Ayat
Terjemahan Per Kata
وَمَا
dan tidak ada
كُنتَ
kamu
تَرۡجُوٓاْ
kamu mengharap
أَن
bahwa
يُلۡقَىٰٓ
dijatuhkan/diturunkan
إِلَيۡكَ
kepadamu
ٱلۡكِتَٰبُ
Kitab
إِلَّا
melainkan
رَحۡمَةٗ
suatu rahmat
مِّن
dari
رَّبِّكَۖ
Tuhanmu
فَلَا
maka janganlah
تَكُونَنَّ
sekali-kali kamu menjadi
ظَهِيرٗا
penolong
لِّلۡكَٰفِرِينَ
bagi orang-orang yang kafir
وَمَا
dan tidak ada
كُنتَ
kamu
تَرۡجُوٓاْ
kamu mengharap
أَن
bahwa
يُلۡقَىٰٓ
dijatuhkan/diturunkan
إِلَيۡكَ
kepadamu
ٱلۡكِتَٰبُ
Kitab
إِلَّا
melainkan
رَحۡمَةٗ
suatu rahmat
مِّن
dari
رَّبِّكَۖ
Tuhanmu
فَلَا
maka janganlah
تَكُونَنَّ
sekali-kali kamu menjadi
ظَهِيرٗا
penolong
لِّلۡكَٰفِرِينَ
bagi orang-orang yang kafir
Terjemahan
Engkau tidak pernah mengharap agar Kitab (Al-Qur’an) itu diturunkan kepadamu, tetapi ia (diturunkan) sebagai rahmat dari Tuhanmu. Oleh sebab itu, janganlah engkau sekali-kali menjadi penolong bagi orang-orang kafir.
Tafsir
(Dan kamu tidak pernah mengharap agar diturunkan kepadamu Alkitab) yakni Al-Qur'an (tetapi) ia diturunkan kepadamu (karena suatu rahmat yang besar dari Rabbmu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu menjadi penolong) pembantu (bagi orang-orang kafir) dalam agama mereka di mana mereka mengajak kamu untuk memasukinya.
Tafsir Surat Al-Qasas: 85-88
Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al-Qur'an, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. Katakanlah, "Tuhanku mengetahui orang yang membawa petunjuk dan orang yang dalam kesesatan yang nyata. Dan kamu tidak pernah mengharap agar Al-Qur'an diturunkan kepadamu, tetapi ia (diturunkan) karena suatu rahmat yang besar dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu menjadi penolong bagi orang-orang kafir. Dan janganlah sekali-kali mereka dapat menghalangimu dari (menyampaikan) ayat-ayat Allah, sesudah ayat-ayat itu diturunkan kepadamu, dan serulah mereka kepada (jalan) Tuhanmu, dan janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.
Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, tuhan apa pun yang lain. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. Allah ﷻ berfirman seraya memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk menyampaikan risalah dan membacakan Al-Qur'an kepada manusia, yang di dalamnya terkandung berita yang menyatakan bahwa Allah akan mengembalikannya ke tempat kembali, yaitu hari kiamat; lalu akan menanyainya tentang tugas-tugas kenabian yang telah diembankan kepadanya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al-Qur'an, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. (Al-Qashash: 85) Yakni Tuhan yang mewajibkanmu menyampaikan Al-Qur'an kepada manusia.
benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. (Al-Qashash: 85) Yaitu pada hari kiamat nanti, lalu Dia akan menanyaimu tentang hal tersebut. Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Maka sesungguhnya Kami akan menanyai umat-umat yang telah diutus rasul-rasul kepada mereka dan sesungguhnya Kami akan menanyai (pula) rasul-rasul (Kami). (Al-A'raf: 6) (Ingatlah), hari di waktu Allah mengumpulkan para rasul, lalu Allah bertanya (kepada mereka), "Apa jawaban kaummu terhadap (seruan)mu? (Al-Maidah: 109) Dan firman Allah ﷻ: dan didatangkanlah para nabi dan saksi-saksi. (Az-Zumar: 69) As-Saddi telah meriwayatkan dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melakukan hukum-hukum) Al-Qur'an, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. (Al-Qashash: 85) Yakni benar-benar akan mengembalikan kamu ke surga, kemudian Dia akan menanyaimu tentang Al-Qur'an.
