Ayat
Terjemahan Per Kata
فَلَمَّا
maka tatkala
قَضَىٰ
telah menyempurnakan
مُوسَى
Musa
ٱلۡأَجَلَ
waktu
وَسَارَ
dia berjalan dimalam hari
بِأَهۡلِهِۦٓ
dengan keluarganya
ءَانَسَ
dia melihat
مِن
dari
جَانِبِ
sebelah
ٱلطُّورِ
gunung Thur
نَارٗاۖ
api
قَالَ
dia berkata
لِأَهۡلِهِ
kepada keluarganya
ٱمۡكُثُوٓاْ
tinggallah/diamlah kamu
إِنِّيٓ
sesungguhnya aku
ءَانَسۡتُ
aku telah melihat
نَارٗا
api
لَّعَلِّيٓ
mudah-mudahan aku
ءَاتِيكُم
aku datang/membawa kepadamu
مِّنۡهَا
dari padanya
بِخَبَرٍ
dengan berita
أَوۡ
atau
جَذۡوَةٖ
bara/nyala
مِّنَ
dari
ٱلنَّارِ
api
لَعَلَّكُمۡ
agar kalian
تَصۡطَلُونَ
kamu memanaskan badan
فَلَمَّا
maka tatkala
قَضَىٰ
telah menyempurnakan
مُوسَى
Musa
ٱلۡأَجَلَ
waktu
وَسَارَ
dia berjalan dimalam hari
بِأَهۡلِهِۦٓ
dengan keluarganya
ءَانَسَ
dia melihat
مِن
dari
جَانِبِ
sebelah
ٱلطُّورِ
gunung Thur
نَارٗاۖ
api
قَالَ
dia berkata
لِأَهۡلِهِ
kepada keluarganya
ٱمۡكُثُوٓاْ
tinggallah/diamlah kamu
إِنِّيٓ
sesungguhnya aku
ءَانَسۡتُ
aku telah melihat
نَارٗا
api
لَّعَلِّيٓ
mudah-mudahan aku
ءَاتِيكُم
aku datang/membawa kepadamu
مِّنۡهَا
dari padanya
بِخَبَرٍ
dengan berita
أَوۡ
atau
جَذۡوَةٖ
bara/nyala
مِّنَ
dari
ٱلنَّارِ
api
لَعَلَّكُمۡ
agar kalian
تَصۡطَلُونَ
kamu memanaskan badan
Terjemahan
Maka, ketika Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan itu dan berangkat dengan istrinya, dia melihat api di lereng gunung. Dia berkata kepada keluarganya, “Tunggulah (di sini). Sesungguhnya aku melihat api. Mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari (tempat) api itu atau (membawa) sepercik api agar kamu dapat menghangatkan badan (dekat api).”
Tafsir
(Maka tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan) yakni masa penggembalaan itu, yaitu delapan atau sepuluh tahun. Masa sepuluh tahun inilah yang diduga kuat dilakukan oleh Nabi Musa (dan dia berangkat dengan keluarganya) dengan istrinya menuju ke negeri Mesir dengan seizin bapaknya (dilihatnyalah) yakni, Nabi Musa melihat dari jarak jauh (dari arah lereng gunung Thur) Thur adalah nama sebuah gunung (api, Ia berkata kepada keluarganya, "Tunggulah) di sini (sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari tempat api itu) tentang jalan yang sebenarnya, karena pada saat itu Nabi Musa tersesat (atau membawa sesuluh) dapat dibaca Jadzwatin, Judzwatin, dan Jidzwatin, yakni sebuah obor (api agar kamu dapat menghangatkan badan") maksudnya, berdiang dengan api itu. Huruf Tha yang ada pada lafal Tashthaluna merupakan pergantian dari huruf Ta wazan Ifti'al, karena berasal dari kata Shala bin nari atau Shaliya bin nari artinya berdiang dekat api untuk menghangatkan badan.
Tafsir Surat Al-Qasas: 29-32
Maka tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan dan dia berangkat dengan keluarganya, dilihatnyalah api di lereng gunung; ia berkata kepada keluarganya, "Tunggulah (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari (tempat) api itu atau (membawa) sesuluh api, agar kamu dapat menghangatkan badan." Maka tatkala Musa sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia dari (arah) pinggir lembah sebelah kanannya yang diberkati, dari sebatang pohon kayu, yaitu, "Ya Musa, sesungguhnya Aku adalah Allah, Tuhan semesta alam dan lemparkanlah tongkatmu.
Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular dan) Musa melihatnya bergerak-gerak seolah-olah dia seekor ular yang gesit, larilah ia berbalik ke belakang tanpa menoleh. (Kemudian Musa diseru), "Hai Musa, datanglah kepada-Ku dan janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang aman. Masukkanlah tanganmu ke leher bajumu, niscaya ia keluar putih tidak bercacat bukan karena penyakit, dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke dada) bila ketakutan, maka yang demikian itu adalah dua mukjizat dari Tuhanmu (yang akan kamu hadapkan kepada Fir'aun dan pembesar-pembesarnya).
Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang fasik." Dalam tafsir ayat sebelumnya telah disebutkan bahwa Musa a.s. telah menunaikan masa yang paling banyak, paling baik, paling sempurna, dan paling bersih dari kedua masa itu. Hal tersebut dapat disimpulkan pula dari kelompok ayat ini yang pada permulaannya disebutkan oleh firman-Nya: Maka tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan. (Al-Qashash: 29) Yakni yang paling sempurna dari kedua masa itu.
Ibnu Juraij mengatakan dari Mujahid, bahwa Musa menyelesaikan masa sepuluh tahun dan juga sepuluh tahun berikutnya. Tetapi pendapat ini menurut hemat saya tiada yang mengatakannya selain pendapat ini, dan Ibnu Abu Hatim serta Ibnu Jarir telah meriwayatkannya pula, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Firman Allah ﷻ: dan dia berangkat bersama keluarganya. (Al-Qashash: 29) Mereka mengatakan bahwa Musa merasa rindu dengan tanah tempat kelahirannya dan juga sanak keluarganya, maka ia bertekad untuk mengunjungi mereka dengan sembunyi-sembunyi tanpa sepengetahuan Fir'aun dan kaumnya.
Ia berangkat bersama istrinya dan ternak kambing yang hasil pemberian mertuanya, lalu menempuh jalan di malam yang gelap lagi hujan deras dan cuaca yang dingin. Maka ia turun istirahat di suatu tempat; dan setiap kali ia menyalakan pemantik apinya, ternyata tidak mau juga menyala. Hal ini membuatnya terheran-heran. Ketika ia dalam keadaan demikian, dilihatnyalah api di lereng gunung. (Al-Qashash: 29) Yaitu ia melihat nyala api yang terang dari kejauhan.
ia berkata kepada keluarganya, "Tunggulah (di sini), sesungguhnya aku melihat api. (Al-Qashash: 29) Yakni aku akan berangkat menuju ke tempat api itu. mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu. (Al-Qashash: 29) Demikian itu karena pada saat itu Musa sesat jalan. atau membawa sesuluh api. (Al-Qashash: 29) Yakni sebagian dari nyala api itu, agar kamu dapat menghangatkan badan. (Al-Qashash: 29) Maksudnya, untuk berdiang kamu agar jangan kedinginan oleh cuaca yang sangat dingin ini. Firman Allah ﷻ: Maka tatkala Musa sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia dari (arah) pinggir lembah sebelah kanannya. (Al-Qashash: 30) Yaitu dari pinggir lembah yang ada di sebelah bukit itu yang berada di sebelah kanannya dari arah barat, seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat yang lain melalui firman-Nya: Dan tidaklah kamu (Muhammad) berada di sisi yang sebelah barat ketika Kami menyampaikan perintah kepada Musa. (Al-Qashash: 44) Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa Nabi Musa menuju ke arah tempat api itu yang mengarah ke kiblat, sedangkan bukit yang ada di barat berada di sebelah kanannya.
Ia menjumpai api itu menyala besar pada sebuah pohon hijau di lereng bukit yang bersebelahan dengan lembah itu. Musa berdiri tertegun keheranan menyaksikan pemandangan tersebut. Maka Tuhannya menyerunya: dari (arah) pinggir lembah sebelah kanannya yang diberkati dari sebatang pohon kayu. (Al-Qashash: 30) Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari 'Amr ibnu Murrah, dari Abu Ubaidah, dari Abdullah yang mengatakan bahwa ia pernah menyaksikan pohon yang Musa diseru darinya.
