Ayat
Terjemahan Per Kata
وَقَالَ
dan berkata
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
أُوتُواْ
(mereka) diberi
ٱلۡعِلۡمَ
ilmu
وَيۡلَكُمۡ
kecelakaan kamu
ثَوَابُ
pahala
ٱللَّهِ
Allah
خَيۡرٞ
lebih baik
لِّمَنۡ
bagi orang
ءَامَنَ
ia beriman
وَعَمِلَ
dan beramal
صَٰلِحٗاۚ
kebajikan/saleh
وَلَا
dan tidak
يُلَقَّىٰهَآ
ditemuinya/diperolehnya
إِلَّا
kecuali
ٱلصَّـٰبِرُونَ
orang-orang yang sabar
وَقَالَ
dan berkata
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
أُوتُواْ
(mereka) diberi
ٱلۡعِلۡمَ
ilmu
وَيۡلَكُمۡ
kecelakaan kamu
ثَوَابُ
pahala
ٱللَّهِ
Allah
خَيۡرٞ
lebih baik
لِّمَنۡ
bagi orang
ءَامَنَ
ia beriman
وَعَمِلَ
dan beramal
صَٰلِحٗاۚ
kebajikan/saleh
وَلَا
dan tidak
يُلَقَّىٰهَآ
ditemuinya/diperolehnya
إِلَّا
kecuali
ٱلصَّـٰبِرُونَ
orang-orang yang sabar
Terjemahan
Orang-orang yang dianugerahi ilmu berkata, “Celakalah kamu! (Ketahuilah bahwa) pahala Allah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh. (Pahala yang besar) itu hanya diperoleh orang-orang yang sabar.”
Tafsir
(Berkatalah) kepada mereka (orang-orang yang dianugerahi ilmu) tentang apa yang telah dijanjikan oleh Allah kelak di akhirat, ("Kecelakaan yang besarlah bagi kalian) lafal Wailakum ini adalah kalimat hardikan (pahala Allah) di akhirat berupa surga (adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh) daripada apa yang diberikan oleh Allah kepada Karun di dunia (dan tidak diperoleh pahala itu) yakni surga (kecuali oleh orang-orang yang sabar") di dalam menjalankan ketaatan dan menjauhi maksiat.
Tafsir Surat Al-Qasas: 79-80
Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia, "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar. Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu, "Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang sabar." Allah ﷻ menceritakan bahwa Qarun pada suatu hari keluar memamerkan dirinya kepada kaumnya dengan segala kemewahan dan perhiasan yang dimilikinya, termasuk iringan kendaraannya, juga pakaiannya yang gemerlapan serta para pelayan dan para pembantu terdekatnya.
Tatkala orang-orang yang menghendaki kehidupan duniawi dan silau dengan perhiasan dan kemewahannya melihat apa yang ditampilkan oleh Qarun, maka hati mereka berharap seandainya saja mereka memperoleh seperti apa yang dimiliki oleh Qarun. Hal ini disitir oleh firman-Nya: Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun, sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar. (Al-Qashash: 79) Yakni mempunyai keberuntungan dunia yang berlimpah.
Ketika orang-orang yang bermanfaat ilmunya mendengar ucapan ahli dunia itu, maka mereka menjawabnya: Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh. (Al-Qashash: 80) Maksudnya, balasan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin lagi saleh di negeri akhirat lebih baik daripada apa yang kamu lihat sekarang. Sebagaimana yang disebutkan di dalam sebuah hadis sahih yang mengatakan: Allah ﷻ berfirman, "Aku telah menyediakan bagi hamba-hamba-Ku yang saleh apa (pahala) yang belum pernah dilihat oleh mata, dan belum pernah didengar (kisahnya) oleh telinga serta belum pernah terdelik (keindahannya) di dalam hati seorang manusia pun.
Selanjutnya Nabi ﷺ bersabda, "Bacalah oleh kalian firman Allah ﷻ berikut jika kalian suka," yaitu: Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka, yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (As-Sajdah: 17) Adapun firman Allah ﷻ: dan tidak diperoleh pahala itu kecuali oleh orang-orang yang sabar. (Al-Qashash: 80) As-Saddi mengatakan bahwa tiada seorang pun yang memperoleh surga kecuali hanyalah orang-orang yang sabar; seakan-akan kalimat ini merupakan kelanjutan dari apa yang dikatakan oleh orang-orang yang dianugerahi ilmu. Ibnu Jarir mengatakan bahwa kalimat seperti itu tidaklah dikatakan kecuali hanyalah oleh orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang tidak menginginkan duniawi dan hanya berharap kepada pahala Allah di negeri akhirat.
