Ayat
Terjemahan Per Kata
وَإِذَا
dan apabila
يُتۡلَىٰ
dibacakan
عَلَيۡهِمۡ
atas mereka
قَالُوٓاْ
mereka berkata
ءَامَنَّا
kami beriman
بِهِۦٓ
dengannya/kepadanya
إِنَّهُ
sesungguhnya ia
ٱلۡحَقُّ
benar
مِن
dari
رَّبِّنَآ
Tuhan kami
إِنَّا
sesungguhnya kami
كُنَّا
adalah kami
مِن
dari
قَبۡلِهِۦ
sebelumnya
مُسۡلِمِينَ
orang-orang muslim
وَإِذَا
dan apabila
يُتۡلَىٰ
dibacakan
عَلَيۡهِمۡ
atas mereka
قَالُوٓاْ
mereka berkata
ءَامَنَّا
kami beriman
بِهِۦٓ
dengannya/kepadanya
إِنَّهُ
sesungguhnya ia
ٱلۡحَقُّ
benar
مِن
dari
رَّبِّنَآ
Tuhan kami
إِنَّا
sesungguhnya kami
كُنَّا
adalah kami
مِن
dari
قَبۡلِهِۦ
sebelumnya
مُسۡلِمِينَ
orang-orang muslim
Terjemahan
Apabila (Al-Qur’an) dibacakan kepada mereka, mereka berkata, “Kami beriman kepadanya. Sesungguhnya (Al-Qur’an) itu adalah suatu kebenaran dari Tuhan kami. Sesungguhnya sebelum ini kami adalah orang-orang muslim.”
Tafsir
(Dan apabila dibacakan kepada mereka) Al-Qur'an (mereka berkata, "Kami beriman kepadanya; sesungguhnya Al-Qur'an itu adalah suatu kebenaran dari Rabb kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang beriman sebelumnya.") orang-orang yang mengesakan Allah.
Tafsir Surat Al-Qasas: 52-55
Orang-orang yang telah Kami datangkan kepada mereka Al-Kitab sebelum Al-Qur'an, mereka beriman (pula) dengan Al-Qur'an itu. Dan apabila dibacakan (Al-Qur'an itu) kepada mereka, mereka berkata, "Kami beriman kepadanya; sesungguhnya Al-Qur'an itu adalah suatu kebenaran dari Tuhan kami, sesungguhnya kami sebelumnya adalah orang-orang yang membenarkannya). Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka dan mereka menolak kejahatan dengan kebaikan, dan sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka, mereka nafkahkan.
Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling darinya dan mereka berkata, "Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil. Allah ﷻ menceritakan para ulama lagi para wali dari kalangan Ahli Kitab, bahwa mereka beriman kepada Al-Qur'an, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Orang-orang yang telah Kami berikan Al-Kitab kepadanya, inereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. (Al-Baqarah: 121) Dan sesungguhnya di antara Ahli Kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka, sedangkan mereka berendah hati kepada Allah. (Ali Imran: 199) Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al-Qur'an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata, "Mahasuci Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi. (Al-Isra: 107-108) Dan firman Allah ﷻ: .
dan Sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Kami ini orang Nasrani". yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena Sesungguhnya mereka tidak menymbongkan diri. dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu Lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Al-Qur'an) yang telah mereka ketahui (dari Kitab-Kitab mereka sendiri); seraya berkata: "Ya Tuhan Kami, Kami telah beriman, Maka catatlah Kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Al-Qur'an dan kenabian Muhammad s.a.w.).
Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa ayat di atas diturunkan berkenaan dengan tujuh puluh orang pendeta yang diutus oleh Raja Najasy setelah mereka datang kepada Nabi ﷺ, dan Nabi ﷺ membacakan kepada mereka surat Yasin, yaitu: Ya Sin. Demi Al-Qur'an yang penuh hikmah. (Yasin: 1-2), hingga akhir surat. Lalu mereka menangis dan masuk Islam. Maka turunlah firman Allah ﷻ berkenaan dengan mereka, yaitu: Orang-orang yang telah Kami datangkan kepada mereka Al-Kitab sebelum Al-Qur'an, mereka beriman (pula) dengan Al-Qur'an itu. Dan apabila dibacakan (Al-Qur'an itu) kepada mereka, mereka berkata, "Kami beriman kepadanya; sesungguhnya Al-Qur'an itu adalah suatu kebenaran dari Tuhan kami, sesungguhnya kami sebelumnya adalah orang-orang yang membenarkannya. (Al-Qashash: 52-53) Maksudnya, sebelum Al-Qur'an kami adalah orang-orang muslim; yakni orang-orang yang mengesakan Allah, ikhlas kepada-Nya, dan memenuhi seruan-Nya, Allah ﷻ berfirman dalam ayat selanjutnya: Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka. (Al-Qashash: 54) Yakni mereka yang menyandang sifat-sifat tersebut adalah orang-orang yang beriman kepada kitab terdahulu dan kitab yang kemudian (Al-Qur'an).
Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: disebabkan kesabaran mereka. (Al-Qashash: 54) dalam mengikuti perkara yang hak, sekalipun mengakui hal seperti itu merupakan suatu perbuatan yang sangat berat dirasakan oleh mereka. Di dalam sebuah hadis sahih melalui riwayat Amir Asy-Sya'bi, dari Abu Burdah, dari Abu Musa Al-Asy'ari r.a. disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Ada tiga macam orang yang pahalanya diberi dua kali, yaitu seorang lelaki dari kalangan Ahli Kitab yang beriman kepada nabinya, kemudian beriman kepadaku; seorang hamba sahaya yang menunaikan hak Allah dan hak majikannya; dan seorang lelaki yang mempunyai seorang budak perempuan, lalu ia mendidiknya dengan baik, kemudian memerdekakannya dan mengawininya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ishaq As-Sulaihini, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Sulaiman ibnu Abdur Rahman, dari Al-Qasim ibnu Abu Umamah yang menceritakan bahwa sesungguhnya ketika ia benar-benar berada di bawah unta kendaraan Rasulullah ﷺ pada hari jatuhnya kota Mekah, beliau mengucapkan perkataan yang baik lagi indah; antara lain beliau ﷺ bersabda: Barang siapa yang masuk Islam dari kalangan Ahli Kitab, maka ia memperoleh pahala dua kali; ia memperoleh pahala seperti yang kita peroleh, dan ia menanggung apa yang ditanggung oleh kita.
Firman Allah ﷻ: dan mereka menolak kejahatan dengan kebaikan. (Al-Qashash: 54) Mereka tidak membalas kejahatan dengan hal yang semisal, tetapi memaaf dan melupakannya. dan sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka, mereka nafkahkan. (Al-Qashash: 54) Yaitu mereka membelanjakan sebagian dari rezeki halal yang mereka peroleh kepada makhluk Allah, yaitu nafkah yang wajib, buat keluarga mereka dan kaum kerabat mereka. Mereka pun membayar zakat yang fardu dan yang sunat, juga amal taqarrub dan sedekah nafilah.
Firman Allah ﷻ: Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling darinya. (Al-Qashash: 55) Yakni mereka tidak bergaul dengan para pelakunya dan tidak mau berteman dengan mereka, bahkan sikap mereka adalah sebagaimana yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain melalui firman-Nya: dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. (Al-Furqan: 72) Adapun firman Allah ﷻ: dan mereka berkata, "Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil. (Al-Qashash: 55) Yakni apabila mereka dibodoh-bodohi dan dikata-katai dengan ucapan yang tidak layak bagi diri mereka, maka jawaban mereka adalah berpaling darinya, dan mereka tidak membalasnya dengan perlakuan yang semisal dari kata-kata yang buruk, dan tiada yang dikeluarkan oleh lisan mereka kecuali kata-kata yang baik.
Karena itulah Allah ﷻ menyebutkan sikap mereka melalui firman-Nya, menyitir ucapan mereka: Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil. (Al-Qashash: 55) Maksudnya, kami tidak ingin menempuh jalannya orang-orang yang jahil dan kami tidak menyukainya. Muhammad ibnu Ishaq telah mengatakan di dalam kitab As-Sirah, bahwa telah datang kepada Rasulullah ﷺ, ketika beliau berada di Mekah, kurang lebih dua puluh orang Nasrani. Mereka telah mendengar perihal Nabi ﷺ saat mereka di negeri Abesinia; mereka menjumpai Rasulullah ﷺ berada di masjid, lalu mereka duduk dengannya, berbicara dengannya, serta bertanya kepadanya. Saat itu terdapat banyak kaum laki-laki dari kalangan Quraisy berada di tempat perkumpulan mereka di sekeliling Ka'bah.
