Ayat
Terjemahan Per Kata
وَلَقَدۡ
dan sesungguhnya
ءَاتَيۡنَا
Kami telah memberikan
مُوسَى
Musa
ٱلۡكِتَٰبَ
Al Kitab
مِنۢ
dari
بَعۡدِ
sesudah
مَآ
apa
أَهۡلَكۡنَا
Kami telah binasakan
ٱلۡقُرُونَ
kurun/generasi
ٱلۡأُولَىٰ
awal/terdahulu
بَصَآئِرَ
pandangan
لِلنَّاسِ
bagi manusia
وَهُدٗى
dan petunjuk
وَرَحۡمَةٗ
dan rahmat
لَّعَلَّهُمۡ
agar mereka
يَتَذَكَّرُونَ
mereka ingat
وَلَقَدۡ
dan sesungguhnya
ءَاتَيۡنَا
Kami telah memberikan
مُوسَى
Musa
ٱلۡكِتَٰبَ
Al Kitab
مِنۢ
dari
بَعۡدِ
sesudah
مَآ
apa
أَهۡلَكۡنَا
Kami telah binasakan
ٱلۡقُرُونَ
kurun/generasi
ٱلۡأُولَىٰ
awal/terdahulu
بَصَآئِرَ
pandangan
لِلنَّاسِ
bagi manusia
وَهُدٗى
dan petunjuk
وَرَحۡمَةٗ
dan rahmat
لَّعَلَّهُمۡ
agar mereka
يَتَذَكَّرُونَ
mereka ingat
Terjemahan
Sungguh, Kami benar-benar menganugerahkan kepada Musa Kitab (Taurat) setelah Kami membinasakan generasi terdahulu sebagai penerang, petunjuk, dan rahmat bagi manusia agar mereka mendapat pelajaran.
Tafsir
(Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa Alkitab) yaitu Taurat (sesudah Kami binasakan generasi-generasi yang terdahulu) yakni kaum Nabi Nuh, kaum 'Ad, kaum Tsamud dan lain-lainnya (untuk menjadi pelita bagi manusia) kedudukan lafal ayat ini menjadi Hal dari lafal Alkitab; itu adalah bentuk jamak dari lafal Bashirah yang artinya cahaya hati, maksudnya pelita hati bagi manusia (dan petunjuk) dari kesesatan bagi orang yang mengamalkannya (dan rahmat) bagi orang yang beriman kepadanya (agar mereka ingat) dapat mengambil pelajaran dari nasihat-nasihat yang terkandung di dalamnya.
Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat) sesudah Kami binasakan generasi-generasi yang terdahulu, untuk menjadi pelita, petunjuk, dan rahmat bagi manusia, agar mereka ingat. Allah ﷻ menceritakan anugerah yang telah diberikan-Nya kepada hamba dan Rasul-Nya Musa a.s. Yaitu Dia telah menurunkan kitab Taurat kepadanya sesudah Fir'aun dan pembesar-pembesar kaumnya dibinasakan. Firman Allah ﷻ: sesudah Kami binasakan generasi-generasi yang terdahulu.(Al-Qashash: 43) Yakni sesudah Taurat diturunkan, tiada lagi suatu umat yang diazab secara menyeluruh, melainkan Dia memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk memerangi musuh-musuh Allah dari kalangan kaum musyrik.
Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan telah datang Firaun dan orang-orang yang sebelumnya dan (penduduk) negeri-negeri yang dijungkirbalikkan karena kesalahan yang besar. Maka (masing-masing) mereka mendurhakai rasul Tuhan mereka, lalu Allah menyiksa mereka dengan siksaan yang keras. (Al-Haqqah: 9-10) Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Muhammad dan Abdul Wahhab. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Auf ibnu Abu Nadrah, dari Abu Sa'id Al-Khudri yang mengatakan bahwa Allah tidak lagi mengazab suatu kaum pun dengan azab baik dari langit maupun dari bumi sesudah kitab Taurat diturunkan ke muka bumi, selain penduduk kota yang diserapah semuanya menjadi kera pada masa sesudah Nabi Musa.