As-Saddi mengatakan bahwa hal yang sama telah dikatakan oleh Abu Sa'id. Al-Hakam ibnu Aban telah meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. (Al-Qashash: 85) Maksudnya, ke hari kiamat; hal yang sama diriwayatkan oleh Malik, dari Az-Zuhri. As-Sauri telah meriwayatkan dari Al-A'masy, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. (Al-Qashash: 85) Yakni kepada kematian. Hal yang sama telah disebutkan melalui berbagai jalur yang bersumber dari Ibnu Abbas r.a., tetapi pada sebagiannya disebutkan bahwa Dia benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat asalmu di dalam surga.
Menurut Mujahid, makna yang dimaksud ialah bahwa Dia benar-benar akan menghidupkan kamu pada hari kiamat nanti. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ikrimah, Ata, Sa'id ibnu Jubair, Abu Quza'ah, Abu Malik, dan Abu Saleh. Al-Hasan Al-Basri mengatakan, "Memang benar, demi Allah, sesungguhnya dia (Nabi Muhammad ﷺ) benar-benar mempunyai tempat kembali, lalu Allah membangkitkannya pada hari kiamat dan memasukkannya ke dalam surga." Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas hal yang selain dari itu.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Bukhari di dalam kitab tafsir bagian dari kitab sahihnya, bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muqatil, telah menceritakan kepada kami Ya'la, telah menceritakan kepada kami Sufyan Al-Usfuri, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. (Al-Qashash: 85) Yaitu ke Mekah. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Nasai di dalam kitab tafsir dari kitab sunannya, juga oleh Ibnu Jarir melalui hadis Ya'la ibnu Ubaid At-Tanafisi dengan sanad yang sama.
Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. (Al-Qashash: 85) Yakni benar-benar akan mengembalikanmu ke Mekah, sebagaimana Dia telah mengeluarkanmu darinya. Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. (Al-Qashash: 85) Artinya, benar-benar akan mengembalikan kamu ke Mekah tempat kelahiranmu. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Yahya ibnul Jazzar, Sa'id ibnu Jubair, Atiyyah, dan Ad-Dahhak hal yang semisal dengan pendapat di atas.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar yang mengatakan bahwa Sufyan pernah berkata, "Kami telah mendengar hadis berikut dari Muqatil sejak tujuh tahun yang silam, dari Ad-Dahhak yang telah menceritakan bahwa ketika Nabi ﷺ keluar dari Mekah dan sampai di Juhfah, beliau merasa rindu ke Mekah, maka Allah menurunkan kepadanya ayat berikut, yaitu firman-Nya: 'Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melakukan hukum-hukum) Al-Qur'an, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali.' (Al-Qashash: 85). Yakni Mekah.
Ini merupakan perkataan Ad-Dahhak, yang menunjukkan bahwa ayat ini Madaniyyah, sekalipun secara keseluruhan surat ini adalah Makkiyyah, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. (Al-Qashash: 85) bahwa ini merupakan salah satu dari apa yang disembunyikan oleh Ibnu Abbas, yakni tentang makna yang sebenarnya.
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan berikut sanadnya dari Na'im Al-Qari', bahwa ia pernah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. (Al-Qashash: 85) Yaitu ke Baitul Maqdis. Pendapat ini hanya Allah Yang Maha Mengetahui merujuk ke pendapat orang yang menafsirkannya dengan pengertian hari kiamat. Karena Baitul Maqdis adalah tanah mahsyar dan tempat dibangkitkannya semua makhluk, hanya Allah-lah yang memberi taufik kepada pendapat yang benar.