Setelah mereka selesai dari menanyai Rasulullah ﷺ tentang berbagai hal yang ingin mereka tanyakan kepadanya, maka Rasulullah ﷺ menyeru mereka untuk menyembah Allah ﷻ dan membacakan Al-Qur'an kepada mereka. Setelah mereka mendengar bacaan Al-Qur'an itu, maka berlinanganlah air mata mereka. Lalu mereka memenuhi seruan Allah, beriman kepadaNya, dan membenarkan Nabi-Nya serta mengetahui dari Nabi ﷺ segala apa yang telah disifatkan di dalam kitab mereka mengenai dirinya. Ketika mereka bangkit meninggalkan Nabi ﷺ, maka Abu Jahal ibnu Hisyam bersama sejumlah orang Quraisy menyapa mereka seraya mengatakan, "Semoga Allah membuat kalian kecewa sebagai iringan kafilah; orang-orang di belakang kalian dari kalangan pemeluk agama kalian mengutus kalian untuk mendatangkan kepada mereka berita tentang lelaki ini. Tetapi setelah kalian duduk bersamanya, tiada lain kalian langsung meninggalkan agama kalian, lalu kalian membenarkan ucapannya.
Kami tidak pernah mengetahui ada delegasi yang lebih dungu daripada kalian," atau ucapan lainnya yang semisal. Maka mereka menjawab, "Kesejahteraan atas kalian. Kami tidak mau bersikap jahil seperti kalian, bagi kami amal-amal kami dan bagi kalian amal-amal kalian; kami tidak merasa puas dengan kebaikan." Menurut pendapat yang lain, rombongan tersebut adalah dari kalangan penduduk Nasrani Najran.
Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui siapakah mereka di antaranya yang sebenarnya. Menurut pendapat yang lainnya lagi, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui, sesungguhnya berkenaan dengan merekalah ayat ini diturunkan, yaitu firman Allah ﷻ: Orang-orang yang telah Kami datangkan kepada mereka Al-Kitab sebelum Al-Qur'an, mereka beriman (pula) dengan Al-Qur'an itu. (Al-Qashash: 52) sampai dengan firman-Nya: kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil. (Al-Qashash: 55) Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa ia bertanya kepada Az-Zuhri tentang ayat-ayat ini, yakni berkenaan dengan siapakah penurunannya.
Maka Az-Zuhri menjawab bahwa masih terngiang-ngiang di telinganya perkataan para ulama kita yang mengatakan bahwa ayat-ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan Raja Negus dan sahabat-sahabatnya, juga ayat-ayat yang ada di dalam surat Al-Maidah, yaitu firman-Nya: Yang demikian itu disebabkan di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib. (Al-Maidah: 82) sampai dengan firman-Nya: maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al-Qur'an dan kenabian Muhammad ﷺ). (Al-Maidah: 83)"
Karena itu mereka menerimanya dengan tulus, dan apabila Al-Qur'an dibacakan kepada mereka, dengan bergegas tanpa banyak berpikir mereka berkata, 'Kami telah beriman kepadanya, karena sesungguhnya Al-Qur'an itu adalah suatu kebenaran yang sempurna dari Tuhan Pemelihara kami. Dan kami telah mengetahui Muhammad dan kitab sucinya sebelum kitab itu diturunkan. Sungguh, sebelumnya kami adalah orang muslim yang tunduk patuh dan berserah diri kepada Allah. '54. Orang-orang yang beriman kepada Al-Qur'an dan apa yang diturunkan sebelumnya mereka itu yang sungguh jauh dan tinggi kedudukannya di sisi Allah akan diberi pahala dua kali, yakni berlipat ganda, karena beriman kepada Taurat dan Al-Qur'an, disebabkan kesabaran mereka atas penderitaan yang mereka terima demi mempertahankan keimanan dan mengutamakan amal saleh. Dan di antara sifat-sifat mereka adalah mereka menolak kejahatan dengan memberi maaf, bahkan membalasnya dengan amal kebaikan, dan mereka juga adalah para dermawan yang menginfakkan sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepada mereka di jalan kebaikan.