Takwil
ini berarti bahwa seakan-akan kalimat ini terpisah dari ucapan orang-orang yang dianugerahi ilmu, dan menjadikannya sebagai Kalamullah serta pemberitaan dari-Nya tentang hal tersebut."
Tetapi orang-orang yang dianugerahi ilmu oleh Allah dalam bentuk ilmu yang bermanfaat tidak tertipu oleh itu semua. Mereka memberi nasihat kepada orang-orang yang tertipu itu dengan berkata, 'Celakalah kamu jika bersikap dan berkeyakinan seperti itu! Bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepada-Nya. Ketahuilah, pahala dan kenikmatan yang disediakan oleh Allah di sisi-Nya lebih baik bagi orang-orang yang ber-iman dan mengerjakan kebajikan dari pada kekayaan yang dimiliki dan dipamerkan oleh Karun, dan pahala yang besar itu hanya diperoleh oleh orang-orang yang sabar dan tabah dalam melaksanakan konsekuensi keimanan dan amal saleh serta menerima ujian dan cobaan dari Allah. '81. Sebagai akibat dari sikapnya yang sombong dan keras kepala dalam kedurhakaan, meski telah dinasihati, maka sangat wajar bila Kami benamkan dia dengan cara melongsorkan tanah sehingga ia terbenam bersama rumah, harta benda dan seluruh perhiasannya ke dalam perut bumi. Maka tidak ada baginya satu golongan pun, baik keluarga maupun lainnya, yang akan menolongnya dari azab tersebut selain Allah, dan dia tidak termasuk orang-orang yang dapat membela diri ketika datang azab Allah.
Ayat ini menerangkan kelompok kedua yaitu orang-orang yang berilmu dan berpikiran waras. Mereka menganggap bahwa cara berpikir orang-orang yang termasuk golongan pertama tadi sangat keliru, bahkan dianggap sebagai satu bencana besar dan kerugian yang nyata, karena lebih mementingkan kehidupan dunia yang fana dari kehidupan akhirat yang kekal. Golongan kedua berpendapat bahwa pahala di sisi Allah bagi orang-orang yang percaya kepada Allah dan rasul-Nya serta beramal saleh, jauh lebih baik daripada menumpuk harta. Apa yang di sisi Allah kekal abadi, sedangkan apa yang dimiliki manusia akan lenyap dan musnah, sebagaimana firman-Nya:
Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. (an-Nahl/16: 96)
Ayat 80 diakhiri satu penjelasan bahwa yang dapat menerima dan mengamalkan nasihat dari ayat di atas hanyalah orang-orang yang sabar dan tekun mematuhi perintah Allah, menjauhi larangan-Nya. Mereka juga menerima baik apa yang telah diberikan Allah kepadanya serta membelanjakannya untuk kepentingan diri dan masyarakat.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Qarun Yang Pongah
Setelah dengan panjang lebar diterangkan perjuangan Musa menantang kekuasaan Fir'aun yang terbit sombong, sampai merasa diri menjadi tuhan selain Allah karena mabuk kekuasaan, maka sekarang, di ujung surat, Tuhan menceritakan pula tentang Qarun, yang menjadi pongah dan sombong pula karena kekayaan. Fir'aun dan Qarun sama-sama lupa bahwa nikmat kekuasaan bagi Fir'aun dan kekayaan bagi Qarun adalah semata-mata anugerah dari Tuhan.
Terlebih dahulu banyak dikisahkan perjuangan Musa yang pahit dan getir, sampai dia berhasil dengan pertolongan Tuhan membebaskan ummatnya dan kaumnya Bani Israil dari tindakan Fir'aun. Sekarang diceriterakan selanjutnya, bahwa setelah lepas dan perbudakan dan penindasan terdapat pula penyelewengan dalam kalangan pengikut Musa sendiri. Itulah Qarun.