Kesimpulan dari semua pendapat menunjukkan bahwa Ibnu Abbas adakalanya menafsirkannya dengan pengertian kembalinya Nabi ﷺ ke Mekah, yaitu hari jatuhnya kota Mekah, yang menurut interpretasi Ibnu Abbas merupakan pertanda dekatnya akhir usia Nabi ﷺ, sebagaimana penafsiran yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. (An-Nasr: 1), hingga akhir surat. Bahwa makna ayat menunjukkan dekatnya masa kewafatan Nabi ﷺ sebagai belasungkawa yang ditujukan kepadanya. Hal ini dikemukakan oleh Ibnu Abbas di hadapan Khalifah Umar ibnul Khattab yang menyetujui pendapatnya itu, dan Umar mengatakan, "Aku tidak mengetahui selain dari apa yang kamu ketahui." Karena itulah adakalanya Ibnu Abbas menafsirkan firman-Nya: benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. (Al-Qashash: 85) dengan pengertian kematian, adakalanya pula dengan pengertian hari kiamat yang kejadiannya adalah sesudah kematian.
Adakalanya pula, menafsirkannya dengan pengertian surga yang merupakan pahala dan tempat kembalinya sebagai imbalan dari tugas menunaikan risalah dan menyampaikannya kepada dua makhluk, yaitu jin dan manusia. Juga karena beliau adalah makhluk Allah yang paling sempurna dan paling fasih secara mutlak. Firman Allah ﷻ: Katakanlah, "Tuhanku mengetahui orang yang membawa petunjuk dan orang yang dalam kesesatan yang nyata. (Al-Qashash: 85) Yakni katakanlah kepada orang yang menentang dan mendustakanmu, hai Muhammad, dari kalangan kaummu yang musyrik dan orang-orang yang mengikuti kekafiran mereka, bahwasanya Tuhanku lebih mengetahui siapakah yang berhak mendapat petunjuk antara kalian dan aku.
Dan kelak kalian akan mengetahui siapakah yang akan mendapat kesudahan yang baik, dan siapakah yang akan mendapat akibat yang terpuji dan pertolongan di dunia dan akhirat. Kemudian Allah ﷻ mengingatkan kepada Nabi-Nya akan nikmat-nikmat-Nya yang besar yang telah Dia anugerahkan kepadanya, juga kepada hamba-hamha-Nya yang dia diutus kepada mereka. Hal ini diungkapkan Allah melaui firman-Nya: Dan kamu tidak pernah mengharap agar Al-Qur'an diturunkan kepadamu. (Al-Qashash: 86) Maksudnya, apakah kamu mempunyai dugaan bahwa wahyu akan diturunkan kepadamu sebelum wahyu diturunkan kepadamu.
tetapi ia (diturunkan) karena suatu rahmat yang besar dari Tuhanmu. (Al-Qashash: 86) Yaitu sesungguhnya wahyu itu diturunkan kepadamu semata-mata dari Allah, dan dari rahmat-Nya kepadamu, juga kepada hamba-hamba-Nya dengan melaluimu. Apabila Dia telah menganugerahkan nikmat yang besar ini kepadamu, sebab itu jangan sekali-kali kamu menjadi penolong bagi orang-orang kafir. (Al-Qashash: 86) tetapi menjauhlah dari mereka, dan tentanglah mereka. Dan janganlah sekali-kali mereka dapat menghalangimu dari (menyampaikan) ayat-ayat Allah, sesudah ayat-ayat itu diturunkan kepadamu. (Al-Qashash: 87) Artinya, janganlah kamu terpengaruh oleh sikap orang-orang yang menentang dan menghambat jalanmu; janganlah kamu membelok dari jalanmu, dan janganlah engkau hiraukan mereka, karena sesungguhnya Allah pasti akan meninggikan kalimahmu, akan mendukung agamamu, serta akan memenangkan agamamu di atas semua agama yang lain.