Ayat ini menerangkan bahwa apabila Al-Qur'an dibacakan kepada mereka, mereka mengakui bahwa Al-Qur'an itu benar-benar dari Allah. Bahkan, mereka telah membenarkannya sebelum diturunkan karena mereka telah menemukan sifat-sifat Muhammad dan sifat-sifat Al-Qur'an dalam kitab suci mereka. Kepercayaan Ahli Kitab kepada Al-Qur'an sudah sejak dulu karena nenek moyang mereka membaca uraian tentang sifat-sifat Al-Qur'an dalam kitab suci mereka. Kebiasaan ini berlaku turun-temurun sampai ke anak cucunya jauh sebelum Al-Qur'an itu diturunkan.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 47
Tuhan tidaklah langsung saja menjatuhkan putusan hukumannya kepada orang yang bersalah melanggar hukum-hukum Tuhan, sebelum Tuhan mengirim terlebih dahulu Rasul-rasulNya buat memberi peringatan kepada mereka: “Dan supaya mereka tidak, mengatakan ketika azab menimpa mereka, tersebab apa yang mereka perbuat: “Ya Tuhan kami! Mengapa tidak Engkau utus seorang Rasul kepada kami." (pangkal ayat 47). Untuk memberitahu dan mengajarkan kepada kami, mana perbuatan yang boleh kami kerjakan dan mana yang tidak boleh."Lalu kami mengikut ayat-ayat Engkau, “ perintah kami kerjakan, larangan kami hentikan; “dan jadilah kami termasuk orang-orang yang beriman." (ujung ayat 47).
Ini dikuatkan lagi oleh sabda Tuhan pada ayat yang lain:
“Dan tidaklah Kami menjatuhkan azab, sebelum kami mengutus seorang Rasul." (Surat 17, al-Isra': 15)
Kemudian pada ayat yang selanjutnya ini Tuhan menceriterakan lagi dalih -helah dari orang yang tidak mau percaya, meskipun Rasul itu telah datang.
Ayat 48
“Maka tatkala datang kepada mereka Kebenaran dari sisi Kami." (pangkal ayat 48) Kebenaran itu ialah wahyu yang datang dari sisi Tuhan, dibawakan oleh Nabi Muhammad s.a.w."Mereka berkata: “Mengapa tidak diberikan kepadanya sebagai yang diberikan kepada Musa?"
Karena kekafiran mereka, maka centera-ceritera yang mengenai Musa itu, bahwa beliau diberi Allah mu'jizat tongkatnya dapat menjelma jadi ular, dapat membelah laut, dan jika dipukulkan kepada batu dapat menimbulkan air, dan tangannya bila dimasukkannya yang sebelah ke ketiak tangan yang sebelah, j jika dikeluarkan kembali akan membawa cahaya dan sinar ajaib. Mereka sekarang menuntut. Kalau betul Muhammad itu Nabi dan Rasul sebagai Musa, mengapa dia tidak memakai tongkat sebagai Musa? Tidak bercahaya tangannya sebagai Musa? Maka datanglah pertanyaan Tuhan, untuk membalikkan pertanyaan dan tuntutan itu, “Bukankah mereka pun telah juga kafir dengan apa yang diberikan kepada Musa itu dari sebelumnya?" Artinya, bahwa dengan pertanyaan tantangan dari Tuhan sebagai ini telah disamakan saja capnya kafir di zaman Musa dengan kafir di zaman Muhammad. Di zaman Musa, sudah begitu jelas mu'jizat yang dibawa, mereka tidak juga mau percaya. Di zaman Muhammad tentu ada juga mu'jizat itu. Namun yang kafir, kafir juga dan yang Iman beriman juga. Bukankah ketika Muhammad kembali dari Mi'raj kafir Quraisy kebanyakan bertambah kafir, sedang Abu Bakar bertambah kokoh imannya, sampai diberi Nabi gelar “Shiddiq"?
Di Tanah Arab pun telah ada orang Yahudi. Banyak orang Yahudi itu tinggal di Madinah yang dahulu bernama Yatsrib. Juga d Khaibar. Arab Quraisy pun telah selalu mendengar dari orang Yahudi itu tentang Nabi Musa dan tentang kitab Taurat yang didatangkan kepada Musa. Sekarang mereka bertanya, mengapa tidak diberikan kepada Muhammad sebagai yang diberikan kepada Musa, baik mu'jizat atau kitab yang sebagai Taurat itu. Bukankah mereka telah kafir juga kepada apa yang diturunkan kepada Musa itu sebelum-nya. Kalau mereka mengakui sekarang kedatangan Musa, mengapa tidak ada orang Quraisy itu yang menyatakan dirinya pengikut Nabi Musa, tegasnya memeluk Agama Yahudi? Bahkan, “Mereka katakan: “Dua sihir telah jelas keduanya." Artinya, sebelum Nabi Muhammad s.a.w. datang telah tertulis juga dalam kitab Taurat sifat-sifat Nabi yang dijanjikan itu. Sifat-sifat dan tanda Nabi Muhammad telah diterangkan dengan secara qiyas dan ibarat di dalam kitab Taurat. Tetapi kaum musyrikin itu tidak juga mau percaya, bahkan dikatakannya bahwa baik Taurat ataupun al-Qur'an, keduanya sama saja, yaitu kitab sihir.
