Ayat
Terjemahan Per Kata
فَلَمَّا
maka tatkala
جَآءَهُمُ
datang kepada mereka
ٱلۡحَقُّ
kebenaran
مِنۡ
dari
عِندِنَا
sisi Kami
قَالُواْ
mereka berkata
لَوۡلَآ
mengapa tidak
أُوتِيَ
diberikan
مِثۡلَ
seperti
مَآ
apa diberikan
أُوتِيَ
diberikan
مُوسَىٰٓۚ
Musa
أَوَلَمۡ
ataukah tidak
يَكۡفُرُواْ
mereka ingkar
بِمَآ
dengan/kepada apa
أُوتِيَ
diberikan
مُوسَىٰ
Musa
مِن
dari
قَبۡلُۖ
sebelum/dahulu
قَالُواْ
mereka berkata
سِحۡرَانِ
dua ahli sihir
تَظَٰهَرَا
keduanya bantu membantu
وَقَالُوٓاْ
dan mereka berkata
إِنَّا
sesungguhnya kami
بِكُلّٖ
dengan/kepada masing-masing
كَٰفِرُونَ
ingkar/tidak mempercayai
فَلَمَّا
maka tatkala
جَآءَهُمُ
datang kepada mereka
ٱلۡحَقُّ
kebenaran
مِنۡ
dari
عِندِنَا
sisi Kami
قَالُواْ
mereka berkata
لَوۡلَآ
mengapa tidak
أُوتِيَ
diberikan
مِثۡلَ
seperti
مَآ
apa diberikan
أُوتِيَ
diberikan
مُوسَىٰٓۚ
Musa
أَوَلَمۡ
ataukah tidak
يَكۡفُرُواْ
mereka ingkar
بِمَآ
dengan/kepada apa
أُوتِيَ
diberikan
مُوسَىٰ
Musa
مِن
dari
قَبۡلُۖ
sebelum/dahulu
قَالُواْ
mereka berkata
سِحۡرَانِ
dua ahli sihir
تَظَٰهَرَا
keduanya bantu membantu
وَقَالُوٓاْ
dan mereka berkata
إِنَّا
sesungguhnya kami
بِكُلّٖ
dengan/kepada masing-masing
كَٰفِرُونَ
ingkar/tidak mempercayai
Terjemahan
Ketika telah datang kepada mereka kebenaran (Al-Qur’an) dari sisi Kami, mereka berkata, “Mengapa tidak diberikan kepadanya (Nabi Muhammad mukjizat) seperti apa yang telah diberikan kepada Musa?” Bukankah mereka itu telah ingkar kepada apa yang diberikan kepada Musa dahulu? Mereka berkata, “(Al-Qur’an dan Taurat adalah) dua (kitab) sihir yang saling menguatkan.” Mereka (juga) berkata, “Sesungguhnya kami mengingkari keduanya.”
Tafsir
(Maka tatkala datang kepada mereka kebenaran) yang dibawa oleh Nabi Muhammad (dari sisi Kami, mereka berkata, "Mengapa tidak) kenapa tidak (diberikan kepadanya seperti yang telah diberikan kepada Musa?") yaitu mukjizat-mukjizat seperti tangan yang bersinar menyilaukan, tongkat dan lain sebagainya, atau kitab yang diturunkan sekali turun. Allah ﷻ menjawab perkataan mereka melalui firman-Nya, ("Dan bukankah mereka itu telah ingkar juga kepada apa yang diberikan kepada Musa dahulu?) di mana (mereka telah mengatakan) sehubungan dengan perihal Nabi Musa dan juga tentang diri Nabi Muhammad ('Dua orang ahli sihir). Menurut qiraat yang lain dibaca Sahirani, subjek yang mereka maksud adalah Al-Qur'an dan kitab Taurat (yang saling bantu membantu'.") maksudnya mereka saling bahu membahu. (Dan mereka juga berkata, "Sesungguhnya kami kepada masing-masing) dari kedua nabi, berikut kitab-kitabnya (tidak mempercayai").
Tafsir Surat Al-Qasas: 48-51
Maka tatkala datang kepada mereka kebenaran dari sisi Kami, mereka berkata, "Mengapakah tidak diberikan kepadanya (Muhammad) seperti yang telah diberikan kepada Musa dahulu? Dan bukankah mereka- itu telah ingkar (juga) kepada apa yang diberikan kepada Musa dahulu? Mereka dahulu telah berkata, "Musa dan Harun adalah dua ahli sihir yang bantu-membantu. Dan mereka (juga) berkata, "Sesungguhnya kami tidak mempercayai masing-masing mereka itu. Katakanlah, "Datangkanlah olehmu sebuah kitab dari sisi Allah yang kitab itu lebih (dapat) memberi petunjuk daripada keduanya (Taurat dan Al-Qur'an) niscaya aku mengikutinya, jika kamu sungguh orang-orang yang benar.
Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. Dan sesungguhnya telah Kami turunkan berturut-turut perkataan ini (Al-Qur'an) kepada mereka agar mereka mendapat pelajaran. Allah ﷻ berfirman, menceritakan perihal kaum yang seandainya mereka diazab sebelum tegaknya hujah atas diri mereka, tentulah mereka akan beralasan bahwa belum pernah datang kepada mereka seorang rasul pun.
