Ayat
Terjemahan Per Kata
فَمَا
maka
كَانَ
tidak ada
جَوَابَ
jawaban
قَوۡمِهِۦٓ
kaumnya
إِلَّآ
kecuali
أَن
bahwa
قَالُواْ
mereka berkata
ٱقۡتُلُوهُ
bunuh dia
أَوۡ
atau
حَرِّقُوهُ
bakarlah dia
فَأَنجَىٰهُ
lalu menyelamatkannya
ٱللَّهُ
Allah
مِنَ
dari
ٱلنَّارِۚ
api
إِنَّ
sesungguhnya
فِي
pada yang
ذَٰلِكَ
demikian itu
لَأٓيَٰتٖ
benar-benar tanda-tanda
لِّقَوۡمٖ
bagi kaum
يُؤۡمِنُونَ
mereka beriman
فَمَا
maka
كَانَ
tidak ada
جَوَابَ
jawaban
قَوۡمِهِۦٓ
kaumnya
إِلَّآ
kecuali
أَن
bahwa
قَالُواْ
mereka berkata
ٱقۡتُلُوهُ
bunuh dia
أَوۡ
atau
حَرِّقُوهُ
bakarlah dia
فَأَنجَىٰهُ
lalu menyelamatkannya
ٱللَّهُ
Allah
مِنَ
dari
ٱلنَّارِۚ
api
إِنَّ
sesungguhnya
فِي
pada yang
ذَٰلِكَ
demikian itu
لَأٓيَٰتٖ
benar-benar tanda-tanda
لِّقَوۡمٖ
bagi kaum
يُؤۡمِنُونَ
mereka beriman
Terjemahan
Maka, tidak ada jawaban kaumnya (Ibrahim), selain mengatakan, “Bunuhlah atau bakarlah dia!” Lalu, Allah menyelamatkannya dari api. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang beriman.
Tafsir
Allah berfirman sehubungan dengan kisah Nabi Ibrahim a.s.: (Maka tiadalah jawaban kaumnya selain mengatakan, "Bunuhlah atau bakarlah dia," lalu Allah menyelamatkannya dari api) mereka melemparkannya ke dalam api, sedangkan Allah menjadikan api itu dingin dan keselamatan bagi Ibrahim. (Sesungguhnya pada yang demikian itu) yakni diselamatkannya Nabi Ibrahim dari api (benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Allah) yaitu tidak berpengaruhnya api terhadap diri Nabi Ibrahim, padahal api itu sangat besar nyalanya, kemudian dalam waktu yang sangat singkat Allah menjadikan bekas api itu sebuah taman (bagi orang-orang yang beriman) yakni bagi orang-orang yang percaya kepada keesaan Allah dan kekuasaan-Nya, karena hanya mereka saja yang dapat mengambil manfaat dari kisah ini.
Tafsir Surat Al-'Ankabut: 24-25
Maka tiadalah jawaban kaum Ibrahim selain mengatakan, "Bunuhlah atau bakarlah dia, lalu Allah menyelamatkannya dari api. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang beriman. Dan berkata Ibrahim, "Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu sembah selain Allah adalah untuk menciptakan perasaan kasih sayang di antara kamu dalam kehidupan dunia ini, kemudian di hari kiamat sebagian kamu mengingkari sebagian (yang lain) dan sebagian kamu melaknati sebagian (yang lain), dan tempat kembalimu ialah neraka, dan sekali-kali tak ada bagimu para penolong pun.
Allah ﷻ menceritakan perihal kaum Nabi Ibrahim dalam kekafiran, keingkaran, dan keangkuhan mereka, serta penolakan mereka terhadap perkara hak dengan kebatilan. Bahwa tiadalah sesudah perkataan Nabi Ibrahim yang mengandung petunjuk dan penjelasan itu, melainkan mengatakan, "Bunuhlah atau bakarlah dia!" (Al-'Ankabut: 24) Demikian itu karena bukti telah mengalahkan mereka dan alasan Nabi Ibrahim benar-benar mematahkan alasan mereka, maka mereka gunakan kekuasaan dan kekuatan kerajaan mereka sebagai jawabannya: Mereka berkata, "Dirikanlah suatu bangunan untuk (membakar) Ibrahim, lalu lemparkanlah dia ke dalam api yang menyala-nyala itu.