Kemudian Abu Sa'id Al-Khudri r.a. membaca firman-Nya: Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat) sesudah Kami binasakan generasi-generasi yang terdahulu., (Al-Qashash: 43), hingga akhir. ayat. Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui hadis Auf ibnu Abu Jamilah Al-A'rabi dengan lafaz yang semisal. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Bakar Al-Bazzar di dalam kitab musnadnya melalui Amr ibnu Ali Al-Fallas, dari Yahya ibnu Qattan, dari Auf, dari Abu Nadrah, dari Abu Sa'id secara mauquf. -:" Kemudian ia meriwayatkannya melalui Nasr ibnu Ali, dari Abdul Ala, dari Auf, dari Abu Nadrah, dari Abu Sa'id yang me-rafa '-kannya sampai kepada Nabi ﷺ, bahwa Nabi ﷺ pernah bersabda: Tidaklah Allah mengazab suatu kaum dengan azab baik dari langit maupun dari bumi melainkan sebelum masa Musa.
Kemudian Nabi ﷺ membacakan firman-Nya: Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat) sesudah Kami binasakan generasi-generasi yang terdahulu. (Al-Qashash: 43), hingga akhir ayat. Firman Allah ﷻ: untuk menjadi pelita, petunjuk, dan rahmat bagi manusia. (Al-Qashash: 43) agar tidak buta dan sesat dan agar mendapat petunjuk ke jalan yang benar dan mendapat rahmat, yakni petunjuk untuk mengerjakan amal saleh. agar mereka ingat. (Al-Qashash: 43) Yakni agar manusia ingat dengan adanya pelajaran tersebut dan mendapat petunjuk."
Kisah Bani Israil ditutup oleh ayat ini dengan menjelaskan dasar kepemimpinan Nabi Musa, setelah ayat yang lalu menjelaskan kepemimpinan Fir`aun dalam kekufuran. Sambil bersumpah Allah berfirman, dan demi keagungan dan kekuasaan Kami, sungguh, telah Kami berikan kepada Musa Kitab Taurat yang mengandung hukum dan petunjuk kebahagiaan bagi masyarakat Bani Israil, setelah Kami binasakan umat-umat terdahulu, seperti kaum Nabi Nu', kaum Nabi Hud (`Ad), kaum Nabi 'alih (Samud), kaum Nabi Lu' dan penduduk negeri Madyan. Kitab itu Kami anugerahkan untuk menjadi pelita cahaya bagi hati manusia yang sebelumnya berada dalam kegelapan dan tidak me-ngetahui kebenaran, dan juga agar menjadi petunjuk bagi yang memerhatikan kandungannya, serta menjadi jalan untuk mendapatkan rahmat bagi yang melaksanakannya. Semua itu Kami anugerahkan agar mereka mendapat pelajaran dari apa yang ada di dalamnya, sehingga bergegas menjalankan perintah dan menjauhi larangan, dan juga agar mereka selalu mengingat kebesaran Allah dan aneka anugerah-Nya. 44. Setelah selesai dipaparkan kisah Nabi Musa, Allah menyampaikan kepada Nabi Muhammad tentang penegasan tentang kenabian dan kerasulannya. Dan engkau wahai Nabi Muhammad tidak bersama Nabi Musa berada di sebelah barat lembah suci 'uwa di gunung ''r ketika Kami menyampaikan perintah kepada Musa untuk menyampaikan risalah dan menghadapi Fir`aun, dan engkau tidak pula hidup sezaman de-ngannya sehingga termasuk orang-orang yang menyaksikan kejadian itu. Namun demikian engkau dapat mengetahuinya secara benar, padahal engkau pun tidak pandai membaca atau pernah belajar. Ini bukti bahwa engkau mendapat wahyu dari Allah. Maka, bagaimana kaummu mendustakan risalahmu sedangkan kamu hanya membacakan kabar orang-orang terdahulu pada mereka'.
Ayat ini menerangkan bahwa Allah telah menurunkan kepada Musa kitab Taurat sebagai rahmat baginya dan bagi kaumnya, yang telah lama tertindas dan teraniaya di bawah kekuasaan Fir'aun. Di dalamnya terdapat hikmah dan hukum yang membimbing manusia menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Di sini tampak perbedaan yang besar dan nyata dalam perlakuan Allah terhadap pemimpin-pemimpin dan kaum yang durhaka, sombong dan takabur dengan perlakuannya terhadap pemimpin yang saleh dan ikhlas serta taat kepada-Nya.