Pohon itu adalah pohon samurah yang hijau berdaun lebat. Sanad hadis di atas berpredikat muqarib. Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari salah seorang yang tidak diragukan, dari Wahb ibnu Munabbih yang mengatakan bahwa pohon tersebut adalah pohon 'aliq. Sebagian Ahli Kitab mengatakan bahwa pohon itu adalah pohon 'ausaj. Qatadah mengatakan, pohon itu adalah pohon 'ausaj, dan tongkat Musa a.s.
terbuat dari kayu pohon 'ausaj. Firman Allah ﷻ: Yaitu, "Ya Musa, sesungguhnya Aku adalah Allah, Tuhan semesta alam. (Al-Qashash: 30) Maksudnya, Yang sedang berbicara kepadamu ini adalah Tuhan semesta alam Yang Maha Berbuat terhadap apa yang dikehendaki-Nya, tiada Tuhan dan tiada Rabb selain Dia Yang Mahatinggi, lagi Mahasuci dari kemiripan dengan makhluk-Nya dalam zat, sifat, dan perbuatan-Nya. Firman Allah ﷻ: dan lemparkanlah tongkatmu. (Al-Qashash: 31) yang ada di tanganmu itu.
Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: "Apakah itu yang ada di tangan kananmu, hai Musa? Musa menjawab, "Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya. (Tana: 17-18) Makna yang dimaksud ialah bahwa adapun tongkatmu yang telah kamu kenal itu, lemparkanlah ia. Lalu dilemparkannyalah tongkat itu, maka tiba-tiba tongkat itu menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. (Taha: 20) Sejak itulah Musa mengetahui dan merasa yakin bahwa yang berbicara kepadanya adalah Tuhan Yang mengatakan kepada sesuatu, "Jadilah kamu," maka jadilah ia, sebagaimana yang telah diterangkan di dalam tafsir surat Taha.
Dan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya: Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular dan) Musa melihatnya bergerak-gerak seolah-olah dia seekor ular yang gesit. (Al-Qashash: 31) ular itu dalam gerakannya sangat cepat, padahal bentuknya sangat besar, banyak kakinya, lebar mulutnya, dan taring-taring serta gigi-giginya berderak-derak; tiada suatu batu besar pun yang dilaluinya melainkan ditelannya, lalu masuk ke dalam mulutnya dan masuk ke dalam perutnya mengeluarkan suara dentuman seakan-akan terjatuh dari atas jurang.
Maka pada saat itu, larilah ia berbalik ke belakang tanpa menoleh. (Al-Qashash: 31) Yaitu tanpa menoleh lagi karena ngeri yang sangat, mengingat tabiat manusia merasa takut melihat pemandangan seperti itu. Tatkala Allah ﷻ berfirman kepadanya: Hai Musa, datanglah kepada-Ku dan janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang aman. (Al-Qashash: 31) Maka Musa kembali ke tempat yang semula. Kemudian Allah ﷻ berfirman: Masukkanlah tanganmu ke leher bajumu, niscaya ia keluar putih tidak bercacat bukan karena penyakit. (Al-Qashash: 32) Yakni apabila kamu masukkan tanganmu ke leher bajumu, lalu kamu keluarkan, maka sesungguhnya tanganmu itu akan mengeluarkan sinar berkilauan seakan-akan sinar kilat yang menyilaukan.
Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: bukan karena penyakit. (Al-Qashash: 32) Maksudnya, bukan karena terkena penyakit. Firman Allah ﷻ: dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke dada)mu bila ketakutan. (Al-Qashash: 32) Mujahid mengatakan bahwa hal itu dilakukan bila merasa terkejut. Qatadah mengatakan bila merasa takut. Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam dan Ibnu Jarir mengatakan, hal tersebut dilakukan bila ia merasa takut terhadap ular itu. Tetapi makna yang dimaksud lebih umum daripada semua pendapat di atas.
