hari akhir. (Al-'Ankabut: 36) Ibnu Jarir mengatakan, sebagian ahli tafsir ada yang mengatakan bahwa makna ayat ialah 'takutlah kalian terhadap hari akhirat.' Pengertiannya sama dengan firman Allah ﷻ: (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat. (Al-Ahzab: 21 dan Al Mumtahanah: 6) Adapun firman Allah ﷻ: dan jangan kamu berkeliaran di muka bumi berbuat kerusakan. (Al-'Ankabut: 36) Nabi Syu'aib melarang mereka berbuat keonaran dan kerusakan di muka bumi, yaitu berbuat sewenang-wenang terhadap penghuninya. Demikian itu karena mereka biasa mengurangi takaran dan timbangan serta gemar menyamun.
Selain dari itu mereka kafir kepada Allah dan rasul-Nya, maka Allah membinasakan mereka dengan gempa yang dahsyat yang menghancurleburkan negeri mereka berada, juga dibarengi dengan pekikan yang mengguntur yang dapat mencopotkan jantung mereka. Hal itu terjadi pada hari yang diliputi oleh awan yang gelap; sehingga arwah mereka meregang dan binasalah mereka semuanya, sesungguhnya peristiwa itu merupakan azab yang besar.
Kisah mengenai mereka telah disebutkan panjang lebar di dalam tafsir surat Al-A'raf surat Hud, dan surat Asy-Syu'ara. Firman Allah ﷻ: dan jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat-tempat tinggal mereka. (Al-'Ankabut: 37) Qatadah mengatakan bahwa makna jasimin ialah menjadi mayat. Menurut pendapat yang lain, sebagian dari mereka ditimpakan kepada sebagian yang lain, yakni bertumpang tindih."
-.
Akan tetapi, sebagaimana halnya kaum Nabi Lut, umat Nabi Syuaib pun durhaka dan tidak mau menerima nasihat Nabi Syuaib. Mereka malah mendustakannya. Oleh karena itu, berlakulah sunah Allah. Ketika mereka dengan terang-terangan mengingkari Syuaib setelah diberi peringatan berulang-ulang, maka tibalah waktunya Allah mengazab mereka. Bumi tempat kediaman mereka diguncang oleh gempa yang menggetarkan dan menghancurkan tanah kediaman mereka. Mereka mati jungkir balik dan ditelan bumi, tanpa bergerak lagi. Cerita lebih lengkap tentang Nabi Syuaib telah disebutkan pula oleh Tuhan dalam ayat-ayat lain, yaitu pada Surah Al-A'raf/7: 88-93, Hud/11: 87-94, dan asy-Syu'ara'/26: 176-190.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 36
“Dan ke negeri Madyan," diutus Allah, “saudara mereka sendiri Syu'aib." (pangkal ayat 36). Kerapkali dijelaskan di dalam al-Qur'an bahwa Nabi yang diutus kepada suatu kaum ialah saudara mereka sendiri. Bukan orang lain. Dia bercakap dengan bahasa mereka sendiri. Dia mengenal adat kebiasaan mereka, suka-duka mereka. Nabi kita Muhammad s.a.w. diutus pada mulanya kepada kaumnya jua, yaitu Quraisy pada khustisnya dan Arab pada umumnya. Tetapi maksud risalat beliau adalah merata bagi seluruh ummat manusia di muka bumi ini. Sedang kaumnya yang mulai didatanginya itu adalah sebagai pengawas atau pelapor pertama yang kelak di atas namanya akan turut menyebarkan agama ini ke seluruh Tanah Arab, sambung-bersambung menaklukkan Kerajaan Romawi Timur, Kerajaan Persia, memasuki India, menye-berangi Lautan Tengah memasuki Semenanjung Iberia dan menduduki tanah Spanyol buat lamanya 700 tahun.
Oleh sebab itu tepatlah jika dikatakan bahwa Nabi-nabi yang dahulu itu diutus kepada kaumnya masing-masing dalam daerah terbatas, karena hubungan dunia masih sulit, dan Nabi Muhammad diutus buat seluruh alam.
“Maka berkatalah dia:" Yaitu Nabi Syu'aib, “Hai kaumku! Sembahlah olehmu akan Allah," sebagai tanda syukur dan terimakasih atas nikmat dan rahmat yang telah dilimpah-kurniakanNya kepada kamu sekalian; “Dan haraplah olehmu akan hari yang akhir," yaitu hidup yang sesudah mati. Karena kehidupan bukanlah sehingga dunia ini saja. Segala perbuatan kita di dunia ini akan dinilai kelak di akhirat. Mengharap hari yang akhir maksudnya ialah mengharap ridha Allah, mengharap kurnianya dan takut akan siksanya. Pekerjaan baik yang kita amalkan sekarang akan membawa bahagia di hari itu Sebaliknya pekerjaan jahat yang kita kerjakan sekarang akan menerima siksaannya pula di hari itu."Dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dalam keadaan mengacau." (ujung ayat 36).
