Ayat
Terjemahan Per Kata
وَقَالَتِ
dan berkata
ٱمۡرَأَتُ
isteri
فِرۡعَوۡنَ
Fir'aun
قُرَّتُ
penyejuk
عَيۡنٖ
mata
لِّي
bagiku
وَلَكَۖ
dan bagimu
لَا
jangan
تَقۡتُلُوهُ
kamu membunuhnya
عَسَىٰٓ
mudah-mudahan
أَن
dia akan
يَنفَعَنَآ
memberi manfaat kepada kita
أَوۡ
atau
نَتَّخِذَهُۥ
kita ambil dia
وَلَدٗا
anak
وَهُمۡ
dan/sedang mereka
لَا
tidak
يَشۡعُرُونَ
mereka menyadari
وَقَالَتِ
dan berkata
ٱمۡرَأَتُ
isteri
فِرۡعَوۡنَ
Fir'aun
قُرَّتُ
penyejuk
عَيۡنٖ
mata
لِّي
bagiku
وَلَكَۖ
dan bagimu
لَا
jangan
تَقۡتُلُوهُ
kamu membunuhnya
عَسَىٰٓ
mudah-mudahan
أَن
dia akan
يَنفَعَنَآ
memberi manfaat kepada kita
أَوۡ
atau
نَتَّخِذَهُۥ
kita ambil dia
وَلَدٗا
anak
وَهُمۡ
dan/sedang mereka
لَا
tidak
يَشۡعُرُونَ
mereka menyadari
Terjemahan
Istri Firʻaun berkata (kepadanya), “(Anak ini) adalah penyejuk hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya. Mudah-mudahan dia memberi manfaat bagi kita atau kita mengambilnya sebagai anak.” Mereka tidak menyadari (bahwa anak itulah, Musa, yang kelak menjadi sebab kebinasaan mereka).
Tafsir
(Dan istri Firaun berkata) di kala Firaun beserta para pembantunya sudah bersiap-siap akan membunuh bayi itu, "Ia adalah (biji mata bagiku dan bagimu, janganlah kalian membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia menjadi anak") akhirnya mereka menuruti kemauan istri Firaun itu (sedangkan mereka tiada menyadari) akibat dari perkara mereka dengan bayi itu.
Tafsir Surat Al-Qasas: 7-9
Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa, "Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya, maka jatuhkanlah dia ke Sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul. Maka dipungutlah ia oleh keluarga Firaun yang akibatnya dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Firaun dan Haman beserta tentaranya adalah orang-orang yang bersalah. Dan berkatalah istri Firaun, "(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu.
Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia menjadi anak," sedangkan mereka tiada menyadari. Para ulama menyebutkan bahwa setelah Fir'aun banyak membunuh bayi laki-laki kaum Bani Israil, maka orang-orang Qibti (Egypt) merasa khawatir akan kebinasaan bangsa Bani Israil, yang akibatnya mereka sendirilah yang akan menangani pekerjaan-pekerjaan berat yang selama itu ditangani oleh kaum Bani Israil. Karena itu, mereka berkata kepada Fir'aun, "Sesungguhnya jika keadaan ini terus berlangsung, pastilah orang tua-orang tua laki-laki mereka mati dan bayi laki-laki mereka dihabisi, sedangkan yang tertinggal hanyalah kaum wanita mereka saja, dan kaum wanita mereka tidak mungkin dapat menggantikan pekerjaan-pekerjaan berat yang ditangani oleh kaum lelaki mereka, dan akibatnya pekerjaan-pekerjaan berat itu sudah dipastikan akan ditangani seluruhnya oleh kami." Maka Fir'aun memutuskan untuk membunuhi anak-anak lelaki kaum Bani Israil selama satu tahun dan membiarkan mereka satu tahun (agar kaum lelaki Bani Israil tidak musnah).
Harun a.s. dilahirkan pada tahun mereka membiarkan hidup bayi laki-laki yang lahir di tahun itu, sedangkan Musa dilahirkan di tahun mereka membunuhi semua bayi laki-laki yang lahir di tahun itu. Fir'aun menugaskan orang-orang tertentu untuk mengawasi hal tersebut, juga menugaskan bidan-bidan yang memeriksa semua wanita Bani Israil. Barang siapa yang terlihat oleh mereka sedang hamil, maka mereka mencatat namanya.