Sihir itu dapat juga diartikan kitab yang mempesona, manis susunannya, bagus, tetapi tidak lain dari bermaksud menipu orang."Dan mereka katakan: “Sesungguhnya kami dengan masing-masingnya itu tidak mau percaya." (ujung ayat 48).
Cara demikian itu nyata sekali jawaban orang yang terdesak! Dia tidak mempunyai dasar pendirian yang kuat, tetapi dia tidak mau berubah pendirian itu. Lalu dia menantang: “Kami tidak mau percaya, kamu mau apa!"
Ayat 49
Tetapi da'wah al-Qur'an yang datangnya dari Tuhan tidaklah berarti sehingga itu. Ayat selanjutnya berbunyi: “KatakanlahI" — Hai Rasul Kami -"Maka datangkanlah olehmu sebuah kitab yang dari sisi Allah yang dianya lebih memberi petunjuk dari keduanya." (pangkal ayat 49). Tegasnya, jika kamu katakan bahwa Taurat dan al-Qur'an itu masing-masingnya hanya kitab penuh sihir, sebab itu kamu tidak mau percaya kepada keduanya, cobalah keluarkan kalau ada pada kamu kitab lain yang datang dari Allah, yang isinya tidak sihir, yang isinya lebih banyak memberi petunjuk dari Taurat dan al-Qur'an itu “Niscaya aku akan mengikutinya, jika kamu sungguh-sungguh orang yang benar." (ujung ayat 49).
Ini adalah satu tantangan yang tepat sekali, yang memang layak bagi Nabi akhir zaman. Kalau kamu katakan Taurat tidak betul, al-Qur'an tidak benar, mana yang lebih benar? Kalau kamu katakan keduanya buruk, manakah yang lebih baik. Kalau kamu katakan kedua kitab ini tidak dari Allah, adakah padamu yang tulen dari Allah? Kalau kamu menantang seruan Rasul ini karena seruan ini tidak benar, niscaya kamu sanggup menunjukkan mana yang lebih benar. Kalau tidak, jelaslah kamu hanya memperturutkan hawanafsu belaka.
Ayat 50
“Maka jika tidak mereka jawab tantangan itu, maka ketahuilah bahwa yang mereka ikuti tidak lain hanyalah hawanafsu mereka." (pangkal ayat 50). Kalau begitu keras menolak, mengatakan Taurat sihir, al-Qur'an pun sihir, maka tidak mau percaya, lalu dituntut adakah kamu mempunyai kitab selain Taurat dan al-Qur'an itu, yang turun dari Allah, isinya tulen sejati. Kalau ada maka aku bersedia menuruti kitab itu, rupanya mereka tidak dapat menjawab, karena kitab sedemikian itu memang tidak ada, apa namanya bantahan itu kalau bukan hawanafsu? Membantah semata membantah, menolak semata menolak.
Kebenaran dalam Al-Qur'an ini telah nyata. Alasan dari agama ini telah kokoh. Kalau ada yang menolak, sudah nyata menolak dengan hawanafsu. Karena kalau orang tidak mau menuruti jalan yang jujur, pasti dia menempuh yang curang. Sama saja dengan kelakuan zending dan missi Kristen membuat berbagai ragam khabar bohong tentang Islam atau membuat arti yang salah tentang ajaran Islam, karena mereka tidak sanggup berhadapan secara jujur. “Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang memperturutkan hawanafsunya dengan tidak mendapat petunjuk daripada Allah?" Kalau tidak Allah yang memberikan petunjuk, niscayalah syaitan yang memberinya petunjuk ke jalan yang tersesat."Sesungguhnya Allah tidaklah akan memberi petunjuk kepada kaum yang zalim." (ujung ayat 50). Karena kezaliman adalah kegelapan yang dipilih sendiri oleh orang yang memperturutkan hawanafsu itu. Memang sampai ada orang yang berkata, karena memperturutkan hawanafsu; “Daripada menurutkan si fulan biar aku masuk neraka!"