Namun ketika datang kebenaran dari sisi Allah melalui lisan Nabi Muhammad ﷺ, mereka mengatakan dengan nada membangkang, ingkar, kafir, bodoh, dan tidak percaya kepada Allah: Mengapakah tidak diberikan kepadanya (Muhammad) seperti yang telah diberikan kepada Musa dahulu? (Al-Qashash: 48), hingga akhir ayat. Mereka bermaksud hanya Allah Yang Maha Mengetahui mukjizat-mukjizat yang cukup banyak yang diberikan oleh Allah kepada Musa a.s., seperti tongkat, tangan yang bersinar, banjir, belalang, kutu, katak, darah, dan paceklik karena kurang pangan dan buah-buahan yang menyulitkan musuh-musuh Allah.
Juga seperti terbelahnya laut, dinaungi oleh awan ke mana pergi, diturunkannya manna dan salwa serta mukjizat-mukjizat lainnya yang jelas dan hujah-hujah yang mengalahkan musuh, yang semuanya itu diberikan oleh Allah ﷻ kepada Musa a.s. sebagai hujah dan bukti kebenarannya terhadap Fir'aun dan pembesar-pembesar kerajaannya, juga terhadap kaumnya sendiri (yaitu Bani Israil). Sekali pun demikian, Musa a.s. tidak memperoleh keberhasilan terhadap Fir'aun dan pembesar-pembesar kaumnya, bahkan mereka kafir kepada Musa dan Harun, sebagaimana yang tersirat dari jawaban mereka yang disitir oleh firman Allah ﷻ: Apakah kamu datang kepada kami untuk memalingkan kami dari apa yang kami dapati nenek moyang kami mengerjakannya, dan supaya kamu berdua mempunyai kekuasaan di muka bumi? Kami tidak akan mempercayai kamu berdua. (Yunus: 78) Dan firman Allah ﷻ: Maka (tetaplah) mereka mendustakan keduanya, sebab itu mereka adalah termasuk orang-orang yang dibinasakan. (Al-Mu-minun: 48) Karena itulah dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya: Dan bukankah mereka itu telah ingkar (juga) kepada apa yang diberikan kepada Musa dahulu? (Al-Qashash: 48) Maksudnya, bukankah manusia dahulu ingkar kepada ayat-ayat yang besar yang disampaikan oleh Musa a.s.
mereka dahulu telah berkata, "Musa dan Harun adalah dua ahli sihir yang bantu-membantu. (Al-Qashash: 48) Yakni dua orang tukang sihir yang saling bantu-membantu. dan mereka berkata (juga), "Sesungguhnya kami tidak mempercayai masing-masing mereka itu. (Al-Qashash: 48) yakni terhadap Musa dan Harun kami tidak percaya. Dan mengingat kedekatan keduanya hingga boleh dikata tidak pernah berpisah di antara keduanya, maka dengan menyebut salah seorang dari keduanya berarti yang lain terbawa, sebagaimana yang diungkapkan oleh seorang penyair berikut: ...
... Apabila aku melangkah ke sebuah negeri, aku tidak tahu takdir baikkah yang akan kudapatkan ataukah yang lain. Yakni aku tidak tahu takdir baik atau burukkah yang bakal menimpaku. Mujahid mengatakan bahwa orang-orang Yahudi menyarankan kepada kaum Quraisy untuk mengatakan kepada Muhammad kalimat tersebut. Maka Allah berfirman: Dan bukankah mereka itu telah ingkar (juga) kepada apa yang diberikan kepada Musa dahulu?; mereka dahulu telah berkata, "Musa dan Harun adalah dua ahli sihir yang saling membantu." (Al-Qashash: 48) Yang dimaksud dengan saling membantu adalah keduanya saling membantu dan menolong untuk melakukan sihir, yang satu membenarkan yang lain.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair dan Abu Razin sehubungan dengan firman-Nya, sahirani yakni Musa dan Harun keduanya tukang sihir. Pendapat ini berpredikat jayid alias baik. Hanya Allah yang lebih mengetahui. Muslim ibnu Yasir telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Mereka berkata, "Keduanya adalah dua ahli sihir yang saling membantu." (Al-Qashash: 48) Yakni yang mereka maksudkan adalah Musa a.s.
dan Muhammad ﷺ Demikianlah menurut riwayat Al-Hasan Al-Basri. Al-Hasan dan Qatadah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan keduanya adalah Isa a.s. dan Muhammad ﷺ Akan tetapi, pendapat ini jauh dari kebenaran, mengingat Isa tidak disebut dalam kontek ayat ini. Hanya Allah yang lebih mengetahui. Adapun menurut ulama yang membaca sihrani tazahara, menurut Ali ibnu Abu Talhah dan Al-Aufi dari Ibnu Abbas disebutkan bahwa yang dimaksud adalah Taurat dan Al-Qur'an. Hal yang serupa dikatakan oleh Asim Al-Jundi, As-Saddi dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam As-Saddi mengatakan bahwa masing-masing dari kedua kitab itu membenarkan yang lain.