Apabila telah tiba masa kelahirannya, tidak boleh ada yang membidaninya kecuali wanita dari bangsa Egypt. Dan jika wanita yang dimaksud melahirkan bayi perempuan, maka mereka membiarkannya, lalu mereka berlalu meninggalkannya. Tetapi jika yang dilahirkannya adalah bayi laki-laki, maka para algojo mereka masuk dengan membawa pisau yang sangat tajam, lalu menyembelihnya. Semoga Allah melaknat mereka. Ketika ibu Musa mengandungnya, tidak tampak padanya pertanda kehamilan yang biasa dialami oleh wanita lainnya.
Karena itu, mata-mata perempuan Fir'aun tidak mengetahuinya. Tetapi setelah ia mengetahui bahwa bayi yang dilahirkannya adalah laki-laki, terasa sempitlah dadanya dan hatinya dicekam rasa takut yang sangat akan keselamatan bayinya, sedangkan ia sangat mencintainya. Disebutkan bahwa Musa ketika masih bayi, tiada seorang pun yang melihatnya melainkan pastilah ia mencintainya; dan orang yang ditakdirkan bahagia adalah orang yang mencintainya, juga mencintai syariat yang dibawanya.
Allah ﷻ telah berfirman: Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku. (Taha: 39) Setelah hati ibu Musa merasa sempit karena mengkhawatirkan keselamatan putranya, maka ia menerima ilham dari Allah, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya: Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa, "Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya, maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul. (Al-Qashash: 7) Demikian itu karena rumah ibu Musa berada di tepi Sungai Nil. Maka ia membuat sebuah peti dan dipersiapkannya sedemikian rupa, lalu ia menyusui bayinya dengan tenang.
Apabila masuk ke dalam rumahnya seseorang yang ia takuti, maka ia pergi dan menaruh bayinya di dalam peti itu, lalu ia hanyutkan ke Sungai Nil, tetapi peti itu diikatnya dengan tali yang berhubungan dengannya. Pada suatu hari datanglah kepadanya seseorang yang ia takuti masuk ke dalam rumahnya, maka ia pergi dan meletakkan bayinya ke dalam peti itu, lalu ia hanyutkan ke Sungai Nil.
Tetapi karena terburu-buru, ia lupa mengikatnya dengan tali. Maka peti itu terbawa hanyut oleh aliran Sungai Nil sehingga melewati istana Raja Fir'aun. Maka dipungutlah peti itu oleh dayang-dayangnya, dan para dayang membawa peti itu kepada istri Fir'aun. Para dayang tidak mengetahui isi peti itu dan mereka merasa takut untuk membukanya tanpa sepengetahuan istri Fir'aun, karena itulah mereka menyerahkannya kepada istri Fir'aun.
Setelah istri Fir'aun membuka peti itu, ternyata di dalamnya terdapat seorang bayi laki-laki yang sangat tampan, lucu serta bercahaya, dan Allah menjatuhkan rasa cinta ke dalam hati istri Fir'aun terhadap Musa saat memandangnya. Demikian itu merupakan kehendak Allah yang telah menakdirkan istri Fir'aun sebagai orang yang bahagia dan menakdirkan suaminya sebagai orang yang celaka. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: Maka dipungutlah ia oleh keluarga Firaun yang akibatnya dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. (Al-Qashash: 8), hingga akhir ayat.
Muhammad ibnu Ishaq dan lain-lainnya mengatakan bahwa huruf lam dalam ayat ini mengandung makna aqibah (akibat), bukan lam ta'lil (penyebab) karena mereka tidak berniat untuk mencari musuh dan kesedihan dengan memungut bayi itu. Tidak diragukan lagi bahwa makna lahiriah lafaz memang menunjukkan pengertian itu. Tetapi jika ditinjau dari segi konteksnya, sesungguhnya lam tersebut tetap bermakna talil, dengan pengertian bahwa Allah ﷻ telah menetapkan mereka memungutnya sebagai musuh dan kesedihan bagi mereka, sehingga pengertiannya lebih kuat dalam membatalkan sikap hati-hati mereka terhadapnya.
Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya: Sesungguhnya Firaun dan Haman beserta tentaranya adalah orang-orang yang bersalah. (Al-Qashash: 8) Telah diriwayatkan dari Amirul Mukminin Umar ibnu Abdul Aziz bahwa ia menulis sepucuk surat kepada suatu kaum dari kalangan golongan Qadariyah untuk menyanggah kedustaan mereka terhadap keputusan Allah dan takdir-Nya yang telah berada di dalam pengetahuan-Nya yang terdahulu pasti akan terlaksana, yaitu tentang masalah Musa menurut pengetahuan Allah yang terdahulu ditetapkan sebagai musuh dan kesedihan bagi Fir'aun.