Kepada golongan pertama, seperti Fir'aun dan kaumnya, diturunkan malapetaka dan siksaan sehingga dia ditenggelamkan bersama tentaranya ke dalam laut. Kepada golongan kedua, seperti Musa, Harun, dan kaumnya, diturunkan Kitab yang akan menjadi petunjuk bagi mereka dalam menempuh kehidupan, baik di dunia maupun di akhirat. Demikianlah sunatullah yang berlaku semenjak dahulu kala. Berapa banyaknya umat-umat yang terdahulu yang telah dibinasakan-Nya dengan berbagai macam cara seperti yang terjadi pada kaum Nabi Nuh, Nabi Saleh, Nabi Hud, dan lain-lain.
Dari Abu Sa'id al-Khudri bersumber dari Nabi saw, beliau bersabda, "Setelah diturunkannya kitab Taurat di atas bumi Allah tidak lagi membinasakan suatu kaum dengan azab dari langit atau bumi kecuali penduduk negeri yang diubah menjadi kera, mereka adalah orang Bani Israil sepeninggal Nabi Musa, lalu Nabi ﷺ membaca ayat ini (al-Qasas/28: 43). (Riwayat al-hakim).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Da'wah Musa Kepada Tauhid
Ayat 38
Da'wah Musa kepada Tauhid, agar manusia insaf akan Keesaan Allah, adalah suatu ajaran yang benar-benar merombak keyakinan yang ditanamkan selama ini, bahwa yang Tuhan itu ialah Fir'aun. Dengan tidak merasa takut dan gentar Musa telah memulai da'wahnya yang berbeda dari pendirian umum. Fir'aun sendiri amat keberatan jika ajaran Musa itu tersebar."Dan berkata Fir'aun: “Hai Pembesar-pembesar Negara! Aku tidak mengetahui ada Tuhan untukmu selain aku." (pangkal ayat 38). Aku tidak mengenal ada pula Tuhan selain aku. Tidak ada kekuasaan lain yang menyamai kekuasaanku, apatah lagi yang akan mengatasi kekuasaanku. Musa itu mengatakan bahwa Tuhannya itu Maha Kuasa, meliputi langit dan bumi dan dia bersemayam di langit."Maka bakarlah untuk aku, hai Haman atas tanah Hat." Jadikan tanah liat itu batu tembok, lalu bakar supaya kuat dan “lalu buatlah untuk aku bangunan tinggi."
Supaya aku naik ke atas bangunan yang tinggi itu, lalu aku menengadah ke langit; “supaya aku dapat menengok kepada Tuhan Musa itu." Supaya aku lihat dengan mata kepala sendiri; jika dia benar, berapa besamya. Jika dia tinggi, berapa tingginya."Dan aku yakin benar bahwa dia itu termasuk orang-orang yang berdusta." (ujung ayat 38).
Haman adalah orang besarnya. Mungkin Perdana Menterinya, mungkin pemeyang perbendaharaan negaranya. Maka dengan sombongnya Fir'aun memerintahkan mengumpulkan tanah liat untuk dijadikan batu tembok. Dan batu tembok baru jadi batu tembok ialah sesudah dibakar. Rupanya di zaman itu batu tembok sudah ada juga dipakai orang. Di kebun tergantung Babilon masih kita lihat sisa istana Nabukadnesar yang terdiri dari batu tembok itu.
Riwayat yang terang tidak ada menyebut apakah sampai Menara Tinggi untuk “meneropong" Tuhan Musa itu jadi sampai berdiri, dan berapa mestinya tingginya. Namun dalam kehendak Fir'aun ini telah terbayang jelas kesombongannya, bahwa dia tidak percaya ada Allah Yang Maha Kuasa, bahkan dianggapnya bahwa Musa yang menyampaikan ajaran tentang Tuhan Esa (Tauhid) itu hanyalah dusta belaka. Dia yakin — katanya -bahwa Musa itu termasuk salah seorang pembohong yang tidak boleh dipercaya.