Ada riwayat dalam kitab-kitab tafsir mengatakan bahwa Qarun itu adalah anak dari paman Musa (Ibnu ‘Ammi-hi), bahkan ada pula yang mengatakan bahwa dia itu adalah paman terdekat, bukan anak paman dari Musa. Tetapi yang terang dia itu adalah kaum Musa Orang yang terdekat kepadanya, termasuk Bani israil juga.
Ayat 76
“Sesungguhnya Qarun adalah seorang dan kaum Musa." (pangkal ayat 76). Terang bahwa dia bukan orang lain bagi Musa, apakah pamannya atau anak pamannya tidak penting bagi kita. Dengan mengetahui dia kaum Musa sudah cukup bagi kita untuk mengetahui bahwa dia dari kalangan pengikut Musa sendiri pada mulanya."Tetapi dia sewenang-wenang ke atas mereka “ Oleh karena dia telah mulai mendapat banyak kekayaan, maka kaumnya sendiri, yang selama ini telah sehidup semati dalam pimpinan Musa, dan mungkin juga telah turut bersama diseberangkan dari Mesir ke tanah Kanaan ketika lautan dibelahkan Tuhan, akhirnya tidak mesra lagi hubungannya dengan kaumnya itu. Dia telah rengyang dengan Musa dan mana yang miskin dari kaumnya itu tidak dibantunya lagi. Bahkan yang lemah telah ditindasnya dan mana yang patut dibantunya, tidak dibantunya lagi. Dia telah mulai menyisihkan diri karena mabuk dengan kekayaannya."Dan Kami berikan kepadanya sebahagian perbendaharaan yang kunci-kuncinya sungguh membungkukkan bagi sekumpulan orang-orang yang kuat."
Di sini Tuhan menggambarkan kepada kita bagaimana benarkah kekayaan Qarun yang diberikan Tuhan kepadanya itu. Disebut Kunuuz, yang berarti Perbendaharaan, atau tempat penyimpan barang-barang mahal berharga. Mungkin terdiri dari emas, perak, berbagai permata dan kekayaan lain.
Berapa banyaknya Perbendaharaan itu?
Tidak disebutkan berapa banyak perbendaharaan. Hanya disebutkan bahwa anak-anak kuncinya saja dari perbendaharaan itu memerlukan sekembali. Atau nyawa yang diberinya itu dicabut terlebih dahulu sebelum harta-harta itu puas-puas dinikmati.
Ayat 77
“Akan tetapi carilah dengan apa yang telah dianugerahkan Allah itu akan negeri Akhirat dan janganlah lupa akan bahagianmu daripada dunia." (pangkal ayat 77).
Hartabenda itu adalah anugerah dari Allah. Dengan adanya harta itu janganlah engkau sampai lupa bahwa sesudah hidup ini engkau akan mati. Sesudah dunia ini engkau akan pulang ke akhirat. Hartabenda dunia ini, sedikit ataupun banyak hanya semata-mata akan tinggal di dunia. Kalau kita mati kelak, tidak sebuah jua pun yang akan dibawa ke akhirat. Sebab itu pergunakanlah harta ini untuk membina hidupmu yang di akhirat itu kelak. Berbuat baiklah, nafkahkanlah rezeki yang dianugerahkan Allah itu kepada jalan kebajikan. Niscaya jika engkau mati kelak bekas amalmu untuk akhirat itu akan engkau dapati berlipat-ganda di sisi Allah. Dan yang untuk dunia janganlah pula dilupakan. Tinggallah dalam rumah yang baik, pakailah kendaraan yang baik dan moga-moga semuanya itu diberi puncak kebahagiaan dengan isteri yang setia.*
Berbagai tafsir dibuat ahli dalam hal ini. Ada yang mengatakan bahwa nasib di dunia itu ialah semata-mata menyediakan kain kafan. Karena itulah hanya barang dunia yang akan engkau bawa ke kubur. Tetapi Ibnu Arabi memberikan tafsir yang lebih sesuai dengan Roh Islam: “Jangan lupa bahagianmu di dunia, yaitu harta yang halal."
“Dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepada engkau." Kebaikan Allah kepada engkau tidaklah terhitung banyaknya. Sejak dari engkau dikandung ibu, sampai engkau datang ke dunia. Sampai dari tidak mempunyai apa-apa, lalu diberi rezeki berlipat-ganda. Maka sudah sepatutnyalah berbuat baik pula, yaitu AL-IHSAN!