Mereka hendak melakukan tipu daya kepadanya, maka Kami jadikan mereka orang-orang yang hina. (As-Saffat: 97-98) Demikian itu karena mereka menghimpun semua kayu bakar dalam waktu yang cukup lama sehingga terkumpul kayu bakar yang sangat banyak, lalu mereka pagari kumpulan kayu bakar tersebut. Setelah itu dibakar sehingga nyala apinya menjulang tinggi ke langit, belum pernah ada api sebesar itu. Kemudian mereka menangkap Nabi Ibrahim dan mengusungnya, lalu menaruhnya di atas pelontar batu besar.
Nabi Ibrahim dilontarkan masuk ke dalam api yang besar itu, lalu Allah menjadikan api itu dingin dan keselamatan baginya. Nabi Ibrahim akhirnya keluar dari api itu setelah tinggal beberapa hari di dalamnya dalam keadaan selamat. Hal yang seperti itu dijadikan oleh Allah sebagai suri teladan dan contoh, yang menunjukkan pengorbanan diri demi Tuhan Yang Maha Pemurah dan merelakan dirinya dimakan api.
Dia (Ibrahim) dengan sukarela mengorbankan putranya untuk dikorbankan, dan harta bendanya untuk tamu-tamu yang berkunjung kepadanya. Karena itulah maka semua agama sepakat untuk menyukainya. Firman Allah ﷻ: lalu Allah menyelamatkannya dari api. (Al-'Ankabut: 24) Yakni menyelamatkan Ibrahim dari panasnya api itu dengan menjadikannya berasa dingin dan keselamatan baginya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang beriman. Dan berkata Ibrahim, "Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu sembah selain Allah adalah untuk menciptakan perasaan kasih sayang di antara kamu dalam kehidupan dunia ini. (Al-'Ankabut: 24-25) Ibrahim a.s.
berkata kepada kaumnya dengan nada mengecam dan mencela mereka karena perbuatan mereka yang buruk, yaitu menyembah berhala-berhala. Bahwa sesungguhnya kalian melakukan penyembahan terhadap berhala-berhala itu hanyalah untuk mengikat sebagian dari kalian dengan sebagian yang lain dalam ikatan persahabatan dan kasih sayang di dunia ini. Pengertian ini berdasarkan pendapat ulama yang membaca nasab lafaz mawaddah, bahwa lafaz mawaddatan berkedudukan sebagai maf'ul lah.
Sedangkan menurut bacaan rafa', maka maknanya adalah seperti berikut; Bahwa sesungguhnya kalian melakukan penyembahan terhadap berhala-berhala itu hanyalah untuk memperoleh kasih sayang di antara sesama kalian di dunia ini. kemudian di hari kiamat. (Al-'Ankabut: 25) Keadaan tersebut berbalik, persahabatan dan kasih sayang menjadi permusuhan dan kebencian. Kemudian: sebagian kamu mengingkari sebagian (yang lain). (Al-'Ankabut; 25) Yakni saling mengingkari apa yang pernah dilakukan di antara kalian. dan sebagian kamu melaknati sebagian (yang lain). (Al-'Ankabut: 25) Yaitu para pengikut melaknati para pemimpinnya.
Begitu pula sebaliknya, orang-orang yang diikuti melaknati para pengikutnya. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Setiap suatu umat masuk (ke dalam neraka) mengutuk kawannya (yang menyesatkannya). (Al-A'raf: 38) Dan firman Allah ﷻ: Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa. (Az-Zukhruf: 67) Dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya: kemudian di hari kiamat sebagian kamu mengingkari sebagian (yang lain) dan sebagian kamu melaknati sebagian (yang lain); dan tempat kembalimu ialah neraka. (Al-'Ankabut: 25), hingga akhir ayat. Artinya, tempat kembali dan berpulangnya kalian sesudah menjalani peristiwa hari kiamat ialah ke neraka, dan kalian tidak mempunyai seorang penolong pun yang menolong kalian, dan tiada seorang pun yang dapat menyelamatkan kalian dari azab Allah.