Tetapi telah kita lihat penjelasan ceritera ini di bahagian yang lain, misalnya di dalam Surat Thaha, atau di dalam Surat asy-Syu'ara' dan an-Naml dan lain-lain. Sampai terjadi menguji kepandaian, sampai Musa memperlihatkan tongkatnya menelan ular palsu yang terdiri dari tongkat-tongkat dan tali-tali, dan sampai pula tukang-tukang sihir Fir'aun taubat dari sihirnya dan menjadi pengikut Musa. Namun semuanya itu tidak diperdulikan oleh Fir'aun. Orang besar-besarnya pun tidak ada yang berani menyangkat muka buat mengoreksi dan memperbaiki kesalahan kepercayaan itu, kepercayaan turun-temurun, mengatakan yang tuhan ialah Fir'aun sendiri, lain tidak.
Ayat 39
“Dan menyombonglah dia!" (pangkal ayat 39). Menyombong atau membesarkan diri. Memandang hina dan rendah orang lain. Sepatah lagi kalau ada pendapat atau buah fikiran yang dianggapnya bertentangan daripada ajaran (doktrin) yang dia tentukan.
“Dia dan balatentaranyakarena rajanya telah sombong, balatenteranya pun jadi sombong pula. Mereka merasa tidak ada kekuasaan yang akan dapat menumbangkan kekuasaan mereka. Mereka merasa kuat dan kuasa “di muka bumi dengan tidak menurut Kebenaran." Artinya bahwa Kebenaran itu ada; tetapi mereka tidak mau mengakuinya. Hati mereka telah tertutup dari Kebenaran itu. Misalnya, mereka tidak melihat lagi Kebenaran, bahwa seorang raja naik takhta ialah menggantikan raja yang terdahulu, yang telah mati atau telah tua.
Raja yang dahulu itu tidak dapat lagi meneruskan kuasanya apabila nafasnya telah putus. Bangkai tidak dapat meneruskan kuasa.
Atau raja yang dahulu itu telah tua dan pikun. Meskipun dia masih hidup, dia tidak dapat berkuasa lagi, karena berfikimya pun tidak beres lagi.
Kemudian yang mati atau yang telah tua digantikan oleh raja baru, yang tadinya tidak berkuasa apa-apa. Dan setelah berkuasa sekian lama, salah satu dari kedua hal itu, mati dan tua pasti akan ditempuhnya. Atau sebagai raja yang lain yang dibunuh atau digantikan begitu saja tempatnya oleh anaknya sendiri.
Fir'aun sedang di puncak kekuasaan. Biasanya orang yang sedang di puncak kuasa, lupa akan Kebenaran itu. Sebab lupa akan Kebenaran dia berbuat semau-maunya di muka bumi yang dikuasainya.
Orang besar-besarnya pun demikian pula. Telah menjadi kebiasaan dunia, di antara raja yang berkuasa dengan orang besar-besarnya, sokong-menyokong, angkat-menyangkat. Karena keteguhan orang besar-besar sangat bergantung kepada keteguhan kekuasaan raja yang dipujanya. Oleh sebab itu sama sajalah sombong dan takabbur Fir'aun dengan balatentara atau penyokong pembantu yang berdiri memagarinya: “Dan mereka menyangka bahwa mereka tidaklah akan kembali kepada Kami." (ujung ayat 39). Dan mereka menyangka bahwa kekuasaan ini akan kekal. Mereka tidak sampai memikirkan bahwa tiap-tiap yang berpangkal pasti berujung. Tiap-tiap telah terlampau tinggi, pasti patah. Karena demikianlah hukum Alam yang digariskan oleh Maha Pencipta.
Ayat 40
“Maka Kami tariklah Fir'aun dan balatentaranya itu." (pangkal ayat 40). Atau, Kami ambil dengan kekerasan. Kekuasaan Kami cabut di kala mereka memeyangnya dengan kuat dan menyangka tidak akan lepas dari tangan lagi untuk selamanya: “Lalu Kami lemparkan mereka ke dalam laut" Yaitu ke dalam Lautan Qulzum ketika mereka mengejar Musa yang menyeberang meninggalkan bumi Mesir itu dan mereka kejar dari belakang. Sebagaimana diketahui lautan pun terbelah dua, bersibak nyanga setelah Tuhan menyuruh Musa memukulkan tongkatnya. Musa bersama Bani Israil selamat sampat ke seberang, sedang Fir'aun dan para balatentaranya sampai di tengah laut dalam pengejaran itu di saat lautan bertaut kembali; maka tenggelamlah semua “Maka lihatlah betapa jadinya akibat dari orang-orang yang zalim." (ujung ayat 40).