Kalimat Ta'tsau yang kita artikan dengan berkeliaran, ialah perjalanan hidup di dunia yang tidak mempunyai arah. Tidak ada hubungan ibadah dengan Allah dan tidak pula ada hubungan kasih-sayang dengan sesama manusia. Oleh heboh, sibuk, ke hilir, ke mudik, belayar di lautan, bertebaran di daratan, beterbangan di udara dengan kapal udara, tetapi tidak mempunyai tujuan selain kepentingan diri sendiri, keuntungan diri sendiri. Tidak mem-perdulikan apakah mencari keuntungan diri sendiri itu akan merugikan orang lain. Orang mencari kekayaan dengan menghisap darah orang lain. Si kaya bersenang-senang dengan memeras keringat si miskin. Suatu bangsa ingin besar dengan menindas bangsa yang lain. Maka timbullah dendam yang lemah kepada yang kuat, timbullah perebutan rezeki yang tidak mengenal damai. Kesudahannya timbullah cemburu-mencemburui di antara sesama manusia. Akhirnya timbullah peperangan, bunuh-membunuh, hina-menghinakan. Celaka bagi yang kalah!
Di antara perjalanan berkeliaran ke sana ke mari orang di negeri Madyan yang akhirnya merusak itu ialah yang terkenal dengan berbuat curang pada timbangan dan katian. Fikiran siang malam hanya asal kaya saja. Halal dan haram tidak perduli. Apakah merugikan orang lain, tidak difikirkan. Sebagai nasihat yang pernah diberikan kepada orang yang berkeliaran di muka bumi mencari untung itu: “Janganlah menyakut di air keruh!" Dengan kontan dia menjawab: “Kalau air tidak dikeruh lebih dahulu, bagaimana akan dapat menangkap ikan. Di air yang jernih ikan itu tidak mau ditangguk."
Ayat 37
“Maka mereka dustakanlah dia." (pangkal ayat 37). Seruan dari Nabi Syu'aib itu tidak mau mereka menerimanya, bahkan mereka dustakan. Di dalam Surat Hud dan Surat al-A'raf dan Surat asy-Syu'ara' kisah perjuangan Nabi Syuaib hendak memberi keinsafan bagi kaumnya itu diceriterakan lebih panjang, atau ceritera yang sebahagian berisi rayuan halus dia mengajak kaumnya supaya sadar, sampai Nabi kita Muhammad s.a.w. memberi gelar Nabi Syu'aib itu “Khathibul Anbiya"‘, yaitu ahli pidato di antara Nabi-nabi. Di dalam Surat 11, Hud ayat 87 digambarkan Tuhan bagaimana keras serangan kata kaum itu kepada Nabi Syu'aib, sampai mereka mencemuh, menanyakan apakah lantaran dia tekun sembahyang itu maka dia berani berkata demikian lantang kepada mereka? Apakah lantaran dia orang sembahyang, orang yang mengaku diri seorang shalih dia lelah berani mencela-cela menegur mereka, mencela agama yang mereka pusakai dari nenek-moyang dan mencela pula perbuatan mereka dengan hartabenda mereka sendiri?
Alhasil tidaklah mereka terima baik seruan Nabi mereka itu. Nabi yang timbul dalam kalangan mereka sendiri. Bahkan mereka cemuhkan.
Maka datanglah azab Allah!
“Lalu mereka ditarik oleh gempa gegaran dahsyat." Terjadi gempa bumi yang amat dahsyat, bergoyang seluruh bumi tempat mereka dtam.'Mungkin karena tanah longsor di balik kulit bumi, atau tanah bergeser dari tempatnya, atau gunung berapi meletus ke dalam."Maka jadilah mereka di dalam kampung halaman mereka mayat-mayat yang bergelimpangan." (ujung ayat 37).
Azab siksaan bagaimana pula yang akan diderita oleh manusia moden yang berjalan berkeliaran di muka bumi membuat kerusakan. Mempergunakan alat-alat penyangkutan moden, dengan kapal laut, kapal udara, dari benua ke benua, menyebarkan racun-racun narkotik, candu, opium, ganja, marijuana, yang dijual dengan keuntungan berlipat-ganda, berjuta-juta dolar. Yang telah meracun angkatan muda yang diharapkan menyambung kehidupan manusia di dunia ini?