Ikrimah mengatakan bahwa yang dimaksud adalah Taurat dan Injil, menurut riwayat yang dikemukakan dari Abu Zar'ah; dan dipilih oleh Ibnu Jarir. Ad-Dahhak dan Qatadah mengatakan bahwa yang dimaksud adalah Injil dan Al-Qur'an. Hanya Allah yang lebih mengetahui. Menurut pengertian lahiriah dari qiraat sihrani adalah Taurat dan Al-Qur'an, sebab dalam firman selanjutnya disebutkan: Katakanlah.Datangkanlah olehmu sebuah kitab dari sisi Allah yang kitab itu lebih (dapat) memberi petunjuk daripada keduanya (Taurat dan Al-Qur'an) niscaya aku mengikutinya. (Al-Qashash: 49) Dan sering sekali Allah menyebutkan secara bergandengan antara kitab Taurat dan kitab Al-Qur'an, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Katakanlah, "Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia?" (Al-An'am: 91) sampai dengan firman-Nya: Dan ini (Al-Qur'an) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkati. (Al-An'am: 92) Dan di akhir surat Al-An'am disebutkan oleh firman-Nya: Kemudian Kami telah memberikan Al-Kitab (Taurat) kepada Musa untuk menyempurnakan (nikmat Kami) kepada orang yang berbuat kebaikan. (Al-An'am: 154), hingga akhir ayat.
Dan firman Allah ﷻ: Dan Al-Qur'an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat. (Al-An'am: 155) Jin dalam surat Al-Ahqaf mengatakan, sebagaimana yang disitir oleh firman-Nya: sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al-Qur'an) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya. (Al-Ahqaf: 30) Waraqah ibnu Naufal telah mengatakan, "Malaikat (Jibril) inilah yang pernah diturunkan kepada Musa." Dan merupakan hal yang telah dimaklumi secara daruri bagi semua orang yang berakal, bahwa Allah ﷻ tidaklah menurunkan suatu kitab dari langit di antara kitab-kitab yang Dia turunkan kepada nabi-nabi-Nya dalam bentuk yang lebih sempurna, lebih mencakup, lebih fasih, lebih besar, dan lebih mulia selain dari Al-Kitab (Al-Qur'an) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ Sesudah itu dalam hal tingkatan kemuliaan dan kebesarannya adalah kitab yang diturunkan kepada Nabi Musa a.s., yaitu kitab yang disebutkan oleh Allah ﷻ melalui firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. (Al-Maidah: 44) Sedangkan kitab Injil diturunkan hanyalah untuk menyempurnakan kitab Taurat dan menghalalkan sebagian dari apa yang diharamkan atas kaum Bani Israil.
Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: Katakanlah, "Datangkanlah olehmu sebuah kitab dari sisi Allah yang kitab itu lebih (dapat) memberi petunjuk daripada keduanya (Taurat dan Al-Qur'an) niscaya aku mengikutinya, jika kalian sungguh orang-orang yang benar. (Al-Qashash: 49) dalam membela kebenaran dan menentang kebatilan dengannya. Firman Allah ﷻ: Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu). (Al-Qashash: 50) Yakni jika mereka tidak menjawab apa yang kamu katakan kepada mereka dan mereka tetap tidak mau mengikuti perkara yang hak. ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). (Al-Qashash: 50) tanpa dalil dan tanpa alasan.
Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah. (Al-Qashash: 50) tanpa alasan yang diambil dari Kitabullah. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (Al-Qashash: 50) Adapun firman Allah ﷻ: Dan sesungguhnya telah Kami turunkan berturut-turut perkataan ini (Al-Qur'an) kepada mereka. (Al-Qashash: 51) Mujahid mengatakan bahwa maksud ayat tersebut adalah Kami terangkan perkataan ini kepada mereka. As-Saddi mengatakan, Kami jelaskan perkataan ini kepada mereka. Qatadah mengatakan bahwa Allah ﷻ menceritakan kepada mereka apa yang telah diperbuat-Nya terhadap umat terdahulu dan apa yang Dia lakukan sekarang.
agar mereka mendapat petunjuk. (Al-Qashash: 51) Mujahid dan lain-lainnya telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: telah Kami turunkan berturut-turut kepada mereka. (Al-Qashash: 51) bahwa yang dimaksud dengan mereka adalah orang-orang Quraisy, dan memang pengertian inilah yang tersimpulkan dari makna lahiriah ayat. Tetapi Hammad ibnu Salamah telah meriwayatkan dari Amr ibnu Dinar, dari Yahya ibnu Ja'dah, dari Rifa'ah ibnu Qarzah Al-Qurazi, yang menurut Ibnu Mandah disebut Rifa'ah ibnu Syamuel, paman dari pihak ibunya Siti Safiyyah binti Huyayyin, yang menceraikan istrinya Tamimah binti Wahb, lalu dikawini oleh Abdur Rahman ibnuz Zubair ibnu Bata sesudahnya.
Demikianlah menurut Ibnul Asir. Rifa'ah mengatakan bahwa firman Allah ﷻ: Dan sesungguhnya telah Kami jelaskan perkataan ini kepada mereka. (Al-Qashash: 51) diturunkan berkenaan dengan sepuluh (orang Yahudi), saya adalah salah seorang dari mereka. Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya dengan keterangan bahwa hadis tersebut merupakan perkataan Rifa'ah."