Demikianlah nasib yang akan dialami oleh orang-orang kafir. Adapun keadaan orang-orang mukmin berbeda dan kebalikan dari apa yang dialami oleh orang-orang kafir. [] -: -: Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail Al-Ahmasi, telah menceritakan kepada kami Abu Asim As-Saqafi, telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi' ibnu Ismail ibnu Amr ibnu Said ibnu Ja'dah ibnu Hubairah Al-Makhzumi, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Ummu Hani' (saudara perempuan sahabat Ali ibnu Abu Talib) yang telah menceritakan bahwa Nabi ﷺ pernah bersabda kepadanya: Aku akan menceritakan kepadamu bahwa Allah ﷻ kelak di hari kiamat akan mengumpulkan semua manusia dari yang pertama hingga yang terakhir di suatu tanah lapang yang luas.
Maka siapakah yang mengetahui di mana kedua golongan itu berada? Ummu Hani' menjawab, 'Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Kemudian berserulah penyeru dari bawah 'Arasy, "Hai ahli tauhid, maka mereka bermunculan menurut Abu Asim mereka mengangkat kepalanya masing-masing. Kemudian berseru lagi, "Hai ahli tauhid!" Kemudian berseru lagi, "Hai ahli tauhid, sesungguhnya Allah telah memaafkan kalian. Maka manusia semua bangkit, sedangkan sebagian dari mereka memegang sebagian yang lain karena masalah kezaliman semasa di dunianya. Kemudian berseru lagi, "Hai ahli tauhid, hendaklah sebagian dari kalian memaaf sebagian yang lain, dan Allah-lah yang akan menanggung pahalanya."
-.
Dengan cepat Musa mengambil air untuk kedua gadis itu agar memberi minum kambing mereka. Karena kelelahan, ia berlindung di bawah sebatang pohon sambil merasakan lapar dan haus karena sudah beberapa hari tidak makan kecuali daun-daunan. Musa berdoa kepada Allah karena ia sangat membutuhkan rahmat dan kasih sayang-Nya, untuk melenyapkan penderitaan yang dialaminya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Permulaan Cipta
Ayat 19
“Dan apakah tidak mereka perhatikan bagaimana Allah memulai pen-ciptaan" (pangkal ayat 19). Allah tidaklah akan dapat dilihat dengan mata. Untuk meyakinkan adanya Allah, hendaklah perhatikan alam yang diciptakan oleh Allah. Dalam ayat yang tengah kita renungi ini terdapatlah panggilan kepada manusia yang selama ini kurang memperhatikan, bahkan tidak teguh kepercayaannya tentang adanya Yang Maha Kuasa. Atau kalaupun ada kepercayaannya bahwa Tuhan itu ada, tidak diperhatikannya bagaimana caranya kita sebagai Insan menghubungi Al-Khaliq itu. Untuk mencari Allah perhatikanlah alam. Kian diperhatikan, akan kian teranglah dalam hatimu bantahan kepada pendirianmu yang kaku dan kejang, yang selama ini mengatakan Tuhan itu tidak ada. Di awal ayat ini kita dianjurkan memperhatikan bagaimana Allah memulai penciptaan. Banyak terdapat permulaan penciptaan Ilahi yang sangat ajaib, yang mustahil begitu teratur dan mengagumkan kalau dia terjadi sendirinya,
Lihatlah misalnya permulaan penciptaan ayam daripada sebutir telur. Jika sebuah telur dipecahkan seketika dia mulai keluar dari ekor induknya, yang kelihatan hanya kuning diselimuti zat putih telur. Kalau direbus, yang kunig itu jadi tepung kuning dan putih telur pembalutnya itu jadi beku, bisa dimakan. Tetapi kalau dia dimasukkan ke dalam eraman induk ayam dalam ukuran sekian hari, zat yang terkandung dalam telur itu akan berubah. Putih telur dan kuning telur hilang, berganti dengan buku, dengan daging, mata, kaki dua buah, paruh, renggah dan buku.