Karena itulah disebutkan oleh firman selanjutnya: dan serulah (mereka) kepada (jalan) Tuhanmu. (Al-Qashash: 87) Yakni menyembah Tuhanmu semata, tiada sekutu bagi-Nya. dan jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (Al-Qashash: 87) Adapun firman Allah ﷻ: Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, tuhan apa pun yang lain. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. (Al-Qashash: 88) Penyembahan tidak layak dilakukan kecuali hanya kepada-Nya, dan tidak pantas menyandang sifat Tuhan kecuali hanya Dia dengan segala kebesaran-Nya. Firman Allah ﷻ: Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. (Al-Qashash: 88) Ini merupakan kalimat berita yang menyatakan bahwa Allah adalah Zat Yang Kekal, Abadi, Hidup, Yang Maha Mengatur segalanya; semua makhluk mati, sedangkan Dia tidak mati.
Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Zat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. (Ar-Rahman: 26-27) Kata wajah dalam ayat ini dimaksudkan Zat, begitu pula yang terdapat di dalam surat Al-Qashash ini, yaitu firman-Nya: Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Zat Allah. (Al-Qashash: 88) Yakni kecuali hanya Allah. Di dalam kitab sahih disebutkan melalui jalur Abu Salamah, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: [] Kalimat yang paling benar yang dikatakan oleh penyair adalah kata-kata Labid, yaitu: "Ingatlah, segala sesuatu selain Allah pasti binasa.
Mujahid dan As-Sauri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. (Al-Qashash: 88) Yaitu terkecuali sesuatu yang dimaksudkan demi Dia; Imam Bukhari meriwayatkan pendapat ini di dalam kitab sahihnya seakan-akan dia menyetujuinya. Menurut Ibnu Jarir, orang yang berpendapat demikian berpegang kepada perkataan seorang penyair yang mengatakan: ..... Aku memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosa yang aku tidak dapat menghitungnya; Dia adalah Tuhan semua hamba, hanya kepada-Nyalah dihadapkan (ditujukan) wajah (niat) dan amal perbuatan.
Pendapat ini tidak bertentangan dengan pendapat pertama,, karena pendapat ini menyatakan bahwa semua amal perbuatan itu sia-sia, terkecuali amal perbuatan yang dikerjakan demi Zat Allah semata, yaitu amal-amal saleh yang sesuai dengan kaidah syariat. Sedangkan kesimpulan pendapat pertama menyatakan bahwa eksistensi segala sesuatu pasti binasa kecuali hanya Zat Allah ﷻ Yang Mahasuci, karena sesungguhnya Dia Yang Pertama dan Dia pula Yang Akhir, dengan pengertian 'pertamanya Dia tidak ada awalnya, dan terakhirnya Dia tidak ada akhirnya.' Dia ada sebelum segala sesuatu ada, dan Dia tetap ada sesudah segala sesuatu tiada.
Abu Bakar Abdullah ibnu Muhammad ibnu Abud Dunia mengatakan di dalam kitab Tafakkur wai I'tibar, bahwa telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Abu Bakar, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Sulaim Al-Bahili, telah menceritakan kepada kami Abul Walid yang mengatakan bahwa Ibnu Umar r.a. apabila hendak membersihkan hatinya, ia mendatangi tempat yang telah ditinggalkan oleh para penghuninya, lalu berdiri di depan pintunya dan berseru dengan suara yang sedih.Kemanakah para penghunimu?" Kemudian merenungkan dirinya dan membaca firman-Nya: Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Zat Allah. (Al-Qashash: 88) Adapun firman Allah ﷻ: Bagi-Nyalah segala penentuan. (Al-Qashash: 88) Artinya, Dialah Raja dan Yang Memerintah, tiada yang mempertanyakan terhadap ketentuan yang telah diputuskan-Nya.
dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (Al-Qashash: 88) Yakni kelak di hari kemudian, lalu Dia akan membalas semua amal perbuatan kalian. Jika amal kalian baik, maka balasannya baik; dan jika amal perbuatan kalian buruk, maka balasannya buruk pula. Demikianlah akhir tafsir surat Al-Qashash, dan hanya kepada Allah-lah dipanjatkan semua puji dan syukur."