Siksaan Tuhan yang mana pula yang akan diderita oleh orang-orang yang berkeliaran ke kampung-kampung, mencari gadis-gadis dusun yang miskin dan melarat, dibujuk, dirayu, ditipu, lalu dibawa ke kota-kota besar untuk memuaskan nafsu laki-laki yang hidupnya sudah sebagai kehidupan binatang? Melepaskan hawanafsu, bahkan lebih jahat dari binatang? Sebab mereka per-niagakan manusia untuk memperkaya diri sendiri? Siksa yang mereka terima ialah jatuhnya martabat manusia jadi binatang. Menjadi kera-kera dan babi-babi. Yang asal perutnya kenyang, air pelembahan pun mereka minum juga, barang najis pun mereka makan. Peradaban pun musnah!
Ayat 38
“Dan ‘Ad dan Tsamud." (pangkal ayat 38). ‘Ad kaum yang didatangi Nabi Shalih, Tsamud kaum yang didatangi Nabi Hud “Sesungguhnya sudah jelaslah bagi kami tempat-tempat kediaman mereka." Yang diperkamu di sini ialah kaum Quraisy di Makkah. Bagi mereka sudah jelas waktu itu bekas-bekas negeri tempat kediaman kaum ‘Ad dan Tsamud itu. Kaum ‘Ad yang didatangi oleh Nabi Hud adalah di ujung Selatan Tanah Arab, di Hadramaut yang sekarang. Tsamud agak sebelah ke Utara, di Wadil-Qura, di antara Hejaz dan Syam. Kedua temapt itu terletak di dekat jalan kafilah perniagaan Quraisy dalam pengembaraan mereka berniaga ke Syam atau ke wilayah Yaman."Syaitan telah menghias-hiaskan kepada mereka perbuatan-perbuatan mereka." Perbuatan yang buruk dihiaskan atau dipujikan oleh syaitan sampai dikatakan baik. Akhirnya pandangan mereka kepada hidup itu bertukar. Pedoman hidup mereka ambii dari ajaran syaitan, bukan dari ajaran Tuhan. Kian lama kian merosot dan kian jauh melangkah ke dalam kebobrokan."Maka dia telah menghambat mereka dari jalan Allah." Sehingga seisi kedua negeri itu tidak lagi hendak berlomba berbuat yang baik, melainkan berpacu ke dalam kejahatan; “Padahal mereka adalah orang-orang yang berpandangan tajam." (ujung ayat 38). Padahal mereka bukanlah orang bodoh-bodoh Tetapi kepintaran, pandangan tajam dan keahlian tidak dapat lagi menolong buat melepaskan mereka daripada keruntuhan. Karena yang berpengaruh ialah propaganda yang datang dari syaitan. Misalkan saja dan perbandingkan dengan masyarakat zaman moden yang sudah terlalu jauh batas hidup di antara yang terlalu kaya dengan yang terlalu miskin. Orang-orang kaya itu pun kadang-kadang telah merasai bahwa jalan yang mereka tempuh ini adalah salah. Tetapi mereka tidak ada keberanian jiwa lagi buat membangkitkan diri dari kemerosotan itu. Dalam masyarakat demikian suara Nabi-nabi sudah pasti jadi bahan ejekan. Orang terpaksa berlomba memperlihatkan diri lebih “moden" dari kawannya yang lain, takut akan dicap terlalu “fanatik".
Ayat 39
“Dan Qarun dan Fir'aun dan Haman. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka Musa dengan beberapa penjelasan." (pangkal ayat 39).
Tiga nama ini, Qarun, Fir'aun dan Haman adalah nama-nama yang amat penting yang berhadapan dengan Nabi Musa. Besar kemungkinan bahwa Tuhan mendahulukan menyebut nama Qarun, padahal dalam hal kekuasaan bukanlah dia setinggi Fir'aun, ialah karena pada mulanya dia adalah kaum Musa sendiri. Dari Bani Israil tentunya. Mula jadi pengikut yang setia Nabi Musa. Tetapi kemudian setelah dia kaya dia menyisihkan diri dan menyombong. Orang yang dahulunya beriman, kemudian meninggalkan iman karena pengaruh harta, jauh lebih buruk dari orang yang kafir sejak semula sebagai Fir'aun itu. Adapun Haman, dia pun orang penting di samping Fir'aun. Dia salah seorang pembesar negara. Dia pelaksana perintah Fir'aun. Dia pernah melaksanakan perintah Fir'aun supaya membuat suatu bangunan tinggi, yang dari puncak bangunan itu Fir'aun bermaksud hendak memerangi Tuhan yang selalu disebut-sebut Musa."Namun mereka menyombong di muka bumi “ Ketiganya adalah orang-orang yang sombong, membesarkan diri. Qarun sombong mentang-mentang dia telah kaya. Fir'aun sombong mentang-mentang dia raja, yang berkuasa tidak ada batas. Haman sombong, karena dia dianggap orang kepercayaan Fir'aun. Karena sombongnya itu lupalah mereka akan kebesaran Allah dan kecilnya diri manusia di hadapan kekuasaan Allah itu."Dan tidaklah mereka terluput." (ujung ayat 39).