Allah telah berfirman: dan akan Kami perlihatkan kepada Firaun dan Haman beserta tentaranya apa yang selalu mereka khawatirkan dari mereka itu. (Al-Qashash: 6) Kalian telah mengatakan bahwa seandainya Allah menghendaki, bisa saja Fir'aun menjadi penolong dan pendukung Musa. Padahal Allah ﷻ telah berfirman: yang akhirnya dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. (Al-Qashash: 8) Firman Allah ﷻ: Dan berkatalah istri Firaun, "(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. (Al-Qashash: 9), hingga akhir ayat. Ketika Fir'aun melihat bayi itu, hampir saja ia membunuhnya karena merasa takut bahwa bayi itu dari kalangan kaum Bani Israil, seandainya saja tidak ada Asiah istrinya yang menentangnya dan melindungi bayi itu serta meminta kepadanya agar mengasihaninya.
Asiah binti Muzahim mengatakan, seperti yang disitir oleh firman-Nya: (Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. (Al-Qashash: 9) Maka Fir'aun menjawab, "Itu adalah bagimu, tetapi bagiku tidak." Dan memang kejadiannya adalah seperti apa yang dikatakan oleh Asiah, Allah memberinya petunjuk melalui Musa, sedangkan Fir'aun dibinasakan oleh Allah melalui Musa. Dalam surat Taha yang terdahulu telah disebutkan kisah ini dengan panjang lebar melalui riwayat Ibnu Abbas secara marfu' yang ada pada Imam Nasai dan lain-lainnya.
Firman Allah ﷻ: mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita. (Al-Qashash: 9) Dan memang apa yang diharapkannya itu berhasil baginya, Allah memberinya petunjuk melalui Musa dan menempatkannya di surga berkat petunjuk Musa. Firman Allah ﷻ: atau kita ambil ia menjadi anak. (Al-Qashash: 9) Asiah bermaksud menjadikan Musa sebagai anak angkatnya karena ia tidak mempunyai anak dari Fir'aun. Firman Allah ﷻ: sedangkan mereka tidak menyadari. (Al-Qashash: 9) Yakni mereka tidak mengetahui apa yang dikehendaki oleh Allah melalui penemuan (pemungutan) mereka terhadap Musa, padahal di dalamnya terkandung hikmah yang besar dan hujah yang pasti."
setelah Musa dipungut dan dilihat oleh keluarga istana, istri Fir'aun berkata, 'Dia, yakni anak itu adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu wahai suamiku, Fir'aun. Karena itu janganlah kamu wahai Fir'aun dan jangan juga siapa pun yang engkau perintahkan membunuhnya seperti yang terjadi pada anak-anak lelaki Bani Israil mendidiknya dengan baik atau kita ambil dia menjadi anak angkat jika ternyata ia tidak ditemukan oleh orang tuanya'. Demikian ucapan istri Fir'aun ketika ia bersama suaminya dan siapa yang ada di sekelilingnya, sedang mereka tidak menyadari apa yang akan terjadi setelah Fir'aun memeliharanya di istana. 10. Dan selanjutnya diuraikan keadaan Ibu Musa yang anaknya telah dipungut oleh keluarga istana, yaitu dikisahkan hati ibu Musa menjadi kosong dari segala yang dirisaukannya, setelah Allah meneguhkan hatinya. Sungguh, akibat kekhawatirannya yang sangat mendalam hampir saja dia menyatakannya yakni rahasia yang dipendamnya tentang Musa. Seandainya tidak kami teguhkan hatinya pastilah dia akan meng-akui bahwa anak yang dipungut Fir'aun itu adalah anak kandungnya dan dia akan berteriak meminta tolong kepada orang untuk mengambil anaknya itu kembali, yang akan mengakibatkan terbukanya rahasia bahwa Musa adalah anaknya sendiri. Peneguhan itu Kami lakukan agar dia termasuk orang-orang yang beriman yang percaya kepada janji Allah.