Kita telah banyak memberikan tafsir dari kalimat zalim, yang pada umumnya diartikan aniaya. Di sini kita tegaskan sekali lagi bahwa kalimat zalim itu adalah zhulm, yang berarti gelap-gulita. Tadi di ayat 39 telah dikatakan bahwa mereka hidup dengan menyombong di muka bumi dengan tidak menurut KEBENARAN, artinya tidak menurut jalan yang lurus dan terang. Jalan yang dibawa Musa adalah jalan yang lurus dan terang, sebab dia adalah KEBENARAN. Kalau orang menantang jalan yang BENAR dan terang, pasti dia memilih jalan yang gelap, jalan yang tidak beres ujungnya. Oleh karena sejak semula Fir'aun telah menolak Ketuhanan Allah dan merasa dialah yang Tuhan, tidaklah masuk dalam perhitungannya KEKUASAAN MUTLAK Tuhan itu. Laut terbelah untuk menyelamatkan Musa. Kalau dia berhitung yang baik, bukan hitungan gelap,
tentu dia bertikir lebih dahulu akan menempuh satu jalan yang bukan disediakan untuk dirinya. Dengan “mata gelap" laut terbelah itu ditempuhnya juga. Di tengah laut, laut itu sendiri bertaut, dia tenggelam. Itulah jalan gelap, jalan aniaya. Gelap tidak tentu arah dan ujung. Aniaya, sebab membawa celaka diri sendiri. Sebab tidak menempuh jalan yang BENAR sejak semula.
Ayat 41
“Dan telah Kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin yang menyeru ke neraka." (pangkal ayat 41). Di dalam pangkal ayat ini dijelaskanlah bahwasanya segala pemimpin yang berjalan di luar kebenaran, menyombong dan aniaya itu adalah pemimpin membawa ummat atau rakyat yang dipimpinnya ke neraka, bukan ke syurga. Untuk menjadi perbandingan bagi ummat manusia sampai hari kiamat; bila saja, di mana saja, apabila ada pimpinan negara yang menyanggap dirinyalah yang Tuhan, peraturannyalah yang benar, lalu menolak Kebenaran yang diturunkan Ilahi dengan perantaraan Nabi-nabiNya, semua pemimpin semacam itu teranglah akan membawa manusia ke neraka Karena dia pemimpin, dialah yang di muka sekali, untuk diiringkan oleh manusia menuju neraka. Negara semacam itu bukanlah Negara Hukum, melainkan Negara Hukuman. Bukan negara yang dijaga keamanannya oleh polisi, melainkan Negara Kepolisian. Kediktatoran pimpinan negara menyebabkan kehilangan kemerdekaan tiap-tiap orang yang mengharapkan perlindungan dalam negara itu."Sedang di hari kiamat tidaklah mereka akan ditolong." (ujung ayat 41).
Di hari kiamat kelak pemimpin-pemimpin negara yang semacam itu akan terpencil sendiri Mereka tidak akan ditolong, sebab kalau mereka ditolong juga niscaya sama derajatnya dengan orang-orang yang jujur.
Seketika orang masih memeyang suatu kekuasaan, mungkin dia merasa belum memerlukan pertolongan orang lain, karena kekuasaannya itu telah mewajibkan orang yang di bawah kuasanya mesti menolong dia. Seorang Menteri misalnya, adalah memerlukan banyak pegawai penolong dan pelaksana. Kalau tidak ada pelaksana-pelaksana niscaya perintah yang dikeluarkannya tidak akan berjalan. Tetapi apabila dia telah berhenti jadi Menteri, bagaimanapun dia memerintahkan, namun orang-orang yang tadinya jadi bawahannya itu tentu tidak akan memperdulikan lagi apa yang diperintahkannya.