Ayat 51
Artinya bahwa akhir kesudahan dari orang yang bertahan pada kesalahan itu, karena memperturutkan hawanafsu tidak jugalah akan selamat. Mereka pasti gagal, atau hancur atau kalah. Jalan mereka adalah buntu. Dan tidak pula kuat alasan mereka jika mereka katakan bahwa mereka tidak mengerti apa maksud al-Qur'an itu. Tuhan telah menjelaskan: “Sesungguhnya telah Kami persambung-sambungkan kepada mereka kata-kata itu supaya mereka itu ingat semua." (ayat 51).
Artinya bahwa da'wah Tuhan, dengan perantaraan RasulNya tidaklah pernah terputus kepada mereka, peringatan tidaklah pernah berhenti. Habis satu datang lagi satu. Selesai ini datang lagi itu, sambung-bersambung, tidak berkeputusan. Kalau mereka tidak juga mau percaya, tidak ada sebab yang lain, hanyalah karena hawanafsu itu juga. Itulah yang akan membawa mereka celaka.
Kejadian Yang Sebaliknya
Ayat 52
“Orang-orang yang telah Kami datangkan kepada mereka itu al-Kitab dari sebelumnya, mereka pun beriman dengan dia." (ayat 52).
Orang yang didatangkan kepada mereka al-Kitab dari sebelumnya, ialah al-Kitab yang sebelum al-Qur'an. Al-Qur'an telah memberitahu kepada kita bahwa sebelum Tuhan menurunkan al-Qur'an kepada kita dengan lidah Muhammad, telah diturunkan terlebih dahulu kitab-kitab kepada ummat yang terdahulu dengan perantaraan Nabi-nabi mereka. Ummat yang didatangi Nabi Musa menamai diri mereka Yahudi dan ummat yang didatangi Nabi Isa bin Maryam menamai diri mereka Nasrani. Bagaimanapun perselisihan di antara kita dengan mereka karena akidah mereka yang telah menyeleweng dari apa-apa yang diajarkan oleh Nabi mereka, namun mereka tetap ahlul-kitab atau allazina utul kitab.
Di dalam ayat ini diterangkan bahwa adalah pernah kejadian beberapa orang yang menerima kitab terdahulu itu pernah datang kepada Nabi s.a.w. dan menyatakan diri mereka percaya kepada al-Qur'an, beriman kepada Risalat Muhammad.
Berkata Said bin Jubair tentang tafsir ayat ini, bahwa pada satu ketika datang ke Makkah 70 orang utusan yang dipimpin oleh para pendeta, dikirim oleh Najasyi (Negus) dari Habsyi menemui Nabi Muhammad s.a.w. hendak menyelidiki Agama Islam. Sebab Najasyi yang sezaman dengan Nabi itu pun teiah menyatakan dirinya memeluk Islam setelah mendengar keterangan dari Ja'far bin Abu Thalib, sebagai yang telah kita tuliskan riwayatnya ketika menafsirkan Surat ali Imran di Juzu' 3.
Menurut keterangan Said bin Jubair, ketika mereka telah berkumpul hendak mendengarkan keterangan Nabi s.a.w. dibacakan kepada mereka Surat Ya-Siin sampai khatam. Mereka sangat terpesona mendengar Surat itu sampai mereka menangis dan semua masuk Islam. (Rupanya mereka yang datang itu mengerti bahasa Arab, atau diterjemahkan kepada mereka dengan baik). Kedatangan mereka itu dan masuknya mereka ke dalam Islam itulah yang menyebabkan turunnya ayat 52 Surat al-Qashash ini, menurut keterangan Said bin Jubair itu.
Tetapi menurut riwayat dari Ibnu lshaq dalam Sirah Nabi yang terkenal, utusan dari Habsyi itu duapuluh orang banyaknya. Mereka datang ke Makkah setelah mendengar berita tentang Nabi s.a.w. Setelah sampai di Makkah, mereka cari Nabi, lalu bertemu oleh mereka sedang berada di dalam mesjid. Mereka pun duduk mengelilinginya, bercakap-cakap dan bertanya macam-macam. Sedang pemuka-pemuka Quraisy duduk saja di tempat mereka berkumpul menonton Nabi s.a.w. dikelilingi utusan-utusan itu. Setelah segala pertanyaan mereka dijawab, Nabi pun membacakan beberapa ayat al-Qur'an. Rupanya pembacaan ayat-ayat itu dan keterangan yang diberikan Nabi s.a.w. sangat menarik hati dan mengharukan mereka, sampai mereka menangis. Kemudian itu seketika dipersilakan mereka memeluk Agama Islam, mereka pun masuk dan menyatakan iman, apatah lagi setelah mereka perbandingkan apa yang tertulis dalam kitab mereka tentang Nabi akhir zaman itu dengan kenyataan orangnya terdapat kecocokan.