Pada ayat ini, Allah menjelaskan jawaban istri Fir'aun untuk mempertahankan bayi itu agar tidak dibunuh, karena Fir'aun khawatir kalau bayi itu anak seorang Bani Israil yang dikhawatirkan akan menghancurkan kekuasaannya. Istri Fir'aun yang telah telanjur menyayangi anak itu karena tertarik melihat parasnya yang rupawan mengatakan, "Janganlah engkau bunuh anak ini karena saya amat sayang dan tertarik kepadanya. Biarkanlah saya mengasuh dan mendidiknya. Dia akan menjadi penghibur hatiku dan hatimu di kala susah. Siapa tahu di kemudian hari dia akan berjasa kepada kita. Atau alangkah baiknya kalau dia kita ambil menjadi anak angkat kita, karena sampai sekarang kita belum dikaruniai seorang anak pun." Karena kegigihan istri Fir'aun dan alasan-alasan logis yang dikemukakannya, akhirnya Fir'aun membiarkan anak itu hidup dan diasuh sendiri oleh istrinya.
Demikianlah takdir Allah. Dia telah menjadikan istri Fir'aun menyayangi anak itu dan menjadikan hati Fir'aun lunak karena rayuan istrinya sehingga anak itu tidak jadi dibunuh. Padahal, anak itulah kelak yang akan menentang Fir'aun dan akan menjadi musuhnya yang utama tanpa dia sadari sedikit pun.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ceritera Musa Dengan Ibunya
Setelah anak itu lahir, sangatlah cemas hati ibunya, akan dikemanakan anak ini. Sebab hampir setiap hari pihak pemerintahan Fir'aun menyuruh “Badan Keamanan" mengadakan pemeriksaan dan penyelidikan ke rumah-rumah orang. Perempuan-perempuan Bani Israil yang sedang bunting tidak lepas dari pengawasan, ditanyakan berapa bulan dia telah bunting, kira-kira berapa waktu lagi anaknya akan lahir. Karena kalau anak itu lahir laki-laki, dan ketahuan, jelaslah anak itu akan dibunuh di saat itu juga di hadapan pekik lengking dan ratap ibunya. Jika perempuan dibiarkan saja. Dengan kumia Tuhan kandungan Ibu Musa tidak mengesan Perutnya tidak kelihatan membesar. Sebab itu ketika dia lahir tidaklah sempat diketahui oleh mata-mata Fir'aun. Bagi Ibu Musa di hari-hari pertama anak lagi masih belum ada bahaya. Tetapi lama-lama tentu akan ketahuan juga. Kian sehari dia kian cemas.
Dalam puncak kecemasan itu datanglah petunjuk Tuhan:
Ayat 7
“Dan telah Kami wahyukan kepada ibu Musa: Susukanlah dia!" (pangkal ayat 7). Pangkal ayat ini menunjukkan bahwa Ibu Musa telah sempat lebih dahulu menyusukan anaknya. Tetapi teranglah dia selalu dalam kecemasan. Dikira-kirakan pemeriksaan dari pihak Fir'aun akan datang, anak itu disembunyikan. Maka datanglah wahyu terlebih dahulu menyuruh kepadanya supaya anak itu disusukan sampai kenyang. Di dalam Surat 20. Thaha, ayat 29 dijelaskan juga rangkaian wahyu itu, yaitu supaya si Ibu menyediakan sebuah peti, lalu masukkan anak itu ke dalamnya: “Dan apabila kau takut terhadapnya." yaitu takut sewaktu-waktu akan datang juga tukang periksa Fir'aun membunuhnya: “Maka jatuhkanlah dia ke dalam sungai." Sungai yang dimaksud di sini sungai Nil, yang mengalir di tengah-tengah negeri Mesir itu; “Dan janganlah kau takut."bahwa anakmu itu akan dapat dibunuhnya; “Dan janganlah kau berdukacita, “ karena terpaksa berpisah-pisah dengan anakmu yang sangat kau cintai itu, “Karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepada kau, dan dia akan Kami jadikan salah seorang yang diutus." (ujung ayat 7).
Di ujung ayat ini Allah menimbulkan dua pengharapan besar pada hati Ibu Musa. Pengharapan pertama ialah bahwa anak itu akan segera kembali ketangannya. Kedua ialah bahwa kelak anak itu akan menjadi salah seorang manusia yang diutus Tuhan, menjadi Nabi dan menjadi Rasul Allah ke dunia ini, untuk mengajar, menunjuk mengajari, terutama Bani Israil yang selama ini hidup dalam tindasan Fir'aun. Berita gembira pertama khusus untuk Ibu Musa sendiri. Berita gembira kedua adalah untuk Bani Israil.