Kalau seseorang telah dihadapkan ke hadapan Mahkamah Ilahi, karena dituduh bersalah bahwa selama dia hidup, atau selama dia berkuasa, dia adalah orang yang zalim lagi aniaya kepada sesamanya makhluk Allah, di saat yang seperti demikian amat perlulah dia akan pertolongan, amat perlulah dia akan pembela. Dia merasa lemah buat menangkis serangan dan tuduhan Ilahi seorang dirinya. Tetapi di saat seperti itu tidaklah seorang juga yang akan dapat menolongnya. Tidak ada lagi pegawai yang akan melaksanakan perintahnya seperti dahulu. Dan dia tidak mempunyai kekayaan lagi buat memberi upah seorang pembela yang akan membelanya di muka Mahkamah Ilahi itu. Sebab dia waktu itu tidak lagi seorang yang berkuasa, melainkan seorang pesakitan'
Tidak lagi seorang Tuan Besar, melainkan seorang hamba Allah yang kecil dan hina. Yang akan menolong dia hanya satu, yaitu bekas amal shalihnya kalau ada. Karena ketika mempertimbangkan hukuman yang akan dijatuhkan, selalu Allah akan menilik berapa pertimbangan di antara kejahatan dan kebaikan yang diperbuat.
Ayat 42
“Dan Kami ikutkanlah laknat untuk mereka di dunia ini." (pangkal ayat 42). Yakni, bahwasanya tatkala orang-orang zalim sebagai Fir'aun dan pembesar-pembesar negaranya itu masih hidup di dunia ini, bagaimana mereka menjaga wibawa kuasanya, namun kezaliman mereka yang sangat dirasakan oleh rakyat itu selalu menimbulkan omelan, keluhan dan akhirnya kutuk laknat dari orang banyak. Itulah sebabnya maka penguasa-penguasa semacam Fir'aun memasang mata-mata, kaki-tangan dan yang dinamai intelejen banyak-banyak untuk mengintip, mendengarkan, memperhatikan kalau-kalau ada orang yang tidak puas dengan hukum dan pemerintahan mereka
Teringatlah kita akan yang dialami Nabi kita s.a.w. ketika beliau Isra' dan Mi'raj, tentang bau harum yang beliau rasakan di setumpak tanah. Lalu beliau bertanya kepada Jibril, bau apakah yang seharum itu. Lalu Jibril menjawab, bahwa di tempat inilah dahulunya seorang juruhias perempuan dalam istana Fir'aun sedang menyisir anak perempuan Fir'aun lalu patah sisirnya. Maka mengucaplah juruhias itu “Maha Sucilah Allah, Tuhan Sarwa Sekalian Alam"; lalu anak perempuan Fir'aun melapor kepada ayahnya karena tukang sisir itu mempercayai lagi Tuhan yang lain selain Fir'aun. Perempuan itu dihadapkan ke muka pengadilan dan diperiksa. Dia mengakui terus-terang bahwa dia tidak percaya ada Tuhan lain, selain Allah dan Fir'aun bukan Tuhan dan dia tidak mau bergeser, walaupun selangkah dari pendirian yang demikian Lalu perempuan itu dihukum bersama anak-anaknya dan suaminya, dimasukkan ke dalam api nyala, dibakar sampai mati. Anaknya disuruh melompati api satu demi satu, suaminya pun demikian juga. Akhirnya dirinya sendiri yang sedang menggendong anaknya yang sedang sarat menyusu. Agak ragu perempuan itu pada mulanya karena memikirkan anaknya. Tetapi tiba-tiba anak yang sedang menyusu itu melepaskan mulutnya dari muncas susu ibunya lalu berkata: “Jangan ragu, ibuku. Kita adalah di pihak yang benar!" Lalu perempuan itu melompati api sambil menggendong puteranya. Dan tinggallah bau wangi di tempat itu untuk selama-lamanya. Namun Fir'aun selalulah menjadi buah kutukan dan laknat rakyat yang lemah.