Maka ketika Rasulullah telah datang kepada mereka dengan membawa kebenaran yang sempurna berupa Al-Qur'an yang berasal dari sisi Kami, dengan nada ingkar mereka berkata, 'Mengapa tidak diberikan kepadanya, yakni Nabi Muhammad, bukti kebenaran risalah dalam bentuk mukjizat inderawi dan kitab suci yang diturunkan sekaligus seperti apa yang telah diberikan kepada Musa dahulu, misalnya tongkat yang berubah menjadi ular, atau tangan yang tampak bersinar cemerlang dan lain-lain'' Mereka, yakni kaum musyrik Mekah, berkata demikian padahal bukankah sebelumnya mereka itu telah ingkar juga kepada apa yang diberikan kepada Musa dahulu' Mereka dahulu berkata, 'Nabi Musa dan Nabi Harun adalah dua pesihir yang bantu-membantu dan saling benar-membenarkan. ' Dan mereka juga berkata, 'Sesungguhnya kami sama sekali tidak mempercayai masing-masing mereka itu. '49. Untuk menyanggah argumentasi mereka, Allah perintahkan kepada Rasul-Nya, katakanlah kepada mereka wahai Nabi Muhammad, 'Apabila kamu tidak beriman kepada Taurat dan Al-Qur'an, datangkanlah olehmu, secara sendiri-sendiri atau bersama-sama, sebuah kitab dari sisi Allah yang kitab itu lebih memberi petunjuk daripada kedua-nya, yakni Taurat dan Al-Qur'an, atau yang semisal dengannya, niscaya aku akan mengikutinya. Lakukanlah jika kamu memang orang yang benar dalam prasangka kamu bahwa apa yang kami datangkan itu adalah sihir. '.
Ayat ini menerangkan bahwa ketika Muhammad diutus kepada kaum Quraisy yang belum pernah didatangi oleh seorang rasul yang dibekali kitab suci Al-Qur'an, mereka menyombongkan diri, menentang, dan memperlihatkan kesesatan. Mereka berkata, "Mengapa ia tidak memiliki mukjizat sebagaimana halnya Nabi Musa yang diberi mukjizat, seperti tongkat menjadi ular, lautan terbelah dengan pukulan tongkatnya, tangannya menjadi putih, dinaungi oleh awan, dan lain-lain. Firman Allah:
Maka boleh jadi engkau (Muhammad) hendak meninggalkan sebagian dari apa yang diwahyukan kepadamu dan dadamu sempit karenanya, karena mereka akan mengatakan, "Mengapa tidak diturunkan kepadanya harta (kekayaan) atau datang bersamanya malaikat?" Sungguh, engkau hanyalah seorang pemberi peringatan dan Allah pemelihara segala sesuatu. (Hud/11: 12)
Ucapan kaum Quraisy itu dijawab bahwa orang-orang yang durhaka dan sombong pada masa Nabi Musa telah ingkar kepada mukjizat yang diberikan kepada Musa dahulu. Bahkan mereka menuduh Musa dan Harun adalah dua ahli sihir yang saling membantu. Apakah orang-orang kafir Mekah akan mengikuti apa yang telah diperbuat kaum Nabi Musa? Apakah mereka akan mengingkari apa yang didatangkan Muhammad, dan mengatakan bahwa Musa dan Muhammad adalah ahli sihir? Apakah mereka juga tidak akan mempercayai risalah dan mukjizat keduanya?
Mengenai tuduhan bahwa keduanya adalah ahli sihir pada ayat ini, Said bin Jubair, Mujahid, dan Ibnu Zaid berpendapat bahwa yang dimaksud dengan "keduanya adalah ahli sihir" ialah Musa dan Harun. Ini adalah ucapan orang-orang Yahudi pada permulaan kerasulan. Sedangkan Ibnu 'Abbas dan al-hasan al-Basri berpendapat bahwa yang dimaksud dengan keduanya adalah ahli sihir yaitu Musa dan Muhammad saw, dan ini adalah ucapan orang-orang musyrikin bangsa Arab.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 47
Tuhan tidaklah langsung saja menjatuhkan putusan hukumannya kepada orang yang bersalah melanggar hukum-hukum Tuhan, sebelum Tuhan mengirim terlebih dahulu Rasul-rasulNya buat memberi peringatan kepada mereka: “Dan supaya mereka tidak, mengatakan ketika azab menimpa mereka, tersebab apa yang mereka perbuat: “Ya Tuhan kami! Mengapa tidak Engkau utus seorang Rasul kepada kami." (pangkal ayat 47). Untuk memberitahu dan mengajarkan kepada kami, mana perbuatan yang boleh kami kerjakan dan mana yang tidak boleh."Lalu kami mengikut ayat-ayat Engkau, “ perintah kami kerjakan, larangan kami hentikan; “dan jadilah kami termasuk orang-orang yang beriman." (ujung ayat 47).
Ini dikuatkan lagi oleh sabda Tuhan pada ayat yang lain:
“Dan tidaklah Kami menjatuhkan azab, sebelum kami mengutus seorang Rasul." (Surat 17, al-Isra': 15)
Kemudian pada ayat yang selanjutnya ini Tuhan menceriterakan lagi dalih -helah dari orang yang tidak mau percaya, meskipun Rasul itu telah datang.