Maka hanyutlah anak itu di dalam peti, dibawa hanyut oleh air Sungai Nil yang selalu mengalir. Hanyut dan hanyut lagi, sampailah ke dalam wilayah pekarangan istana Fir'aun, tempat puteri dan dayang-dayangnya biasa mandi-mandi. Menurut yang diberitakan oleh ar-Razi, Fir'aun sendiri bersama isten-nya yang bemama Asiah binti Muzahim yang cantik dan budiman itu pun sedang duduk beristirahat di dalam taman mderaloka istana itu. Anak perempuan berkecimpung mandi, dayang-dayang inang pengasuh pun turut bergembira dengan puteri raja. Lalu kelihatan satu peti hanyut. Semua bersorak-sorak gembira dan ingin tahu apa isinya. Beberapa dayang diperintahkan mendekati peti itu dan mengatakan apa isinya kepada Tuan Puteri Inang-inang pengasuh lantas mendekati. Segera mereka lihat isinya, seorang anak kecil tidur enak, mungil menarik hati. Mula dilihat kasih telah timbul. Peti itu segera diangkat ke hadapan Tuan Puteri. Hati Tuan Puteri terbuka melihat dan segera mereka berkemas mempersembahkan hal itu kepada Fir'aun dan Permaisuri yang sedang duduk bersenang-senang. Tidak ada seorang pun yang melihat anak itu yang tidak timbul rasa kasih-sayang melihat cakap rupanya, mungil dan menarik.
Ayat 8
“Maka dipungutlah dia oleh keluarga Fir'aun." (pangkal ayat 8). Dibawalah anak itu dengan segala kegembiraan bersama dengan petinya sekali ke dalam istana. Apatah lagi Permaisuri Raja Fir'aun, yang di dalam kitab-kitab tafsir selalu disebut namanya Asiah binti Muzahim, seorang perempuan yang sangat baik budi, tempat rakyat berlindung, tempat si miskin mengadu. Meskipun bagaimana kemegahan suaminya, namun dia sendiri tidaklah menjadi tinggi hati lantaran itu. Musa telah diangkat ke dalam istana; “Yang kelak akan jadi musuh dan membawa kesedihan bagi mereka." Artinya, tidaklah seorang juga yang tahu bahwa bahaya yang telah lama ditakuti dan dicemaskan dan sangat diawasi jangan sampai terjadi itu, sekarang telah mereka rangkul dan mereka gendong, mereka cium dan mereka sayangi; “Sesungguhnya Fir'aun dan Haman dan balatentara keduanya adalah orang-orang yang salah." (ujung ayat 8),
Kesalahan mereka yang terbesar ialah karena mereka hendak melawan kehendak Allah. Padahal sebagai pemeyang kekuasaan, hendaklah mereka tunduk kepada Allah. Sebab kekuasaan yang mereka dapat itu, tidak lain hanyalah pinjaman saja dari Allah. Kalau mereka tantang Allah, tentu mereka juga yang akan kalah, dengan tidak mereka sadari.
Ayat 9
“Dan berkatalah isteri Fir'aun: “(Dia) biji mata untukku dan untuk engkau." (pangkal ayat 9). Anak ini cantik sekali, mungil, lucu. Perasaan kita akan jadi kasar, kaku dan menjemukan karena tidak ada hiburan Anak kecil yang masih suci seperti ini adalah obat jerih, buah hati dan biji mata. Dia membuat kita gembira. Buat kita berdua, bukan buat aku saja. Seorang Raja yang hanya dikelilingi oleh pegawai-pegawai yang datang menyembah memuja, mesti dihaluskan perasaannya dengan adanya anak kecil yang masih suci seperti itu."Jangan engkau bunuh dia." Sambung isterinya pula Karena mungkin dilihatnya pada wajah Fir'aun rasa ragu-ragu setelah kian lama direnunginya wajah anak kecil itu Mungkin anak ini dihanyutkan oleh salah seorang perempuan Bani Israil, karena takut akan dibunuh. Keragu-raguan yang terlukis pada wajah suaminya inilah yang dibujuk oleh si isteri supaya dihilangkan. Lalu katanya pula, “Mudah-mudahan akan ada manfaatnya untuk kita." Asal kita didik dia baik-baik dengan didikan istana, dicarikan guru yang pandai akan mengajar, dilatih dia dengan adat-istiadat raja-raja, mungkin ada manfaatnya kemudian hari untuk membela kita."Atau kita ambil dia jadi anak." Kalau telah diangkat jadi anak, martabatnya pun tentu lebih tinggi, pendidikannya pun tentu lebih mulia. Besar kemungkinan bahwa ketika itu Fir'aun tersebut belum mempunyai anak laki-laki. Tetapi akhir ayat menyatakan pula; “Dan mereka tidaklah menyadari." (ujung ayat 9). Yaitu tidak seorang pun di waktu itu yang menyadari “takdir" atau “rencana" yang telah disusun oleh Tuhan sendiri.