Setelah selesai pertemuan itu mereka pun meninggalkan majlis Rasulullah itu dan hendak pergi segera ke tempat perhentian mereka, tiba-tiba datang Abu Jahal bin Hisyam bersama dengan beberapa pemuka Quraisy, lalu berkata: “Betul-betul kalian ini satu rombongan yang celaka! Kalian diutus dari negeri kalian buat menyelidiki keadaan orang ini untuk dikhabarkan kelak sampai di negeri kalian, tetapi belum lama kalian duduk mendengarkan perkataannya tiba-tiba kalian tinggal agama kalian sendiri dan kalian turuti kemauan orang ini, kalian masuk kepada apa yang dikatakannya agama itu. Setahuku belumlah aku bertemu satu perutusan yang lebih bodoh dari perutusan kalian ini." Namun utusan-utusan itu bukanlah orang-orang bodoh. Mereka jawab perkataan Abu Jahal itu dengan tegas pula."Selamat tinggal tuan-tuan! Kami pun bukan tidak tahu siapa tuan-tuan ini. Tidak usah tuan-tuan yanggu kami dengan keyakinan kami, sebagai kami pun tidak ada niat mengyanggu kalian dengan keyakinan yang kalian peyang. Belum pernah kami tidak sadar bahwa langkah yang kami tempuh ini adalah benar!"
Ada juga riwayat mengatakan bahwa utusan ini bukan dari Habasyah tetapi datang dari Najran, sebelah Selatan Tanah Arab.
Az-Zuhri menguatkan riwayat bahwa utusan itu dari Habasyah.
Meskipun yang dari mana utusan itu, dari Habasyah dan itulah yang lebih kuat, atau dari Najran, namun di sini telah jelas bahwa kedatangan utusan ahlul-kitab, kaum yang lebih dalam pengertiannya, lebih banyak ilmunya tentang wahyu, dengan sekali datang sekali bertemu telah lekas mengerti dan lekas menyambut, karena mereka tidak dipengaruhi oleh hawanafsu sebagai kaum musyrikin yang disebutkan pada ayat sebelumnya.
Ayat 53
Dan kedatangan mereka ini pun jadi bukti bahwa hakikat dan intisari daripada kitab-kitab yang diturunkan Allah itu adalah satu. Intisari Taurat, Zabur dan Injil tidaklah berbeda isinya dengan Al-Qur'an, kecuali kalau dia telah dirusakkan, atau diubah oleh tangan manusia karena hawanafsu itu juga. Itulah sebabnya maka bunyi ayat selanjutnya demikian: “Dan apabila dibacakan kepada mereka." (pangkal ayat 53). Yaitu al-Qur'an itu jika dibacakan kepada ahlul-kitab yang sejati: “Mereka berkata: “Kami percaya kepadanya." Kami menerimanya dengan hati terbuka."Sesungguhnya dia adalah Kebenaran dari Tuhan kami “ Sebab isi al-Qur'an itu tidak ada selisih dengan pesan-pesan atau wahyu yang disampaikan oleh Nabi terdahulu yang mereka ikut: “Sesungguh-nya Kami ini dari sebelumnya telah menyerah." (ujung ayat 53).
Menyerah ialah arti dari kalimat “Muslimin". Artinya, bahwasanya sebelum Nabi Muhammad s.a.w. menyampaikan da'wah dan risalahnya, pada hakikat-: nya mereka telah menyerah bulat kepada Allah Yang Esa, tiada bersyarikat dengan yang lain. Dan memang risalah yang dibawa Nabi-nabi dan Rasul yang terdahulu dari Muhammad s.a.w. ialah mengajak ummat manusia supaya menyerahkan din dengan ikhlas kepada Allah. Penyerahan diri yang datang dengan kesadaran. Penyerahan yang bukan dipaksa-paksa. Oleh sebab itu seketika mereka, ahlul-kitab itu mendengar ayat-ayat Allah dibacakan kepada mereka, cocoklah dengan jiwa mereka, sesuai dengan perasaan selama ini: Sebelum Islam mereka telah Islam.