Ayat 48
“Maka tatkala datang kepada mereka Kebenaran dari sisi Kami." (pangkal ayat 48) Kebenaran itu ialah wahyu yang datang dari sisi Tuhan, dibawakan oleh Nabi Muhammad s.a.w."Mereka berkata: “Mengapa tidak diberikan kepadanya sebagai yang diberikan kepada Musa?"
Karena kekafiran mereka, maka centera-ceritera yang mengenai Musa itu, bahwa beliau diberi Allah mu'jizat tongkatnya dapat menjelma jadi ular, dapat membelah laut, dan jika dipukulkan kepada batu dapat menimbulkan air, dan tangannya bila dimasukkannya yang sebelah ke ketiak tangan yang sebelah, j jika dikeluarkan kembali akan membawa cahaya dan sinar ajaib. Mereka sekarang menuntut. Kalau betul Muhammad itu Nabi dan Rasul sebagai Musa, mengapa dia tidak memakai tongkat sebagai Musa? Tidak bercahaya tangannya sebagai Musa? Maka datanglah pertanyaan Tuhan, untuk membalikkan pertanyaan dan tuntutan itu, “Bukankah mereka pun telah juga kafir dengan apa yang diberikan kepada Musa itu dari sebelumnya?" Artinya, bahwa dengan pertanyaan tantangan dari Tuhan sebagai ini telah disamakan saja capnya kafir di zaman Musa dengan kafir di zaman Muhammad. Di zaman Musa, sudah begitu jelas mu'jizat yang dibawa, mereka tidak juga mau percaya. Di zaman Muhammad tentu ada juga mu'jizat itu. Namun yang kafir, kafir juga dan yang Iman beriman juga. Bukankah ketika Muhammad kembali dari Mi'raj kafir Quraisy kebanyakan bertambah kafir, sedang Abu Bakar bertambah kokoh imannya, sampai diberi Nabi gelar “Shiddiq"?
Di Tanah Arab pun telah ada orang Yahudi. Banyak orang Yahudi itu tinggal di Madinah yang dahulu bernama Yatsrib. Juga d Khaibar. Arab Quraisy pun telah selalu mendengar dari orang Yahudi itu tentang Nabi Musa dan tentang kitab Taurat yang didatangkan kepada Musa. Sekarang mereka bertanya, mengapa tidak diberikan kepada Muhammad sebagai yang diberikan kepada Musa, baik mu'jizat atau kitab yang sebagai Taurat itu. Bukankah mereka telah kafir juga kepada apa yang diturunkan kepada Musa itu sebelum-nya. Kalau mereka mengakui sekarang kedatangan Musa, mengapa tidak ada orang Quraisy itu yang menyatakan dirinya pengikut Nabi Musa, tegasnya memeluk Agama Yahudi? Bahkan, “Mereka katakan: “Dua sihir telah jelas keduanya." Artinya, sebelum Nabi Muhammad s.a.w. datang telah tertulis juga dalam kitab Taurat sifat-sifat Nabi yang dijanjikan itu. Sifat-sifat dan tanda Nabi Muhammad telah diterangkan dengan secara qiyas dan ibarat di dalam kitab Taurat. Tetapi kaum musyrikin itu tidak juga mau percaya, bahkan dikatakannya bahwa baik Taurat ataupun al-Qur'an, keduanya sama saja, yaitu kitab sihir.
Sihir itu dapat juga diartikan kitab yang mempesona, manis susunannya, bagus, tetapi tidak lain dari bermaksud menipu orang."Dan mereka katakan: “Sesungguhnya kami dengan masing-masingnya itu tidak mau percaya." (ujung ayat 48).
Cara demikian itu nyata sekali jawaban orang yang terdesak! Dia tidak mempunyai dasar pendirian yang kuat, tetapi dia tidak mau berubah pendirian itu. Lalu dia menantang: “Kami tidak mau percaya, kamu mau apa!"
Ayat 49
Tetapi da'wah al-Qur'an yang datangnya dari Tuhan tidaklah berarti sehingga itu. Ayat selanjutnya berbunyi: “KatakanlahI" — Hai Rasul Kami -"Maka datangkanlah olehmu sebuah kitab yang dari sisi Allah yang dianya lebih memberi petunjuk dari keduanya." (pangkal ayat 49). Tegasnya, jika kamu katakan bahwa Taurat dan al-Qur'an itu masing-masingnya hanya kitab penuh sihir, sebab itu kamu tidak mau percaya kepada keduanya, cobalah keluarkan kalau ada pada kamu kitab lain yang datang dari Allah, yang isinya tidak sihir, yang isinya lebih banyak memberi petunjuk dari Taurat dan al-Qur'an itu “Niscaya aku akan mengikutinya, jika kamu sungguh-sungguh orang yang benar." (ujung ayat 49).