Dan engkau wahai Nabi Muhammad tidak pernah, yakni pada masa sebelum turunnya wahyu pertama, menduga dan mengharap agar Kitab Al-Qur'an itu diturunkan kepadamu, tetapi ternyata ia diturunkan oleh Allah kepadamu. Hal ini adalah sebagai rahmat yang sangat besar dari Tuhanmu, bagi dirimu dan seluruh makhluk di alam raya ini, sebab itu ingatlah nikmat tersebut, dan tetaplah menyampaikannya. Janganlah sekali-kali engkau menjadi penolong bagi orang-orang kafir,87. dan jangan sampai mereka menghalang-halangi engkau wahai Nabi Muhammad untuk menyampaikan ayat-ayat Allah, setelah ayat-ayat itu diturunkan oleh Allah kepadamu, dan serulah manusia dengan sekuat kemampuanmu melalui dakwah yang santun dan bijak kepada agama Allah agar mereka beriman kepada Tuhanmu, jangan bosan berdakwah kendati mereka enggan mendengar atau menghalang-halangi, dan sekali-kali dalam keadaan apa pun janganlah engkau diam tidak menegur kedurhakaan yang mengandung kemusyrikan, apalagi merestuinya, karena jika demikian engkau termasuk orang-orang musyrik yang mempersekutukan Tuhan.
Ayat ini menerangkan bahwa Muhammad tidak pernah mengharapkan diturunkannya Al-Qur'an kepadanya untuk mengetahui berita-berita orang-orang sebelumnya, dan hal-hal yang terjadi sesudahnya, antara lain seperti agama yang mengandung kebahagiaan bagi manusia di dunia dan akhirat, dan juga adab-adab yang meninggikan derajat mereka dan mencerdaskan akal pikiran mereka. Sekalipun demikian, Allah menurunkan semuanya itu kepada Muhammad sebagai rahmat dari-Nya.
Pada ayat ini, Allah melarang Nabi Muhammad dan umatnya untuk membantu perjuangan orang-orang kafir dalam bentuk apa pun. Umat Muhammad justru dituntut untuk membantu memperkuat perjuangan umat Islam. Oleh karena itu, hendaklah ia memuji Tuhannya atas nikmat yang dikaruniakan kepadanya dengan penurunan kitab suci Al-Qur'an. Nabi ﷺ tidak perlu menolong dan membantu orang-orang musyrik yang mengingkari Kitab suci Al-Qur'an itu, tetapi hendaklah ia memisahkan diri dan berpaling dari mereka sesuai dengan firman Allah:
Maka sampaikanlah (Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang yang musyrik. (al-hijr/15: 94).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Harapan
Ayat 85
Nabi s.a.w. telah diperintahkan Tuhan agar menyampaikan agama ini kepada manusia. Yang jadi peyangan dalam penyampaian itu ialah wahyu yang pada beliau disebut al-Qur'an. Maka di ayat-ayat terakhir dari Surat al-Qashash ini Tuhan bersabda kepada beliau: “Sesungguhnya Yang Mewajibkan atas engkau melaksanakan al-Ouran itu." (pangkal ayat 85). Artinya ialah Allah. Sebab Aliahlah yang memerintah kepada beliau supaya melaksanakan al-Qur'an, artinya menyampaikan da'wah kepada manusia, dimulai dari bangsa Arab, yang dengan bahasa bangsa iiu al-Qur'an itu diturunkan; “Benar-benar akan mengembalikan engkau ke tempatmu semula."
Di manakah tempat semula itu?
Menurut yang ditafsirkan oleh Bukhari di dalam shahihnya, menceritera-kan kepada kami Muhammad bin Muqatil, mengabarkan kepada kami Ya'la, menceriterakan kepada kami Sufyan al-Ashfarij, diterimanya dari Ikrimah dan dia ini menerima dari Ibnu Abbas “mengembalikan engkau ke tempatmu semula" itu ialah mengembalikannya kelak ke Makkah.