Jelasnya, Allah memerintahkan kepada Nabi Musa bila ia merasa takut hendaknya mendekapkan tangannya ke dadanya; apabila Musa melakukan hal tersebut, niscaya akan hilanglah rasa takutnya. Dan barangkali bila seseorang melakukan hal tersebut hanya sekadar ikut-ikutan, saat ia merasa takut, lalu ia meletakkan tangannya ke dadanya, niscaya akan lenyaplah atau menjadi ringanlah rasa takutnya dengan seizin Allah.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi ibnu Taglab Asy-Syekh Saleh, telah menceritakan kepada kami Abu Isma'il Al-Muaddib, dari Abdullah ibnu Muslim, dari Mujahid yang mengatakan bahwa sebelum itu hati Musa a.s. selalu dicekam oleh rasa takut terhadap Fir'aun. Dan apabila dia melihat Fir'aun, ia membaca doa berikut: Ya Allah, sesungguhnya aku memohon pertolongan kepadaMu dalam menghadapinya dan aku memohon perlindungan kepada-Mu dari kejahatannya.
Maka Allah mencabut dari hati Musa a.s. rasa takut yang mencekamnya dan mengalihkannya ke dalam hati Fir'aun. Sejak saat itu apabila Fir'aun melihat Musa, maka ia terkencing-kencing bagaikan keledai karena ketakutan terhadap Musa. Firman Allah ﷻ: maka yang demikian itu adalah dua mukjizat dari Tuhanmu. (Al-Qashash: 32) Yakni tongkat yang dilemparkan kemudian berubah wujud menjadi ular, dan memasukkan tangan ke leher baju, setelah dikeluarkan tangan mengeluarkan cahaya yang bukan karena penyakit.
Keduanya merupakan bukti akurat yang jelas menunjukkan kekuasaan Tuhan Yang Maha Berbuat lagi Maha Melakukan apa yang dikehendaki-Nya, juga menunjukkan kebenaran predikat kenabian orang yang menimbulkan peristiwa yang bertentangan dengan hukum alam tersebut. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: (yang akan kamu kemukakan) kepada Firaun dan pembesar-pembesar (kerajaan)nya. (Al-Qashash: 32) Yaitu kepada para pemimpin dan para pembesar kerajaan Fir'aun dan juga para pengikutnya. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang fasik. (Al-Qashash: 32) Artinya, keluar dari jalan ketaatan kepada Allah lagi menentang perintah dan agama-Nya."
Setelah Nabi Musa menyetujui untuk menikahi salah seorang perempuan yang ditemuinya di tempat sumber air dengan syarat-syarat yang diajukan ayah perempuan itu, hiduplah ia bersama keluarganya di Madyan. Maka ketika Musa telah menyelesaikan pekerjaan sesuai waktu yang ditentukan itu, yaitu sepuluh tahun lamanya, dan ketika dia berangkat kembali menuju tempat kelahirannya di negeri Mesir bersama de-ngan keluarganya untuk menemui ibunya dan saudara perempuannya, di tengah perjalanan dia melihat dengan sangat jelas api di lereng gunung dari arah bukit Sinai. Ketika itu dia berkata kepada keluarganya, 'Tunggulah di sini, jangan beranjak dari tempat ini, sesungguhnya aku melihat cahaya api di tengah kegelapan. Aku akan mendatangi api itu, mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari tempat api itu mengenai arah jalan yang akan kita tempuh, atau membawa sepercik api, agar kamu dapat menghangatkan badan. '30. Setelah berpesan kepada keluarganya, berangkatlah Nabi Musa. Maka ketika dia sampai ke tempat yang dilihatnya sebagai sumber api itu, dia diseru dari arah pinggir sebelah kanan lembah, dari sebatang pohon yang tumbuh di sebidang tanah yang diberkahi. Panggilan itu adalah, 'Wahai Musa! Sungguh, Aku yang engkau dengar memanggilmu ini adalah Allah, tidak ada yang patut disembah selain Aku, Tuhan Pencipta, Pemelihara dan Pengawas seluruh alam!.
Ayat ini menerangkan bahwa setelah Musa menunaikan tugasnya selama sepuluh tahun dengan sebaik-baiknya, dia pun pamit kepada mertuanya untuk kembali ke Mesir, yang merupakan kampung halamannya, bersama istrinya. Tentu saja tidak ada alasan bagi mertuanya untuk menahannya karena semua ketentuan yang telah ditetapkan untuk mengawini anaknya sudah dipenuhi Musa. Hanya saja sebagai orang tua, ia tidak akan sampai hati melepaskan anak menantunya begitu saja, tanpa memberikan sekadar bekal di jalan. Mertuanya membekali secukupnya dan memberikan kepadanya beberapa ekor kambing.