Demikianlah pula selalu terjadi dengan Fir'aun-fir'aun yang lain di dunia ini. Manusia selalu mengutuk mereka. Walaupun dengan berbagai reklame, dengan berbagai alat mass-media untuk memuji-muji Fir'aun. mengagung-agungkan Fir'aun. Bertambah banyak yang mengutuki dan menyumpah laknat, bertambah hebat pula propaganda apa yang dinamai “cultus individu “, memuja-muja orang seorang."Sedang di hari kiamat mereka termasuk orang-orang yang diburukkan." (ujung ayat 42).
Orang yang diburukkan, dipandang hina, tidak berharga sepeser pun, dibariskan dalam barisan orang yang tidak ada harga walau sebelah mata, sebagai imbangan dari kesombongan dan ketakabburan dan merasa diri paling di atas ketika hidup di dunia dahulu.
Seakan-akan tergambarlah perbandingan di hadapan mata kita, seorang yang dianggap gagah perkasa, berpakaian bertatahkan ratna mutu manikam, bermahkota berhiaskan batu zamrud, zabarjad, yaqut dan berlian, dikeliling oleh orang besar-besar yang duduk dengan segala hormat dan persembahan ta'zhim terhadap beliau; di hari kiamat itu menjadi orang hina-dina, lebih hina dari orang gelandangan yang kehilangan rumahtangga dan tanah karena dirampas oleh si raja itu di waktu hidupnya Semua mereka itu disuruh duduk mencangkung memberi hormat bersusun-susun sejak dari sejarah hidup manusia mulai diisi dalam dunia ini, sampai manusia penghabisan tidak ada lagi di sini. Mereka disuruh berkumpul dengan serba kehinaan dan kesepian, tidak ada yang datang menolong, menunggu perkara masing-masing akan dibuka.
Demikianlah akibat yang diderita oleh Fir'aun dan segala penguasa-penguasa semacam Fir'aun.
Ayat 43
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa al-Kitab, sesudah Kami binasakan generasi-generasi yang terdahulu itu." (pangkal ayat 43).
Itulah perbandingan setelah perjuangan di antara yang hak dengan yang batil berlaku. Kesudahan daripada Fir'aun dan orang besar-besarnya, baik laknat yang akan mereka terima di dunia atau siksaan yang akan mereka terima kelak di akhirat dan dimasukkan kelak dalam golongan orang-orang buruk. Adapun kesudahan dari Musa yang menegakkan Kebenaran itu ialah jerihnya diobat oleh Tuhan. Setelah dibinasakan generasi yang selama ini menjadi penghalangnya itu. dia dilepaskan dari bahaya dan kehinaan, lalu diturunkan kepadanya al-Kitab. yaitu peraturan yang datang dari Allah; “Ialah supaya jadi pemandangan bagi manusia “ Jadi i'tibar untuk dibandingkan kepada diri sendiri untuk selama-lamanya, bahwasanya cita-cita yang mulia, bagaimanapun besar hambatan yang merintangi, akhir kelaknya pasti sampai juga asal sabar; “dan petunjuk" kepada manusia di dalam menempuh hidup selanjutnya, agar tercapai apa yang diridhai oleh Allah Subhonahu wa Ta'ala; “dan rahmat," karena apabila isi kitab itu diamalkan, niscaya manusia akan mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat, mendapat limpah kurnia kasih dan sayang dari Ilahi."Mudah-mudahan mereka ingat." (ujung ayat 43). Mudah-mudahan mereka ingat selalu bagaimana kekuasaan Allah itu, yang mudah saja bagiNya memutar balik keadaan, menurunkan di atas dan menaikkan yang di bawah, memuliakan yang hina, dan menghinakan yang mulia.
Kesaksian pula semuanya bahwasanya keamanan yang teramat penting ialah aman hati berdamping dengan Allah. Kalau hati telah dekat dengan Tuhan, tidaklah suatu juga di dunia ini yang akan ditakutkan. Dan bagi pejuang
Islam sendiri di zaman Nabi Muhammad s.a. w. menjadi pelajaran yang mendalamlah kejadian Fir'aun dengan Musa ini. Begitu lemah dan sengsaranya Bani lsrail, namun ada-ada saja bagi Tuhan untuk melepaskan mereka dari kehinaan. Tidak ada pula orang yang menyangka bahwa kebenaran Fir'aun itu akan tenggelam demikian saja ke dasar laut. Setelah laut yang terbelah dua bertaut kembali, hilang lenyaplah kebesaran Fir'aun ke dalam dasar laut itu, seakan-akan tidak pernah ada. Oleh sebab itu tidak pulalah akan lama masanya kedaulatan orang Quraisy dengan kemusyrikannya dan pemujaannya kepada berhala akan digulung pula oleh ombak sejarah.