Ujung ayal ini amat penting diperhatikan. Karena di dunia ini memang banyak manusia, betapa pun besar kesalahannya, dia bisa terluput dari tuntutan karena pangkatnya atau karena kayanya, atau karena rajanya. Di dunia ini si kecil maling ayam akan lekas tertangkap dan lama ditahan, sampai berbulan, bahkan bertahun, menunggu keputusan hukuman. Tetapi kalau orang-orang kaya yang bersalah betapa pun besar kesalahannya, kerapkali mulut undang-undang dapat ditutupnya dengan kekayaan. Kaiau penguasa yang bersalah, tidak ada orang yang berani menuntut. Orang-orang seperti itu mudah saja luput dari tuntutan, luput dari pengadilan dan luput dari hukuman. Namun berhadapan dengan Tuhan tidaklah seorang karena kayanya sebagai Qarun, atau rajanya sebagai Fir'aun atau kebesarannya sebagai Haman akan luput dari tuntutan. Hukuman setimpal akan diterimanya. Mereka adalah hamba Allah yang kecil, sekecil tungau, bahkan lebih kecil karena dia bersalah.
Ayat 40
“Maka tiap-tiapnya itu Kami siksa mereka karena dosanya, “ (pangkal ayat 40). Artinya, masing-masing akan menerima azab siksaan Tuh/tn menurut dosanya, Karena Tuhan itu adil. Hanyalah orang berbuat baik yang diberi pahala berlipat-ganda tidak seimbang dengan kebajikan yang dia kerjakan. Adapun orang yang berbuat dosa, siksaannya tidaklah lebih dari seukuran kiulosaln-nya."Maka di antara mereka ada yang Kami kirim ke atas mereka hujan batu." Itulah kaum ‘Ad yang menantang Allah dengan pertanyaannya: “Siapa yang lebih kuat dari kami?" (Surat 41, Fushshilat, 15). Maka datanglah angin besar yang sangat lebih kuat dari mereka. Angin itu sangat kencang dan sangat dingin, sambil membawa debu tebal. Mereka semua diterbangkan oleh angin itu, kemudian ditimbun oleh debu, dan ada yang terhempas ke batu, ter-campak tersingkir. Ada yang dari sangat kerasnya angin, ada sesuatu yang diterbangkannya, kena leher mereka, lalu pisah kepala dengan badan. Mayat pun bergelimpangan.
“Dan di antara mereka ada yang Kami siksa dengan suara pekikan keras." Yaitu kaum Tsamud, ummat Nabi Shalih. Mereka mungkiri janji, mereka sembelih unta Allah, dan telah mereka buat pula komplot hendak membunuh Nabi Allah sendiri. Setelah mereka makan beramai-ramai daging unta besar itu, mereka ditimpa penyakit hebat. Hari pertama muka kuning. Hari kedua muka merah. Hari ketiga muka hitam. Di akhir hari ketiga itu kedengaran sorak atau pekik yang sangat keras, keras sekali! Saking kerasnya pecah telinga mereka mendengarkan, mendesak darah ke kepala, lalu ranap mati semua.
“Dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi." Yaitu Qarun yang sombong dengan kekayaannya itu, sebagaimana telah diwahyukan Tuhan tersebut lebih panjang dalam Surat 28 yang telah lalu, al-Qashash.
“Dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan." Yaitu Fir'aun dan Haman yang tenggelam dalam lautan Qulzum setelah dilaluinya lautan yang dibelah yang disediakan Tuhan buat Musa dan kaumnya, bukan buat mereka.
“Dan tidaklah Allah hendak menganiaya mereka." Artinya bahwa segala azab siksaan yang telah mereka terima itu bukanlah karena Aflah semata-mata hendak menganiaya. Allah tidak ada kepentingan dengan menganiaya. Hukum yang Allah jatuhkan adalah semata-mata keadilan; “Melainkan adalah mereka terhadap diri mereka sendiri yang aniaya." (ujung ayat 40).
Dan semua siksaan itu yang mereka terima itu lebih dahulu sudah diperingatkan oleh Tuhan dengan perantaraan Rasul-rasulNya. Jalan kepada kejahatan itu selalu dilarang oleh Tuhan. Kepada yang'baik jua yang la suruh-kan. Sebenarnya Tuhan kasihan kepada hambaNya. Tetapi kalau yang bersalah tidek dihukum karena kasihan, apalah artinya kebajikan yang diperbuat oleh hambaNya yang taat?