Begitulah peransuran permulaan penciptaan sebuah telur sampai kemudian jadi ayam dan kemudian ditumbuhi oleh nyawa. Ajaib sekali dipandangi seketika anak ayam itu mematuk sendiri kulit telur itu hingga pecah dan dia beransur keluar lalu menciap dan beransur berdiri buat hidup.
Dalam biji mangga yang kerapkali kita buangkan setelah daging mangganya kita makan tersimpan sesuatu yang kelaknya akan menjelma menjadi permulaan hidup. Bila biji itu dilemparkan ke atas bumi, bertemu tanah yang lambuk, akan beransur rengkah kulit luarnya, lalu muncul dua helai daun, yang tadinya semata-mata isi dari biji itu. Dari tengah di antara kedua daun yang telah mengembung itu akan muncul yang akan jadi pucuknya yang akan naik ke atas dan muncul pula yang akan jadi uratnya yang menjuntai ke bawah. Kemudian dia jadi pohon mangga yang subur mengeluarkan beribu-ribu buah mangga dalam sekian tahun, yang masing-masing buah mangga itu adalah sebesar biji mangga yang dilemparkan ke tanah lambuk dahulu itu.
Apalah lagi permulaan penciptaan manusia sendiri. Dari tetesan air kama atau mani yang berpadu satu, dari diri seorang perempuan dan seorang laki-laki, terkumpul di dalam rahim peranakan perempuan. Dalam sekian hari dinamai nuthfah (segumpal air pekat), kemudian menjadi ‘alaqah (segumpal darah), kemudian jadi mudhghah (segumpal daging), kemudian daging itu beransur tumbuh tulang-tulang di dalamnya Kemudian datang daging lain memalut tulang itu. Setelah 3 kali 40 hari mulailah dia bernyawa dan setelah 9 bulan 10 hari, lahirlah ke dunia. Bukan segumpal air yang terpadu dari si laki-laki dengan si perempuan tadi lagi, melainkan seorang manusia! Akan kemudiannya ada yang jadi kuli dan ada yang jadi pengusaha besar. Ada yang jadi Failasuf dan ada yang jadi Presiden!
Semuanya itu, baik telur jadi ayam dan jadi burung, atau biji mangga jadi pohon mangga menghasilkan beribu berlaksa buah mangga, ataupun mani berpadu lalu setelah “matang" dia menjelma jadi seorang manusia, jadi saya dan jadi saudara, semuanya terjadi tiap hari, tiap saat, tiap ketika. Semuanya ganjil tidak diketahui bagaimana perkembangannya dan dari mana sebab-musababnya oleh manusia, namun dia adalah kenyataan; “Kemudian itu Dia mengulanginya kembali." Artinya, bahwasanya sebagai biji mangga menjadi pohon mangga, maka buah hasil dari pohon mangga itu kelak bisa pula menjadi pohon yang lain, berulang-ulang dan berulang-ulang. Dan telur ayam menghasilkan induk ayam dan induk ayam pun akan bertelur pula. Manusia sendiri bila sampai umurnya, dia pun mati. Tetapi satu waktu kelak, manusia yang telah mati itu bisa pula dihidupkan kembali dalam kejadian yang baru."Sesungguhnya pada yang demikian atas Allah adalah mudah." (ujung ayat 19). Sebagaimana kuning telur bisa jadi seekor ayam yang bernyawa, biji mangga bisa jadi pohon mangga yang rimbun subur, dan kemudian pohon itu mati dan tumbang, dan manusia ini hidup di dunia, kemudian mati. Dan setelah mati kelak, menurut ukuran waktu yang ditentukan Allah akan dibangkitkan kembali, yang bernama hari kiamat, semuanya itu adalah urusan yang mudah saja bagi Allah. Maka tidaklah mustahil jika manusia kelak dibangkitkan kembali dalam keadaan yang lain, di hari yang bernama kiamat, karena belum termakan di akal atau penyelidikan kita. Karena barang yang kita lihat setiap hari sendiri pun, yang berulang-ulang kejadian tidak jugalah dapat kita manusia memecahkan rahasianya, namun bagi Allah dia itu adalah perkara mudah saja.