Untuk menyambung kejadian di zaman Fir'aun ini kepada zaman Muhammad; yaitu zaman ayat ini diturunkan, selanjutnya bersabdalah Tuhan;
Ayat 44
“Dan tidaklah engkau berada di sisi sebelah Barat seketika Kami memutuskan perintah kepada Musa." (pangkal ayat 44). Artinya, bahwa saat Kami menjatuhkan keputusan, memberikan perintah kepada Musa, menjadi Rasul Kami kepada Bani lsrail buat melepaskan mereka daripada penindasan dan perbudakan Fir'aun, waktu itu engkau belum ada di dunia ini, sebab itu engkau tidaklah mengetahuinya."Dan tidaklah engkau termasuk orang yang menyaksikan." (ujung ayat 44). Sebab jarak di antara zaman itu dengan zaman Muhammad s.a. w. adalah sudah terlalu panjang dan lama.
Ayat 45
"Tetapi Kami telah menimbulkan beberapa keturunan dan berlalu atas mereka masa yang panjang." (pangkal ayat 45).
Sudah berpuluh Nabi di antara Musa dan Muhammad. Telah berganti pula keturunan demi keturunan dan telah panjang masa jaraknya, dan tempat pun berjauhan pula, dari bumi Heja2 di Tanah Arab sampai ke Mesir dan Syam."Dan tidaklah engkau berada di tengah-tengah penduduk Madyan itu, membacakan kepada mereka akan ayat-ayat Kami." Meskipun samasekali itu tidak, karena jauh jarak masa, dan jauh jarak tempat: “Akan tetapi Kami telah mengutus Rasul-rasul." (ujung ayat 45).
Rasul-rasul Allah datang silih berganti. Inti ajaran yang dibawa Rasul-rasul itu tetap satu tidak berubah. Yaitu memberi petunjuk kepada manusia agar tunduk kepada Allah Tuhan Yang Esa, tidak bersyarikat dengan yang lain.
Ayat 46
“Dan tidaklah engkau berada di dekat gunung Thur seketika Kami menyeru." (pangkal ayat 46). Yaitu seketika Musa pergi ke bukit atau pinggir gunung yang diberi berkat itu karena di sana terlihat olehnya api, lalu datang seruan Tuhan memanggil namanya, menanyakan apa yang dia peyang dan memberitahu kepadanya bahwa Dia, yang menyeru itu ialah Allah; Nabi Muhammad waktu itu belum ada di dunia; “Tetapi ini adalah rahmat dari Tuhan engkau." Rahmat Tuhan kepada engkau dan rahmat Tuhan kepada ummat yang percaya kepada risalah engkau, sehingga engkau diberitahu semua. Engkau mengetahuinya seakan-akan engkau hadir sendiri di sana: “Supaya engkau beri peringatan kepada kaum itu," yaitu kaum Quraisy yang kadang-kadang keras kepala mereka menyerupai juga keras kepala Fir'aun dan
k.ttminya: “Yang belum pernah datang kepada mereka dari pemberi-pemberi ingat yang sebelum engkau." Artinya bahwasanya sejak Nabi Ibrahim dan puteranya Ismail diperintahkan Allah mendirikan Ka'bah. belumlah ada dikirim Tuhan kepada Arab Hejaz keturunan Adnan, yang intinya bernama Quraisy itu seorang Nabi dan Rasul pun. Oleh sebab itu maka kedatangan Muhammad s.a.w sekarang ini adalah satu anugerah utama kepada mereka, suatu hal yang akan membawa kemuliaan bagi mereka di kemudian hari, sebagaimana telah ternyata dalam perjalanan riwayat kemudiannya: “Mudah-mudahan mereka ingat." (ujung ayat 46).
Kalau mereka ingat akan hal ini dengan seksama, tidaklah mereka akan menghalangi atau menolak akan risalah yang benar itu.