Karena itu terkenanglah kita akan perkataan Goethe, Pujangga Jerman ‘ yang terkenal: “Kalau ini yang dikatakan Islam, mengapa aku sendiri tidak termasuk Islam?"
Ayat 54
“Orang-orang itu akan diberikan kepada mereka pahala dua kali dari sebab kesabaran mereka “ (pangkal ayat 54). Mereka mendapat pahala berganda dua tersebab sabar, tabah hati, teguh pendirian yang tidak bergoncang. Beriman kepada Rasul pembawa ajaran yang dahulu menghendaki kesabaran. Beriman kepada risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad s.a.w. pun menghendaki kesabaran. Menegakkan perintah Allah dalam dunia yang penuh dengan maksiat orang yang durhaka, adalah menghendaki kesabaran. Oleh sebab itu maka orang-orang ahlul-kitab yang segera memeluk Islam setelah mengerti akan ajaran Islam mendapat pahala ganda
“Dalam sebuah Hadis shahih yang ditenma dari Amir asy-Syabi dari Abu Burdah dari Abi Musa al-Asy'ari (moga-moga Allah meridhainya), berkata dia:
“Berkata Rasulullah s.a.w.: Ada tiga orang yang akan mendapat pahala dua kali: (1) Seorang laki-laki dari ahlul-kitab beriman dengan Nabinya kemudian itu beriman pula dengan daku, (2) seorang hambasahaya yang menunaikan hak Allah dan menunaikan pula hak tuan yang mempunyainya, (3) seorang laki-laki mempunyai seorang budak perempuan, lalu dididiknya budak perempuan itu dengan sebaik-baik didikan, kemudian itu dimerdekakannya lalu dikawininya."
“Dan mereka pun menolak dengan kebajikan akan adanya kejahatan." Artinya orang datang dengan sikap kasar disambutnya dengan halus, orang bermaksud yang jahat ditampiknya dengan baik. Ini dicerminkan oleh riwayat dalam Sirah Ibnu Ishaq yang kita salinkan di atas tadi. Yaitu seketika utusan dari Habasyah menemui Nabi s.a.w. di Masjidil Haram, setelah mendengar keterangan Nabi mereka memeluk Agama Islam. Lalu datang Abu Jahal dan kawan-kawannya menghadang orang-orang itu dengan kata-kata kasar dan menghina, tetapi mereka telah menyambut dengan sikap sopan tetapi teguh, “Bagi kami amalan kami, bagi kalian amalan kalian" sehingga orang-orang itu pulang dengan hampa tangan."Dan dari apa pun rezeki pemberian Allah kepada mereka, mereka nafkahkan." (ujung ayat 54).
Sudi mengurbankan hartabenda yang ada, adalah akibat dari iman. Keyakinan hidup yang telah dipeyang teguh menyebabkan hartabenda ringan keluar dari saku. Di antara Iman dengan Bakhil tidaklah dapat dipersatukan.
Ayat 55
“Dan apabila mereka mendengar omong kosong mereka berpaling daripadanya." (pangkal ayat 55). Ini masih pelengkap dari riwayat ahlul-kitab dari Habasyah itu. Tetapi ini pun adalah sikap yang mesti ada pada seorang yang telah mengaku beriman. Kata-kata kosong tidak perlu diladeni; ambil saja isi maksud, buangkan pembungkus kata yang tidak perlu, atau ucapan percuma yang tidak bertanggungjawab: “Dan mereka berkata: “Bagi kami amalan kami dan bagi kamu amalan kamu. Selamat tinggal bagi kamu." Kami tidak mau bercakap bertele-tele. Lebih baik kami meninggalkan tempat ini. Waktu terlalu amat berharga untuk dikurbankan untuk memperkatakan hal yang kita tidak akan dapat dipertemukan: “Kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang yang bodoh “ (ujung ayat 55).
Begitulah gambaran dan sinar dari jiwa yang telah mantap dengan iman. Dia tidak dapat ditawar dengan harta. Tidak suka omong kosong, melepaskan diri dengan baik dan sopan dari tempat seperli itu. Mau berhadapan dan mau berlapang dada asal saja dalam hal mempertinggi adab dan sopan-santun yang digariskan oleh Allah.
Dan kalau kita kenangkan tempat kejadian ini ketika ayat turun, dapatlah kita gambarkan bagaimana kecil jadinya musyrikin Quraisy di bawah pimpinan Abu Jahal berhadapan dengan utusan-utusan yang cerdas dan mempunyai pendirian itu.