Ihsan itu adalah dua. Pertama Ihsan kepada Allah, sebagaimana yang tersebut di dalam Hadis Nabi seketika Jibril menanyakan kepada Nabi s.a.w. tentang IHSAN Yaitu bahwa engkau menyembah kepada Allah seakan-akan engkau lihat Allah itu. Dan meskipun engkau tidak mungkin melihatNya, namun Dia pasti melihat engkau.
Kemudian itu ialah IHSAN kepada sesama manusia. Yaitu hubungan yang baik, budi yang baik, penyelenggaraan yang baik, bermulut yang manis, berhati yang lapang, berbelas kasihan kepada fakir dan miskin. Kemudian disebutkan pula IHSAN kepada diri sendiri, dengan mempertinggi mutu diri, memperteguh peribadi, guna mencapai kemanusiaan yang lebih sempurna, sehingga kita berguna dalam masyarakat.
“Dan janganlah engkau mencari-cari kerusakan di muka bumi." Segala perbuatan yang akan merugikan orang lain, yang akan memutuskan silaturrahmi, aniaya, mengyanggu keamanan, menyakiti hati sesama manusia, membuat onar, menipu dan mengicuh, mencari keuntungan semata untuk diri dengan melupakan kerugian orang lain, semuanya itu adalah merusak."Sesungguhnya Allah tidaklah suka kepada orang-orang yang berbuat kerusakan." (ujung ayat 77).
Kalau Allah telah menyatakan bahwa dia tidak menyukai orang yang suka merusak di muka bumi, maka balasan Tuhan pasti datang, cepat ataupun lambat kepada orang yang demikian. Dan jika hukuman Tuhan datang, seorang pun tidak ada yang mempunyai kekuatan dan daya upaya buat menangkisnya.
Ayat 78
“Dia berkata: “Sesungguhnya diberikan kepadaku harta itu lain tidak adalah tersebab ilmu yang ada di sisiku." (pangkal ayat 78). Artinya, bahwa nasihat yang diberikan oleh kaumnya kepadanya itu telah disambut oleh Qarun dengan pongah bertambah pongah. Peringatan bahwa hartabenda yang didapatnya itu adalah sebagai kurnia dan anugerah Ilahi, hingga sudah sepatutnyalah dia menyatakan syukur kepada Tuhan. Jika Tuhan berbuat baik kepada kita, berbuat baik pulalah kita kepada sesama manusia dan kepada diri sendiri, telah disambut dengan salah. Jawabnya ialah seakan-akan memungkiri bahwa itu adalah kumia Allah. Dia mengatakan bahwa hartabenda yang didapatnya itu tidak ada hubungannya dengan Allah. Itu hanya semata-mata dari kepandaian dan kepintarannya sendiri. Dia berusaha dengan segala macam akal dan kepintaran, dan usahanya berhasil. Sama saja pongahnya dengan Fir'aun dahulu, yang tidak mengakui bahwa Kerajaan dan kemuliaannya adalah pemberian Allah. Malahan dia sendiri adalah tuhan.
Kepongahan semacam ini adalah kepongahan luarbiasa. Sombong dan angkuh yang telah melewati batas.
Lalu datanglah peringatan Tuhan: “Adakah dia tidak tahu bahwa Allah pun telah memsak-binasakan dari sebelumnya beberapa keturunan."
Dia mengatakan bahwa kekayaannya yang berlipat-ganda itu didapatnya karena ilmu pengetahuannya yang luas. Kalau memang demikian, tidaklah ada pengetahuannya tentang berita yang diterima turun-temurun dari nenek-moyang bahwa banyak keturunan demi keturunan yang telah dirusak-binasa-kan, dihancur-leburkan oleh Tuhan; “Yaitu orang-orang yang lebih sangat kuat daripadanya dan lebih banyak mengumpul?" Kalau Qarun mengatakan dirinya pintar, orang dahulu yang telah musnah itu pun pintar. Kalau Qarun membanggakan dia kuat, keturunan yang musnah itu pun lebih kuat. Kalau Qarun mengatakan banyak mengumpul harta, maka keturunan yang dirusak-binasa-kan oleh Tuhan itu pun lebih banyak lagi mengumpulkan harta. Semuanya hancur, semuanya lebur tidak ada bekasnya lagi; “Dan tidaklah ditanyai (lagi) dari hal dosanya, orang-orang yang telah berbuat.durjana itu." (ujung ayat 78). Karena dosa itu amat besar, sehingga apa sebab dia dihukum tidak akan ada orang yang bertanya lagi. Semua memandang bahwa hukum yang diterimanya itu adalah patut, karena besar dosanya.