Ini adalah satu tantangan yang tepat sekali, yang memang layak bagi Nabi akhir zaman. Kalau kamu katakan Taurat tidak betul, al-Qur'an tidak benar, mana yang lebih benar? Kalau kamu katakan keduanya buruk, manakah yang lebih baik. Kalau kamu katakan kedua kitab ini tidak dari Allah, adakah padamu yang tulen dari Allah? Kalau kamu menantang seruan Rasul ini karena seruan ini tidak benar, niscaya kamu sanggup menunjukkan mana yang lebih benar. Kalau tidak, jelaslah kamu hanya memperturutkan hawanafsu belaka.
Ayat 50
“Maka jika tidak mereka jawab tantangan itu, maka ketahuilah bahwa yang mereka ikuti tidak lain hanyalah hawanafsu mereka." (pangkal ayat 50). Kalau begitu keras menolak, mengatakan Taurat sihir, al-Qur'an pun sihir, maka tidak mau percaya, lalu dituntut adakah kamu mempunyai kitab selain Taurat dan al-Qur'an itu, yang turun dari Allah, isinya tulen sejati. Kalau ada maka aku bersedia menuruti kitab itu, rupanya mereka tidak dapat menjawab, karena kitab sedemikian itu memang tidak ada, apa namanya bantahan itu kalau bukan hawanafsu? Membantah semata membantah, menolak semata menolak.
Kebenaran dalam Al-Qur'an ini telah nyata. Alasan dari agama ini telah kokoh. Kalau ada yang menolak, sudah nyata menolak dengan hawanafsu. Karena kalau orang tidak mau menuruti jalan yang jujur, pasti dia menempuh yang curang. Sama saja dengan kelakuan zending dan missi Kristen membuat berbagai ragam khabar bohong tentang Islam atau membuat arti yang salah tentang ajaran Islam, karena mereka tidak sanggup berhadapan secara jujur. “Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang memperturutkan hawanafsunya dengan tidak mendapat petunjuk daripada Allah?" Kalau tidak Allah yang memberikan petunjuk, niscayalah syaitan yang memberinya petunjuk ke jalan yang tersesat."Sesungguhnya Allah tidaklah akan memberi petunjuk kepada kaum yang zalim." (ujung ayat 50). Karena kezaliman adalah kegelapan yang dipilih sendiri oleh orang yang memperturutkan hawanafsu itu. Memang sampai ada orang yang berkata, karena memperturutkan hawanafsu; “Daripada menurutkan si fulan biar aku masuk neraka!"
Ayat 51
Artinya bahwa akhir kesudahan dari orang yang bertahan pada kesalahan itu, karena memperturutkan hawanafsu tidak jugalah akan selamat. Mereka pasti gagal, atau hancur atau kalah. Jalan mereka adalah buntu. Dan tidak pula kuat alasan mereka jika mereka katakan bahwa mereka tidak mengerti apa maksud al-Qur'an itu. Tuhan telah menjelaskan: “Sesungguhnya telah Kami persambung-sambungkan kepada mereka kata-kata itu supaya mereka itu ingat semua." (ayat 51).
Artinya bahwa da'wah Tuhan, dengan perantaraan RasulNya tidaklah pernah terputus kepada mereka, peringatan tidaklah pernah berhenti. Habis satu datang lagi satu. Selesai ini datang lagi itu, sambung-bersambung, tidak berkeputusan. Kalau mereka tidak juga mau percaya, tidak ada sebab yang lain, hanyalah karena hawanafsu itu juga. Itulah yang akan membawa mereka celaka.
Kejadian Yang Sebaliknya
Ayat 52
“Orang-orang yang telah Kami datangkan kepada mereka itu al-Kitab dari sebelumnya, mereka pun beriman dengan dia." (ayat 52).
Orang yang didatangkan kepada mereka al-Kitab dari sebelumnya, ialah al-Kitab yang sebelum al-Qur'an. Al-Qur'an telah memberitahu kepada kita bahwa sebelum Tuhan menurunkan al-Qur'an kepada kita dengan lidah Muhammad, telah diturunkan terlebih dahulu kitab-kitab kepada ummat yang terdahulu dengan perantaraan Nabi-nabi mereka. Ummat yang didatangi Nabi Musa menamai diri mereka Yahudi dan ummat yang didatangi Nabi Isa bin Maryam menamai diri mereka Nasrani. Bagaimanapun perselisihan di antara kita dengan mereka karena akidah mereka yang telah menyeleweng dari apa-apa yang diajarkan oleh Nabi mereka, namun mereka tetap ahlul-kitab atau allazina utul kitab.
Di dalam ayat ini diterangkan bahwa adalah pernah kejadian beberapa orang yang menerima kitab terdahulu itu pernah datang kepada Nabi s.a.w. dan menyatakan diri mereka percaya kepada al-Qur'an, beriman kepada Risalat Muhammad.
Berkata Said bin Jubair tentang tafsir ayat ini, bahwa pada satu ketika datang ke Makkah 70 orang utusan yang dipimpin oleh para pendeta, dikirim oleh Najasyi (Negus) dari Habsyi menemui Nabi Muhammad s.a.w. hendak menyelidiki Agama Islam. Sebab Najasyi yang sezaman dengan Nabi itu pun teiah menyatakan dirinya memeluk Islam setelah mendengar keterangan dari Ja'far bin Abu Thalib, sebagai yang telah kita tuliskan riwayatnya ketika menafsirkan Surat ali Imran di Juzu' 3.