Dalam hal ini nampak pula kelemahan Fir'aun dan kelemahan pula daripada setengah penguasa negara. Yaitu bahwa bagaimana keras sikapnya, sombongnya dan merasa dirinya gagah dan perkasa, sangat ditakuti, namun hatinya menjadi lemah bilamana mendapat rayuan perempuan.
Kosonglah Hati Ibu Musa
Setelah di dalam ayat-ayat 7 sampai 9 Tuhan menguraikan kisah hanyutnya anak itu sampai ke dalam taman tempat Fir'aun bersukaria, kembalilah Tuhan meriwayatkan bagaimana keadaan Ibu Musa setelah melepaskan anaknya.
Ayat 10
“Jadi kosonglah hati Ibu Musa." (pangkal ayat 10). Kosong hati karena kebingungan. Tidak tahu apa yang mesti dikerjakan. Anak kandung yang sangat dicinta, terpaksa dilepaskan, dihanyutkan, karena begitu perintah ghaib yang didengar Entah dari mana datang suara itu, tetapi jelas! Menyuruh supaya anak itu dihanyutkan ke dalam Sungai Nil sesudah dimasukkan ke dalam peti. Sekarang anak itu telah dihanyut Maka timbullah waswas dalam hati, timbul gelisah sehingga; “Nyarisloh dia menyatakan rahasia tentang Musa." Yaitu dari saking bingung fikirannya setelah tercerai dengan puteranya, nyarislah dia membuat sikap yang akan menyebabkan rahasia terbuka. Misalnya menangis meiulung-lulung, sebagaimana kebiasaan orang perempuan. Yang kalau kiranya orang lain melihat dia menangis, tentu orang akan bertanya, tentu orang akan menyelidiki apa sebab dia menangis sekeras itu: “Kalau bukan Kami teguhkan hatinya." Artinya, bahwa Aliahlah yang telah menyelamatkannya dari kegelisahan itu. Diberi Tuhan dia kekuatan menahan hati dan bertenang fikiran, sehingga rahasia itu tidak diketahui orang; “Supaya ia termasuk orang-orang yang beriman." (ujung ayat 10). Karena kalau seseorang telah dapat mengendalikan diri, tidak lekas menggelora karena didorong oleh perasaan duka atau suka, itulah alamat bahwa orang itu akan dapat memelihara Imannya. Sebab dia sudah percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi selalu ada hubungannya dengan kehendak Allah. Maka orang yang beriman, tidaklah resah gelisah karena susah dan tidak pula gembira ria lupa daratan jika sedang diliputi yang menyukakan hati.
Ayat 11
“Dan dia pun berkata kepada saudara perempuannya." (pangkal ayat 11). Yaitu bahwa Ibu Musa lalu berkata kepada kakak perempuan dari Musa: “Ikutilah dia!" Maka dengan ketenangan yang dianugerahkan Allah kepadanya itu, hatinya tidak kosong lagi. Dia sudah dapat menentukan sikap. Yaitu segera disuruhnya anaknya yang perempuan mengikuti anak yang dihanyutkan dalam peti itu dari pinggir sungai Nil yang besar itu, supaya dapat diketahui ke mana gerangan hanyutnya, di mana tersadainya, siapa yang menampung dan se-bagainya."Maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh." Ditapakinya rupanya sejak peti itu hanyut, sampai terdampar dan diperebutkan oleh dayang-dayang istana dan Tuan Puteri di dalam taman inderaloka Fir'aun. sampai orang berkerumun melihatnya dan tertarik dengan wajah anak yang mungil itu dan sampai dibawa ke hadapan Fir'aun dan Permaisuri. Kakaknya itu selalu memperhatikan dengan sedikit menjauh-jauh;."Sedang mereka" -yaitu dayang-dayang, Tuan Puteri, atau Fir'aun dan Permaisuri -"tidaklah menyadari." (ujung ayat 11). Tidaklah mereka sadar, tidak seorang pun yang tahu bahwa perempuan muda atau gadis luaran yang melihat-lihat itu adalah kakak kandung dari anak yang telah mereka pungut dari dalam sungai itu.
Ini dijelaskan oleh Tuhan, untuk manusia yang menerima gishshah ini dapat menonton bagaimana “takdir" Ilahi itu “mempermainkan" Fir'aun dan orang-orang yang dikelilinginya.