Ayat 79
“Maka keluarlah dia kepada kaumnya di dalam perhiasannya." (pangkal ayat 79). Maka keluarlah Qarun dari dalam gedung mahligainya yang megah itu dengan pongah dan congkak serta angkuhnya'; keluar dengan sengaja hendak mempertontonkan kekayaannya kepada manusia yang ada di masa itu.
Dia berarak lengkap dengan segala perhiasannya yang lazim pada masa itu. Berbagai ragam pulalah ahli-ahli tafsir menggambarkan bagaimana megahnya tontonan kekayaan dan perhiasan itu. Melihat Qarun keluar dengan perhiasan yang amat mempesona itu; “Berkata orang-orang yang inginkan hidup dunia," yaitu orang-orang yang terpesona, yang menyangka bahwa yang kemegahan di dunia ini ialah hidup berhias, bersolek, melagak hilir-mudik memperlihatkan kekayaan. Melihat itu orang yang terpesona itu berkata: “Bila kiranya kita akan mempunyai seumpama apa yang diberikan kepada Qarun itu. Sesungguhnya dia seorang yang beruntung besar." (ujung ayat 79). Artinya bahwa mereka ingin sekali hendak hidup seperti Qarun, kaya-raya sebagai Qarun, berhias, berjalan ke mana pergi sebagai Qarun. Karena mereka menyangka bahwa tujuan hidup ialah kemegahan dunia itu saja. Padahal sebagai tadi pada ayat 60 telah diterangkan, bahwa semua yang didapat dari nikmat dan perhiasan di kala hidup ini akan didapat di dunia dan tinggal di dunia pula, tidak lebih. Semuanya tidak akan dibawa ke akhirat. Yang kekal akan dibawa ke akhirat lain tidak ialah amal yang shalih, ilmu yang memberikan manfaat yang diajarkan dan disebarkan dan shadaqah jariah.
Ayat 80
“Dan berkata orang yang telah dianugerahi ilmu," (pangkal ayat 80). Orang yang telah banyak pengalaman. Orang yang tidak lagi terpesona oleh corak lahir atau bungkusan luar. Orang yang telah berpandangan jauh. Orang yang seperti itu tidak dapat lagi ditipu dengan pandangan lahir. Mereka tidak di-pesona lagi oleh lagak atau perhiasan di luar badan yang membungkus sesuatu di dalamnya yang tidak berisi. Orang-orang yang berilmu itu memberi ingat kepada orang-orang yang terpesona oleh benda lahir tadi: “Celaka kamu!" Kalau begitu kamu berfikir. Dengan berfikir begitu kalian telah berpeyang pada akar yang lapuk dan rapuh. Ketahuilah: “Pahala dari Allah lebih baik bagi orang yang beriman dan beramal shalih." Padahal dari Allah atau ganjaran yang mulia, kerelaan dan Ilahi, itulah yang dituju dan jadi cita-cita dari orang-orang yang beriman dan beramal shalih. Itulah kekayaan yang terletak di dalam jiwa dan hati sanubari, yang tidak akan hilang dan tidak akan musnah, bahkan bertambah lama bertambah kokoh tegaknya."Tetapi tidaklah akan dapat mencapai itu, kecuali orang-orang yang sabar." (ujung ayat 80). Yaitu orang yang kuat hatinya, tabah semangatnya, tahan menderita, sanggup menghadapi segala rintangan dalam hidup. Tidak bingung ketika terhalang, tidak pula sampai bangga dan pongah seketika mendapat keuntungan. Orang semacam inilah yang akan dapat petunjuk Ilahi, yang akan membawanya bahagia di dunia dan di akhirat. Dia mempunyai kekayaan budi yang tidak pernah luntur, tidak pernah failliet dan tidak pemah rugi perniagaannya.
Berkata Ibnu Jarir: “Yang akan mencapai ilmu hakikat yang sejati itu hanya orang yang sabar, sabar dalam menghadapi rayuan dunia, sabar di dalam membina amal untuk bekal ke akhirat."