Menurut keterangan Said bin Jubair, ketika mereka telah berkumpul hendak mendengarkan keterangan Nabi s.a.w. dibacakan kepada mereka Surat Ya-Siin sampai khatam. Mereka sangat terpesona mendengar Surat itu sampai mereka menangis dan semua masuk Islam. (Rupanya mereka yang datang itu mengerti bahasa Arab, atau diterjemahkan kepada mereka dengan baik). Kedatangan mereka itu dan masuknya mereka ke dalam Islam itulah yang menyebabkan turunnya ayat 52 Surat al-Qashash ini, menurut keterangan Said bin Jubair itu.
Tetapi menurut riwayat dari Ibnu lshaq dalam Sirah Nabi yang terkenal, utusan dari Habsyi itu duapuluh orang banyaknya. Mereka datang ke Makkah setelah mendengar berita tentang Nabi s.a.w. Setelah sampai di Makkah, mereka cari Nabi, lalu bertemu oleh mereka sedang berada di dalam mesjid. Mereka pun duduk mengelilinginya, bercakap-cakap dan bertanya macam-macam. Sedang pemuka-pemuka Quraisy duduk saja di tempat mereka berkumpul menonton Nabi s.a.w. dikelilingi utusan-utusan itu. Setelah segala pertanyaan mereka dijawab, Nabi pun membacakan beberapa ayat al-Qur'an. Rupanya pembacaan ayat-ayat itu dan keterangan yang diberikan Nabi s.a.w. sangat menarik hati dan mengharukan mereka, sampai mereka menangis. Kemudian itu seketika dipersilakan mereka memeluk Agama Islam, mereka pun masuk dan menyatakan iman, apatah lagi setelah mereka perbandingkan apa yang tertulis dalam kitab mereka tentang Nabi akhir zaman itu dengan kenyataan orangnya terdapat kecocokan.
Setelah selesai pertemuan itu mereka pun meninggalkan majlis Rasulullah itu dan hendak pergi segera ke tempat perhentian mereka, tiba-tiba datang Abu Jahal bin Hisyam bersama dengan beberapa pemuka Quraisy, lalu berkata: “Betul-betul kalian ini satu rombongan yang celaka! Kalian diutus dari negeri kalian buat menyelidiki keadaan orang ini untuk dikhabarkan kelak sampai di negeri kalian, tetapi belum lama kalian duduk mendengarkan perkataannya tiba-tiba kalian tinggal agama kalian sendiri dan kalian turuti kemauan orang ini, kalian masuk kepada apa yang dikatakannya agama itu. Setahuku belumlah aku bertemu satu perutusan yang lebih bodoh dari perutusan kalian ini." Namun utusan-utusan itu bukanlah orang-orang bodoh. Mereka jawab perkataan Abu Jahal itu dengan tegas pula."Selamat tinggal tuan-tuan! Kami pun bukan tidak tahu siapa tuan-tuan ini. Tidak usah tuan-tuan yanggu kami dengan keyakinan kami, sebagai kami pun tidak ada niat mengyanggu kalian dengan keyakinan yang kalian peyang. Belum pernah kami tidak sadar bahwa langkah yang kami tempuh ini adalah benar!"
Ada juga riwayat mengatakan bahwa utusan ini bukan dari Habasyah tetapi datang dari Najran, sebelah Selatan Tanah Arab.
Az-Zuhri menguatkan riwayat bahwa utusan itu dari Habasyah.
Meskipun yang dari mana utusan itu, dari Habasyah dan itulah yang lebih kuat, atau dari Najran, namun di sini telah jelas bahwa kedatangan utusan ahlul-kitab, kaum yang lebih dalam pengertiannya, lebih banyak ilmunya tentang wahyu, dengan sekali datang sekali bertemu telah lekas mengerti dan lekas menyambut, karena mereka tidak dipengaruhi oleh hawanafsu sebagai kaum musyrikin yang disebutkan pada ayat sebelumnya.
Ayat 53
Dan kedatangan mereka ini pun jadi bukti bahwa hakikat dan intisari daripada kitab-kitab yang diturunkan Allah itu adalah satu. Intisari Taurat, Zabur dan Injil tidaklah berbeda isinya dengan Al-Qur'an, kecuali kalau dia telah dirusakkan, atau diubah oleh tangan manusia karena hawanafsu itu juga. Itulah sebabnya maka bunyi ayat selanjutnya demikian: “Dan apabila dibacakan kepada mereka." (pangkal ayat 53). Yaitu al-Qur'an itu jika dibacakan kepada ahlul-kitab yang sejati: “Mereka berkata: “Kami percaya kepadanya." Kami menerimanya dengan hati terbuka."Sesungguhnya dia adalah Kebenaran dari Tuhan kami “ Sebab isi al-Qur'an itu tidak ada selisih dengan pesan-pesan atau wahyu yang disampaikan oleh Nabi terdahulu yang mereka ikut: “Sesungguh-nya Kami ini dari sebelumnya telah menyerah." (ujung ayat 53).