Musa lalu berangkat bersama istrinya menempuh jalan yang pernah ditempuhnya dahulu sewaktu dia lari dari Mesir. Di tengah jalan, dia berhenti di suatu tempat untuk melepaskan lelah. Karena malam telah tiba dan keadaan gelap gulita, maka ia mencoba menyalakan api dengan batu. Akan tetapi, rabuknya tidak mau menyala sehingga ia hampir putus asa karena ia tidak dapat mengerjakan sesuatu dalam gelap gulita itu. Udara pun sangat dingin sehingga dia dan keluarganya tidak akan dapat bertahan lama, tanpa ada api untuk berdiang.
Dalam keadaan demikian, dari jauh dia melihat nyala api di sebelah kanan Gunung Tur. Dia lalu berkata kepada istrinya untuk menunggu di tempatnya karena ia akan pergi ke tempat api itu. Semoga orang-orang di sana dapat memberikan petunjuk kepadanya tentang perjalanan ini atau ia dapat membawa sepotong kayu penyuluh supaya mereka dapat menghangatkan badan dari udara dingin yang tak tertahankan.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Kembali Ke Mesir
Ayat 29
“Dan setelah Masa menyelesaikan janji." (pangkal ayat 29). Menurut ahli--ahli tafsir, janji itu diselesaikan oleh Musa dengan baik. Disempurnakannya janji itu sampai sepuluh tahun, sehingga dia berpisah dari mertuanya dalam suasana yang sangat baik."Dan dia berjalan dengan ahlinya," yaitu dengan isterinya dan anak-anaknya yang telah lahir dalam pergaulan sepuluh tahun itu. Ibnu Katsir dan penafsir yang lain mengatakan bahwa Musa sudah sangat rindu hendak berjumpa dengan kaum keluarganya yang ada di Mesir yang telah dia tinggalkan sepuluh tahun itu. Dalam Perjanjian Lama dikatakan bahwa Fir'aun yang hendak menghukumnya dahulu itu telah mati, dan telah digantikan oleh Fir'aun lain. (Keluaran 2:23).
Musa pun meneruskan perjalanannya menuju Mesir bersama dengan ahli keluarganya itu dengan sekawan kambing sebagai hadiah dari mertuanya. Setelah hari malam perjalanan diteruskannya juga mencari tempat yang layak buat berhenti sementara. Sedang malam sangat gelap, hujan bercampur angin pula. Karena payahnya berjalan dan bertemu suatu tempat yang agak layak berhentilah dia di situ dan dipasangnya khemah untuk berteduh keluarganya. Karena angin selalu berhembus susahlah menghidupkan api. Tiba-tiba:
“Senang hatinya melihat api di lereng gunung." Padahal di tempatnya berhenti sukar sekali menyalakan api."Lalu dia berkata kepada keluarganya: “Tunggulah! Sesungguhnya aku senang melihat ada api." Artinya bahwa api yang dilihatnya berkelap-kelip di lereng gunung itu menimbulkan tenteram dan senang dalam hati, karena demikian susah menghidupkan api di tempat itu. Dan lagi besar kemungkinan ada manusia di tempat itu. Kalau tidak masakan ada api di tempat sejauh itu."Mudah-mudahan aku dapat membawa kepada kamu suatuberita," yaitu jika ada manusia yang berdiam di lereng gunung itu sehingga kita di sini tidak merasa kesepian lagi: “Atau sepuntung dari api itu" atau dibawa sejemput kecil pada puntung atau ujung dahan kayu kering, “Supaya dapat kamu berdiang." (ujung ayat 29). Tash-thalun kita artikan berdiang, yaitu menyalakan api buat sekedar memanaskan badan ketika dingin.