Ayat 20
“Katakanlah Mengembaralah di muka bumi, lalu perhatikanlah bagaimana Dia memulai penciptaan." (pangkal ayat 20). Di sini perintah itu sudah lebih tegas lagi Manusia disuruh mengembara di muka bumi. Supaya dia jangan sebagai katak di bawah tempurung. Jangan membeku saja tidak ber-fikir, tidak menyelidiki. Yang khusus disuruh memperhatikan bagaimana asal mulanya permulaan kejadian di dunia ini. Maka pekerjaan yang dilakukan oleh ahli-ahli penyelidik bumi, pencari fosil, pencari runtuhan Mohenjo Daro, Parsepolis, Pompeyi, Athena Kuno, Baalbek dan sebagainya adalah suatu anjuran tegas dari ayat ini. Selidikilah bagaimana asal mula penciptaan dalam alam ini. Sudah berapa juta tahun usia bumi, sudah berapa juta tahun terdapat kehidupan di permukaan bumi. Malahan pada tahun 1969 telah diselidiki sampai ke permukaan bulan dan dibawa batu bulan ke dunia, untuk diselidiki dalam laboratorium, sudah berapa juta tahun umur bulan, dan sudah diketahui bahwa di bulan tidak ada kehidupan.
Penyelidikan orang tentang tinggi telah jauh sekali. Sampai kepada pertanyaan sudah berapa lama adanya manusia di bumi ini? Dari mana datangnya? Bagaimana asal mula adanya hidup di muka bumi ini?
Dituntut orang ilmu pada mulanya bukanlah karena Allah. Tetapi ilmu itu sendiri tidak mau, melainkan menuju kepada Allah juga. Demikian pepatah terkenal.
Penyelidikan-penyelidikan itu akan sampai kepada permulaan timbulnya ciptaan pertama tentang hidup. Dan itu adalah pintu permulaan akan masuk ke dalam penyelidikan dari segi ilmiah akan kemungkinan adanya perulangan hidup yang kedua kali, yang bernama akhirat atau kiamat.
Lanjutan ayat menyuruh manusia sampai kepada penyelidikan selanjutnya: “Kemudian Allah memunculkan kemunculan yang lain." Artinya ialah setelah manusia memperhatikan awal permulaan penciptaan alam ini sampai menjadi ilmu, dianjurkanlah manusia supaya merenungkan kemungkinan yang amat iuas bagi Maha Penguasa itu. Setelah Dia sanggup menciptakan awal permulaan kejadian menurut jalan yang mudah bagiNya. tetapi manusia bagaimanapun pintarnya tidak dapat menciptakan seperti itu, niscaya akan bangunlah pancaindera menangkap hasil dari penyelidikan alam, buat mengambil kesimpulan bahwa alam ini memang ada Penciptanya, dan Pencipta itu sanggup dan mudah saja memunculkannya kelak dalam pemunculan yang lain. Ujung ayat ditutup dengan kata tegas: “Sesungguhnyo Allah atas tiap-tiap sesuatu adalah Maha Kuasa." (ujung ayat 20).
Kalau manusia sudah insaf dan mengakui bahwa segala permulaan penciptaan itu sangat teratur dan mengagumkan, meninggalkan kesan bahwa Pencipta itu memang Maha Kuasa, maka tidaklah ada jalan lagi buat memungkiri bahwa Dia pun Maha Kuasa pula membuat bentuk alam kelak dalam bentuk yang lain, dan mengulangi kehidupan manusia dalam alam yang lain. Segala yang kita pandang sulit dan mustahil, bagiNya adalah perkara mudah belaka.