Anak itu telah dibawa ke dalam istana. Istana telah berkerumun melihatnya. Cantik sekali, mungil sekali. Boleh jadi “Nurun-nubuwwah" (Cahaya kenabian) pun menambah sinarnya wajah budak kecil itu, sehingga siapa pun yang melihatnya niscaya jatuh kasih. Bahkan kebencian Fir'aun karena politik, kian lama kian kalah oleh kasihnya karena kemanusiaan. Apatah lagi karena pengaruh permaisurinya.
Tetapi anak ini masih terlalu kecil. Usianya nampaknya baru beberapa han, belum menjelang berbulan. Tibalah waktunya dia haus, lalu menangis minta menyusu. Tetapi siapa yang akan menyusukan. Di dalam istana sendiri tidak ada yang baru beranak yang dapat menyusukan. Untuk itu anak ini perlu dibawa keluar istana, mencari orang yang akan diberi upah buat menyusukan.
Ayat 12
Tetapi heran, tiap akan disusukan oleh siapa saja pun tukang menyusukan, dia tidak mau menyusu. Dia tidak mau mendekatkan bibirnya ke muncas susu orang itu. Dayang-dayang dan inang pengasuh istana sudah pada cemas. Di waktu itulah muncul kakak kandung Musa tadi, yang dengan tidak putus harap berdiri menunggu di luar istana. Dilihatnya adiknya digendong orang, melengking menangis meminta susu Tak ada yang dapat menyusukan: “Dan Kami halangi Musa daripada menyusu kepada perempuan penyusukan yang lain sebelum itu." (pangkal ayat 12). Dia bertambah lapar, tetapi kepada yang lain, yang mana saja pun dia tidak mau menyusu. Orang bertambah bingung. Sedang di tempat mereka bingung itu ada kakak kandungnya yang diperintahkan ibunya menurutkannya itu."Lalu berkatalah dia: “Sudikah kamu aku tunjukkan kepadamu ahli rumah yang akan mengasuhnya untuk kamu, dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?" (ujung ayat 12).
Berkata Ibnu Abbas: “Mula-mulanya agak curiga juga orang-orang lantaran usul dari perempuan muda yang tidak dikenal ini, mengapa dia berkata demikian, Sehingga mereka bertanya: “Apa benarkah yang menarik perhatianmu sampai engkau katakan bahwa ada ahli rumah yang sudi mengasuhnya dan memeliharanya dengan baik? Apa hubungan ahli bait itu dengan soal ini?
Bijak juga perempuan itu menjawab. Dia berkata: “Tentu saja ahli rumah yang sudi memelihara itu ialah karena ingin berkhidmat kepada Raja, supaya baginda bergembira dan hati beliau senang dan perbuatannya itu bermanfaat bagi raja."
Hal ini segera dilaporkan ke istana. Fir'aun dan Permaisuri mengizinkan menuruti petunjuk perempuan itu, tegasnya kakak perempuan Musa itu. Maka pergilah budak-budak itu bersama-sama membawa anak kecil itu ke rumah ibunya sendiri dengan tidak mereka sadari, ditemani oleh kakaknya. Kedatangan mereka disambut baik. Sebaik anak itu diserahkan ke dalam pangkuan ibunya, dan ibunya membuka dadanya memberikan susunya, terus dicucutnya dengan lahapnya, sehingga segala mereka itu bersukacita dan segera melaporkan hal itu kepada Fir'aun dan isterinya. Dengan gembira pula istana menerima berita ini dan dipanggil Ibu Musa disuruh segera datang ke istana. Permaisuri memohon dengan sungguh-sungguh supaya “perempuan itu" sudi menyusukan anaknya. Dan Permaisuri memohon agar perempuan itu sudi pula tingga! di istana sekali. Tetapi Ibu Musa menjawab bahwa dia tidak dapat berpindah tinggAl di istana, sebab dia bersuami dan dia beranak-anak pula. Tetapi dia berjanji akan mengasuh dan membesarkan “anak" itu dengan setia, sebagai mengasuh anak sendiri jika dia diizinkan membawanya pula, dan sewaktu-waktu akan membawanya menghadap ke istana. Oleh karena cemas bahwa anak itu tidak akan mau menyusu dengan perempuan lain, permohonan “Perempuan itu" dikabulkan, dan dibawalah Musa oleh ibunya sendiri pulang ke rumahnya.