Muhammad bin lshaq meriwayatkan dari Mujahid; juga kembali ke Makkah.
Demikian juga dirawikan dari Ibnu Abbas, Yahya bin al-Jazzar, dan Said bin Jubair dan ‘Athiyah dan adh-Dhahhak, semua mengatakan juga kembali ke Makkah.
Menurut riwayat dari adh-Dhahhak yang diterima oleh Muqatif dan dirawikan oleh Sufyan, bahwa tatkala Nabi s.a.w. telah keluar dari Makkah akan hijrah ke Madinah, sesampai beliau di tempat yang bernama Juhfah, tertegunlah beliau, rindu dan terkenang Makkah, tempat dia dilahirkan dan juga tanah kelahiran ayahnya. Lalu Jibril bertanya: “Rindukah engkau kepada negeri engkau dan tempat engkau dilahirkan?" Beliau menjawab: “Memang." Maka di waktu itulah turun ayat ini memberi harapan kepada beliau bahwa satu waktu kelak pasti beliau akan dikembalikan juga ke tempat semula itu.
Ar-Razi menguatkan bahwa yang dimaksud kembali ke tempat semula itu memang ke Makkah. Karena ada juga riwayat lain, dari Ibnu Abbas juga dengan perantaraan as-Suddi mengatakan kembali ke tempat semula itu ialah ke syurga, dan sampai di sana mempertanggungjawabkan perjuangan beliau menegakkan al-Qur'an. Dan riwayat Ibnu Abbas juga dengan perantaraan al-Hakam bin Abbaan; dikembalikan ke tempat semula ialah di hari kiamat. ‘ Riwayat Ibnu Abbas juga dengan perantaraan Said bin Jubair, dikembalikan ke tempat semula ialah kembali ke tanah dengan arti rrtaut!
Tetapi Ibnu Katsir mencoba di dalam Tafsirnya mempertemukan segala qau) irtf dengan menghimpunkannya jadi satu. Apatah lagi riwayat penafsiran tentang hari kiamat, tentang meninggal dunia dan tentang masuk syurga ini semua dari Ibnu Abbas. Kata Ibnu Katsir; Ibnu Abbas menafsirkan bahwa kembali ke tempat semula itu memang ke Makkah, tidak syak lagi. Tetapi apabila datang waktunya Nabi telah pulang ke Makkah, telah menaklukkan Makkah, artinya telah hampir selesailah tugas beliau sebagai Rasul dan dekatlah masanya beliau akan dipanggil Tuhan. Karena menaklukkan Makkah dan membebaskan Ka'bah dari tangan kaum musyrikin dan membersihkannya dari berhala adalah puncak dari perjuangan ini. Karena setelah turun surat “Idza ja-a nashnillahi wal fath-hu" sampai ke akhir ayat, Ibnu Abbaslah yang mendapat tafsir dari surat itu bahwa itu adalah pertanda bahwa beliau telah diberi ‘ isyarat bahwa tugas beliau telah hampir selesai. Tafsirnya ini didengar oleh < Umar bin Khathab dan beliau menyetujuinya. Dan jika takluknya Makkah artinya ialah tugas sudah hampir selesai bagi Nabi s.a.w., artinya tentu tidak lama kemudian beliau akan dipanggil Tuhan. Tentu saja di hari kiamat beliau akan dijadikan saksi bersama Nabi-nabi dan Rasul-rasul yang lain, dan tentu saja akhir kelaknya ialah syurga. Begitulah Ibnu Katsir mengumpulkan tafsir yang berbagai ragam itu jadi satu.
AL-Qurthubi pun menegaskan kembali ke tempat semula ialah ke Makkah.