Menyerah ialah arti dari kalimat “Muslimin". Artinya, bahwasanya sebelum Nabi Muhammad s.a.w. menyampaikan da'wah dan risalahnya, pada hakikat-: nya mereka telah menyerah bulat kepada Allah Yang Esa, tiada bersyarikat dengan yang lain. Dan memang risalah yang dibawa Nabi-nabi dan Rasul yang terdahulu dari Muhammad s.a.w. ialah mengajak ummat manusia supaya menyerahkan din dengan ikhlas kepada Allah. Penyerahan diri yang datang dengan kesadaran. Penyerahan yang bukan dipaksa-paksa. Oleh sebab itu seketika mereka, ahlul-kitab itu mendengar ayat-ayat Allah dibacakan kepada mereka, cocoklah dengan jiwa mereka, sesuai dengan perasaan selama ini: Sebelum Islam mereka telah Islam.
Karena itu terkenanglah kita akan perkataan Goethe, Pujangga Jerman ‘ yang terkenal: “Kalau ini yang dikatakan Islam, mengapa aku sendiri tidak termasuk Islam?"
Ayat 54
“Orang-orang itu akan diberikan kepada mereka pahala dua kali dari sebab kesabaran mereka “ (pangkal ayat 54). Mereka mendapat pahala berganda dua tersebab sabar, tabah hati, teguh pendirian yang tidak bergoncang. Beriman kepada Rasul pembawa ajaran yang dahulu menghendaki kesabaran. Beriman kepada risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad s.a.w. pun menghendaki kesabaran. Menegakkan perintah Allah dalam dunia yang penuh dengan maksiat orang yang durhaka, adalah menghendaki kesabaran. Oleh sebab itu maka orang-orang ahlul-kitab yang segera memeluk Islam setelah mengerti akan ajaran Islam mendapat pahala ganda
“Dalam sebuah Hadis shahih yang ditenma dari Amir asy-Syabi dari Abu Burdah dari Abi Musa al-Asy'ari (moga-moga Allah meridhainya), berkata dia:
“Berkata Rasulullah s.a.w.: Ada tiga orang yang akan mendapat pahala dua kali: (1) Seorang laki-laki dari ahlul-kitab beriman dengan Nabinya kemudian itu beriman pula dengan daku, (2) seorang hambasahaya yang menunaikan hak Allah dan menunaikan pula hak tuan yang mempunyainya, (3) seorang laki-laki mempunyai seorang budak perempuan, lalu dididiknya budak perempuan itu dengan sebaik-baik didikan, kemudian itu dimerdekakannya lalu dikawininya."
“Dan mereka pun menolak dengan kebajikan akan adanya kejahatan." Artinya orang datang dengan sikap kasar disambutnya dengan halus, orang bermaksud yang jahat ditampiknya dengan baik. Ini dicerminkan oleh riwayat dalam Sirah Ibnu Ishaq yang kita salinkan di atas tadi. Yaitu seketika utusan dari Habasyah menemui Nabi s.a.w. di Masjidil Haram, setelah mendengar keterangan Nabi mereka memeluk Agama Islam. Lalu datang Abu Jahal dan kawan-kawannya menghadang orang-orang itu dengan kata-kata kasar dan menghina, tetapi mereka telah menyambut dengan sikap sopan tetapi teguh, “Bagi kami amalan kami, bagi kalian amalan kalian" sehingga orang-orang itu pulang dengan hampa tangan."Dan dari apa pun rezeki pemberian Allah kepada mereka, mereka nafkahkan." (ujung ayat 54).
Sudi mengurbankan hartabenda yang ada, adalah akibat dari iman. Keyakinan hidup yang telah dipeyang teguh menyebabkan hartabenda ringan keluar dari saku. Di antara Iman dengan Bakhil tidaklah dapat dipersatukan.
Ayat 55
“Dan apabila mereka mendengar omong kosong mereka berpaling daripadanya." (pangkal ayat 55). Ini masih pelengkap dari riwayat ahlul-kitab dari Habasyah itu. Tetapi ini pun adalah sikap yang mesti ada pada seorang yang telah mengaku beriman. Kata-kata kosong tidak perlu diladeni; ambil saja isi maksud, buangkan pembungkus kata yang tidak perlu, atau ucapan percuma yang tidak bertanggungjawab: “Dan mereka berkata: “Bagi kami amalan kami dan bagi kamu amalan kamu. Selamat tinggal bagi kamu." Kami tidak mau bercakap bertele-tele. Lebih baik kami meninggalkan tempat ini. Waktu terlalu amat berharga untuk dikurbankan untuk memperkatakan hal yang kita tidak akan dapat dipertemukan: “Kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang yang bodoh “ (ujung ayat 55).
Begitulah gambaran dan sinar dari jiwa yang telah mantap dengan iman. Dia tidak dapat ditawar dengan harta. Tidak suka omong kosong, melepaskan diri dengan baik dan sopan dari tempat seperli itu. Mau berhadapan dan mau berlapang dada asal saja dalam hal mempertinggi adab dan sopan-santun yang digariskan oleh Allah.
Dan kalau kita kenangkan tempat kejadian ini ketika ayat turun, dapatlah kita gambarkan bagaimana kecil jadinya musyrikin Quraisy di bawah pimpinan Abu Jahal berhadapan dengan utusan-utusan yang cerdas dan mempunyai pendirian itu.