Ayat 30
Setelah memberi pesan demikian kepada keluarganya, Musa pun meneruskan perjalanan seorang diri menuju lereng gunung yang kelihatan api bernyala itu: “Maka tatkala Musa telah sampai ke sana, dipanggillah dia dari arah pinggir lembah sebelah kanan." (pangkal ayat 30). Artinya kedengaranlah oleh Musa suara memanggil namanya dari pinggir sebelah kanan. Oleh karena rumit mengukur kanan dan kiri bagi sebuah gunung, dapatlah diartikan bahwa dari sebelah kanan Musa sendiri datang panggilan, terletak di sebelah Barat, sebagai tersebut dalam ayat 44 di muka kelak sebagai pernyataan kepada Nabi kita Muhammad s.a.w. bahwa beliau tidaklah hadir di sebelah Barat gunung itu di waktu Musa menerima panggilan itu."Pada tempat yang diberkahi itu dari sebatang pohon kayu “ Disebut bahwa tempat terdengar panggilan itu disebut bumi yang diberkahi, sebab di sanalah Allah mentajallikan kuatkuasanya, berkenan berbicara dengan hamba pilihanNya yang bernama Musa itu. Maka kelihatanlah oleh Musa api itu bernyala timbul dari pohon kayu yang hijau cemerlang."Bahwa: Ya Musa!" (memakai kata bahwa di sini, yaitu bahwa panggilan itu berbunyi: “Ya Musa! Sesungguhnya Aku adalah Allah, Tuhan Sarwa Semesta Alam." (ujung ayat 30).
Di situlah Allah menyatakan diriNya kepada hambaNya yang dikasihiNya itu. Salah seorang Nabi yang diberi sebulan Ulul-Azmi mempunyi kedudukan penting di antara Nabi-nabi dan Rasul-rasul. Yaitu bahwa yang berbicara dengan engkau sekarang ini adalah Tuhanmu sendiri, Tuhan Sarwa Sekalian Alam, yang berbuat sekehendakNya, tidak ada Tuhan selain Dia, tidak ada Pencipta kecuali Dia; Maha Agung, Maha Tinggi dan Maha Suci dari segala kekurangan, pada zatNya, pada sifatNya, pada kata-kataNya dan pada per-buatanNya.
Ayat 31
“Dan bahwa: “Lemparkanlah tongkat engkau itu!" (pangkal ayat 31). Inilah kata sabda Ilahi kepadanya untuk menunjukkan KekuasaanNya Yang Mutlak. Yaitu setelah Tuhan bertanya apakah yang dalam tanganmu itu hai Musa (Thaha, 20:17), datanglah perintah Tuhan menyuruhnya mencampakkan, atau melemparkan tongkat itu ke tanah: “Maka tatkala dia melihatnya bergerak seakan-akan dia seekor ular tedung besar, berpalinglah dia lari." Dia berlari karena gentarnya melibat tongkatnya telah menjelma menjadi ular tedung, atau ular typhon besar yang mengerikan. Mulanya itu tentu dia terkejut, karena belum pernah dialaminya selama ini. Karena itulah baru dia melihat Allah memperlihatkan Maha KuasaNya terhadap barang yang ada dalam tangan Musa sendiri. Terkejut Musa lalu berlari; “Tidak menoleh lagi."
Di dalam Surat Thaha diuraikan dalam ayat 17, Tuhan menanyakan kepada Musa kegunaan tongkat itu. Di ayat 18 diterangkan jawab Musa. Sebab sejak dia gembala kambing sepuluh tahun itu dia telah biasa memakai tongkat untuk gembala. Sekarang tongkat itu tidak lepas-kepas lagi. Bahkan akhirnya menjadi salah satu yang tidak terpisah dalam nubuwwat yang dia terima. Sebab Tuhan sesudah dia berlari tidak menoleh lagi itu bersabda pula: “Hai Musa! Datanglah kepadaKu! Janganlah engkau takut!" Di waktu itulah Allah menghilangkan rasa gentar yang telah dirasakan Musa melihat tongkatnya telah berubah bentuk: “Sesungguhnya engkau adalah termasuk orang-orang yang aman." (ujung ayat 31). Dengan demikian Allah menjelaskan bahwa perubahan rupa tongkat menjadi menyerupai ular tedung yang mengerikan bukanlah bahaya bagi Musa. Tuhan menyuruhnya datang mendekat kepada Tuhan; “Datanglah kepadaKu!" Karena orang yang datang mendekati Tuhan, bertambah lama bertambah dekat, bertambah dirinya, jiwanya dan raganya dalam keadaan aman, tentaram, tidak ada rasa gentar, tidak ada rasa takut.