Selanjutnya Tuhan bersabda: “Katakanlah: “Tuhanku lebih mengetahui siapakah yang datang dengan membawa petunjuk dan siapa pulo dianya yang dalam kesesatan yang nyata" (ujung ayat 85). Artinya, katakanlah olehmu hai Muhammad, kepada kaum musyrikin yang selalu menolak keterangan kebenaran yang engkau bawa itu, bahwa Tuhanku lebih tahu siapa di antara kita ini yang berjuang menegakkan Kebenaran, apa aku atau kamu! Kamu akan tahu kelak siapa di antara kita yang akan menang. Siapa di antara kita yang ; akan berjaya di dunia dan di akhirat.
Ayat 86
Kemudian dari itu diberikanlah kepada beliau s.a.w. pujian yang tinggi lagi dengan sabda Tuhan: “Dan tidaklah engkau pemah mengharap agar diturunkan kepada engkau Kitab itu." (pangkal ayat 86). Artinya, sebelum wahyu yang pertama diturunkan tidaklah pemah Nabi Muhammad s.a.w. mengharap-harap bahwa kitab itu akan diturunkan kepada dirinya, tegasnya bahwa dia yang akan dijadikan Tuhan menjadi RasulNya."Melainkan adalah karena suatu rahmat dari Tuhan engkau." Rahmat kepada diri engkau sendiri, karena engkaulah nang terpilih menjadi Nabi akhir zaman, khatamal anbiya' wal mursalin (penutup dari Nabi-nabi dan Rasul-rasul), dihiasi dengan budi pekerti yang teramat tinggi, menjadi rahmat pula perutusan itu bagi seluruh isi alam; “Oleh sebab itu janganlah engkau jadi penolong bagi orang-orang yang kafir." (ujung ayat 86).
Dari sebab begitu besar rahmat Ilahi yang diturunkan ke atas diri engkau dan kedatangan engkau pun jadi rahmat bagi seluruh alam, sekali-kali janganlah engkau jadi penolong kepada orang kafir. Maksudnya ialah supaya Nabi s. a. w. menunjukkan sikap yang tegas terhadap kepada mereka, pisahkan diri dari mereka, tidak ada damai dalam soal akidah, tolak mereka dan tantang mereka, dan tunjukkan bahwa perbedaan di antara engkau dengan mereka adalah laksana perbedaan siang dengan malam.
Ayat 87
“Dan sekali-kali janganlah sampai mereka itu merintangi engkau dari ayat-ayat Allah sesudah diturunkan kepada engkau." (pangkal ayat 87).
Tentu timbul pertanyaan; “Bagaimana Nabi kita s.a.w. akan dapat dilarang oleh Tuhan atas perbuatan orang musyrikin itu? Padahal memang menghalangi dan merintangi itulah pekerjaan mereka selalu?"
Artinya di sini ialah jangan sampai Nabi s.a.w. terpengaruh oleh halangan dan rintangan mereka Jangan mundur jika engkau dihalang-halangi. Jangan diperdulikan itu, jangan diacuhkan. Bahkan jalanlah terus. Kadang-kadang mereka menghambat jalan Allah itu dengan kasar, dengan budi yang sangat rendah, sampai juga berniat hendak membunuh. Dalam hal yang demikian mungkinlah Nabi mempertahankan pendirian dengan keras. Tetapi ada lagi cara menghalangi dan menghambat yang lebih halus, yaitu minta damai. Mereka ajak supaya bergaul berbaik-baik. Mereka ingatkan bahwa kita ini semua adalah dari satu keluarga keturunan Quraisy belaka. Penduduk Makkah, meskipun terdiri dari berbagai kabilah dan kaum, namun nenek-moyang mereka satu juga. Paling atas ialah keturunan Adnan. Dan Adnan adalah cucu-cicit dari Nabi Ismail. Untuk menghalangi dibujuk secara halus itu, Nabi s.a.w. telah diberi peringatan pada ayat yang sebelumnya, yaitu jangan sampai beliau menolong atau berkompromi, berdamai-damai dengan kaum kafir itu.