Ayat 21
“Dia akan mengazab barangsiapa yang Dia kehendaki dan akan memberi rahmat barangsiapa yang Dia kehendaki." (pangkal ayat 21). Sebagaimana menciptakan permulaan hidup dalam segala sesuatu adalah semata-mata kuasanya, niscaya menjatuhkan azab dan siksaan kepada yang Dia kehendaki adalah kekuasaanNya sendiri pula. Demikian juga jika Dia hendak menurunkan rahmatNya. Mengazab atau memberi rahmat, semata bergantung kepada kehendak Allah. Dia terletak di antara dua jalan, yaitu jalan yang diberi petunjuk dan jalan yang tersesat. Manusia diberi alat buat menempuh jalan itu, yaitu akal dan fikirannya. Dia boleh memilih, yang ini atau yang itu! Tetapi Allah sendiri selalu menganjurkan, memanggil, membujuk supaya jalan selamatlah yang ditempuh dan dekatilah Tuhan. Asal jalan itu yang ditempuh, Dia berjanji akan menolong. Bahkan Dia sendiri:
“Telah mewajibkan kepada diriNya sendiri supaya memberi Rahmat!"
(al-An'am:12)
Pernah terjadi pertukaran fikiran beberapa tahun yang lalu di antara beberapa Ulama di Jakarta, tentang wajibkah atas Tuhan meneguhi janjiNya, mustahilkah atas Tuhan mungkir akan janji itu? Masukkah pada akal bahwa orang yang telah mengikut perintah Tuhan dan menghentikan larangannya, lalu orang itu karena takdir, dimasukkan juga ke dalam neraka? Ada Ulama yang berpeyang teguh kepada hukum akal, bahwa itu tidak mustahil bagi Allah. Jaiz (masuk akal) jika ada orang baik-baik dimasukkannya ke neraka dan orang jahat diletakkan di syurga.
Bertengkar dan berbincang seperti ini sungguh-sungguh merusak agama dan tidak ada faedahnya. Pertukaran fikiran seperti ini telah membawa-bawa agama ke dalam bidang filsafat. Padahal dalam ayat yang kita salin ini jelas sekali Tuhan menerangkan bahwa Dia mewajibkan ke atas dirinya sendiri supaya memberi rahmat. Berpuluh Hadis Nabi menerangkan tentang Rahmat. Dua nama dari sifat Allah yang sangkut-bersangkut dengan rahmat, yaitu Rahman dan Rahim. Apalah lagi penghargaan kita kepada Tuhan, kalau kita katakan tidak mustahil pada akaL,bahwa orang yang telah taat kepada Tuhan, lalu dimasukkan ke dalam neraka dan orang yang jahat senang-senang masuk syurga.
Di dalam ayat 12 dan ayat 54 Surat 6, al-An'am itu jelas-jelas tertulis wahyu Tuhan sendiri bahwa Dia mewajibkan ke atas dirinya sendiri supaya memberi rahmat. Mewajibkan ke atas dinnya, lebih tinggi lagi daripada janji! Dan dalam Surat 2 al-Baqarah ayat 80, dalam Surat 3 ali Imran ayat 9, dalam Surat 13, ar-Ra'ad ayat 31, di dalam Surat 22 al-Haj ayat 22, di dalam Surat 30 ar-Rum ayat 6, di dalam Surat 39 az-Zumar ayat 20 tersebut dengan jelas bahwa Allah tidaklah akan memungkiri janjinya.
Oleh sebab itu hendaklah dengan cermat kita memahamkan bahwa Allah mengazabkan barangsiapa yang Dia kehendaki dan memberi rahmat barang-siapa yang Dia kehendaki itu. Tuhan di dalam memilih “siapa yang Dia kehendaki" itu adalah menurut peraturan yang diperbuat oleh Tuhan sendiri, dan diwajibkannya atas diriNya sendiri menjalankan peraturan itu! Sunnatullah sekali-kali tidak dapat diubah dan diganti!
“Dan kepadaNya kamu akan dikembalikan." (ujung ayat 21).
Di ujung-ujung ayat yang lain kerap bertemu turja'uun yang kita biasa artikan kamu dikembalikan. Sekarang diujungi dengan kalimat tuqlabuun yang artinya hampir sama dengan turja'uun. Tetapi kita pilih arti yang lebih dekat, meskipun maksudnya dengan tuqfabuun. Yaitu dibalikkan! Meskipun sepintas lalu pengertian kedua kata itu sama, namun semangat yang terkandung di dalamnya berbeda. Tuq!abuun mengandung sedikit kekerasan. Seakan-akan seseorang yang sedang enak-enak berjalan di dunia, lupa akan hari depan, tiba-tiba dipanggil, sehingga dia terpaksa berbalik, membalikkan badan segera pulang!