Di surat yang lain (Thaha: 22) Musa disuruh mengambil tongkatnya itu kembali, dan setelah sampai ke tangannya dia kembali jadi tongkat sebagai biasa.
Ayat 32
“Masukkanlah tanganmu ke leher bajumu." (pangkal ayat 32). Itulah perintah Allah yang kedua kepada Musa; masukkan salah satu tangan ke dalam leher baju, lalu kelaurkan kembali: “Maka keluarlah dia dalam keadaan putih bersinar." Artinya diberi oleh Allah Ta'ala cahaya nubuwwat pada tangan beliau setelah dikeluarkannya dari dalam leher bajunya itu kembali. Di dalam Surat Thaha ayat 32 dijelaskan putihnya itu, yaitu min ghairi su-in; artinya bukan putih jahat! Bukan putih karena penyakit balak, melainkan sinar memancar yang menimbulkan segan manusia menantangnya. Bahkan orang-orang yang beriman dianjurkan oleh Nabi kita Muhammad s.a.w. selalu berdoa memohon kepada Tuhan agar seluruh dirinya, sejak dari hatinya, pandangannya, pendengarannya, ucapannya, kedua belah tangannya, sampai kepada rambutnya pun agar diberi Nur, cahaya! Sinaran cahaya yang begitu tinggi mutunya telah dikumiakan kepada Musa a.s."Dan dekapkanlah kepada engkau kedua tangan engkau itu dari sebab ketakutan." Artinya ialah bahwa sewaktu-waktu kalau ada bahaya mengancam dekaplah kedua tangan jtu ke dada, atau masukkan ke leher baju, kemudian keluarkan kembali; niscaya sinar pun memancar dan ketakutan hilang sirna, bahkan pihak musuhlah yang akan gentar, kalah semangat melihat engkau.
Malahan lbnu Katsir menuliskan ketika menafsirkan ayat ini, bahwa seseorang yang beriman pun jika menghadapi suatu bahaya yang menakutkan, bisa saja meneladan perbuatan Nabi Musa ini, masukkan tangan ke dada, lekapkan ke hati, ingat Allah, sampai tenang. Kemudian keluarkan tangan kembali, Insya Allah yang ditakutkan itu akan hilang sendirinya.
Menurut sebuah riwayat dari lbnu Abi Hatim, dengan sanadnya dari Mujahid, bahwa Musa pada mulanya memang agak gentar juga akan berhadapan dengan Fir'aun, Tetapi apabila telah dilihatnya wajah Fir'aun itu dibacanya:
“Ya Allah, aku bersandar kepada Engkau pada tembungnya, dan aku berlindung kepada Engkau dari kejahatannya."
Karena permohonan doa Musa yang demikian, dicabut Allah dari dada Musa ketakutan kepada Fir'aun itu, lalu dipindahkan Tuhan rasa takut itu ke dada Fir'aun, takut kepada Musa, sehingga bila melihat Musa dia sungguh-sungguh ketakutan, sampai pemah terpencar-pencar kencingnya.
Dia menggagah-gagahkan diri di hadapan Musa hanyalah jika dekat orang banyak.
“Maka yang dua itu adalah dua tanda mu'jizat dari Tuhan engkau," sehingga engkau mempunyai wibawa yang membuat Fir'aun tidak akan bersikap serampangan terhadap diri Musa. Itulah dua mu'jizat; tongkat dapat menjelma jadi ular, dan telapak tangan dapat menimbulkan sinar cahaya ajaib. Gunanya ialah “Untuk menghadapi Fir'aun dan orang besar-besarnya." Orang-orang besar itulah yang kadang-kadang lebih kejam, lebih ganas dari Fir'aun sendiri, menyandarkan kebesaran kepada Fir'aun, atau menghasung dan menghasut kepada Fir'aun agar berlaku kepada rakyat, terutama kepada Bani Israil dengan sikap yang kasar dan menghinakan: “Sesungguhnya mereka itu," yaitu Fir'aun dan orang besar-besar yang mengeliliginya itu, “Adalah orang-orang yang fasik." (ujung ayat 32).
Fasik artinya ialah dengan sengaja berbuat segala yang jahat, aniaya, merugikan orang lain, karena merasa diri kuat, dan merasa bahwa tidak ada orang yang akan berani membantahnya.