Ayat 13
“Maka Kami kembalikanlah dia kepada ibunya" (pangkal ayat 13). Sehingga kesedihan hati sang ibu berpisah dengan puteranya tidaklah sampai sehari semalam; “Supaya senanglah hatinya dan jangan dia berdukacita lagi." Dan dapatlah dia hidup lebih makmur daripada apa yang dia kira-kirakan semula; menyusukan anak sendiri dan mengasuhnya sampai besar dengan perbelanjaan tanggungan istana dan selalu dapat kiriman tambahan, pakaian dan budi baik Permaisuri yang lain-lain, suatu hal yang memang takdir ketentuan Allah yang amat indah. Sebab dengan menjadi pengasuh dan menyusukan “anak raja" itu Ibu Musa sekeluarga pun dipandang terhormat pula oleh penduduk negeri.
Ibnu Katsir di dalam Tafsirnya menyalinkan sebuah Hadis; bersabda Rasulullah s.a.w.:
“Perumpamaan orang yang beramal dan berhitung dalam usaha kebajikan, adalah seumpama Ibu Musa; dia menyusukan puteranya sendiri, tetapi dia diberi upah."
Dan berkata Ibnu Katsir selanjutnya: “Maka Maha Sucilah Dia, yang di tanganNya terpeyang segala sesuatu. Apa yang Dia kehendaki itulah yang jadi, dan yang tidak Dia kehendaki tidaklah jadi. Yang menjadikan untuk tiap-tiap orang yang bertakwa jalan keluar dari kesukaran dan kelapangan sesudah kesempitan,
“Dan supaya tahulah dia bahtva janji Allah adalah benar." Sebab Allah telah berjanji ketika menurunkan wahyu kepadanya menyuruh masukkan anak itu ke dalam peti dan hanyutkan di sungai, yang luas sungai itu laksana laut juga, bahwa dia akan dikembalikan juga kepadanya kelak. Maka kembalilah Musa, dan tidaklah Musa berpisah dari ibunya selama berpisahnya Ya'kub dengan Yusuf sampai bertahun-tahun; “Namun kebanyakan mereka tidaklah mengetahui." (ujung ayat 13).
Yang dimaksud dengan kalimat kebanyakan mereka di ujung ayat ini tidak lagi Fir'aun dengan kaumnya, melainkan kebanyakan manusia. Banyaklah manusia yang tidak mengerti Hikmat Ilahi di dalam mendatangkan suatu pengalaman yang pahit bagi manusia, bahwa kepahitan di permulaan itu pada akhirnya akan membawa akibat yang manis. Oleh karena mereka tidak tahu, atau tidak mau tahu, maka tidaklah mereka sabar menerima cobaan, bahkan mereka jadi gelisah. Padahal hendaklah dia tahu bahwa keadaan itu selalu berjalan, laksana bumi yang selalu berputar sekeliling matahari, demikian jugalah segala keadaan itu berkembang. Yang awal berakhir, yang bulat berputar, tiada yang tetap selain Allah itu sendiri. Maka kalau dia tidak sabar, salah satu daripada dua kerugian akan dirasakannya. Pertama dia binasa, dia tewas, karena tidak sabar dan karena tidak tahan. Maka tidaklah sempat dia merasakan ujung yang manis dari permulaan yang pahit itu. Kedua panjang juga usianya sehingga dia merasakan ujung yang manis daripada pangkal yang pahit. Maka kalau ada Iman dalam dirinya, matulah dia kepada Allah karena kecil jiwanya. Entah pernahlah dia mengomel atau merasa kecil hati dan kecewa menerima permulaan yang buruk itu kepada Tuhan.
Itulah sebabnya maka di ayat 10 tadi dijelaskan juga perasaan Ibu Musa sebagai manusia, yaitu bahwa hatinya pemah berasa kosong, bahkan sampai nyaris terbuka rahasia tentang Musa telah lahir. Yaitu kalau dia tidak dapat menahan hati, lalu misalnya dia menangis-nangis meratap-ratap: “Hanyut anakku! Hilang anakku!" Dan sebagainya. Tetapi Tuhan menolong dia, hatinya diteguhkan Tuhan sehingga rahasianya tidak terbuka. Oleh sebab itu jadikanlah perbandingan kejadian ini bagi kita. Jika kita ditimpa suatu percobaan pahit, pertama percayalah asal kita sabar bahwa kepahitan ini akan berakhir dengan yang sangat manis, tangis akan berakhir dengan senyum bahagia. Kedua mohonlah kepada Tuhan agar hati ditenang dan disabarkan. Karena bagaimanapun kecilnya urusan, jalan yang lebih baik ialah bertawakkal kepada Tuhan jua.