Ayat 22
“Dan tidaklah kamu sanggup berlepas diri di bumi dan tidak pun di langit." (pangkal ayat 22) Maksud ayat ini hampir sama dengan kandungan ayat 4 di atas. Yaitu bahwa orang yang berbuat kejahatan-kejahatan tidaklah lepas dari tilikan Tuhan, bahwa pertanggunganjawab atas kejahatannya itu akan dituntut. Maka dalam ayat ini disebut mu'jizina, yang pokok asal artinya, ialah melemahkan. Yaitu karena engkau merasa kuat, kuasa, gagah dan perkasa, tidak ada kekuasaan Tuhan yang sanggup menghalangi kamu dari kesewenang-wenangan itu Itu adalah persangkaan yang salah. Kamu kecil sekali, tidak ada arti apa-apa jika dibanding dengan makhluk Allah yang lain. Sedangkan
matahari yang begitu besar, lagi tunduk tidak sanggup melawan peraturan Tuhan, kononlah engkau, hai manusia! “Dan tidak ada bagi kamu selain Allah sebagai pelindung, “ yang akan dapat melindungi kamu jika diancam oleh suatu bahaya “dan tidak pula pembela." (ujung ayat 22). Yang akan membela, menjadi prokrol di hadapan Tuhan, untuk membelamu jika engkau didakwa oleh Tuhan karena suatu kesalahan. Pembela dan Pelindung hanya Tuhan sendiri.
Ayat 23
“Dan orang-orang yang kafir dengan ayat-ayat Allah." (pangkal ayat 23). Kafir dengan ayat-ayat Allah, ialah orang yang telah bertemu dengan tanda-tanda dan bukti Adanya Allah itu, namun dia masih saja tidak mau percaya bahwa Allah ADA. Atau diakuinya bahwa Allah ADA, tetapi dia tidak mau percaya bahwa Allah Maha Kuasa sendiriNya, tiada bersekutu yang lain dengan Dia. Dan dari hal akan bertemu dengan Dia," artinya tidak dia percaya akan hari kiamat; “Itulah orang yang telah putusasa dari RahmatKu." Artinya tidak ada harapan lagi baginya akan mendapat Rahmat Ilahi yang Dia telah mewajib-kan atas diriNya akan memberikan itu. Barulah keputusasaan itu akan hilang, jika orang itu mengubah pendirian."Dan orang-orang itu, bagi mereka adalah azab yang pedih." (ujung ayat 23).
Mengapa mereka mesti mendapat a2ab yang pedih? Ialah karena mereka hidup dalam dusta dan bohong yang paling besar. Yaitu membohongi akalnya sendiri. Dia sejak semula menempuh jalan yang gelap (zhulm), sebab itu mereka aniaya atas diri mereka (zalim). Azab yang pedih adalah wajar!
Ayat 24
“Maka tidaklah ada jawab dari kaumnya, melainkan bahwa mereka berkata: “Bunuhlah dia atau bakarlah dia." (pangkal ayat 24).
Begitu jelas, terang dan penuh kejujuran seruan yang disampaikan oleh Ibrahim. Penuh kasih-sayang dari seorang anggota kaum kepada kaumnya sendiri. Dianjurkan supaya menyelidiki alam keliling dengan seksama, merenung awal mula penciptaan pada alam, untuk mengetahui dan meyakini Keesaan Allah, sehingga akal yang waras tidak mungkin dapat menolak, namun sambutan kaumnya hanya begitu; “Bunuh dia atau bakar dia!" Atau bunuhlah dia dengan cara membakarnya! Mengapa begitu?
Ialah karena mereka hendak memakai kekerasan kekuasaan dan pengaruh untuk menantang kebenaran. Sebab mereka tidak mempunyai kesanggupan membantah Kebenaran itu. Kebenaran hanya satu; kalau kebenaran itu telah membantah dan menolak sesuatu, dan sesuatu itu tidak dapat mempertahankan diri dengan kebenaran pula, nyatalah lebih jelas Kebenaran itu. Tetapi mereka tidak mau membuang dan mencampakkan kebiasaan yang telah mereka peyang sejak dari nenek-moyang, yaitu menyembah berhala. Oleh sebab itu, buat memadamkan Kebenaran yang dibawa Ibrahim ini tidak ada jalan lain hanyalah Ibrahim itu disingkirkan.