Selanjutnya Tuhan meneruskan sabda perintahnya kepada RasulNya: “Dan menyerulah kepada Tuhan engkau," artinya, lanjutkan melakukan seruan, melakukan da'wah kepada manusia supaya mereka mengenal siapa Tuhan mereka. Karena da'wah inilah pokok kewajiban seorang Rasul. Da'wah meliputi segala cara dan segala kegiatan. Supaya da'wah itu berhasil hendaklah jelas benar-benar khittah (garis) yang ditempuh. Yang pokok sekaii ialah, “Dan sekali-kali janganlah engkau dari golongan orang-orang yang mempersekutukan." (ujung ayat 87).
Sebagai Nabi, sebagai Rasul, diperingatkan terlebih dahulu kepada beliau supaya dia menjaga diri betul-betul jangan sampai dia termasuk dalam golongan orang yang mempersekutukan Tuhan. Jangan termasuk golongan orang musyrikin. Perjuangannya tidak akan berhasil samasekali kalau dia tidak menunjukkan terlebih dahulu teladan pada dirinya sendiri bahwa dia tidak musyrik. Sehingga sebagai akibat dari memeyang teguh ayat ini, semasa beliau mengerjakan Umrah Qadha' pada tahun ketujuh, ketika tawaf; jangankan memeyang, mendekat atau menoleh saja pun beliau tidak kepada berhala-berhala yang masih terletak di sana pada masa itu, dan beliau belum berkuasa untuk membuangkannya. Dan setelah menaklukkan Makkah, perintahnya yang pertama setelah memasuki Masjidi) Haram ialah menghancurkan berhala-berhala itu.
Pada ayat selanjutnya dilebih-jelaskan lagi mempersekutukan Tuhan yang Nabi menjauhi pada diri sendiri dan mencela dan membanteras perbuatan itu.
Ayat 88
“Dan janganlah engkau seru bersama Allah akan tuhan yang lain." (pangkal ayat 88). Sebab tuhan yang lain itu tidak ada samasekali. Allah adalah berdiri sendirinya, tidak ada syarikat bagiNya; “Tidak ada Tuhan melainkan Dia." Yang dimaksudkan dengan tuhan ialah yang disembah, yang dipuja, yang ditakuti, tempat berlindung, pusat seluruh kekuasaan atas alam ini. Itu semuanya hanya pada Allah sendiri saja. Yang patut dipuja, disembah, dijunjung tinggi, tempat menghimpun seluruh permohonan hanyalah Allah saja. Yang lain tidak! “Segala sesuatu akan binasa, kecuali wajahNya." Sebab Allah adalah wujud yang mutlak, wujudNya adalah wajib! Sebelum ada yang lain. Dia telah ada! Setelah hancur yang lain, Dia tetap ada! Yang dimaksudkan WajahNya di sini ialah ZatNya sendiri. “BagiNyalah segala penentuan," artinya Dialah yang menentukan segala sesuatu. Hitam kataNya, hitam! Putih kataNya, putih! Terjadilah sesuatu, katanya, Dia pun terjadi! Musnahlah katanya, dia pun musnah! Itulah maksud bagiNya segaia penentuan.
“Dan kepadaNyalah kamu sekalian akan dikembalikan." (ujung ayat 88).
AKAN DIKEMBALIKAN, sebab semuanya berasal dari Dia. Tentu kembalinya ialah kepadaNya!
Maka diberilah ketentuan setelah kembali kepada Allah itu kelak. Barang-siapa yang berbuat baik, kebaikan pulalah ganjaran yang akan diterimanya. Dan barangsiapa yang mendapat ganjaran buruk, janganlah disesali melainkan diri sendiri.
Dengan dua ayat penutup ini, 87 dan 88 Nabi kita Muhammad s.a.w. diberi bekal untuk perjuangannya. Dijelaskan inti perjuangan, yaitu menegakkan Tauhid Rububigah dan Tauhid Uluhigah. Sehingga dengan demikian jelas jalan yang akan ditempuh, terang perbedaan di antara yang batil dengan yang hak;, sedang kemenangan terakhir akan tetap pada yang tiada putus hubungan dengan Allah.