Cara yang demikian berlaku juga sampai sekarang. Sebagaimana yang kita lihat dalam cara-cara kaum komunis jika mereka berkuasa. Sebab pendirian yang mereka peyang tidak benar, maka segala yang menantangnya pasti mereka singkirkan, pasti mereka bunuh. Dia tidak memberi peluang dari fikiran lain buat muncul.
Lalu di atas perintah dan kekuasaan Raja Namrudz dibuatlah suatu bangunan pembakaran besar, dikumpulkan ke sana kayu api kering sebanyak-banyaknya, lalu dibakar, sehingga asap telah menjulang tinggi ke udara. Lalu Ibrahim diikat kaki tangannya dan dilemparkan ke dalam api yang tengah menyala itu dengan alat pelanting yang bernama “manjaniq", dan jatuhlah beliau ke dalam api menyala itu.
Tetapi apa yang kejadian? Yang kejadian ialah bahwa kekuasaan Allah lebih tinggi dari kekuasaan manusia. Api itu diperintah oleh Tuhan supaya dingin dan sentosa untuk tubuh Ibrahim. (Surat 21 al-Anbiya' ayat 69. Lihat Juzu' 17).
Setelah beliau “bersemayam" dalam api itu beberapa hari, api itu padam sendiri dan beliau pun keluar dengan selamat sejahtera, tidak kurang suatu apa.
“Maka diselamatkanlah dia oleh Allah dari api." Api tidak diberi izin membakar dia.
Setelah terlepas dari bahaya api menyala itu, banyaklah percobaan yang dihadapi oleh Ibrahim, sampai diuji karena sudah tua belum beranak, sampai isteri yang tercinta menyuruhnya kawin lagi karena kasihan kepada suami kalau-kalau dia, si isteri, yang mandul. Sampai krisis dalam rumahtangga karena beristeri dua. Sampai isteri muda mengandung terpaksa dipisahkan. Sampai lahir anak pertama Ismail, dari isteri muda. Anak kedua Ishak dari isteri yang tua. Kemudian diuji pula dengan diperintah Tuhan menyembelih anak yang disayangi itu. Sampai ujian yang kecil tetapi penting, yaitu disuruh ber-sunnat. Samasekali dihadapinya dan diatasinya. Setelah lulus dari segala macam ujian itu diangkatlah martabatnya di sisi Allah, dijadikan Imam bagi manusia, menurunkan Nabi-nabi dan Rasul-rasul dari Bani Israil dan Bani Ismail. Dan bersama Ismail diperintah oleh Tuhan mendirikan Ka'bah.
“Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah tanda-tanda bukti nyata bagi kaum yang beriman." (ujung ayat 24).
Dengan tepat sekali Sayid Quthub di dalam Tafsirnya menuliskan tiga ayat atau tanda bukti yang nyata, yang jelas kelihatan oleh orang yang beriman pada kejadian atas diri Nabi Ibrahim ketika beliau dihukum bunuh dengan dibakar tetapi selamat itu.
Pertama: Ialah tidak berbekas panasnya api atas diri seorang manusia, sehingga selamat sejahtera keluar dari dalam api itu.
Kedua: Lemah dan tidak berupayanya Seorang Raja yang gagah perkasa dalam menyakiti Seorang hamba Allah yang memperjuangkan kebenaran Allah, kalau Allah berkehendak menyelamatkan orang itu.
Ketiga: Kejadian-kejadian luarbiasa, sebagai api tidak menghangusi dan mu'jizat-mu'jizat lain yang dianugerahkan Tuhan kepada Nabi-nabiNya tidaklah besar pengaruhnya buat merubah hati orang-orang yang memang telah sengaja buat ingkar dan menolak.
Tetapi Ibrahim pun tidak juga mengenal putusasa di dalam meneruskan da'wah.
Karena itulah yang bernama JIHAD!